Memfasilitasi Perkembangan dan Kecerdasan Pe

MEMFASILITASI PERKEMBANGAN KECERDASAN PESERTA DIDIK
MELALUI PEMBELAJARAN
MAKALAH
disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Psikologi Pendidikan

oleh:

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya makalah ini
dapat terselesaikan.
Makalah ini berjudul Memfasilitasi Perkembangan Kecerdasan Peserta Didik Melalui
Pembelajaran yang disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah Psikologi Pendidikan.
Makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana cara memfasilitasi

perkembangan kecerdasan peserta didik melalui pembelajaran yang baik dan benar berdasarkan
prinsip dan teori yang telah dikemukakan oleh para ahli.
Tak ada gading yang tak retak, maka penyusunan makalah ini tidak sedikit menemukan
hambatan dan kesulitan. Namun berkat dorongan serta doa restu dari berbagai pihak, semuanya
dapat teratasi. Terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Bandung, 19 November 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Guru sebagai seorang yang berperan penting dalam proses pendidikan memiliki berbagai
peranan, diantaranya adalah sebagai fasilitator. Guru sebagai seorang pengajar sekaligus
pendidik harus mengenal bakat dan kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik serta
memfasilitasi perkembangan bakat dan minat peserta didik tersebut dengan baik. Dalam
pembelajaran, guru sebagai pendidik berinteraksi dengan peserta didik yang mempunyai

potensi beragam. Potensi yang beragam ini tentunya disebabkan karena bakat dan minat
yang dimiliki oleh setiap peserta didik itu berbeda-beda.
Ihmil Surimil dalam artikel yang dimuat diblognya mengemukakan bahwa:
“Sebagai fasilitator, guru harus menggunakan pendekatan belajar aktif (active learning)
yaitu guru mendorong peserta didik menemukan makna sendiri melalui pemecahan masalah
secara riil agar peserta didik dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pembelajaran
aktif ini akan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dalam
hal ini jelas bahwa penggunaan pendekatan belajar aktif ini akan mengembangkan bakat dan
minat peserta didik karena mereka didorong untuk mandiri dalam berpikir sehingga mereka
bisa menciptakan metode sendiri dalam belajar sesuai dengan bakat dan minat yang mereka
miliki”.
Dalam kutipan diatas dijelaskan bahwa cara guru memfasilitasi peserta didik dalam
proses pembelajaran adalah dengan melakukan suatu pendekatan belajar aktif atau yang
disebut dengan active learning yang akan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik sekaligus
psikologis peserta didik karena pada pendekatan active learning ini, peserta didik didorong
untuk menemukan makna sendiri melalui pemecahan berbagai masalah secara riil sehingga
peserta didik tersebut dapat mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri sesuai dengan
keinginan dan bakat yang dimiliki.

1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Apa yang dimaksud dengan kecerdasan?
Apa yang dimaksud dengan kecerdasan intelektual?
Apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional?
Apa yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual?
Bagaimana strategi yang dapat dilakukan guru dalam memfasilitasi perkembangan
kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didiknya melalui pembelajaran?

1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.


Menjelaskan pengertian kecerdasan
Menjelaskan kecerdasan intelektual
Menjelaskan kecerdasan emosional
Menjelaskan kecerdasan spiritual
Menjelaskan strategi yang dapat dilakukan guru dalam memfasilitasi perkembangan
kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didiknya melalui pembelajaran

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kecerdasan
. Kecerdasan dapat didefinisikan sebagai pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan
sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia cerdas berarti sempurna perkembangan
akal budi seseorang manusia untuk berpikir, mengerti, tajam pikiran, dan sempurna
pertumbuhan tubuhnya. Sementara itu, Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan adalah:
1. Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah
2. Kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk dipecahkan
3. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan yang
berharga dalam suatu kebudayaan masyarakat.
Kecerdasan sangat berkaitan erat dengan otak dan bagian-bagiannya. Plato menyatakan

