Macam - macam Putusan .doc

BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-jenis Putusan
Putusan pengadilan secara umum diatur dalam Pasal 185 HIR, Pasal 196
RGB, dan Pasal 46-68 Rv. Selain itu ada pula putusan provinsi seperti yang diatur
dalam Pasal 180 HIR, dan 191 RGB, maka berdasarkan pasal-pasal tersebut dapat
dikelompokkan jenis-jenis putusan dari beberapa segi yang dapat dijatuhkan oleh
hakim.
1. Dari Aspek Kehadiran Para Pihak
Dalam sebuah perkara gugatan terdapat dua pihak yang bersengketan
yaitu yang terdiri dan penggugat dan tergugat. Gugatan/contentiosa disebut juga
adversary proceeding atau adversary system yakni proses penyelesaian sengketa
yang melibatkan pertentangan antara dua partai. Berarti para prinsipnya
penyelesaian sengketa disidang pengadilan harus dihadiri oleh para pihak yang
sebelumnya sudah dipanggil secara oleh juru sita sesuai dengan tata cara yang
ada dalam Pasal 390 ayat (1) HIR, Pasl 1-14Rv. Akan tetapi, terkadang
meskipun telah dipanggil secara patutm kemungkinan salah satu pihak tidak
hadir memenuhi panggilan tanpa alas an yang sah.1
Untuk mengantisipasi tindakan tersebut maka undang-undang memberi
kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusanm sebagai ganjaran atas
tindakan tersebut. Sehubungan dengan itu, berdasarkan factor ketidak hadiran di

persidangan tanpa alas an yang sahm undang-undang memperkenalkan putusanputusan hakim sebagaimana berikut:
a. Putusan Gugatan Gugur
Ialah

putusan

yang

menyatakan

bahwa

gugatan

/permohonan gugur karena penggugat /pemohon tidak hadir.

Bentuk putusan ini diatur dalam Pasal 124 HIR, Pasal 77 Rv. Jika
penggugat tidak datang pada hari siang yang ditentukan, atau tidak
1


Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafikam 2012, hlm 873

1

menyuruh wakilnya untuk menghadiri padahal telah dipanggil dengan patut,
dalam kasus yang seperti itu2:
- Hakim dapat dan berwenang menjatuhkan putusan menggugurkan gugatan
penggugat,
- Bersamaan dengan itu penggugat di hukum membayar biaya perkara.
Akibat hukum yang timbul dari putusan tersebut sebagaimana dijelaskan
dalam pasal 77 Rv.
b. Putusan Verstek
Putusan verstek atau in absensia adalah putusan tidak hadirnya tergugat
dalam suatu perkara setelah dipanggil oleh pengadilan dengan patut tidak
pernah hadir dalam persiangan dan tidak menyuruh wakilnya atau kuasa
hukumnya untuk menghadiri dalam persidangan.3
Putusan ini diatur dalam Pasal 125 ayat (1) HIR, Pasal 78 Rv. Pasal ini
memberi wewenang kepada hakim untuk menjatuhkan putusan verstek:
- Apabila pada sidang pertama pihak tergugat tidak datang menghadiri
persidangan tanpa alasan yang sah.

- Dan sudah dipanggil oleh juru sita secara patut, kepadanya dapat dijatuhkan
putusan verstek.
Selain itu, mengenai putusan verstek juga diatur dalam Pasal 125-129 HIR,
Pasal 149-153 RBg.
Jadi, keputusan verstek ini merupakan kebalikan pengguguran gugatan
yakni sebagai hukuman yang diberikan undang-undang kepada tergugat atas
keingkarannya menghadiri persidangan yang ditentukan. Bentuk hukuman
yang dikenakan kepada tergugat atas keingkarannya itu:
1) Dianggap mengakui dalil gugatan penggugat secara murni dan bulat
berdasarkan pasal 174 HIR, pasal 192 KUH Perdata.
2) Atas dasar anggapan pengakuan itu, gugatan penggugat dikabulkan,
kecuali jika gugatan itu tanpa hak atau tanpa dasar hukum.
2
3

