Tugas makalah perilaku konsumen dan

LATAR BELAKANG
Perubahan dirasakan oleh hampir semua manusia dalam masyarakat. Perubahan dalam
masyarakat tersebut wajar, mengingat manusia memiliki kebutuhan yang sangat tidak
terbatas. Kalian akan dapat melihat perubahan itu setelah membandingkan keadaan pada
beberapa waktu lalu dengan keadaan yang sekarang ini. Perubahan itu dapat terjadi di
berbagai aspek kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup, maka pencaharian,
sistem kemasyarakatan bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, serta religi/keyakinan.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya,. Perubahan dalam kebudayaan
mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan
lain sebagainya.
Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakat. Ruang
lingkup perubahan kebudayaan lebih luas di bandingkan perubahan sosial. Namun demikian
dalam prakteknya di lapangan, kedua jenis perubahan perubahan tersebut sulit untuk di
pisahkan sebagaimana mestinya. Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari
organisasi sosial. Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan
kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan
bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkahlaku,
yang timbul karena interaksi yang bersifat komulatif seperti menyampaikan buah pikiran
secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan. Apabila diambil definisi kebudayaan
menurut taylor dalam Soekanto.
Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengertian, kepercayaan, kesenian,

moral, hukum dan adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai
warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan adalah segal perubahan yang mencakup
unsur unsur tersebut, Soemadjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan
perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu, kebudayaan bersangkut paut
dengan suatucara penerimaan cara cara baru atau suat perbaikan dalam cara masyarakat
memenuhi kebutuhannya.

Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang, terutama dalam
perilaku pengambilan keputusan dan perilaku pembelian. Dalam perkembangan sejarah
budaya konsumsi maka masyarakat konsumsi lahir pertama kali di Inggris pada abad 18 saat
terjadinya tehnologi produksi secara massal. Tehnologi yang disebabkan oleh
berkembangnya revolusi industri memungkinkan perusahaan-perusahaan memproduksi
barang terstandarisasi dalam jumlah besar dengan harga yang relatif murah.
Pada saat yang bersamaan muncul revolusi kebudayaan, di mana masyarakat secara bertahap
berubah dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yang kekotaan, karena dengan
berpindahnya ke perkotaan maka budaya mereka berubah sehingga berkembanglah tata nilai
baru dan pola kehidupan yang baru akibat pekerjaan yang berbeda. Tidak hanya orang yang
kaya saja bahkan orang yang biasa juga merasa perlu membeli produk yang dapat
memuaskan kebutuhan budaya baru, seperti munculnya perbedaan status yang makin
menonjol di kalangan masyarakat perkotaan.

Gambaran lahirnya masyarakat konsumsi tersebut diatas, menunjukkan pentingnya budaya
dalam memahami perilaku konsumen. Aspek-aspek budaya yang penting dapat diidentifikasi
sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami bagaimana hal tersebut dapat
mempengaruhi konsumen dan tentunya dapat digunakan dalam mengembangkan strategi
pemasaran yang lebih efektif.
Definisi Kebudayaan
Banyak definisi tentang budaya yang dipaparkan oleh para pakar, diantaranya: Kebudayaan
didefinisikan sebagai kompleks simbol dan barang-barang buatan manusia (artifacts) yang
diciptakan oleh masyarakat tertentu dan diwariskan dari generasi satu ke generasi yang lain
sebagai faktor penentu ( determinants) dan pengatur ( regulator ) perilaku anggotanya
(Setiadi, 2003).
Budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan secara simbolis melalui
bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari masyarakat tertentu ( Wallendorf & Reilly,
Mowen, 1995).
Budaya (culture) sebagai makna yang dimiliki bersama oleh (sebagian besar ) masyarakat
dalam suatu kelompok sosial ( Peter & Olson, 2000).
Culture is that complex whole that includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and
any other capabilities and habits acquired by man as a member of society ( Loudan & Della
Bitta, 1993)
Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak dan simbol bermakna lainnya yang

membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai
anggota masyarakat ( Angel, Blackwell& Miniard, 1994).
Beberapa definisi budaya telah dipaparkan namun secara garis besar menurut Engel, Blacwell
& Miniard (1994 ) budaya dapat dibedakan menjadi Makro budaya ( macroculture ) yang
mengacu pada perangkat nilai dan simbol yang berlaku pada keseluruhan masyarakat, dan
Mikro budaya ( microculture/ subculture ) yang mengacu pada perangkat nilai dan simbol
dari kelompok yang lebih terbatas, seperti kelompok agama, etnis tertentu, atau subbagian
dari keseluruhan.

Budaya dapat melengkapi diri seseorang dengan rasa identitas dan perilaku yang dapat
diterima di masyarakat, terutama dapat diketahui dari sikap dan perilaku yang dipengaruhi
oleh budaya. Seperti halnya : pakaian, penampilan, komunikasi, bahasa, makanan dan
kebiasaan makan, hubungan, kepercayaan, dan lain sebagainya yang seringkali meliputi
semua hal yang konsumen lakukan tanpa sadar memilih karena nilai kultur mereka, adat
istiadat dan ritual mereka telah menyatu dalam kebiasaan mereka sehari-hari.
Sebagai contoh misalnya komponen budaya di masyarakat Amerika, memiliki sekian nilai
yakni : achievement & succes, activity, efficiency & practicality, progress, material comfort,
individualism, freedom, humanitarianism, youthfulness, fitness and health and external
conformity.
Permasalahan Dalam Menganalisis Budaya