bahwa berpikir itu berpusat di kepala. René Descartes menyatakan bahwa pusat jiwa ada di
kelenjar pineal otak. Otak sebenarnya disusun oleh 100 miliar sel-sel otak (neuron) dan 100
triliun sel pendukung. Keberadaan sel-sel saraf ini pada bagian-bagian tertentu otak
merupakan kekhususan yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan seorang.
Bagian otak bernama amygdala tumbuh dan mencapai puncak perkembangannya sebelum
usia 4 tahun. Sementara bagian bernama hippocampus relatif lama perkembangannya.
Amygdala merupakan pusat penyimpanan memori yang berkaitan dengan rasa (emosi),
sedangkan hippocampus merupakan pusat memori rasio (kognisi).
Roger Sperry, ahli saraf yang mendapat hadiah Nobel 1982, menemukan bahwa ternyata
dalam satu kepala manusia ada dua belahan otak (otak kiri dan otak kanan). Oleh karena
pembagian itu terdapat dua buah cara berpikir manusia yaitu rasional dan intuitif.
Kecerdasan yang dimiliki setiap manusia diatur oleh kedua belahan otak. Otak kiri
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan rasional, analitis, bahasa, dan matematis. Orang yang
dominan otak kirinya umumnya 75-80 % adalah mereka yang kemampuan matematika dan
bahasanya sangat bagus. Sementara otak kanan berkaitan dengan berpikir intuitif, sintesis,
dan estetis. Orang yang dominasi otak kanan biasanya tampak seperti filosof dan seniman.
Dan biasa juga dikatakan sebagai orang-orang yang kreatif.
2.2. Kecerdasan Intelektual (Intelegent Quoitient)
Menurut hasil penelitian J.P. Chaplin (1999) merumuskan tiga definisi kecerdasan
intelektual, yaitu (1) kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru

secara tepat dan efektif, (2) kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif yang
meliputi empat unsur seperti memahami, berpendapat, mengontrol, dan mengkritik, dan (3)
kemampuan memahami pertalian-pertalian dengan cepat sekali.

Dalam bukunya Kecerdasan Multipel di Dalam Kelas mengatakan bahwa “Gardner
menyediakan sarana untuk memetakan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh manusia
dengan mengelompokkan kemampuan-kemampuan mereka kedalam delapan kategori yang
komprehensif sebagai berikut :
1. Linguistik
Kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif baik lisan (misalnya
sebagai seorang orator, pendongeng, atau politisi) maupun tulisan (misalnya sebagai
penyair, penulis naskah drama, editor atau jurnalis). Kecerdasan ini mencakup
kemampuan untuk memanipulasi sintaks atau struktur bahasa, fonologi atau bunyi
bahasa, semantik atau makna bahasa, dan dimensi pragmatis dari bahasa. Beberapa
manfaatnya termasuk retorika (menggunakan bahasa untuk meyakinkan orang lain),
penjelasan (menggunakan bahasa asing untuk menginformasikan), dan metabahasa
(menggunakan bahasa untuk membicarakan mengenai bahasa itu sendiri).
2. Logis-matematis
Kemampuan menggunakan angka secara efektif (misalnya sebagai ahli
matematika, akuntan pajak, atau ahli statistik) dan untuk alasan yang baik dan tepat

(misalnya sebagai seorang ilmuwan, pemogram komputer, atau ahli logika).
Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap pola-pola dan hubungan-hubungan yang
logis, pernyataan dan dalil (jika-maka, sebab-akibat), fungsi, dan abstraksi terkait
lainnya. Jenis-jenis proses yang digunakan dalam pelayanan kecerdasan logismatematis mencakup kategorisasi, klarifikasi, kesimpulan, generalisasi, perhitungan,
dan pengujian hipotesis.
3. Spasial
Kemampuan untuk memahami dunia visual-spasial secara akurat (misalnya
sebagai pemburu, pramuka, atau pemandu) dan melakukan perubahan-perubahan
pada persepsi tersebut (misalnya sebagai dekorator interior, arsitek, seniman, atau
penemu). Kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang,
dan hubungan-hubungan yang ada diantara unsur-unsur ini. Hal ini mencakup
kemampuan untuk memvisualisasikan, mewakili ide-ide visual atau spasial secara
grafis, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam sebuah matriks spasial.
4. Kinestetik-tubuh
Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide-ide dan
perasaan-perasaan (misalnya sebagai aktor, pemain pantomim, atlet, atau penari) dan
kelincahan dalam menggunakan tangan seseorang untuk menciptakan atau mengubah
sesuatu (misalnya sebagai seorang pengrajin, pematung, pemahat, mekanik, atau ahli
bedah). Kecerdasan ini meliputi keterampilan fisik tertentu seperti koordinasi,
keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, kecepatan, serta kapasitas-kapasitas