Ibid., hlm 873
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hlm 216

2


Namun, dalam hal ini tergugat yang dijatuhi putusan verstek, masih:
-

Diberi hak mengajukan perlawanan atau verzet,

- Dan hal itu dalam diajukan dalam tenggang waktu 14 hari dari tanggal
pemberitahuan putusan verstek kepada tergugat.4
c. Putusan Contradictoir
Putusan contradictoir adalah putusan yang menyatakan bahwa
tergugat atau para tergugat pernah hadir dalam persidangan, tetapi dalam
persidangan selanjutnya tergugat atau salah satu tergugat tidak pernah hadir
walaupun sudah dipanggil secara patut. Secara yuridis hakim yang
menangani perkara ini dapat menjatuhkan putusan contradictoir. Dalam hal
ini tergugat atau pihak tergugat tidak diperkenankan mengajukan
perlawanan atas putusan pengadilan negeri, tetapi perlawanan hanya
dipebolehkan dilakukan dalam tinggat banding ke pengadilan tinggi (Pasal
127 HIR).5
Misalnya: A dan B di gugat C untuk mengembaikan hutangnya dengan
jaminan rumah dan tanah, oleh karena B tidak hadir dalam sidingsidang berikutnya dan tidak mewakilkan kepada wakilnya atau
kepada kuasa hukumnya yang diberikan kuasa khusus untuk itu,

walaupun A hadir dalam sidang-sidang berikutnya, secara yuridis
hakim dapat memberikan putusan contradictoir.
Putusan ini merupakan lawan dari putusan verstek, dalam putusan
contradictoir diberikan disebabkan oleh tergugat atau para tergugat yang
pernah hadir dipersidangan, tetapi dalam sidang-sidang berikutnya tergugat
atau salah satu dari tergugat tidak pernah hadir. Sedangkan putusan verstek
adalah putusanyang diberika oleh hakim karena tergugat tidak pernah hadir
dalam persidangan.
2. Putusan Ditinjau dari Sifatnya
a) Putusan Deklaratoir (Pernyataan)
4
5

Yahya harahap, Hukum Acara Perdata, hlm. 874
Sarwono, Hukum Acara Perdata, hlm. 215

3

Adalah putusan yang hanya menegaskan atau menyatakan tentang suatu
keadaan atau kedudukan hukum semata-mata. Misalnya : keputusan

mengenai keabsahan anak angkat menurut hukum, putusan ahli waris yang
sah, putusan pemilik suatu atas benda yang sah, dan lain sebagainya.6
Dari berbagai contoh diatas, putusan yang bersifat deklaratif adalah
pernyataan hakim yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkannya.
Pernyataan itu merupakan penjelasan atau penetapan tentang suatu hak atau
titel maupun status. Dan penyataan itu dicantumkan dalam amar atau dictum
putusan. Dengan adanya pernyataan itu putusan telah menentukan dengan
pasti siapa yang berhak atau siapa yang mempunyai kedudukan atas
permasalahan yang disengketakan.7
b) Putusan Constitutief (Pengaturan)
Putusan consitutief atau konstitutif adalah putusan yang memastikan
suatu keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum
maupun yang menimbulkan keadaan hukum baru.
Contoh : putusan perceraian, merupakan putusan yang meniadakan
keadaan hukum yakni tidak ada lagi ikatan hukum antara
suami dan istri sehingga putusan itu meniadakan hubungan
perkawinan yang ada, dan bersamaan dengan itu timbul
keadaan hukum baru kepada suami istri tersebut, sebagai janda
dan duda.8
c) Putusan Condemnatoir (Menghukum)

Adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan dalam
persidangan untuk memenuhi prestasi. Pada umumnya putusan ini terjadi
disebabkan oleh karena dalam hubungan perikatan antara penggugat dan
tergugat yang bersumber pada perjanjian atas undang-undang telah terjadi
wanprestasi dan perkaranya diselesaikan dipengadilan. Misalnya :

6

Ibid,. hlm 212
Yahya harahap, Hukum Acara Perdata, hlm. 876
8
Ibid., hlm 877
7

4

- Hukuman untuk menyerahkan sebidang tanah beserta bangunan
rumahnya yang berdiri di atasnya sebagai pelunasan hutang.
- Hukuman untuk membayar sejumlah uang.
- Hukuman untuk membayar ganti rugi.

