Interaksi Sosial dan lembaga sosial (13)

BAB I
PENDAHULUAN
Manusia senantiasa melakukan hubungan dan pengaruh timbal balik
dengan

manusia

mempertahankan

yang

lain

kehidupannya.

dalam

rangka

Bahkan,


memenuhi

secara

ekstrim

kebutuhan

dan

manusia

akan

mempunyai arti jika ada manusia yang lain tempat ia berinteraksi. Interaksi sosial
bisa didefinisikan sebagai hubungan dan pengaruh timbal balik antara individu
dengan individu, individu dengan kelompok individu yang lainnya. Interaksi
sosial merupakan bentuk dari dinamika sosial budaya yang ada didalam
masyarakat. Dengan demikian, dengan interaksi sosial akan memungkinkan
terjadinya perubahan-perubahan didalam masyarakat yang akan membentuk halhal yang baru yang membuat dinamika masyarakat menjadi hidup. Perubahanperubahan ini akan terjadi sambung-menyambung dari generasi yang satu ke

generasi berikutnya sepanjang zaman.
Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas dan integrasi
sosial (Kymlicka, 2007; Modood, 2007; Parekh, 2002; Philips, 2006). Interaksi
sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan orang perorang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
orang perorang dengan kelompok manusia. Dalam berinteraksi seseorang individu
atau kelompok sosial sedang berusaha atau belajar untuk memahami tindakan
sosial seorang individu ataupun kelompok sosial lain. Interaksi sosial akan
berjalan dengan tertib dan teratur bila individu dalam masyarakat dapat bertindak
sesuai dengan konteks sosialnya, yakni tindakan yang disesuaikan dengan situasi
sosial saat itu, tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, serta
individu bertindak sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat.
Suatu interaksi sosial dapat berjalan dengan lancar jika memenuhi dua
syarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Tidak selalu ditandai dengan
mengadakan kontak muka atau berbicara, tetapi bisa terjadi manakala masingmasing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan

1
8

dalam perasaan orang-orang yang bersangkutan.


Interaksi yaitu suatu relasi antara dua sistem yang terjadi sedemikian rupa
sehingga kejadian yang berlangsung pada suatu sistem akan mempengaruhi
kejadian yang terjadi pada sistem lainnya. Interaksi adalah suatu pertalian sosial
antar individu sedemikian rupa sehingga individu yang bersangkutan saling
mempengaruhi satu sama lainnya. (Chaplin, 2011)
Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1982) interaksi sosial
merupakan hubunngan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut antara
orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orangperorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi
sosial di mulai saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara
atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan
bentuk-bentuk interaksi sosial.

BAB II
PEMBAHASAN
KAJIAN TEORI
1. Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan
sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa


1
8

A.

hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara
kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok
dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol
diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya
oleh mereka yang menggunakannya. Proses Interaksi sosial menurut
Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu
atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia.
Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi
antara seseorang sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya
hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi
dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan.
Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber
informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber
Informasi tersebut dapat terbagi dengan sesamanya. Dan terakhir adalah
Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap

makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang
ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan
interpretative proses Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua
individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak
dua, yaitu ciri fisik dan penampilan. Ciri fisik adalah segala sesuatu yang
dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia,
dan ras.
Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh,
penampilan berbusana, dan wacana. Interaksi sosial memiliki aturan, dan
aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari
Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi
ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim,
jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai
ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi
waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat

1
8

mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi


situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan
penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini
dibuat oleh individu dan masyarakat.
2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak
memenuhi dua syarat (Soerjono Sukanto) yaitu: adanya kontak sosial,
dan adanya komunikasi.
1) Kontak Sosial
Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang
berarti bersama-sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara
harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak
baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial
itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat
mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya
dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan.
Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang
dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf,
radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan
badaniah. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk

(Soerjono Soekanto : 59) yaitu sebagai berikut :


Antara orang perorangan. Kontak sosial ini adalah apabila anak
kecil mempelajari kebiasaankebiasaan dalam keluarganya.
Proses demikian terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses
dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari normanorma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota.
Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau
sebaliknya. Kontak sosial ini misalnya adalah apabila
seseorang merasakna bahwa tindakan-tindakannya berlawanan
dengan norma-norma masyarakat.