propioseftif, taktil, dan haptic.
5. Musikal
Kemampuan untuk merasakan (penikmat musik), membedakan (kritikus musik),
mengubah (composer), dan mengekspresikan (misalnya sebagai seorang performer
atau pemain musik) bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap
ritme, nada, melodi, dan timbre atau warna nada dalam musik. Seseorang dapat

memiliki pemahaman musik yang figural atau “dari atas ke bawah” (global intuitif),
pemahaman musik yang formal atau “dari bawah ke atas” (analisa teknis) ataupun
kedua-duanya.
6. Interpersonal
Kemampuan untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain yang berada
disekitarnya. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, gerak
tubuh orang lain dalam memahami suasana hati dan pikiran orang lain. Orang yang
memiliki kecerdasan ini dapat mengetahui suasana hati dan pikiran orang lain dan
meresponnya secara positif untuk meredakan suasana hati ataupun menyelesaikan
masalah orang lain.
7. Intrapersonal
Kemmapuan dalam mengenali dan memahami diri sendiri. Orang yang memiliki
kecerdasan ini mampu memiliki gambaran yang akurat tentang dirinya. Ia juga dapat

mengadaptasikan dirinya terhadap lingkungan yang ada disekitarnya. Sehingga
orang-orang yang seperti ini cenderung tidak bergantung pada orang lain. Hal ini
dikarenakan ia dapat menemukan solusi dari setiap masalahnya dan dapat
mengendalikan emosi pribadi sesuai tempat, waktu, dan suasana lingkungan saat itu.
8. Naturalis
Kemapuan untuk dapat mengenali alam yang ada disekitarnya baik berupa
mahluk hidup maupun mahluk tak hidup. Kecerdasan ini meliputi kepekaan dalam
melihat alam disekitar, mengenali hal-hal apa saja yang ada disekitarnya secara cepat
dan tepat. Selain itu, individu ini juga memiliki rasa penghargaan dan keinginan
merawat alam yang besar agar kehidupan berjalan baik sesuai dengan siklusnya.
2.3 Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient)
Emosi adalah suatu sifat dasar yang dimiliki individu. Emosi itu berupa perasaan atau
suasana hati seseorang terhadap suatu hal. Menurut Steiner (1997) kecerdasan emosional
adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta
mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis
sebagai kekuatan pribadi. Selanjutnya oleh tokoh-tokoh seperti Sternberg, Bar-On &
Salovey, Daniel Goleman mengartikan “Emotional Quotient” adalah kemampuan untuk
membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat
antarpribadi lebih menekankan pada aspek kognisi atau pengetahuan. Selanjutnya ia
mengungkapkan adanya lima domain kecerdasan emosional seseorang, antara lain:

1. Mengenali emosi diri: artinya seseorang mampu mengenali secara sadar perasaannya
saat perasaan itu sedang terjadi.
2. Mengelola emosi: berarti individu tersebut dapat mengolah emosinya pada situasi
tertentu. Sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
disekitarnya pada saat individu tersebut merasakan emosi dirinya.
3. Memotivasi diri: seseorang yang telah mampu mengenali emosi dirinya (pribadinya)
cenderung memiliki pandangan positif untuk dirinya yang disertai dorongan dari

dirinya sendiri untuk lebih baik. Di dalam dirinya terkandung unsur harapan dan
optimisme yang tinggi sehingga memiliki kekuatan semangat dalam belajar atau
bekerja.
4. Mengenali emosi orang lain: artinya dapat memahami suasana hati orang lain pada
saat bertemu ataupun berkomunikasi dengan orang lain.
5. Membina hubungan dengan orang lain.
2.4 Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient)
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan individu terhadap mengelola nilai-nilai dan
norma-norma serta kualitas kehidupan dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan pikiran
bawah sadar atau lebih dikenal dengan suara hati (God Spot). Menurut Agus Hermanto
(2001) kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengilhami,
mengukuhkan semangat, dan mengikat diri seorang kepada nilai-nilai kebenaran tanpa batas

waktu. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.