- Hukuman untuk menyerahkan barang-barang jaminan baik terhadap
barang-barang bergerak maunpun tidak bergerak dan lain sebagainya.
Dalam putusan condemnatoir ini mempunyai kekuatan mengikat terhadap
salh satu pihak yang dikalahkan dalam persidangan untuk memenuhi
prestasinya sesuai dengan perjanjian yang telah mereka sepakati bersama
ditambah dengan bunga dan biaya-biaya persidangan dan eksekusi, yang
mana pelaksanaan eksekusi terhadap barang-barang yang menjadi jaminan
atas perikatan dapat dilaksanakan dengan cara paksa oleh panitera
pengadilan yang dibantu oleh aparat territorial (aparat pemerintah)
setempat.9
3. Putusan Ditinjau Pada Saat Penjatuhannya
Ditinjau dari segi saat putusan dijatuhankan, dikenal beberapa jenis
putusan sebagaimana berikut:
a) Putusan Sela
Disebut juga putusn sementara (temporary award, interim award).
Putusan sela ini disinggng dalam Pasal 185 ayat (1) HIR atau Pasal 48 Rv.
Menurut pasal tersebut hakim dapat mengambil atau menjatuhkan putusan
yang bukan putusan akhir (eind vonnis), yang dijatuhkan pada saat proses
pemeriksaan berlangsung.
Putuasan sela berisi perintah yang harus dilakukan para pihak yang

berpekara untuk memudahkan hakim menyelesaikan pemeriksaan perkara,
sebelum dia menjatuhkan putusan akhir.10
Sehubungan dengan itu, dalam teori dan praktik dikenal beberapa
jenis putusan yang muncul dari putusan sela, antara lain sebagai berikut:
1) Putusan Preparatoir

9

Sarwono, Hukum Acara Perdata, hlm. 213
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, hlm. 880

10

5

Putusan ini adalah putusan sela yang dipergunakan untuk
mempersiapkan putusan akhir. Putusan ini tidak mempunyai
pengaruh atas pokok perkara atau putusan akhir karena putusannya
karena putusannya dimaksudkan untuk mempersiapkan putusan
akhir, misalnya :

a. Putusan yang menolak atau menerima penundaan sidang untuk
pemeriksaan saksi-saksib. Putusan yang menolak atau menerima penundaaan sidang untuk
pemeriksaan saksi ahli.
c. Putusan yang memerintahkan tergugat supaya menghadap
sendiri dipersidangan pengadilan untuk dimintai keterangan
langsung tentang terjadinya peristiwa hokum yang sebenarnya
walaupun tergugat telah diwakilkan oleh kuasa hukumnya.
2) Putusan Interlocutoir
Putusan

ini

merupakan

putusan

sela

yang


berisi

tentang

perintahuntuk mengadakan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap
bukti-bukti yang ada pada para pihak yang sedang berperkara dan
paa saksi yang dipergunakan untuk menentukan putusan akhir,
misalnya:
a. Pengambilan sumpah
b. Pemeriksaan saksi
c. Pemeriksaan saksi ahli
d. Pemeriksaan tempat dan sebagainya.11
3) Putusan Insidentil
Putusan ini merupakan putusan sela yang berkaitan langsung dengan
incident atau peristiwa yang bisa menghentikan proses peradilan
biasa untuk sementara, atau yang berkaitan dengan penyitaan yang
membebankan pemberi uang jaminan dari pemohon sita, agar sita
dilaksanakan yang disebut dengan caution judicatum solvi,
misalnya:
a. Kematian kuasa dari salah satu pihak, baik tergugat maupun
penggugat.
11