Pemasar harus mempertimbangkan beberapa isu penting saat menganalisis budaya, yaitu:
1. Makna budaya dapat dianalisis dalam beberapa tahapan yang berbeda, seperti halnya
penganalisisan pada tingkat makro dari masyarakat atau negara secara keseluruhan
ataupuan budaya dari nilai-nilai bersama oleh sekelompok masyarakat tertentu secara
mikro, seperti dilihat dari segmen masyarakat tertentu misalnya sekelompok orang
dalam kelas sosisl atau grup referensi ,ataupun dalam lingkup keluarga.
2. Konsep makna umum atau yang dimiliki bersama sangat penting untuk memahami
budaya. Makna budaya ( cultural meaning) adalah jika sebagian atau beberapa
masyarakat dalam suatu kelompok sosial memiliki makna dasar yang sama.
(misalnya, apakah arti ‘orang tua/ manula’? apakah makna ‘lingkungan yang aman’?
bagaimana arti’bicara yang sopan’? dsb).
3. Makna budaya diciptakan oleh masyarakat melalui interaksi sosial mereka.
Pembangunan makna budaya terlihat dalam tingkatan kelompok yang lebih kecil
misalnya bagaimana mode busana yang disebut “ngetrend” pada mahasiswa sampai
akhir tahun ini? Accessories apa yang sering mereka gunakan?Sedangkan di
lingkungan makro makna itu dipengaruhi oleh institusi budaya seperti pemerintah,
organisasi keagamaan, pendidikan, dan juga perusahaan semuanya dapat terlibat
dalam pembangunan makna budaya.
4. Makna budaya terus melakukan gerakan ( dinamis ) dan dapat mengalami perubahan
yang cepat, misalnya perilaku masyarakat yang dramatis oleh munculnya tipe ponsel

(handphone ) Blackberry, yang dianggap mampu melakukan fungsi lebih dari sekedar
ponsel tetapi mampu melakukan chating , facebook, email dsb.
5. Kelompok-kelompok sosial memiliki perbedaan dalam tingkat kebebasan memilih
makna budaya tertentu, seperti di Amerika dan Eropa masyarakat lebih memiliki
kesempatan untuk menciptakan identitas pribadi dan menggunakannya, sementara
sebagian masyarakat lain di Cina, India dan Arab Saudi mungkin lebih terbatas dalam
memiliki kebebasan memilih makna budaya tertentu.
Kandungan Suatu Budaya
Kandungan utama budaya sering digunakan sebagai pendekatan oleh pemasar dalam
menganalisis budaya untuk melakukan terobosan pemasaran. Pemasar biasanya berfokus
pada nilai-nilai dominan dalam suatu masyarakat. Kandungan suatu budaya ( content of
culture) adalah kepercayaan, sikap, tujuan, dan nilai-nilai yang dipegang oleh sebagian besar
masyarakat dalam suatu lingkungan yang menyangkut aspek-aspek lingkungan sosial ( ragam

agama dan kepercayaan, ragam partai politik , dsb) dan fisik ( produk, peralatan , gedung dan
bangunan dsb) dalam masyarakat tertentu.
Tujuan dalam analisis budaya adalah untuk memahami kandungan makna dari sudut pandang
konsumen yang menciptakan dan menggunakannya. Misalnya pengibaran bendera memiliki
tanggapan rasa patriotisme dan semangat juang, diskon 50% adalah memiliki tanggapan
“daya tarik” yang heboh, antri lebih dari 30 menit bagi sebagian orang Amerika membuat

frustasi dan marah, namun di bagian masyarakat Indonesia merupakan hal yang biasa saja,
sehingga ada slogan” budayakan antri……yang ada gambarnya bebek berbaris rapi.
Seperti halnya makna berjabat tangan ketika menyapa menjadi simbol selamat datang dan
persahabatan oleh sebagian besar masyarakat dunia, meskipun ada sebagian yang
melakukannya dengan membungkukkan badan atau mencium. Perbedaan makna budaya
bahkan dapat diamati dari lingkungan berbelanja apakah toko diskon yang konsumen bisa
memilih sendiri atau toko spesial yang dilengkapi dengan pelayanan pribadi penuh dari
pramuniaga dan fasilitas belanja yang mewah.
Akhirnya strategi pemasaran juga memiliki makna yang dipercaya bersama, seperti reaksi
masyarakat terhadap iklan. Masyarakat Amerika terbiasa mengungkap iklan dengan secara
langsung dan terbuka, bahkan dianggap terlalu ‘fulgar’ atau emosional oleh sebagian
masyarakat di negara lain. Atau promosi diskon dan penjualan murah, di sebagian masyarakat
bisa dianggap positif tetapi bagian masyarakat lain bisa berbeda dan justru sering mendapat
reaksi negatif karena adanya anggapan bahwa barang yang didiskon pasti tidak berkualitas
dan barang sisa, cuci gudang atau barang yang tidak laku.
Sehingga pemasar harus hati-hati menangkap makna budaya dari produk dan merek yang
akan dipasarkan dengan melihat lingkungan budaya yang melekat pada target pasar yang
akan dipilihnya.
Mengukur Kandungan Budaya
Pemasar dapat menggunakan berbagai prosedur untuk mengukur kandungan budaya yaitu

melalui analisis kandungan budaya, penelitian etnografis dan pengukuran nilai. Pendekatan
yang umum dipakai adalah dengan penelitian konsumen melalui wawancara, survei, telepon
bahkan fokus group). Analisis kandungan budaya dapat dilakukan dengan mengamati obyek
material yang ada dalam kelompok sosial, misalnya komik yang beredar di kalangan anakanak sering berisi tentang nilai-nilai persahabatan, nilai agama, bahkan ini dapat diamati
selama periode waktu tertentu, seperti perubahan peran wanita yang bekerja dalam puluhan
tahun terakhir sehingga iklan dapat disentuhkan dengan keberadaan mereka.
Penelitian etnografis, yang melibatkan pengamatan ciri yang rinci yang bersumber dari
antropologi untuk melihat tanggapan emosi, pengetahuan, dan perilaku dalam keseharian
dalam masyarakat lingkungan tertentu. Misalnya bagaimana perilaku masyarakat pada pasar
tradisional Jawa?Budaya tawar menawar yang dilakukan?Hal itu dapat diangkat sebagai tema
dalam iklan produk tertentu.
Pengukuran nilai cenderung dilakukan secara langsung untuk melihat nilai dominan, dengan
alat penilaian tertentu seperti rangking nilai yang dominan dan menggunakan metode statistik
tertentu.