1
8





Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia

lainnya. Umpamanya adalah dua partai politik yang bekerja
sama untuk mengalahkan partai politik lainnya.
Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontal sosial

positif dan kontak sosial negatif. Kontak sosial positif adalah kontak
sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak
sosial negatif mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama
sekali tidak menghasilkan kontak sosial. Selain itu kontak sosial juga
memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila
yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan
muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu
perantara.
2) Komunikasi
Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran
kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak
badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan
oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi
reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan (Soekanto, 1982).
Sedangkan menurut Wiryawan & Noorhadi (dalam Resita,
Herawati, & Suhadi 2014) komunikasi dapat didefinisikan sebagai

berikut:
 Komunikasi dapat di pandang sebagai proses penyampaian
informasi.
 Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan dari seorang
kepada orang lain.
 Komunikasi di artikan sebagai peroses penciptaan arti terhadap
gagasan atau ide yang di sampaikan.
Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok
dapat diketahui olek kelompok lain atau orang lain. Hal inikemudain
merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan

1
8

dilakukannya. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi

berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas
senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap
bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin
menunjukan

memungkinkan

kemenangan.

Dengan

demikian

komunikasi

kerja sama antar perorangan dan atau antar

kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan
pertikaian yang terjadi karena salah paham yang masing-masing
tidak mau mengalah.
3. Dasar Berlangsungnya Interaksi Sosial
Kelangsungan interaksi sosial, sekalipun dalam bentuknya yang
sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks, tetapi padanya
dapat kita beda-bedakan beberapa faktor yang mendasarinya, baik secara
tunggal maupun bergabung, yaitu (vide Bonner, Sosial Psychology, no.

3):
1) Faktor Imitasi
Gabriel Tarde beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial
sebenarnya berdasarkan faktor imitasi. Walaupun pendapat ini
ternyata berat sebelah peranan imitasi dalam interaksi sosial itu tidak
kecil. Misalnya bagaimana seorang anak belajar berbicara. Mulamula ia mengimitasi dirinya sendiri kemudian ia mengimitasi katakata orang lain. Ia mengartikan kata-kata juga karena mendengarnya
dan mengimitasi penggunaannya dari orang lain. Lebih jauh, tidak
hanya berbicara yang merupakan alat komunikasi yang terpenting,
tetapi juga cara-cara lainnya untuk menyatakan dirinya dipelajarinya
melalui proses imitasi. Misalnya, tingkah laku tertentu, cara
memberikan hormat, cara menyatakan terima kasih, cara-cara
memberikan isyarat tanpa bicara, dan lain-lain. Selain itu, pada
lapangan pendidikan dan perkembangan kepribadian individu,
imitasi mempunyai peranannya, sebab mengikuti suatu contoh yang

1
8

baik itu dapat merangsang perkembangan watak seseorang.

Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk
melaksanakan perbuatanperbuatan yang baik.Peranan imitasi dalam
interaksi sosialjuga mempunyai segi-segi yang neatif. Yaitu, apabila
hal-hal yang diimitasi itu mungkinlah salah atau secara moral dan
yuridis harus ditolak. Apabila contoh demikian diimitasi orang
banyak, proses imitasi itu dapat menimbulkan terjadinya kesalahan
kolektif yang meliputi jumlah serba besar.
Selain itu, adanya proses imitasi dalam interaksi sosial dapat
menimbulkan kebiasaan di mana orang mengimitasi sesuatu tanpa
kritik, seperti yang berlangsung juga pada faktor sugesti. Dengan
kata lain, adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat
memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada
individu manusia yang mendangkalkan kehidupannya. Imitasi bukan
merupakan dasar pokok dari semua interaksi sosial seperti yang
diuraikan oleh Gabriel tarde, melainkan merupakan suatu segi dari
proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana
dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di
antara orang banyak.
2) Faktor Sugesti
Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi
sosial hamper sama. Bedanya adalah bahwa dalam imitasi itu orang
yang satu mengikuti sesuatu di luar dirinya; sedangkan pada sugesti,
seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu
diterima oleh orang lain dluarnya. Sugesti dalam ilmu jiwa sosial
dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu
menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah
laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Secara garis besar,
terdapat beberapa keadaan tertentu serta syarat-syarat yang
memudahkan sugesti terjadi, yaitu:

