Tinjauan Hukum Islam terhadap dibolehkannya Aborsi Akibat Perkosaan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi Digital Library IAIN Palangka Raya BAB VI PENUTUP (SA)
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedasarkanpenelitian
yang
telahdilakukanolehpenulis,
makadapatdisimpulkandalampenelitianinisebagaiberikut:
1. PP/61/2014 menentukan bolehnya aborsi akibat perkosaankarena korban
perkosaan mengalami trauma psikologis. ketentuan ini memiliki persyaratan
usia kehamilan paling lama 40 hari yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter, penyidik, psikolog dan/atau ahli lainnya. Penyelenggaraan aborsi
harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab, serta setiap
pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan
kabupaten/kota dengan tembusan kepada kepala Dinas Kesehatan provinsi.
2. Aborsi akibat perkosaan dalam PP/61/2014 ditinjau dari hukum Islam
melalui
teori
maqāṣid
syarīʽah
hukumnya
haram,
karena
tidak
terpeliharanya dua di antara lima unsur pokok maqāṣid syarīʽah, yaitu
pemeliharaan jiwa (ḥifẓunafs) dan pemeliharaan keturunan (ḥifẓunasl).
Selain itu, ketentuan ini juga melanggar hak asasi manusia dan tidak
mencerminkan keadilan, yang telah mengesampingkan hak-hak janin,
padahal kemudaratan perempuan korban perkosaan tidak sampai pada
tingkatan aḍ-ḍaruriyat, hanya tingkatan al-ḥājiyat. Menurut teori peraturan
perundang-undangan, PP/61/2014 bertentangan dengan UUD 1945, UU No.
39 tahun 1999 tentang HAM, dan UU No. 23 tahun 2002 tentang
101
102
Perlindungan Anak.Sehingga ketentuan dibolehkannya aborsi dalam
PP/61/2014 sekaligus yang terdapat dalam UU Kesehatan semestinya harus
dicabut.
B. Saran
1. Ketentuan dibolehkannya aborsi akibat perkosaan dalam PP/61/2014
sekaligus
dalam
UU
Kesehatan
semestinya
harus
dicabut
guna
kemaslahatan.
2. Aborsi bagi korban perkosaan bukan satu-satunya solusi, melainkan masih
ada alternatif lain, yaitu dilakukan pendampingan selama masa kehamilan,
dan jika ia tidak ingin mangasuh anaknya, maka dapat diasuh keluarga atau
panti asuhan. Pemerintah harus ikut serta dalam penanganan permasalahan
ini.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedasarkanpenelitian
yang
telahdilakukanolehpenulis,
makadapatdisimpulkandalampenelitianinisebagaiberikut:
1. PP/61/2014 menentukan bolehnya aborsi akibat perkosaankarena korban
perkosaan mengalami trauma psikologis. ketentuan ini memiliki persyaratan
usia kehamilan paling lama 40 hari yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter, penyidik, psikolog dan/atau ahli lainnya. Penyelenggaraan aborsi
harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab, serta setiap
pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan
kabupaten/kota dengan tembusan kepada kepala Dinas Kesehatan provinsi.
2. Aborsi akibat perkosaan dalam PP/61/2014 ditinjau dari hukum Islam
melalui
teori
maqāṣid
syarīʽah
hukumnya
haram,
karena
tidak
terpeliharanya dua di antara lima unsur pokok maqāṣid syarīʽah, yaitu
pemeliharaan jiwa (ḥifẓunafs) dan pemeliharaan keturunan (ḥifẓunasl).
Selain itu, ketentuan ini juga melanggar hak asasi manusia dan tidak
mencerminkan keadilan, yang telah mengesampingkan hak-hak janin,
padahal kemudaratan perempuan korban perkosaan tidak sampai pada
tingkatan aḍ-ḍaruriyat, hanya tingkatan al-ḥājiyat. Menurut teori peraturan
perundang-undangan, PP/61/2014 bertentangan dengan UUD 1945, UU No.
39 tahun 1999 tentang HAM, dan UU No. 23 tahun 2002 tentang
101
102
Perlindungan Anak.Sehingga ketentuan dibolehkannya aborsi dalam
PP/61/2014 sekaligus yang terdapat dalam UU Kesehatan semestinya harus
dicabut.
B. Saran
1. Ketentuan dibolehkannya aborsi akibat perkosaan dalam PP/61/2014
sekaligus
dalam
UU
Kesehatan
semestinya
harus
dicabut
guna
kemaslahatan.
2. Aborsi bagi korban perkosaan bukan satu-satunya solusi, melainkan masih
ada alternatif lain, yaitu dilakukan pendampingan selama masa kehamilan,
dan jika ia tidak ingin mangasuh anaknya, maka dapat diasuh keluarga atau
panti asuhan. Pemerintah harus ikut serta dalam penanganan permasalahan
ini.