Esai Teori Perang sun tzu

TERBATAS
MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT
SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

LEMBAR JAWABAN
LT / / II / 2015
MATA KULIAH
POKOK BAHASAN
SUB POKOK BAHASAN

: TEORI PERANG & STRATEGI
: PENGANTAR TEORI PERANG & STRATEGI
: ESSAY

JAWABAN
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS BERPENGARUH PADA
KEBIJAKAN DALAM MENENTUKAN TEORI PERANG DAN
STRATEGI NEGARA DALAM BIDANG MARITIM

Secara umum kondisi geografis negara-negara


di dunia dapat dibagi dalam 2

bagian besar yaitu negara yang tidak memiliki laut ( land locked countries) dan negara
yang dikelilingi oleh atau sebagian berbatasan dengan laut / pantai. Negara-negara yang
dikelilingi oleh laut atau sebagian oleh laut termasuk negara kepulauan kita sebut negara
maritim. Sejarah membuktikan sebagai negara kepulauan / maritim dengan posisi dan
kondisi geografisnya telah menjadi faktor pendorong terpenting dalam menentukan
strategi pembangunan nasional untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran bangsanya.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di mana setiap pulau-pulaunya di kelilingi
oleh laut memiliki akses yang sangat luas bagi pemerintah untuk memanfaatkan potensi
laut sebagai faktor utama dalam menentukan strategi pembangunan nasional dengan
memanfaatkan perhubungan laut sebagai urat nadi pembangunan ekonomi dan
perdagangan. Di sisi lain, dengan sifat geostrategis yang terbuka sebagai negara
kepulauan telah menciptakan peluang yang sangat besar bagi masuknya berbagai
potensi ancaman.
Potensi ancaman keamanan maritim paling besar sebagai dampak perubahan
lingkungan strategi dapat berupa ancaman non konvensional ( non tradisional ) yang lebih
mendominasi penetrasi ke sendi-sendi kehidupan masyarakat. Hal ini menciptakan
berbagai permasalahan yang semakin kompleks di berbagai sendi kehidupan berbangsa
dan bernegara yang dapat mengganggu hubungan antar negara, hubungan negara

TERBATAS

2
dengan masyarakat maupun hubungan antar masyarakat. Potensi ancaman tersebut
memiliki tingkat bahaya dan daya rusak yang tidak kalah hebatnya dengan ancaman
tradisional (militer). Terlebih lagi dengan kecenderungan baru mengenai konflik dari interstate menjadi intra-state, kemajuan teknologi dan arus informasi yang demikian pesat,
telah memaksa negara-negara secara langsung maupun tidak langsung untuk merevisi
atau desain ulang (redesign) kebijakan dan strategi negaranya. Hal ini diperlukan
mengingat dinamissasi lingkungan strategik berpotensi berubah setiap detiknya, sehingga
dikawatirkan dengan perubahan tersebut kebijakan dan strategi yang dijalankan sudah
tidak mampu merespons potensi munculnya ancaman.
Potensi ancaman keamanan maritim seperti disebutkan di atas, harusnya dapat
menjadi acuan dalam menetapkan kebijakan pembangunan nasional melalui sebuah
analisis untuk mengantisipasi perkembangan ancaman dan persaingan antar negara, baik
regional maupun internasional, terkait dengan persepsi inheren suatu negara mengenai
situasi geopolitik, ancaman, dan sifat militer yang berkembang dalam periode-periode
tertentu, yang kemudian hasil analisis tersebut, sepatutnya dijadikan guidance yang
mempengaruhi perilaku negara dalam memaknai keamanan. Keamanan sebuah negara,
dan stabilitas politik dan militer pada lingkungan strategik sebuah negara akan menjadi
faktor yang menjelaskan sebab-akibat yang berdampak pada perlunya negara melakukan