Memiliki prinsip dan visi yang kuat,
Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman,
Mampu memaknai setiap sisi kehidupan, dan
Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang memadukan antara kecerdasan intelektual
dan kecerdasan emosional agar lebih memaknai hidup dan menjalani hidup penuh berkah.
2.5 Strategi Pembelajaran yang Memfasilitasi Pengembangan Kecerdasan Peserta Didik
Strategi pembelajaran menurut Dick dan Carey (1885) menyebutnya sebagai suatu set
materi dan prosedur pembelajaran yang dipergunakan secara bersama-sama untuk
menimbulkan hasil belajar pada siswa. Gerlach dan Ely (1978) menyebutnya sebagai suatu
pendekatan guru terhadap penggunaan informasi, mulai dari pemilihan sumber belajar
sampai kepada menetapkan peranan siswa dalam pembelajaran. Sedangkan Kemp (1995)
menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Piaget (1977) dalam teori ekuilibrasinya menganjurkan agar dalam proses pembelajaran
seharusnya ada pengalaman logis yang diberikan kepada siswa, sehingga siswa merasakan
kegunaan materi yang dipelajarinya dan mendorong terjadinya perubahan yang terusmenerus dalam belajar. Bobby De Porter mengemukakan dalam bukunya Quantum Learning
bahwa pembelajaran harus memberikan manfaat bagi siswa yang belajar. Sedangkan menurut
Gordon Dyrden dan Jeannette Vos (2000) dalam buku mereka The Learning Revolution,
mengatakan bahwa ciri utama pembelajaran yang bermakna adalah siswa dapat merasakan
manfaat isi materi pelajaran yang dipelajarinya di sekolah dalam aplikasi kehidupan seharihari.
Menurut Conny Semiawan (2002), strategi pembelajaran yang hanya berupaya
menghabiskan materi pelajaran kurang memberikan makna bagi siswa. Oleh karena itu,
pendekatan yang sudah ada selama ini perlu dikembangkan lebih lanjut agar peristiwa

pembelajaran mampu memberikan makna bagi siswa yang belajar. Hal ini dapat dilakukan
dengan efektif bila sumber daya manusia (pengajar) mampu mengaitkan setiap materi yang
diajarkan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, apabila suatu strategi
pembelajaran mampu memberikan makna bagi siswa mengenai hal yang dipelajarinya,
sesungguhnya guru telah melakukan pembelajaran berbasis kompetensi.
Startegi pembelajaran yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan ketiga kecerdasan
tersebut adalah dengan pendidikan karakter (character building). Pendidikan karakter adalah
suatu sistem penanaman nilai karakter kepada warga sekolah terkhusus (peserta didik) yang
meliputi komponen pengetahuan (intelegent quotient), kesadaran atau kemauan (emotional
quotient), dan tindakan terhadap nilai-nilai yang benar (spiritual quotient). Adapun cara
memfasilitasi peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi peserta didik,
2. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan dan menemukan ide
sendiri,
3. Menyadarkan peserta didik untuk menerapkan strategi belajar sesuai dengan
keinginan (motivasi) dirinya sendiri.
4. Menuntun pola pikir peserta didik kearah yang lebih matang dan mapan,
5. Membentuk pemikiran siswa untuk dapat memahami masalah yang ada dan terjadi
bukan hanya sekedar mengamati.
6. Membentuk kelompok belajar baik kelompok kecil ataupun kelompok besar,
7. Mendatangkan “ahli” dalam pembelajaran sebagai seorang sumber inovasi dan
motivasi peserta didik,
8. Menyertakan kegiatan praktek selain teori dalam proses pembelajaran,
9. Menuntun siswa untuk dapat merefleksikan hasil pembelajaran peserta didik dalam
permasalahan sehari-hari. Dapatkah peserta didik menemukan masalah lalu
menyelesaikan masalah tersebut, dan
10. Menuntun peserta didik untuk mengambil nilai-nilai mana yang baik untuk
diterapkan dalam menyelesaikan masalah yang ditemukan dalam kehidupan seharihari.
Selain itu ada beberapa startegi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan Kecerdasan
Majemuk yang dimiliki oleh peserta didik. Lastiko Runtuwene mengatakan bahwa penerapan
strategi pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk dapat ditempuh dengan (1)
memberdayakan semua jenis kecerdasan yang ada pada setiap mata pelajaran, (2)
mengoptimalkan pencapaian mata pelajaran tertentu berdasarkan kecerdasan yang menonjol
pada masing-masing siswa, dan (3) mengoptimalkan pengelolaan kelas yang variatif.
Adapun Thomas Armstrong mengungkapkan cara mengajar dalam mengembangkan
Kecerdasam Majemuk, antara lain:
1. Linguistik
o Aktivitas pengajaran: ceramah/perkuliahan, diskusi, permainan kata, bercerita,
membaca suara, menulis jurnal.