Mitos dan Ritual Kebudayaan
Setiap masyarakat memiliki serangkaian mitos yang mendefinisikan budayanya. Mitos adalah
cerita yang berisi elemen simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya.
Misalnya mitos mengenai binatang yang mempunyai kekuatan ( Lion King ) atau binatang
yang cerdik ( Kancil ) yang dimaksudkan sebagai jembatan antara kemanusiaan dan alam

semesta. Ada mitos pewayangan yang dapat diangkat dalam membuat strategi penentuan
merek suatu produk, seperti tokoh Bima dalam produk Jamu kuat “ Kuku Bima Ginseng”.
Sehingga pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar bisa digunakan sebagai sarana
menyusun strategi pemasaran tertentu.
Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok
masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara
periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya ( Mowen,
1995).
Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini dilakukan
dengan serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Kebiasaan
sering tidak serius, kadang tidak pasti dan berubah saat ada stimulus berbeda yang lebih
menarik. Seringkali ritual budaya memerlukan benda-bendayang digunakan untuk proses
ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang tahun
yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan
merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’
dan persewaan gedung, serta peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga
dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan
hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan dan
ibadah.
Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa

yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Perusahaan
dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya , misalnya perusahaan
otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang keluarga, secara
simbolis Kijang ‘ adalah binatang yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan
lincah”.Sementara perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat
ditunjukkan dengan warna, seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih
artinya suci, merah simbol berani dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar
untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.
Budaya Populer dan Budaya Luhur
Budaya populer merupakan karakteristik budaya sangat banyak bahkan melintasi budaya
tradisional (luhur) yang mengakar dalam masyarakat. Budaya populer adalah budaya yang
menarik massa yang mempunyai karakteristik ; 1) masuk kedalam pengalaman dan nilai
kebanyakan anggota masyarakat, 2) tidak memerlukan pengetahuan khusus untuk
mmahaminya dan 3) dihasilkan karena mudahnya setiap orang mengakses pada nilai budaya
populer.
Sedangkan budaya luhur ( high culture) menghasilkan produk yang bernilai seni tinggi,
karena proses pembuatannya semata-mata didasarkan pada nilai-nilai estetis (Lukisan, Batik,
Patung, Keramik dsb) sedangkan budaya populer menghasilkan produk dengan keahlian dan

ketrampilan yang dapat dibuat secara massal dengan formula yang baku ( cetakan pabrik ).

Aliran musik alternatif juga menunjukkan budaya populer, juga budaya pakaian ketat yang
marak dikenakan di kalangan remaja putri di Indonesia, begitupun rok mini yang ngetrend
tahun 60 – 70-an sekarang sedang ngetrend lagi.
Budaya dan Konsumsi
Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti . Ketika konsumen membeli suatu produk mereka
berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen terus
membelinya hanya bila harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya
fungsi yang menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang
norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk makanan yang
digoreng, makanan harus panas untuk ‘steak hot plate’ atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci
mulut’.Seringkali produk juga didukung dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol
fungsi seperti ‘ kristal biru’ pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk juga
memberi simbol makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan kekuatan
dalam film Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang
erat sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal iklan
Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk menjadi ikon
dalam ibadat agama.
Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan spontan
mengenai nilai atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa
yang diterima dari keluarga dan teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku

mereka dari orang tua , guru dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan
kemajuan zaman yang sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anakanak sekarang lebih suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya
karena kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu
banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan,
misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada orang
yang lebih tua, makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada
budaya yang mengacu pada nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dan
sebagainya.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan
orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat diterima
semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang
dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak
dalam perilaku membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan
membeli makanan yang tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani dalam mempelajari nilai dan
norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat
tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat
cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya
lama disebut Accultiration.

Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam implikasi pemasaran
seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan penetapan harga. Untuk mengembangkan
strategi yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan
memahami bagaimana mereka mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam
penciptaan ragam produk , segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan
budaya masyarakat.
Beberapa perubahan pemasaran yang dapat mempengaruhi kebudayaan, seperti :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tekanan pada kualitas
Peranan wanita yang berubah
Perubahan kehidupan keluarga
Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
Waktu senggang yang meningkat
Pembelian secara impulsif
Hasrat akan kenyamanan

Tinjauan Sub-Budaya.
Dalam tinjauan sub-budaya terdapat beberapa konteks penilaian seperti:
1. Afeksi dan Kognisi.
Penilaian Afeksi dan Kognisi merupakan penilaian terhadap suka atau tidak suka, perasaan
emosional yang tindakannya cenderung kearah berbagai objek atau ide serta kesiapan
seseorang untuk melakukan tindakan atau aktivitas.
1. Perilaku.
Perilaku merupakan suatu bentuk kepribadian yang dapat diartikan bentuk sifat-sifat yang ada
pada diri individu, yang ditentukan oleh faktor internal (motif, IQ, emosi, dan cara berpikir)
dan faktor eksternal (lingkungan fisik, keluarga, masyarakat, sekolah, dan lingkungan alam).
1. Faktor Lingkungan.
Prinsip teori Gestalt ialah bahwa keseluruhan lebih berarti daripada sebagian-bagian.
Sedangkan teori lapangan dari Kurt Lewin berpendapat tentang pentingnya penggunaan dan
pemanfaatan lingkungan.
Berdasarkan teori Gestalt dan lapangan bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan yang
sangat berpengaruh pada perilaku konsumen.
Sub-Budaya dan Demografis.
Berdasarkan analisa dari bagian-bagian sub-budaya, menunjukkan bahwa sebenarnya ada
variabel yang terbentuk dari sub-budaya demografis yang menjelaskan karakteristik suatu
populasi dan dikelompokkan kedalam karakteristik yang sama.

Variabel yang termasuk kedalam demografis, adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Sub Etnis Budaya.
Sub Budaya-agama.
Sub Budaya Geografis dan Regional.
Sub Budaya Usia.
Sub Budaya Jenis Kelamin.