pengembangan postur pertahanan demi merespon ancaman dan persaingan di
lingkungan strategiknya. Lingkungan strategik baik pada lingkup Global, Regional,
maupun Nasional inilah yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perwujudan
pembangunan nasional.
Dengan sedikit uraian mengenai latar belakang di atas, penulis mencoba membuat
rumusan permasalahan mengenai perkembangan lingkungan strategis yang berdampak
pada tindakan/pengambilan kebijakan, yaitu : “ Bagaimana perkembangan lingkungan
strategis berpengaruh pada kebijakan dalam menentukan teori perang dan strategi
negara dalam bidang maritim? ”.
Nilai guna penulisan esai adalah sebagai bahan kajian bagi penulis dalam melihat
perkembangan lingkungan strategi berpengaruh pada kebijakan negara terutama dalam
menentukan teori perang dan strategi negara dalam bidang maritim. Tujuannya sebagai
bahan acuan dan referensi bagi penulis untuk mengetahui arti penting lingkungan
strategis bagi penentuan kebijakan negara. Penulisan esai ini menggunakan studi
kepustakaan dengan buku-buku referensi terkait sebagai metode penelitian. Ruang
lingkup pembahasan dibatasi pada kondisi perubahan lingkungan strategis yang

3
berhubungan dengan penentuan kebijakan teori perang dan strategi dalam bidang
maritim.

Seorang ahli strategi militer mengatakan Geography is the bone of strategy
mengandung arti bahwa kondisi dan posisi geografi suatu negara sangat menentukan
kebijakan dan strategi pembangunan nasionalnya, termasuk pembangunan pertahanan
dan kekuatan militer. Sebagai negara maritim/kepulauan pembangunan nasional
Indonesia sudah selayaknya didasarkan pada kekuatan laut. Dengan pembangunan
kekuatan armada maritim yang mampu mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan
sumber daya laut sebagai landasan kekuatan pembangunan ekonomi negara, maka
kesejahteraan masyarakat akan dapat dicapai. Sebagai contoh Inggris dengan bentuk
negara pulau, selama berabad-abad hanya mengembangkan suatu kekuatan Angkatan
Darat yang kecil tetapi sebaliknya membangun suatu kekuatan Angkatan Laut yang besar
untuk mempertahankan negaranya manakala terjadi perang atau untuk menanggulangi
serangan musuh dari luar. Sepanjang sejarahnya Inggris dipaksa untuk melakukan
perdagangan lewat laut sebagai satu-satunya andalan untuk membangun ekonominya,
mencari kekayaan dan mensejahterakan rakyatnya. Inggris mempunyai hambatan
alamiah berupa selat Channel dan Laut Utara menyebabkan negara tersebut berupaya
mengatasinya dengan membangun kekuatan laut yang tangguh.
Bangsa Indonesia seharusnya

dapat belajar dari sejarah Inggris dalam


membangun kekuatan maritim. Sebagai negara besar dengan beribu-ribu pulau, laut
harus dijadikan perekat dalam menjalankan perdagangan, perhubungan maupun
pembangunan nasional. Hal ini bisa dilihat dari sejarah sebelum masuknya bangsa
penjajah ke Indonesia. Kerajaan Sriwijaya maupun Majapahit mampu menjadi perekat
yang menyatukan pulau-pulau nusantara. Namun dengan perkembangan lingkungan
strategi yang mempengaruhi pengambilan kebijakan pembangunan nasional, menjadikan
maritim seolah tidak memiliki arti penting sebagai sumber ekonomi maupun sumber
pangan dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia. Faktor-faktor perkembangan
lingkungan strategis yang berpengaruh dalam pengambilan kebijakan mencakup :
Pertama, Adanya pakta Pertahanan yang dilakukan oleh beberapa, seperti SEATO,
FPDA telah berdampak pada kebijakan maritim yang harus diambil oleh pemerintah
Indonesia. Munculnya sengketa / klaim pulau-pulau strategis di perbatasan oleh negara
tetangga (Sipadan, Ligitan, Ambalat, Karang Unarang) menjadikan Indonesia tidak berani
mengambil keputusan secara tegas mengenai batas wilayah laut di sekitar kepulauan
tersebut. Bahkan pulau Sipadan dan Ligitan telah berhasil lepas dari cengkeraman ibu