1
8

a. Sugesti karena hambatan berpikir

Dalam proses sugesti terjadi gejala bahwa orang yang
dikenainya mengambil alih pandangan-pandangan dari orang lain
tanpa memberinya pertimbangn-pertimbangan kritik terlebih
dahulu. Orang yang terkena sugesti itu menelan apa saja yang
dianjurkan orang lain. Hal ini tentu lebih mudah terjadi apabila ia
ketika terkena sugesti berada dalam keadaan ketika cara-cara
berpikir kritis itu sudah agak terkendala. Hal ini juga dapat
terjadi misalnya apabila orang itu sudah lelah berpikir, tetapi juga
apabila proses berpikir secara itu dikurangi dayanya karena
sedang mangalami rangsangan-rangsangan emosional. Misalnya:
Rapat-rapat Partai Nazi atau rapat-rapat raksasa seringkali
diadakan pada malam hari ketika orang sudah cape dari
pekerjaannya. Selanjutnya mereka pun senantiasa memasukkan
dalam acara rapat-rapat itu hal-hal yang menarik perhatian,
merangsang emosi dan kekaguman sehingga mudah terjadi
sugesti kepada orang banyak itu.
b. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah (disosiasi)
Selain dari keadaan ketika pikiran kita dihambat karena
kelelahan atau karena rangsangan emosional, sugesti itu pun
mudah terjadi pada diri seseorang apabila ia mengalami disosiasi
dalam pikirannya, yaitu apabila pemikiran orang itu mengalami
keadaan terpecah-belah. Hal ini dapat terjadi misalnya apabila
orang yangbersangkutan menjadi bingung karena ia dihadapkan
pada kesulitan-kesulitan hidup yang terlalu kompleks bagi daya
penampungannya. Apabila orang menjadi bingung, maka ia lebih
mudah terkena sugesti orang lain yang mengetahui jalan keluar
dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya itu. Keadaan semacam
ini dapat pula menerangkan mengapa dalam zaman modern ini
orang-orang yang biasanya berobat kepada dokter juga

1
8

mendatangi dukun untuk memperoleh sugestinya yang dapat

membantu orang yang bersangkutan mengatasi kesulitankesulitan jiwanya.
c. Sugesti karena otoritas atau prestise
Dalam hal ini, orang cenderung menerima pandanganpandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau
sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam bidangnya sehingga
dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise
sosial yang tinggi.
d. Sugesti karena mayoritas
Dalam hal ini, orang lebih cenderung akan menerima
suatu pandangan atau ucapan apabila ucapan itu didukung oleh
mayoritas, oleh ebagian besar dari golongannya, kelompknya
atau masyarakatnya.
e. Sugesti karena ”will to believe”
Terdapat pendapat bahwa sugesti justru membuat sadar
akan adanya sikap-sikap dan pandangn-pandangan tertentu pada
orang-orang. Dengan demikian yang terjadi dalam sugesti itu
adalah diterimanya suatu sikap-pandangan tertentu karena sikappandangan itu sebenarnya sudah tersapat padanya tetapi dalam
kedaan terpendam. Dalam hal ini, isi sugesti akan diterima tanpa
pertimbangan lebih lanjut karena pada diri pribadi orang yang
bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar
dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah
terdapat padanya.
3) Fakor Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund
Freud. Istilah identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai caracara seorang anak belajar norma-norma sosial dari orang tuanya.
Dalam garis besarnya, anak itu belajar menyadari bahwa dalam
kehidupan terdapat norma-norma dan peraturan-peraturan yang

1
8

sebaiknya dipenuhi dan ia pun mempelajarinya yaitu dengan dua

cara utama. Pertama ia mempelajarinya karena didikan orangtuanya
yang menghargai tingkah laku wajar yang memenuhi cita-cita
tertentu dan menghukum tingkah laku yang melanggar normanormanya. Lambat laun anak itu memperoleh pengetahuan mengenai
apa yang disebut perbuatan yang baik dan apa yang disebut
perbuatan yang tidak baik melalui didikan dari orangtuanya.
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi
identik (sama) dengan seorang lain. Kecenderungan ini bersifat tidak
sadar bagi anak dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk
menjadi seperti seseorang secara lahiriah saja, tetapi justru secara
batin. Artinya, anak itu secara tidak sadar mengambil alih sikapsikap orangtua yang diidentifikasinya yang dapat ia pahami normanorma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan
yang ada pada anak itu. Sebenarnya, manusia ketika ia masih
kekurangan akan norma-norma, sikapsikap, cita-cita, atau pedomanpedoman tingkah laku dalam bermacammacam situasi dalam
kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang
dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih
kekurangan pegangan. Demikianlah, manusia itu terus-menerus
melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu, terutama dalam suatu
masyarakat