Lintas Budaya ( Cross Cultural Consumer Behavior )
Secara umum kebudayaan harus memiliki tiga karakteristik, seperti:
1. Kebudayaan dipelajari, artinya: kebudayaan yang dimiliki setiap orang diperoleh
melalui keanggotaan mereka didalam suatu kelompok yang menurunkan
kebudayaannya dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
2. Kebudayaan bersifat kait-mengkait, artinya : setiap unsur dalam kebudayaan sangat
berkaitan erat satu sama lain, misalnya: unsure agama berkaitan erat dengan unsure
perkawinan, unsur bisnis berkaitan erat dengan unsur status sosial.
3. Kebudayaan dibagikan, artinya: prinsip-prinsip serta kebudayaan menyebar kepada
setiap anggota yang lain dalam suatu kelompok.
Mengembangkan ruang lingkup dari nilai-nilai budaya sangatlah diperlukan karena
merupakan aspek penting dalam mengoptimalkan hasil pemasaran. Adapun yang harus
diketahui oleh para pemasar dalam mengembangkan nilai-nilai kebudayaan suatu negara
adalah sebagai berikut.
1. Kehidupan Material: mengacu pada kehidupan ekonomi, yakni apa yang dilakukan
oleh manusia untuk memperoleh nafkah.
2. Interaksi Sosial: interaksi sosial membangun aturan-aturan yang dimainkan seseorang
dalam masyarakat, serta pola kekuasaan dan kewajiban mereka.
3. Bahasa: bahasa secara harfiah yaitu kata-kata yang diucapkan, tetapi selain itu sebagai
symbol komunikasi dari waktu, ruang, benda-benda, persahabatan dan kesepakatan.
4. Estetika: meliputi seni (arts), drama, musik, kesenian rakyat, dan arsitektur yang
terdapat dalam masyarakat.
5. Nilai dan Sikap: setiap kultur mempunyai seperangkat nilai dan sikap yang
mempengaruhi hamper segenap aspek perilaku manusia dan membawa keteraturan
pada suatu masyarakat/individu-individunya.
6. Agama dan Kepercayaan: agama mempengaruhi pandangan hidup, makna dan konsep
suatu kebudayaan.
7. Edukasi: edukasi meliputi proses penerusan keahlian, gagasan, sikap dan juga
pelatihan dalam disiplin tertentu.
8. Kebiasaan-kebiasaan dan Tata Krama: kebiasaan (customs) adalah praktek-praktek
yang lazim/mapan. Tata Krama (manners) adalah perilaku-perilaku yang dianggap
tepat pada masyarakat tertentu.
9. Etika dan Moral: pengertian apa yang disebut apa yang benar dan salah didasarkan
pada kebudayaan.

Analisis Lintas Budaya.
Analisis Lintas Budaya adalah perbandingan sistematik dari berbagai similaritas dan
perbedaan dalam aspek-aspek fisik dan perilaku kultur.
Tujuan analisis ini adalah menentukan apakah program pemasaran, dapat digunakan dalam
satu atau lebih pasar asing ataukah harus dimodifikasi untuk memenuhi kondisi lokal.
Misinterpretasi Penilaian Lintas Kultural.
Terdapat 3 sumber misinterpretasi lintas cultural:
1. Tirai kultural bawah sadar (subconscious cultural blinders) adalah tendensi untuk
membuat asumsi-asumsi bawah sadar yang berpangkal pada kultur, menyangkut
kejadian-kejadian, orang-orang dan perilaku.
2. Tidak adanya kesadaran diri kultural (cultural self-awarness) mengacu kepada tidak
adanya kesadaran pemasar terhadap karakteritik-karakteristik kultural si pemasar itu
sendiri.
3. Similaritas dan kepicikan terproyeksi (projected similarity and parochialism),
mengacu pada tendensi pemasar untuk menganggap orang-orang dari kultur lain (atau
situasi dalam kultur lain) serupa dengan yang dijumpainya dalam kulturnya sendiri.
Berikut adalah garis besar analisis antar budaya mengenai tingkah laku konsumen:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Menentukan motivasi yang relevan dalam suatu budaya.
Menentukan karakteristik pada tingkah laku.
Menentukan bidang nilai budaya mana yang relevan dengan produk ini.
Menentukan bentuk karakteristik dalam membuat keputusan.
Mengevaluasi metode promosi yang cocok dengan budaya setempat.
Menentukan lembaga yang cocok untuk produk ini menurut pikiran konsumen.

Adaptasi Budaya.
Adaptasi budaya (cultural adaptation) mengacu pada penentuan kebijaksanaan bisnis yang
sesuai dengan ciri khas budaya suatu masyarakat.
Walaupun arti penting dari adaptasi budaya disadari sangat luas, namun pelaksanaannya
sangatlah sulit. Alasan utama dari kesulitan ini adalah kecenderungan menggunakan (SRC)
self-reference criterion (berdasar criteria sendiri) yang dapat dijelaskan sebagai berikut,
kapan saja orang yang berhadapan dengan kondisi unik, nilai-nilai mereka sendirilah yang
akan digunakan sebagai ukuran bagi pemahaman dan tanggapan mereka atas situasi tersebut.
Perilaku Pembelian Suasana Global.
Dalam memahami perilaku pembelian luar negeri, pemasar internasional perlu melakukan 4
tugas pokok yang hamper sama dengan pemasar dalam negeri, yaitu sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi similaritas dan perbedaan di dalam pasar yang sedang di tinjau.
2. Memilih model, konsep dan teknik perilaku pembeli untuk pasar yang sedang
ditelaah.
3. Memodifikasi penerapannya untuk memenuhi karakteristik pasar.
4. Menafsirkan hasilnya dalam konteks pasar tersebut.
Membedakan Strategi Lokal dan Global.
Persepektif yang menyoroti sifat-sifat kultural yang khusus, ancangan ini cenderung menjadi
fokus perusahaan yang menggunakan strategi-strategi nasional. Perusahaan ini mencoba
mengisi kebutuhan/keinginan nasional yang unik. Idealnya, pemasar internasional berusaha
membuat program pemasaran yang sensitif terhadap similaritas dan berbagai perbedaan
kebudayaan.
Sampai tingkat tertentu, pemilihan strategi tersebut merupakan hasil dari pengorbanan antara
kebutuhan untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain di dalam bidangnya dan
pemusatan perhatian pada kebutuhan dan keinginan pasar.
Pasar dapat dibagi dalam dua jenis;
1. 1.

Pasar Industrial (industrial market)

Pada pasar ini pertimbangan-pertimbangan kultural dan sosial memainkan peranan yang
relatif kurang penting dalam keputusan pembelian mereka.
1. 2.