Sarwono, Hukum Acara Perdata, hlm. 213

6

b. Putusan atau tuntutan agar pihak penggugat mengadakan
jaminan terlebih dahulu sebelum dilaksankan putusan serta
merta.
c. Putusan yang memperbolehkan pihak ketiga turut serta dalam
suatu

perkara

(voeging,

tussentkomst,

dan

vrijwaring),

sebagaimana diatur dalam Pasal 279 Rv.
4) Putusan Provisionil
Diatur dalam Pasal 180 HIR, Pasal 191 RBg, disebut juga
provisionele beschikking yakni keputusan yang bersifat sementara
atau interim award (temporary disposal) yang berisi tindakan
sementara menunggu sampai putusan akhir mengenai pokok perkara
dijatuhkan. Selain itu putusan ini dilakukan karena adanya alasan
yang mendesak untuk kepentingan salah satu pihak, misalnya:
- Putusan dalam perkara perceraian dimana pihak istri memohon
agar diperkenankan meninggalkan tempat tinggal bersama
suami selama proses persidangan berlangsung.
-

Putusan yang menyatakan bahwa suami yang digugat oleh
istrinya

karena

telah

melalaikan

kewajibannya

untuk

memberikan nafkah kepada anak istrinya, agar suami tersebut
dihukum untuk membayarnafkah terlebih dahulu kepada anak
istrinya sebelum putusan akhir dijatuhkan. Dsb.
Putusan provisional ini identik atau sama dengan putusan uit
voorbaar bijvoornad atau putusan serta merta. Putusan serta merta
yaitu putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu, walaupun
belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap.12
b) Putusan Akhir
Putusan akhir (eind vonis), dalam Common Law sama dengan
dengan final judgment dan banyak pula yang menyebutnya putusan
penghabisan. Jika putusan sela diambil dan dijatuhkan hakim pada saat
proses pemeriksaan perkara pokok sedang berlangsung maka putusan akhir
diambil dan dijatuhkan pada akhir pemeriksaan perkara pokok. Jadi putusan
akhir merupakan tindakan atau perbuatan hakim sebagai penguasa atau
12

Muhammad Nasir, Hukum Acara Perdata, Jakrata: Djambatan, 2003, hlm 88

7

pelaksana kekuasaan kehakiman (judicative power) untuk menyelesaikan
dan mengkahiri sengketa yang terjadi dintara pihak yang berperkara.13
Dalam hukum acara perdata, putusan akhir dalam suatu perkara
atau sengketa pada umumnya dapat berupa:
a) Gugatan dikabulkan
Setelah melalui proses pemeriksaan dan ternyata bukti-bukti yang
diajukan ke pengadilan terbukti kebenarannya (autentik) dan tidak
disangkal oleh pihak tergugat, maka gugatan yang terbukti seluruhnya
akan dikabulkan seluruhnya. Namun apabila gugatan hanya terbukti
sebagian, maka gugatan yang dikabulkan oleh hakim juga hanya
sebagian. Jadi dalam surat permohonan gugatan dalam praktiknya hakim
mengambil keputusan pada asanya tetap mempertimbangkan kebenaran
dari bukti-bukti yang telah diajukan oleh para pihak yang sedang
bersengketa.
b) Gugatan ditolak
Gugatan ditolah disebabkan karena bukti-bukti yang diajukan ke
pengadilan

oleh penggugat tidak dapat dibuktikan kebenarannya

(keautentikannya) di dalam persidangan dan gugatannya melawan hak
atau tidak beralasan, maka gugatan akan ditolakdan atau tidak
dikabulkan.

c) Gugatan tidak dapat diterima
Suatu gugatan yang diajukan penggugat ke pengadilan dapat dinyatakan
“tidak dapat diterima” (niet onvan kelijklaart) oleh pengadilan dengan
alasan bahwa:
1. Gugatan tidak beralasan.
2. Gugatan melawan hak.
3. Gugatan diajukan oleh orang yang tidak berhak.
13