o Materi pengajaran: buku-buku, tape recorder, mesin ketik, stempel set, bukubuku yang direkam.
o Strategi-strategi instruksional: membaca, menulis, berbicara, mendengarkan.
o Contoh keterampilan presentasi guru: mengajar melalui bercerita.
2. Logis-matematis
o Aktivitas pengajaran: permainan asah otak, pemecahan masalah, percobaan
sains, peehitungan mental, permainan angka, berpikir kritis.
o Materi pengajaran: kalkulator, peralatan ilmu pengetahuan, permainan
matematika.
o Strategi-strategi instruksional: menghitung, berpikir, membentuk kerangka
logika berpikir, melakukan eksperimen.
o Contoh keterampilan presentasi guru: membuat pertanyaan model Socrates
3. Spasial
o Aktivitas pengajaran: presentasi visual, kegiatan seni luksi (terutama ruang),
permainan imajinasi (menggambarkan tempat/posisi).
o Materi pengajaran: grafik, peta, video, bahan-bahan seni lukis, ilusi optik,
kamera.
o Strategi-strategi instruksional: melihat, menggambar, mewarnai, memetakan
dalam pikiran.
o Contoh keterampilan presentasi guru: konsep menggambar atau memetakan
sesuatu dalam pikiran.
4. Kinestetik-tubuh
o Aktivitas pengajaran: pengajaran keterampilan seperti seni tari, seni drama, seni
kriya, seni ukir, seni membatik, olahraga, kegiatan taktil, latihan relaksasi.
o Materi pengajaran: alat-alat untuk membentuk sebuah karya kriya/ukiran/batik,
peralatan olahraga, dll.
o Strategi-strategi instruksional: membangun, memerankan, menyentuh,
menggerakan anggota tubuh.
o Contoh keterampilan presentasi guru: menggunakan gerakan tubuh, ekspresi
dramatis.
5. Musikal
o Aktivitas pengajaran: pengajaran berirama musik, lagu menggunakan ketukan
yang diajarkan.
o Materi pengajaran: alat musik, tape recorder, nada suara.
o Strategi-strategi instruksional: menyanyi, mengetuk, mendengarkan, bermain
alat musik.
o Contoh keterampilan presentasi guru: menggunakan suara berirama.
6. Interpersonal
o Aktivitas pengajaran: pembelajaran kooperatif, pengajaran kelompok,
keterlibatan dalam masyarakat, pertemuan sosial, simulasi.
o Materi pengajaran: papan permainan, perlengkapan pesta, alat peraga untuk
bermain peran/drama.