Pasar Konsumsi (consumer market)

Pasar yang terdiri atas pembeli-pembeli yang berkepentingan dalam pemuasan
kebutuhan/keinginan pribadi.
Bauran Pemasaran Dalam Lintas Budaya.
Beberapa hal dalam pemasaran internasional yang berkaitan dengan lintas budaya
adalah bagaimana mengorganisasikan perusahaan agar dapat menembus pasar luar negeri,
bagaimana keputusan masuk ke dalam pasar internasional, bagaimana merencanakan
standarisasi, bagaimana merencanakan produk, bagaimana merencanakan distribusi,
bagaimana merencanakan promosi, dan bagaimana menetukan harga produk.
Organisasi Perusahaan.
Terdapat tiga cara dalam menyusun organisasi agar produk yang dihasilkan mampu
menembus sasaran pasar luar negeri. Adapun ketiga cara cara tersebut adalah:
1. perusahaan tetap berada di dalam negeri, dan menjual produk ke luar negeri melalui
proses ekspor.
2. Perusahaan dapat membuat perusahaan patungan dengan pihak dalam negeri pasar
sasaran, disebut juga cara aliansi strategis. Produk di buat dinegara dimana produk
akan dipasarkan.
3. Dengan mendirikan perusahaan di negara dimana produk akan dipasarkan dan
kepemilikan tidak dibagi dengan pengusaha dalam negeri.

Rencana Standarisasi.
Perusahaan bermaksud memasarkan produknya diluar negeri perlu merencanakan standarisasi
produk yang dihasilkan. Dalam hal ini, bukan berarti perusahaan harus membuat standar yang
sama untuk setiap negara yang akan dimasuki, tetapi standar perlu dibuat walaupun tidak
sama dengan setiap negara. Jika perusahaan bermaksud membuat standarisasi, berarti
perusahaan melakukan usaha pemasaran yang bersifat umum dan berlakudi semua negara
tujuan.
Perencanaan Distribusi.
Distribusi produk internasional memerlukan jalur yang panjang. Perusahaan yang ingin
menjual produk ke pasar internasional memerlukan jalur distribusi fisik dan pergerakan
produk.
Dimensi kultural sebuah negara membuat metode-metode distribusi tertentu dapat lebih
berhasil dibandingkan dengan yang lain.
Perencanaan Promosi.
Promosi yang dijalankan pada tahapan pasar internasional, dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu promosi global dan promosi lokal.
Alasan melakukan promosi glokal (global dan lokal) adalah bahwa nama dan merek
peruasaan perlu mendunia, tetapi secara lokal merek perusahaan juga bisa diterima oleh
berbagai budaya yang ada. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa disetiap negara terdapat
perbedaan yang tidak mungkin bisa disentuh oleh satu jenis iklan yang dipakai diseluruh
pasar luar negeri.
Praktek-praktek promosi khususnya periklanan mungkin yang paling rentan terhadap
kesalahan kultural. Akibatnya iklan itu tidak mencapai sasaran yang diinginkan.
Contoh:
1. Colgate Palmolive Company memperkenalkan pasta gigi merek “Cue” di Perancis,
untuk kemudian menjumpai bahwa kata “Cue” dalam Bahasa Perancis adalah kata
porno.
2. Pepsi mengalami kesulitan di Jerman dengan menggunakan iklan Amerika. Pada iklan
tertulis “Come Drive, You’re In The Pepsi Generations” yang dalam Bahasa Jerman
berarti “Hidup Setengah Mati”.
Penentuan Harga.
Harga atas produk yang tersedia dibayar konsumen tergantung pada nilai perkiraan dan aktual
dari produk tersebut. Nilai barang yang diimpor dari negara-negara barat misalnya dianggap
lebih tinggi di negara-negara sedang berkembang. Contohnya, orang India memandang
bahwa produk-produk impor lebih unggul dibandingkan dengan yang diproduksi secara lokal.
Karena alasan inilah, maka merek-merek Inggris dan Amerika dijual dengan harga mahal.

Ciri khas budaya suatu bangsa mempunyai pengaruh yang sangat dalam atas pola gaya hidup
dan tingkah laku orang, dan semuanya itu tercermin pada pasar. Kultur mempengaruhi setiap
aspek pemasaran. Perusahaan yang berorientasi pemasaran hendaknya mendasarkan
keputusan-keputusannya pada perspektif pelanggan.
Suatu kajian kultural untuk keputusan-keputusan pemasaran internasional dapat dilakukan
pada kajian makro dan mikro. Tujuan kajian makro adalah mengidentifikasi iklim sosiologis
umum terhadap bisnis di sebuah negara, sikapnya terhadap orang asing dan produk baru.
Kajian mikro berkenaan dengan penafsiran dampak kultur terhadap sekelompok orang
tertentu didalam sebuah negara.
Perbedaan budaya memiliki dampak terhadap keputusan pemasaran yang mempengaruhi
produk, harga, distribusi daan promosi. Analisis Lintas Kultural mengacu kepada
perbandingan sistematis berbagai perbedaan dalam aspek materi dan perilaku kultur. Dalam
pemasaran, analisis lintas kultural digunakan untuk mendapatkan suatu pengertian atas
segmen-segmen pasar di dalam dan di seberang batas-batas nasional.
An Alternative Consumer Behaviour Theory For Asia.
Konsep Budaya
Budaya merupakan kompleks keseluruhan dimana dimasukkannya pengetahuan, keyakinan,
seni, hukum, moral, adat-istiadat, dan kemampuan lain apapun serta kebiasaan yang
diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Beberapa aspek dari perlunya perluasan budaya.
1. Pertama, budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal (luas). Hal tersebut
termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya.
Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis
seperti lapar atau seks, hal tersebut berpengaruh jika, kapan, dan bagaimana dorongan
ini akan memberi kepuasan.
2. Kedua, budaya adalah hal yang diperoleh. Ia nya tidak dimasukkan mewarisi respon
dan kecenderungan. Bagaimanapun, semenjak perilaku manusia dari perilaku.
3. Ketiga, kerumitan dari masyarakat modern merupakan kesungguhan dimana budaya
jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
Budaya terutama dijalankan oleh keadaan yang batasannya cukup bebas pada perilaku
individu dan oleh pengaruh fungsinya dari institusi seperti keluarga dan media massa.
Kemudian, budaya memberikan kerangka dalam yang mana individu dan rumah tanga gaya
hidup menyusun. Batasan dimana perangkat budaya dalam perilaku disebut norma, yang
merupakan aturan sederhana dimana menentukan atau melarang beberapa perilaku dalam
situasi yang spesifik. Norma dijalankan dari nilai budaya. Dimana nilai budaya adalah
kepercayaan yang dipertahankan dimana menguatkan apa yang diinginkan. Pelanggaran dari
norma budaya berakhir dengan sangsi yang merupakan hukuman dari pencelaan sosial yang
ringan untuk dibuang dari kelompok.