yang

berubah-ubah

dan

yang

situasi-situasi

kehidupannya serba ragam.
Ikatan yang terjadi antara orang yang mengidentifikasi dan
orang tempat identifikasi merupakan ikatan batin yang lebih
mendalam daripada ikatan antara orang yang saling mengimitasi
tingkah lakunya. Di samping itu, imitasi dapat berlangsung antara
orang-orang yang tidak saling kenal, sedangkan orang tempat kita
mengidentifikasi itu dinilai terlebih dahulu dengan cukup teliti
(dengan perasaan) sebelum kita mengidentifikasi diri dengan dia,
yang bukan merupakan proses rasional dan sadar, melainkan

1
8

irasional dan berlangsung di bawah taraf kesadaran kita.

4) Faktor Simpati
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya
seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis
rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses
identifikasi. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnua
simpati itu merupakan proses yang sadar bagi manusia yang merasa
simpati terhadap orang lain. Peranan simpati cukup nyata dalam
hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih. Patut
ditambahkan bahwa simpati dapat pula berkembang perlahan-lahan
di samping simpati yang timbul dengan tiba-tiba. Gejala identifikasi
dan simpati itu sebenarnya sudah berdekatan. Akan tetapi, dalam hal
simpati yang timbal-balik itu, akan dihasilkan suatu hubungan kerja
sama di mana seseorang ingin lebih mengerti orang lain sedemikian
jauhnya sehingga ia dapat merasa berpikir dan bertingkah laku
seakan-akan ia adalah orang lain itu. Sedangkan dalam hal
identifikasi terdapat suatu hubungan di mana yang satu menghormati
dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin belajar daripadanya
karena yang lain itu dianggapnya sebagai ideal. Jadi, pada simpati,
dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin bekerja sama
dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya
adalah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh ingin belajar dari
orang lain yang dianggapnya sebagai ideal. Hubungan simpati
menghendaki hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang
setaraf. Hubungan identifikasi hanya menghendaki bahwa yang satu
ingin menjadi seperti yang lain dalam sifat-sifat yang dikaguminya.
Simpati bermaksud kerja sama, identifikasi bermaksud belajar.

1
8

4. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Dalam proses interaksi sosial menghasilkan 2 bentuk yaitu proses
sosial asosiatif dan disosiatif.
1) Proses/interaksi Sosial Asosiatif
Adalah proses sosial yang membawa ke arah persatuan dan kerja
sama. Proses ini disebut juga sebagai proses yang positif. Beberapa
proses sosial yang bersifat asosiatif adalah :
 Asimilasi
Proses asimilasi terjadi apabila dalam masyarakat
terdapat perbedaan kebudayaan diantara kedua belah pihak, ada
proses saling menyesuaikan, ada interaksi intensif antara kedua
belah pihak.
 Kerja sama (cooperation)
Merupakan bentuk yang paling utama dalam proses
interaksi sosial karena interaksi sosial yang dilakukan oleh
seorang/kelompok

orang

bertujuan

untuk

memenuhi

kepentingan/kebutuhan bersama.
o Kerjasama spontan : kerjasama yang timbul secara spontan.
o Kerjasama langsung : kerjasama yang terjadi karena adanya
perintah dari atasan.
o Kerjasama kontrak : kerjasama yang terjadi atas dasar
ketentuan tertentu yang disetujui bersama untuk jangka waktu
tertentu.
o Kerjasama tradisional : kerjasama yang terbentuk karena
adanya sistem tradisi yang kondusif.
 Akomodasi
Sebagai proses usaha-usaha yang dilakukan manusia
untuk meredakan atau memecahkan konflik dalam rangka
mencapai kestabilan.