M. Yahya, Hukum Acara Perdata, hlm. 887

8

d) Tidak berwenang mengadili
Maksud dari tidak berwenang mengadili adalah bahwa pengadilan tidak
berwenang mengadili gugatan yang diajukan oleh penggugat, baik
berdasarkan kompetensi relatif maupun absolut.
Misalnya:
 A dan B adalah suami istri beragama islam, A mengajukan
gugatan mengenai perceraian kepada B di pengadilan negeri
maka gugatan tersebut akan ditolak, karena masalah perceraian
bagi orang islam adalah kompetensi absolut (wewenang) dari
pengadilan agama.
 A, B dan C bertempat tinggal di Jember

dan objek yang

disengketakan juga ada di Jember. B menggugat A dan C ke
Pengadilan Surabaya dalam perkara wanprestasi. Maka karena
domisili subjek hukum dan objek dari sengketa berada di Jember,
berdasarkan wewenang relative merupakan wewenang dari
Pengadilan Negeri Jember. Jadi jika terjadi hal demikian maka
gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat tidak dapat
diterima.14

B. Kekuatan Putusan
Putusan yang telah mempunyai kekatan hukum tetap dalam perkara perdata
mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan, yaitu:15
1. Kekuatan Mengikat
Kekuatan mengikat ini karena kedua pihak telah bersepakat
menyerahkan pada pengadilan untuk menyelesaikan sengeta yang
terjadi antara mereka. Dengan demikian, kedua belah pihak harus
14

Sarwono, Hukum Acara Perdata, hlm. 224

15

Neng Yani Nurcahyani. 2015. Hukum Acara Perdata. Bandung: CV Pustaka Setia., hlm 190

9

tunduk terhadap putusan yang dibuat oleh pengadilan atau hakim.
Putusan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat (bindende kracht)
adalah suatu putusan hakim yang tidak bisa ditarik kembali, walaupun
ada verzet, banding atau kasasi, berarti putusan telah mempunyai
kekuatan hukum tetap sehingga mengikat.
2. Kekuatan Pembuktian
Putusan pengadilan yang dituangkan dalam bentuk tertulis
merupakan akta autentik yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti
oleh kedua pihak apabila diperlukan sewaktu-waktu oleh para pihak
untuk mengajukan upaya hukum. Dalam hukum pembuktian, putusan
diartikan bahwa dengan putusan itu telah diperoleh suatu kepastian
tentang suatu peristiwa yang terjadi. Karena putusan pengadilan sebagai
dokumen yang merupakan suatu pembentukan hukum sehingga
memperoleh kekuatan bukti yang sempurna.
3. Kekuatan Eksecutorial
Putusan hakim adalah pernyataan hakim sebagai pejabat negara
yang diberi wewenang. Untuk itu, putusan hakim yang diucapkan
dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri dan menyelesaikan
perkara sengketa antarpihak. Putusan yang dibuat oleh hakim harus
mengikuti tata cara yang disahkan oleh perundang-undangan yang ada,
melalui yurisprudensi, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Putusan hakim mempunyai kekuatan eksecutorial yaitu kekuatan
memaksa, hal ini berarti apa yang ditentukan dalam putusan tersebut
dapat dijalankan dengan paksaan oleh alat-alat negara terhadap pihak
yang tidak melasanakan putusan tersebut secara sukarela.