Variasi Dalam Nilai Budaya
Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini
dimasukkan kedalam tiga kategori umum:
orientasi nilai-lainnya
Merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok
dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek
pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan
melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon
keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada
budaya yang individualistik.
sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua,
meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan
perbedaan/keseragaman.
Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New
Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan
Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang
membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak
mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi
mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi. Seperti
contoh, konsumen dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka
meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya
individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin
lebih efektif dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
Usia muda/tua
dalam hal ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih
berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah
melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh
di Negara kepulauan fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka dengan
membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika yang memberikan
tuntutan yang positif bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan
yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi
budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka
inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen
tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan bukan hanya
pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya.
Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu
keputusan penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa
(orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya.

Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi diri
mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwasanya pengaruh pembelian oleh orang tua
akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh pada beberapa budaya:
Di Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para
orang tua lebih memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli.
Para orang dewasa muda di Thailand hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga
mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun
keluarga mereka.
Lain halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu
keluarga (diskusi keluarga).
Maskulin/feminisme
Pada dasarnya kita hidup dalam orientasi dunia maskulin, disamping Negara Eropa Barat
yang menerapkan kesetaraan didalamnya. Tetapi hal tersebut tidak menjadi suatu pengaruh
besar. Seperti contoh pada Negara Jepang, yang mana pada saat sekarang ini para wanita
kembali bekerja setelah ia menikah. Hal ini menjadikan mereka lebih menghemat waktu
terhadap kerjaannya. Misalnya, dalam memilih makanan, mereka lebih cenderung untuk
membeli makanan beku untuk dibawa anak mereka ketimbang membeli makanan segar yang
dalam membeli serta menyajikannya membuang waktu mereka. Sisi lainnya adalah
penampilan menjadi prioritas mereka dalam bekerja. Untuk itu barang-barang yang
berhubungan dengan penampilan tersebut lebih menjadi suatu kebutuhan bagi mereka.
Disini sekali lagi para pemasar bukan hanya melihat dari lintas budaya dan nilainya saja,
melainkan juga didalam budaya itu sendiri.
Persaingan/Kerjasama
Yang dimaksud disini adalah bagaimana orientasi baik itu maskulin maupun feminisme
dalam keterbukaannya pada konsumen. Pada orientasi maskulin seperti di Amerika,
keterbukaan menjadi suatu hal yang harus terpelihara. Lain halnya Jepang yang berorientasi
feminim, Mereka menganggap bahwa keterbukaan sama halnya dengan “kehilangan muka”.
Variasi dari nilai ini bisa dilihat dari perbedaan reaksi budaya pada iklan yang dibandingkan.
Seperti contoh Amerika Serikat yang membesarkan hati mereka ketika mereka
menggunakannya didalam budaya lain yang bisa dengan mudahnya mendapatkan reaksi yang
tidak baik. Disisi lainnya, jepang yang memiliki kolektifitas yang lebih menurut sejarahnya
menemukan perbandingan iklan menjadi sesuatu yang tidak disukai, meskipun demikian
Pepsi menemukan anak muda Jepang sedikit lebih mau menerima jika pembandingan
dilakukan dalam keterus-terangan dan cara yang lucu.
Sebagai aturannya, perbandingan iklan dapat digunakan dengan ketelitian dan hanya
sungguh-sungguh telah teruji.

Perbedaan/keseragaman
Budaya dengan nilai yang berbeda tidak hanya akan menerima aturan yang bergai macam
dari perilaku pribadi dan sikap tapi juga menerima variasi dalam bentuk makanan, pakaian,
dan produk lain serta pelayanannya. Dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki
keseragaman nilai, dimana mereka tidak menyukai serta menerima bermacam aturan dari rasa
dan produk pilihan.
Jepang dan budaya kolektif lainnya cenderung untuk meletakkan nilai yang kuat dalam
keseragaman dan kesesuaian, sebaliknya budaya individualistik yang lebih seperti Canada
dan Belanda cenderung pada nilai perbedaan. Ketika banyak aspek penting dari budaya ini
dibuat oleh perbedaan dalam nilai, satu yang nyata dengan relative ketiadaannya turis yang
berlatar “etnis” di restoran-restoran Jepang dibandingkan dengan Canada dan Belanda.
Walaupun demikian, perubahan ekonomi dan sosial yang digerakkan oleh usia muda pada
masyarakat kolektifis, membuat perbedaan lebih diterima dibandingkan dengan hal
tradisional yang dijumpai, dan juga jika kecenderungan dari tingkatan yang mutlak lebih
rendah dibandingkan dengan sisi individualistik mereka.
Orientasi nilai-lingkungan
Yakni menentukan hubungan masyarakat dengan ekonomi, teknis, dan linkungan fisik nya.
Contoh dari nilai lingkungan seperti kebersihan, dayaguna/keadaan, tradisi/perubahan,
pengambilan risiko/pengamanan, pemecahan masalah/fatalistis, dan sifat dasar (alam).
Kebersihan
Ketika adanya perbedaan dalam meletakkan nilai kebersihan diantara budaya ekonomi
berkembang, ada perbedaan yang sangat luas diantara budaya ini dengan banyak budaya
negara kurang berkembang. Di banyak negara miskin, kebersihan dinilai tidak pada tingkatan
yang cukup untuk menghasilkan lingkungan yang sehat. Hal ini dapat dilihat pada negara
Cina dan India, dimana kebersihan menjadi Sesutu yang begitu mengkhawatirkan. Ketika hal
tersebut menjadi dampak bagi budaya lokal, McDonald’s mendapat penghargaan dengan
memeperkenalkan pengolahan makanan yang higienis dan toilet beberapa pasar Asia Timur
termasuk Cina.
Dayaguna/keadaan
Dayaguna/keadaan lebih dekat hubungannya pada konsep jarak kekuasaan, dimana
menghubungkan pada derajat dimana orang menerima ketidak sama rataan dalam kekuasaan,
otoritas, status, dan kekayaan sebagai kelaziman atau yang melekat dalam masyarakat.
Konsumen di negara dengan jarak kekuasaan yang tinggi akan lebih suka untuk melihat opini
dari orang lain dalam membuat keputusan. Masyarakat dengan orientasi status lebih suka
pada “kwalitas” atau nama merk yang terkenal dan barang yang harganya mahal untuk
menyamakan fungsi barang dengan merk yang tidak terkenal atau harga yang murah. Dimana
konsumen ditarik oleh rasa gengsi dari merk yang terkenal.