1
8

 Akulturasi (acculturation)

Merupakan proses sosial yang timbul akibat suatu
kebudayaan

asing/kebudayaan

lain

tanpa

menyebabkan

hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri. Terdapat dua alasan
untuk membedakan tingkat budaya dan psikologis. Pertama,
dalam psikologi lintas budaya kita memandang perilaku individu
sebagai interaksi dengan konteks budaya yang terjadi (Berry,
Poortinga, Segall dan Dasen dalam Berry dan Safdar, 2007).
Kedua, tidak setiap individu masuk, berpartisipasi atau berubah
dengan cara akulturasi yang sama. Terdapat perbedaan individu
yang besar dalam

akulturasi psikologis, walaupun diantara

individu yang memiliki budaya yang sama dan tinggal dalam
wilayah akulturatif yang sama (Sam dan Berry dalam Berry dan
Safdar, 2007). Mengacu dengan pernyataan Berry dan Safdar
tersebut maka dapat dikatakan bahwa dalam akulturasi
psikologis, dampak yang ditimbulkan dari adanya kontak antar
budaya (budaya asli dengan budaya luar) tidak hanya berupa
perubahan tetapi juga dapat berupa perilaku mempertahankan
budaya asli. Ketika individu dihadapkan pada fenomena
perubahan budaya dalam kelompoknya sebagai akibat masuknya
budaya luar, maka pada individu tersebut akan terjadi akulturasi
psikologis. Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Berry
(dalam Matsumoto dan Juang, 2008) serta pada Berry (2005),
Individu akan melakukan salah satu strategi akulturasi yang
terdiri dari empat macam yaitu: Intergrasi (integration), Asimilasi
(assimiliation),

Separasi

(separation),

dan

Marginalisasi

(marginalization)
Keempat macam strategi akulturasi tersebut dapat
diperjelas dengan gambar di bawah ini, dimana tiap strategi

1
8

bergantung kepada kelompok mana yang dipertimbangkan.

Berdasarkan penjabaran diatas, dapat terlihat bahwa
strategi akulturasi yang terjadi di Indonesia adalah asimilasi,
yaitu kebanyakan individu menolak budaya asli mereka dan
secara menyeluruh mengasimilasi budaya luar. Pengaruh budaya
barat yang masuk ke Indonesia telah membuat perubahan yang
besar terhadap perilaku, gaya hidup, bahasa, makanan, pakaian,
dan lain-lain. Orang-orang indonesia cenderung mengagungagungkan budaya barat dan melupakan budaya aslinya sendiri.
Hanya sedikit masyarakat yang mempertahankan, menjaga dan
melestarikan budaya asli indonesia, yang kebanyakan berasal dari
golongan tua. Kebanyakan masyarakat indonesia dari remaja
sampai dewasa mengalami perubahan karena masuknya budaya
asing tersebut. Dimulai dari pakaian sampai pada gaya hidup.
Tidak sedikit masyarakat indonesia yang menggunakan pakaianpakaian terbuka, minim bahan, dan tidak senonoh yang
merupakan fashion di negara barat. Selain itu, sekarang hampir
tiap restoran dipenuhi dengan menu steak api, jarang sekali
restoran yang menjual gado-gado, karedok, dan sebagainya.
Kemudian banyak pula warga indonesia yang berbicara
menggunakan bahasa inggris dengan sesama orang indonesia,
baik itu para selebritis maupun para karyawan di kantor. Lalu

1
8

gaya hidup, masyarakat indonesia terutama para golongan elit

memiliki selera dan gaya hidup layaknya orang barat. Mulai dari
desain rumah, perabotan rumah, sampai hampir pada tiap barang
yang di beli dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya barat.
Singkatnya, budaya luar (budaya barat) yang masuk ke indonesia
membuat banyak perubahan dalam perilaku individu.
2) Proses/interaksi sosial disosiatif
Merupakan interaksi sosial yang membawa ke arah
perpecahan. Ada beberapa bentuk interaksi sosial disosiatif yaitu :
 Konflik Sosial atau Pertentangan
Dapat diartikan sebagai suatu proses antara dua orang
atau lebih, maupun kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
 Persaingan (competition)
Merupakan suatu proses sosial yang melibatkan mencapai
keuntungan melalui bidang kehidupan yang pada suatu saat
tertentu

menjadi

pusat

perhatian

umum,

tanpa

ancaman/kekerasan.
 Kontrovensi
Merupakan suatu proses sosial yang posisinya berada
diantara persaingan dan konflik. Kontrovensi dapat berwujud
sikap tidak senang, baik secara terbuka/sembunyi-sembunyi.
STUDI KASUS
AN adalah seorang siswa kelas tiga salah satu sekolah menengah atas
di kota Samarinda. AN memiliki tiga orang saudara, satu kakak perempuan
dan dua adik laki-laki. Ayah AN bekerja di salah satu lembaga swasta
sedangkan ibu AN hanya sebagai ibu rumah tangga.
Sejak kecil, AN dan ketiga saudaranya selalu diajarkan mengenai
agama. Oleh sebab itu, ia dan kakaknya selalu mengenakan jilbab. Ayah dan
ibunya pun selalu memasukkan AN dan ketiga saudaanya ke sekolah swasta
khusus siswa beragama islam sampai AN menginjak sekolah menengah
pertama.