10

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jenis-jenis putusan dalam beracara terbagi menjadi 3 (tiga) aspek, yakni
dari aspek kehadiran para pihak, sifatnya dan pada saat penjatuhannya. Dalam
aspek kehadiran para pihak terdapat tiga putusan yakni yang pertama, putusan
gugatan gugur yang artinya putusan yang menyatakan bahwa gugatan/permohonan
gugur karena penggugat/pemohon tidak hadir. Yang kedua, Putusan verstek adalah
putusan tidak hadirnya tergugat dalam suatu perkara setelah dipanggil oleh
pengadilan dengan patut tidak pernah hadir dalam persiangan dan tidak menyuruh
wakilnya atau kuasa hukumnya untuk menghadiri dalam persidangan dan yang
ketiga Putusan contradictoir adalah putusan yang menyatakan bahwa tergugat atau
para tergugat pernah hadir dalam persidangan, tetapi dalam persidangan
selanjutnya tergugat atau salah satu tergugat tidak pernah hadir walaupun sudah
dipanggil secara patut.
Putusan dari segi sifatnya ada tiga yakni putusan pernyataan yang berarti
putusan yang hanya menyatakan tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum
semata-mata. Putusan konstitutif adalah putusan yang memastikan suatu keadaan
hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun yang
menimbulkan keadaan hukum baru dan putusan menghukm yakni putusan yang
bersifat menghukum pihak yang dikalahkan dalam persidangan untuk memenuhi
prestasi. Putusan pada saat penjatuhannya ada dua yakni putusan sela yang berarti
putusan yang masih bersifat sementara dan putusan akhir adalah putusan yang
mengakhiri pemeriksaan di pengadilan.
Kekutan putusan terbagi menjadi tiga macam yakni kekuatan mengikat
yang berarti kekuatan yang timbul karena kesepakatan kedua belah pihak yang
menyerahkan perkara seutuhnya kepada pengadilan, selanjutnya ada kekuatan
pembuktian yakni putusan pengadilan dijadikan sebagai bukti autentik jika
dibutuhkan sewaktu-waktu dan yang terakhir kekutan eksecutorial adalah kekuatan
yang memaksa para pihak dengan bantuan alat-alat negara.
11

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M. Yahya. 2007. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika
Nasir, Muhammad. 2003. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Djambatan
Neng Yani Nurhayani. 2015. Hukum Acara Perdata. Bandung: CV Pustaka Setia
Sarwono. 2016. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika

12

Dokumen yang terkait

EVALUASI TARIF ANGKUTAN ANTAR KOTA TRAYEK TERMINAL LEMPAKE / SAMARINDA - TERMINAL SANGATTA BERDASARKAN BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN

4 108 15

STUDI PENGGUNAAN KOMBINASI FUROSEMID - SPIRONOLAKTON PADA PASIEN GAGAL JANTUNG (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

15 131 27

Pola Mikroba Penyebab Diare pada Balita (1 bulan - 5 tahun) dan Perbedaan Tingkat Kesembuhan Di RSU.Dr.Saiful Anwar Malang (Periode Januari - Desember 2007)

0 76 21

KONSTRUKSI BERITA MENJELANG PEMILU PRESIDEN TAHUN 2009 (Analisis Framing Pada Headline Koran Kompas Edisi 2 juni - 6 juli 2009)

1 104 3

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENGHAPUSAN ATAS MEREK DAGANG "SINKO" DARI DAFTAR UMUM MEREK OLEH DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (Studi Putusan Pengadilan Niaga No. 03/Merek/2001/PN.Jkt.Pst)

0 23 75

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

Improving the VIII-B Students' listening comprehension ability through note taking and partial dictation techniques at SMPN 3 Jember in the 2006/2007 Academic Year -

0 63 87

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT ADANYA HUBUNGAN NASAB (Studi Putusan No. 1136/Pdt.G/2006/PA.Lmj) STUDY JURIDICAL TO MARRIAGE ANNUALMENT CONSEQUENCE OF EXISTENCE LINEAGE (Study of Decision No. 1136/Pdt.G/2006/PA.Lmj)

1 45 18

KEABSAHAN PERMOHONAN POLIGAMI KARENA ISTRI TIDAK MAU BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA DENGAN SUAMI (Studi Putusan Nomor :36 / Pdt.G / 2010 / PA. Bdg)

1 29 17

Kerjasama Kemanan Antara Autralia - Indonesia Dalam Mengataasi Masalah Terorisme Melalui Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation (JCLEC)

1 25 5