Tradisi/perubahan
Berbeda pada Amerika, konsumen pada tradisi Korea dan Cina kurang nyaman dengan
situasi baru atau cara pemikiran baru. Nilai ini direfleksikan dalam iklan mereka dimana
berbeda pada iklan di Amerika, dimana di Inggris dan Cina menekankan tradisi dan sejarah.
Untuk target pada kerangka berpikir penonton melalui televisi, daya tarik budaya lebih
digunakan. Dalam target majalah pada orang-orang muda Cina, daya tarik modern yang
difokuskan pada teknologi, mode, dan kesenangan lebih banyak digunakan.
Pengambilan resiko/pengamanan
Nilai ini berhubungan pada toleransi bagi ambuitas dan menghindari ketidaktentuan. Ia nya
memiliki pengaruh yang kuat dalam hubangan usaha dan perkembangan ekonomi sebagai
penerimaan produk baru. Masyarakat dimana tidak mengagumi adanya pengambilan resiko,
tidak suka pada pengembangan hubungan usaha yang cukup untuk mencapai perubahan dan
pertumbuhan ekonomi. Produk baru yang diperkenalkan, saluran baru dari pendistribusian,
dan tema iklan adalh hal yang mempengaruhi nilai ini.
Pemecahan masalah/fatalistis
Di Karibia, kesulitan atau hal yang tidak dapat dikendalikan selalu dihilangkan dengan
ekspresi “tidak masalah”. Ini biasanya berarti: “ada suatu masalah, tapi kita tidak tahu apa
yang harus dilakukan terhadap hal tersebut-jadi jangan khawatir!”. Di Eropa Barat dan
Amerika cenderung kearah untuk menyurutkan akhir pemecahan masalah dari rangkaian
kesatuannya. Sedangkan Meksiko dan negara timur tengah menyurutkan kearah akhir yang
fatal. Hal ini ditunjukkan pada mengurangi dugaan konsumen atas kualitas dan mengurangi
kemungkinan dimana konsumen membuat keluhan secara resmi ketika berhadapan dengan
pembelian yang tidak memuaskan.
Alam
Yang dimaksud disini adalah bagaimana negara-negara yang memproduksi atau mengimpor
suatu produk meletakkan nilai tinggi dalam lingkungan. Seperti negara Inggris yang memiliki
gagasan dalam pengurangan emisi. Dalam peluncuran produknya, mereka lebih menekankan
kendaraan yang memiliki emisi rendah.
Nilai orientasi-diri
Yakni merefleksikan tujuan dan pendekatan pada hidup dimana anggota individu dari
masyarakat menemukan apa yang diinginkan. Disini termasuk aktif/pasif, kepuasan
sensual/pantangan, material/non material, kerja keras/santai, penundaan kepuasan/kesegeraan
kepuasan, dan keberagamaan/keduniawian.
Aktif/Pasif
Kecenderungan dalam beraktifitas akan mempengaruhi pemasaran dalam suatu produk.
Misalnya tema olahraga bagi kemasan botol tidak begitu cocok di negara seperti Jepang,
dimana dua dari tiga pria dan tiga dari empat wanita berolahraga kurang dari dua kali dalam
setahun.

Kepuasan sensual/pemantangan
Yang dimaksud disini adalah apakah suatu negara menggunakan daya tarik seks/sensualitas
atau apakah memberikan pembatasan pada iklan yang dibuatnya terhadap sensualitas.
Pembatasan terhadap iklan dengan kesederhanaan lebih terlihat di negara Arab Saudi atau
negara-negara timur tengah. Ini dikarenakan budaya Islam yang sangat konservatif dalam
nilai ini.
Material/non material
Ada dua tipe dari materialisme. Intrumen materialism adalah barang yang diperoleh yang
mana memungkinkan untuk dilakukannya sesuatu hal. Terminal materialism adalah barang
yang diperoleh untuk kepentingan dari apa yang dimiliki oleh benda itu sendiri. Seni secara
umum diperoleh dari kesenangan pada apa yang dimilikinya daripada sebagai harta untuk
tujuan lain.
Kerja keras/santai
Dalam hal ini, seorang pemasar harus melihat apakah dalam suatu negara memiliki lebih nilai
kerja dalam aktivitasnya dibandingkan dengan waktu luang/santai atau sebaliknya. Dengan
kata lain, nilai ini mempunyai konsistensi bagi gaya hidup dan tuntutan untuk aktivitas luang/
santai.
Penundaan kepuasan/kesegeraan kepuasan
Orientasi jangka pendek dan orientasi jangka panjang mempunyai implikasi pada strategi
bisnis serta usaha untuk mendorong menabung, dan juga pada penggunaan kredit. Seperti
contoh, nilai tujuan bisnis dalam budaya jangka pendek cenderung untuk dimasukkan
kedalam “keuntungan tahun ini” ketika kemudian dalam budaya jangka panjang dimasukkan
kedalam “keuntungan 10 tahun dari sekarang”. Dengan kata lain, menggunakan kredit
merupakan suatu penurunan dalam budaya jangka panjang dimana tunai dan kartu debit lebih
lazim digunakan.
Religi/sekuler atau duniawi
Amerika Serikat relatif sekuler. Banyak budaya Islam dan juga beberapa budaya katholik
lebih banyak berorientasi pada religi. Perbandingannya, religi bermain dengan peran yang
sangat sedikit dalam budaya Cina. Bagaimanapun juga, Cina memili aktivitas religi
didalamnya. Secara garis besarnya pengertian yang luas dan dan tipe dari yang berhubungan
dengan pengaruh religi dalam budaya pada dasarnya untuk tujuan efektif semua elemen pada
campuran pemasaran.
Variasi Kebudayaan Dalam Komunikasi Nonverbal
Perbedaan dalam sistem komunikasi verbal adalah lintas budaya yang nyata dengan segera
dan harus diambil kedalam suatu perhitungan oleh keinginan pemasar untuk dilakukannya
bisnis dalam budaya itu. Mungkin lebih penting dan bagaimanapun juga tentu saja lebih sulit
untuk mengenal apakah sistem komunikasi nonverbal tersebut. Contoh utama dari variabel
komunikasi nonverbal dimana mempengaruhi pemasar adalah waktu, ruang, simbol,
hubungan, persetujuan, benda, dan etiket.