1
8

B.

AN merupakan anak yang penurut. Ia selalu menaati baik aturan
agamanya maupun apa yang dikatakan orang tuanya. Teman-teman serta
para tetangga AN pun menganggap AN anak yang ramah dan
menyenangkan.
Ketika lulus dari SMP, AN diterima di salah satu sekolah menengah
negeri yang cukup terkenal di kotanya. Di sekolah itu, jilbab bukan
merupakan suatu kewajiban sehingga terdapat siswa muslim yang tidak
memakai jilbab. Di sekolahnya, ia memiliki tiga orang teman akrab, yang
kesemuanya beragama islam namun tidak memakai jilbab.
Walaupun AN bersekolah di sekolah negeri yang cukup terkenal
dikarenakan prestasi para alumni sekolah tersebut, hal itu tidak menjamin
apakah siswa-siswa yang masuk ke sekolah itu adalah siswa yang benarbenar “baik”, karena beberapa dari mereka kadang berkata-kata kasar saat
berbicara, walaupun itu hanya obrolan ringan, kepada sesama teman sekelas
mereka. Situasi itu membuat AN merasa cukup tidak nyaman.
Ketika naik ke kelas dua, AN perlahan-lahan mulai berubah.
Perubahan pertama yang ia sendiri rasakan adalah ia bisa dengan luwes
menyebutkan kata-kata kasar saat ia berbicara, padahal dulu ia sangat risih
ketika mendengar hal tersebut. Lalu, ia pun perlahan-lahan mengubah
penampilannya. Jika dulu ia mengenakan jilbab panjang yang menutupi
bagian dadanya, sekarang ia hanya memakai jilbab hanya sekadar memenuhi
perintah ibu dan ayahnya.
Sampai akhirnya, ia mulai menyukai beberapa artis barat, salah
satunya adalah Miley Cyrus. Pada wawancara yang kami lakukan terhadap
AN, ketertarikan dan kesukaannya terhadap Miley membut ia mulai meniru
cara berpakaian Miley dan akhirnya ia memutuskan untuk melepas
jilbabnya.
Orang tuanya sangat menentang keputusannya tersebut. Namun,
dilain pihak, teman-temannya malah mendukung keputusannya, yang
membuatnya (hal ini diungkapkan dalam wawancara) bangga dan yakin jika
keputusan yang diambilnya benar dan akan berdampak baik bagi dirinya.
ANALISIS TERHADAP KASUS BERDASARKAN TEORI

1
8

C.

Sebelum memasuki analisis kasus, terdapat satu teori dalam bahasan
interaksi sosial yang perlu kita ketahui untuk menganalisis kasus AN. Teori
ini berasal dari seorang psikolog bernama Leon Festinger. Teori yang disebut
sebagai

