Jejak dan nilai Budaya BALI

NAMA

: ALVIAN ALIEFFIKRY

NIM

: 125030102111004

KELAS

:B

ETIKA ADMINISTRASI

JEJAK NILAI BUDAYA DAN TRADISI BALI (JETRADA)
Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti “Kekuatan”, dan
“Bali” berarti “Pengorbanan” yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita.
Supaya kita selalu siap untuk berkorban. Bali mempunyai 2 pahlawan nasional yang
sangat berperan dalam mempertahankan daerahnya yaitu I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti
Ketut Jelantik. Provinsi bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di
Indonesia karena merupakan salah satu aset devisa negara Indonesia yang cukup tinggi

di bidang pariwisatanya. Ibukota Provinsi Bali adalah Denpasar. Provinsi bali sendiri
tidak hanya terdiri dari pulau (dewata) Bali saja, namun juga terdiri dari banyak pulau
yang lain, contohnya pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan lain –
lain. Provinsi Bali secara astronomis terletak di 8° LS dan 115° BT. Daerah ini masih
memiliki iklim tropis seperti Provinsi lainnya di Indonesia.Secara geografis provinsi ini
berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur, dan Selat Bali di sebelah barat, Laut Bali di
sebelah utara, samudera hindia di sebelah selatan, dan Selat Lombok di sebelah timur.
Penduduk Bali terdiri dari dua, yaitu penduduk asli Bali atau disebut juga Bali Aga
(baca :bali age) dan penduduk bali keturunan Majapahit. Sedangkan kebudayaan Bali
memiliki kebudayaan yang khas karena secara belum terpengaruhi oleh budaya
lain.Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada
ajaran agama Hindu. Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaaan ( rwa bhineda ),
yang sering ditentukan oleh faktor ruang ( desa ), waktu ( kala ) dan kondisi riil di
lapangan (patra ). Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan kebudayaan Bali bersifat
fleksibel dan selektif dalam menerima dan mengadopsi pengaruh kebudayaan luar.
Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa komunikasi dan interaksi antara kebudayaan
Bali dan budaya luar seperti India (Hindu), Cina, dan Barat khususnya di bidang kesenian
telah menimbulkan kreatifitas baru dalam seni rupa maupun seni pertunjukkan. Tematema dalam seni lukis, seni rupa dan seni pertunjukkan banyak dipengaruhi oleh budaya
India. Demikian pula budaya Cina dan Barat/Eropa memberi nuansa batu pada produk
seni di Bali. Proses akulturasi tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan Bali bersifat


fleksibel dan adaptif khususnya dalam kesenian sehingga tetap mampu bertahan dan tidak
kehilangan jati diri (Mantra 1996).
Bahasa Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebih
spesifik dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali,
pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa. Di Bali sendiri
Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus,
Bali Madya dan Bali Kasar. Yang halus dipergunakan untuk bertutur formal misalnya
dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta
rendah dengan berkasta lebih tinggi. Yang madya dipergunakan di tingkat masyarakat
menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar dipergunakan
bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan
abdi dalemnya, Di Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram,
sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di
kabupaten Banyuwangi. Selain itu bahasa Osing, sebuah dialek Jawa khas Banyuwangi,
juga menyerap banyak kata-kata Bali. Misalkan sebagai contoh kata osing yang berarti
“tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 4
juta jiwa. Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu
system subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka
juga sudah mengenal arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang

menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang
komunikatif dan edukatif. Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris.
Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam air
putih dapat menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.
Kebudayaan Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan
harmonisasi mengenai hubungan manusia dengan Tuhan ( parhyangan ), hubungan
sesama manusia (pawongan ), dan hubungan manusia dengan lingkungan ( palemahan ),
yang tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan). Apabila
manusia mampu menjaga hubungan yang seimbang dan harmonis dengan ketiga aspek
tersebut maka kesejahteraan akan terwujud.Selain nilai-nilai keseimbangan dan
harmonisasi, dalam kebudayaan Bali juga dikenal adanya konsep tri semaya yakni
persepsi orang Bali terhadap waktu. Menurut orang Bali masa lalu (athita ), masa kini
( anaghata ) dan masa yang akan datang ( warthamana ) merupakan suatu rangkaian
waktu yang tidak dapt dipisahkan satu dengan lainnya. Kehidupan manusia pada saat ini
ditentukan oleh hasil perbuatan di masa lalu, dan perbuatan saat ini juga menentukan
kehidupan di masa yang akan datang. Dalam ajaran hukum karma phaladisebutkan
tentang sebab-akibat dari suatu perbuatan, perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil
yang baik. Demikian pula seBaliknya, perbuatan yang buruk hasilnya juga buruk atau
tidak baik bagi yang bersangkutan.Kearifan lokal adalah sistem pengetahuan yang
dikembangkan suatu komunitas di daerah tertentu. di dalamnya terdapat sistem nilai,

norma, etika, kelembagaan, dan keterampilan yang digunakan sebagai tuntunan untuk
menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan. Era global saat ini, pemahaman terhadap

nilai budaya kearifan lokal cenderung mengalami perubahan. Bahkan, pengaruh budaya
global, khususnya globalisasi ekonomi, semakin kuat merambah sendi-sendi kehidupan
masyarakat. hal ini dapat mengancam keberlangsungan pemahaman budaya khususnya
pelunturan nilai-nilai luhur serta norma-normakehidupan masyarakat. Mengatisipasi
kekhawtiran terhadap kelangsungan tatanan hidup masyarakat, serta meminimalisir
melunturnya nilai-nilai budaya lokal, Balai Pelestarian Nilai Budaya BALI, NTB, NTT
selaku unit pelaksana teknis kemeterian pendidikan dan kebudayaan wajib menanamkan
pemeblajaran budaya di kalangan generasi muda, khusunya para siswa melalui kegiatan
jejak tradisi daerah (jetrada). Pada tahun ini BPNB BALI, NTB, NTT mengambil tema
jetrada yaitu potensi kearifan lokal sebagai pembelajaran budaya dalam meningkatkan
kesatuan bangsa. Kegiatan ini di hadiri oleh perwakilan siswa siswi berjumlah lima puluh
orang dari Denpasar, Bangli, Jembrana, Badung, Gianyar, Klungkung, Tabanan,
Karangasem, Buleleng, dimana pelaskanaannya di mulai dari tanggal 5 -7 juli 2013 di
desa Sidetapa,kecamatan Banjar, kabupaten Buleleng. Kegiatan jetrada di di desa
Sidetapa di buka dan mendapat pengarahan dari Bapak Bupati Buleleng, yang intinya
bahwa kearifan lokal yang berkembang di daerah sebagai pembelajaran budaya di
kalangan generasi muda, menguatkan pemahaman generasi muda (siswa) terhadap

kearifan budaya lokal agar tidak punah tergerus perjalanan zaman dan menanamkan
kesadaran kalangan generasi muda untuk memanfaatkan nilai-nilai luhur earifan budaya
lokal sebagai acuan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Setalah mendapat
pengarahan dari Bapak Bupati Buleleng para peserta jetrada mendapat materi berupa
eksplorasi desa sidetapa sebagai perkembangan kearifan budaya lokal, selanjutanya
mendapat pengarahan narasumber budaya terkait konsep dan deskripsi kearifan lokal dan
menggali unsur-unsur kearifan budaya lokal dari para informan meliputi sistem religi,
sistem kesenian, sistem ekonomi, sistem teknologi tradisional, dan sistem sosial.
Sedangkan di hari kedua sekaligus terakhir di isi dengan penyusunan karya tulis ilmiah
dan diskusi mengenai keariafan lokal yang berada di desa Sidetapa.