Waktu
Pengertian dari variasi waktu diantara budaya adalah dalam dua cara utama. Pertama, apa
yang kita sebut perspektif waktu: ini adalah keseluruhan orientasi terhadap waktu. Kedua,
adalah menempatkan interpretasi pada spesifik waktu yang digunakan.

Perspektif waktu
Ada dua jenis perspektif waktu antara lain;
1. Yang pertama, monochromic time perspective yakni orientasi yang kuat kearah sekarang
serta waktu jangka pendek. Dan kedua, polychromic time perspective yakni orientasi kearah
sekarang dan masa lalu. Arti dalam waktu yang digunakan.
2. Perspektif yang dipakai akan membuat suatu pengertian yang berbeda dari waktu yang
digunakan pada budaya yang berbeda. Seperti di negara yang berorientasi pada monochronic,
mereka manganggap bahwa waktu adalah uang. Jadi setiap detik, menit, jam sangat berharga
bagi mereka. Begitu sebaliknya pada negara yang berorientasi polichronic, istilah “tetaplah
menunggu” menjadi suatu hal yang biasa bagi mereka.
Ruang
Kegunaan orang membuat ruang dan mengartikan apa yang mereka tempatkan merupakan
bentuk kedua dari komunikasi nonverbal. Di Amerika, “besar adalah lebih baik”, jadi, ruang
kantor dalam perusahaan biasanya dialokasikan sesuai dari pangkat atau wibawa daripada apa
yang dibutuhkan.
Hal utama kedua yang digunakan dari ruang adalah ruang pribadi. Hal ini dimaksudkan agar
orang lain bisa datang pada anda dan dalam situasi apapun tanpa anda merasa tidak nyaman.
Simbol
Di Amerika jika melihat bayi memakai baju warna pink, maka bayi tersebut di identikkan
dengan seorang perempuan. Begitu juga jika memakai warna biru, maka dapat dipastikan
bahwa jenis kelaminnya adalah laki-laki. Tetapi hal tersebut akan ditanggapi berlainan di
negara Belanda. Warna, gambar binatang, bentuk, angka, dan musik akan memberikan variasi
pengartian dalam lintas budaya. Kegagalan dalam mengenal arti penempatan pada simbol
bisa berakibat pada masalah yang serius. Salah satu contohnya adalah ketika pebisnis Cina
yang bepergian untuk mengelilingi rute pasifik, kebanyakan mereka terkejut ketika melihat
petugas perjalanan wisata tersebut memakai pakaian putih yang bagi Asia merupakan simbol
dari kematian.
Hubungan
Hak dan kewajiban ditentukan oleh hubungan dan persahabatan yang mana merupakan
variabel komunikasi nonverbal lainnya. Bagi orang-orang Amerika, mereka lebih cenderung
untuk menjalin hubungan secara cepat dan mudah. Hal ini dikarenakan mengingat ketika
mereka pergi dari tempat tersebut, rasa sakit yang mereka dapatkan dari hubungan tersebut

akan sedikit. Berbeda di negara lainnya yang lebih berhati-hati dalam menjalin suatu
hubungan. Hal ini dikarenakan karena mereka ingin mengimplikasikan hubungan tersebut
lebih dalam lagi dan mengekalkan kewajibannya.

Persetujuan
Persetujuan disini yakni bagaimana budaya yang berbeda melihat hubungan bisnis didalam
kedua belah pihak. Seperti contoh pada hubungan bisnis antara Amerika dan Jepang pada
kontrak kesepakatan yang dilakukan. Bagi Amerika, mereka hanya melihat atau fokus pada
bisnisnya sedangkan bagi Jepang tidak cukup hanya disitu, melainkan juga pada pengenalan
lebih dekat dan jauh lagi dari hubungan bisnis tersebut.
Benda
Pengartian budaya terhadap benda pada pola pembelian adalah sesuatu yang tidak disangkasangka atau dengan kata lainnya adalah “hadiah”. Dalam beberapa budaya, pemberian hadiah
dilakukan dalam beberapa bentuk. Dinegara Cina pemberian hadiah dilakukan secara rahasia,
sedangkan di negara Arab dilakukan didepan orang yang akan diberikan hadiah. Dan begitu
juga terhadap benda apa yang diberikan sebagai suatu hadiah.
Etiket
Etiket menggambarkan secara umum kebiasaan yang diterima dari tingkah laku dalam situasi
sosial. Seperti contohnya pada iklan dimana di negara Amerika makan dengan posisi garpu
ditangan kanan dan tangan kiri dibawah meja adalah sesuatu yang sudah biasa, tetapi lain
halnya di negara Inggris dimana posisi garpu berada ditangan kiri dan dan tangan kanan
berada diatas meja.
Contoh kecil ini merupakan dasar bagaimana suatu budaya yang berbeda melihat etiket dari
apa yang diiklankan. Dan bagaimana pula iklan melihat etikat dari lintas budaya tersebut.
Budaya Global
Isu penting yang dihadapi oleh pemasar adalah perluasan pada salah satu atau lebih pada
budaya global konsumen atau pangsa yang