Teori

Perbandingan

Sosial

ini

berbicara

tentang

proses

pembandingan diri dengan diri orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia
hidup bersama dengan manusia lain, dan dalam proses kehidupannya itu
muncul keinginan manusia untuk dapat mengevaluasi atau melakukan
penilaian terhadap dirinya sendiri. Untuk dapat memenuhi keinginan
tersebut, manusia akan membandingkan dirinya dengan orang lain. Hal-hal
yang dibandingkan adalah hampir semuanya merupakan hal-hal yang
dimiliki semua umat manusia, contohnya seperti status sosial, status
ekonomi, kecantikan, karakter kepribadian, dan lainnya. Konsekuensi yang
timbul dari proses perbandingan tersebut adalah penilaian yang lebih baik
atau bahkan penilaian yang lebih buruk terhadap diri kita dan orang lain.
Menurut kami, AN melakukan perbandingan mengenai caranya
berpakaian terhadap ketiga teman akrabnya, karena menurut wawancara
yang kami lakukan, AN beberapa kali mengungkapkan bahwa terkadang ia
merasa iri dengan ketiga temannya yang dapat berpakaian semau mereka,
tanpa ada larangan dan perintah dari orang tua mereka mengenai apa yang
mereka gunakan. Belakangan kami mengetahui bahwa AN menggunakan
jilbab hanya karena kehendak orang tuanya, tanpa peduli bahwa itu
merupakan kewajiban dalam agama Islam. Menurut Leon Festinger dalam
teorinya tersebut, manusia cenderung memilih orang sebaya atau teman
dekat mereka yang berada satu lingkungan dengan mereka untuk dijadikan
sasaran perbandingan.
Selain itu, menurut apa yang sudah saya pelajari di kelas, terdapat
beberapa dasar berlangsungnya interaksi sosial, salah satunya adalah sugesti.
Jadi, sugesti merupakan proses mempengaruhi seseorang oleh orang lain.
Menurut kami, apa yang bisa menyebabkan AN mulai mengubah
penampilannya sedikit demi sedikit adalah sugesti dari teman-temannya.
Kami tidak bisa memastikan apakah benar sugesti ini adalah salah satu

1
8

faktor yang menyebabkan AN sampai berubah, namun kami cukup yakin

bahwa teman-teman akrabnya mungkin saja pernah mengatakan “kamu
kayaknya lebih cantik kalau nggak pakai jilbab deh,” dibuktikan dengan
dukungan teman-temannya saat AN mulai melepas jilbabnya. Hal itu secara
tidak langsung akan mengubah mindset AN tentang dirinya, apakah ia lebih
cantik menggunakan jilbab atau tanpa menggunakan jilbab.
Miley Cyrus, salah satu idola AN pun secara tidak langsung memiliki
peran dalam perubahan gaya berpakaian AN. Saat menemui kami untuk
mengadakan wawancara, ia hanya mengenakan celana jeans pendek dan
kaus pendek yang ketat. Kecenderungan AN untuk menyerupai idolanya
dalam hal berpakaian diakibatkan adanya proses imitasi yang cukup
berperan dalam proses interaksi sosial.
Selain itu, masuknya budaya barat ke Indonesia, termasuk gaya
berpakaiannya, turut berperan dalam perubahan gaya berpakaian AN. Gaya
berpakaian budaya barat yang minim kini dapat kita jumpai hampir di
seluruh daerah di Indonesia. Orang-orang yang berpakaian ala budaya barat
akan sangat mudah dijumpai. Dikarenakan banyak dan beragamnya jenis
pakaian ala budaya barat yang masuk ke Indonesia, maka generasi remaja
secara pelan-pelan membentuk standar bersama dalam berpakaian dan
berperilaku. Umumnya, standar ini akan dipopulerkan oleh orang-orang
yang terkenal dan memiliki pengaruh besar dalam hal gaya berpakaian,
seperti contohnya artis.

BAB III
KESIMPULAN
Interaksi

sosial

adalah

suatu

hubungan

antara

dua

atau

lebih

individumanusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah,

1
8

atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi
dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial dapat
berlangsung dalam tiga bentuk yaitu antara orang perorangan, antara orang
perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya, antara suatu
kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Komunikasi adalah bahwa
seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan,
gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan
oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap
perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan
kelompok dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lain. Hal ini kemudian
merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.
Bentuk-bentuk interaksi sosial ada yang disebut Proses Asosiatif (Proseses
of Association) dan Proses Disosiatif (Proseses of Dissociation). Yang termasuk
proses asosiasi adalah (1) Kerja Sama (Cooperation), (2) Akomodasi
(Accomodation), (3) Asimilasi (Assimilation), dan (4) Akulturasi (Acculturation).
Yang termasuk proses disosiatif yaitu Persaingan (Competition), Kontravensi
(Contravention), dan Pertentangan atau pertikaian (Conflict).
Pada kasus AN, kesimpulan yang dapat kami ambil terkait faktor yang
menyebabkan perubahan gaya berpakaian AN adalah:
1. Proses perbandingan dirinya dengan teman-temannya.
2. Sugesti dari ketiga teman-temannya.
3. Peniruan tokoh idola AN.
4. Pengaruh budaya barat.

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Rahman, Agus Abdul. 2014. Psikologi Sosial : Integrasi Pengetahuan Wahyu dan
Pegetahuan Empirik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

1
8

Jurnal:

1
8