o Strategi-strategi instruksional: mengajar, berkolaborasi, berinteraksi.
o Contoh keterampilan presentasi guru: berinteraksi secara dinamis bersama para
siswa.
7. Intrapersonal
o Aktivitas pengajaran: pengajaran individual, pembelajaran independen,
pembentukan harga diri.
o Materi pengajaran: materi untuk proyek, jurnal pribadi.
o Strategi-strategi instruksional: menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan
pribadi, merefleksikan hasil penilaian.
o Contoh keterampilan presentasi guru: membawa perasaan kedalam presentasi.
8. Naturalis
o Aktivitas pengajaran: studi alam, kesadaran ekologis.
o Materi pengajaran: tanaman, hewan, alat-alat naturalis seperti mikroskop, kaca
pembesar, dll.
o Startegi-strategi instruksional: menghubungkan mahluk hidup dengan
fenomena alam.
o Contoh keterampilan presentasi guru: menghubungkan materi pelajaran dengan
fenomena alam.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kecerdasan adalah serangkaian keterampilan (a set of skills) dalam memecahkan masalahmasalah membuat seseorang mampu memecahkan kembali masalah-masalah atau kesulitankesulitan yang dihadapi, menciptakan produk yang efektif, dan harus mencakup potensi
menemukan atau memecahkan masalah.
Kecerdasan itu sendiri diatur dan dikendalikan oleh otak. Otak sebagai pusat pengendalian
seluruh pikiran dan perasaan manusia. Otak memiliki dua belahan yang tiap belahan
memiliki fungsi masing-masing. Belahan otak juga membuat perbedaan cara berpikir
seseorang entah itu secara rasional (belahan kiri) ataupun intuitif (belahan kanan).
Kecerdasan yang dimiliki oleh manusia dibedakan dalam tiga bagian secara umum yaitu
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
Dalam kecerdasan intelektual ada dikenal Kecerdasan Majemuk yang dikenalkan oleh
Gardner antara lain linguistik, logis-matematis, spasial, kinestetik-tubuh, musikal,
interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Kecerdasan Majemuk inipun dikendalikan oleh
belahan otak. Orang dengan kemampuan linguistik dan logis-matematis cenderung
menggunakan 75-80% otak belahan kiri. Sementara, orang dengan kemampuan kinestetiktubuh, musikal cenderung menggunakan belahan otak kanannya.
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang tidak dapat berkembang. Namun,
kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang dapat mengalami perubahan sepanjang hayat.
Seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi belum tentu berhasil apabila
kecerdasan emosionalnya rendah. Dan sebaliknya, apabila kecerdasan intelektual seseorang
adalah rata-rata tetapi kecerdasan emosionalnya tinggi, kemungkinan besar orang tersebut
berhasil meraih kesuksesan.
Di samping kedua kecerdasan tersebut, ada satu lagi kecerdasan yang bernama kecerdasan
spiritual. Kecerdasan ini berfungsi untuk memadukan antara kecerdasan intelektual dan
kecerdasan emosional sehingga tidak terjadi ketimpangan antara keduanya.
Adapun strategi yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi perkembangan kecerdasan
peserta didik diantaranya adalah memberdayakan semua jenis kecerdasan yang ada pada
setiap mata pelajaran, mengoptimalkan pencapaian mata pelajaran tertentu berdasarkan
kecerdasan yang menonjol pada masing-masing peserta didik, mengoptimalkan pengelolaan
kelas yang variatif, dan lain-lain.

Daftar Pustaka
Ancok, D. dan Suroso, F., N. (2001). Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Armstrong, Thomas. (2013). Kecerdasan Multipel di Dalam Kelas.Jakarta: PT Indeks.
Efendi, A. (2005). Revolusi Kecerdasan. Bandung: Alfabeta.
Chaplin, J., P. (2000).Kamus Lengkap Psikologi (terjemahan). Jakarta: raja Grafindo Persada.
Prawiradilaga, S., D. dan Siregar, E. (2004). Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Universitas
Negeri Jakarta.
Runtuwene, L. (2012). Strategi Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk untuk Pencapaian
Kompetensi Dalam Pembelajaran. Makalah.