4
pertiwi. Indonesia harus berpikir beberapa kali untuk melakukan klaim dan menarik garis
batas teritorialnya secara tegas karena adanya organisasi pertahanan yang beranggota
beberapa negara, sehingga apabila terjadi konflik dengan salah satu negara anggotanya

maka kekuatan militer negara anggota lainnya berusaha masuk dengan memanfaatkan
kondisi geostrategis Indonesia yang terbuka. Sebagai contoh, walaupun Indonesia telah
memiliki batasan / peraturan penggunaan kekuatan militer dalam menghadapi ancaman
konvensional murni berkaitan dengan konflik perbatasan, yaitu menjadi tugas militer
penuh dari kekuatan Angkatan Laut yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Kesatu :
Penangkalan yang berisi mengerahkan kekuatan yang dapat diandalkan ke mandala
konflik, sedapat mungkin mengontrol situasi yang berkembang, memberi pesan yang
nyata kepada lawan, namun sekaligus memperhitungkan situasi yang akan terjadi bila
Penangkalan gagal. Kunci sukses dari langkah ini adalah kecepatan dan keakuratan para
pengambil keputusan sampai pada tingkat nasional. Tahap kesatu ini dapat disingkat
menjadi Respons Krisis secepat mungkin. Kedua, bila penangkalan gagal, maka tahap
berikutnya adalah memegang kendali inisiatif ( Seizing the initiative), karena kita tidak
akan dapat memprediksi kapan peluru pertama ditembakkan. Oleh karena itu phase ini
dimaksudkan memberikan tekanan langsung kepada lawan, dan tidak memberikan
kesempatan lawan memegang inisiatif. Pada tahap ini banyak kegiatan operasional dan
taktik perang yang diterapkan. Ketiga, bila perang benar-benar pecah, maka kita harus
melaksanakan perang dengan baik artinya kehancuran kekuatan musuh adalah tujuan
utama. Keempaat, tujuan dari Strategi maritim adalah pengakhiran konflik/perang, dengan
keuntungan dipihak kita.
Terhadap ancaman non konvensional, dilaksanakan dengan tugas Constabulary

dan tugas Benign. Ancaman ini dapat muncul di seluruh perairan Indonesia setiap saat
dengan beragam penyebab dan manifestasinya . Dari kenyataan dalam praktek selama
ini, penanggulangan ancaman jenis ini sangat menyita tugas unsur-unsur (kapal perang)
TNI-AL. Namun karena keterbatasan dalam jumlah kekuatan yang ada , belum mampu
menanggulangi

sepenuhnya.

Oleh

karena

itu

diperlukan

penentuan

prioritas


penanggulangan, misalnya penentuan ancaman yang paling berbahaya atau yang paling
merugikan negara secara ekonomi. Kekuatan yang digunakan akan banyak bertumpu
pada kapal-kapal perang berjenis patroli cepat, didukung oleh pesawat udara patroli
maritim yang handal.
Kedua, adanya Maritime Domain Awareness, berisi kesadaran yang tinggi akan
keadaan geografis negara Indonesia bahwa wilayah perbatasan laut dengan negara lain

5
yang masih dalam sengketa, ALKI dan alur-alur pelayaran yang penting, Choke points
serta wilayah-wilayah eksploitasi dan eksplorasi minyak dan gas. Idealnya Indonesia
harus mengetahui apa yang berada dan apa yang sedang terjadi di perairan Indonesia.
Dengan luasnya wilayah perairan harus ditetapkan yang benar-benar menjadi pusat
perhatian seperti Ujung Utara Selat Malaka, Perairan Natuna, Laut Timor selatan, perairan
Tarakan dan Toli-toli.
Ketiga, dengan mempertimbangkan bahwa ancaman keamanan maritim tidak
selamanya berdiri sendiri karena laut berhubungan satu sama lain, maka kekuatan
Angkatan Laut kita harus mampu mengakomodasikan pelaksanaan operasi gabungan
(Joint Operations) dengan matra lain dan operasi bersama ( Combined Operation) dengan
negara lain. Kondisi ini sangat berpengaruh pada pengambilan kebijakan dan strategi
dalam bidang maritim, mengingat luasnya wilayah laut Indonesia.

Keempat, Dari jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa, kebijakan maritim yang
diambil oleh pemerintah Indonesia masih belum mengarah pada upaya memaksimalkan
kekuatan demografi sebagai kekuatan utama dalam mengeksploitasi dan mengeksplorasi
kekayaan sumber daya laut. Hal ini dibuktikan dengan minimnya universitas yang memiliki
fakultas yang berkaitan dengan maritim. Begitu juga dengan akademi maritim yang
mendidik tenaga-tenaga profesional dibidang kepelautan masih sangat minim, sehingga
berdampak pada minat anak-anak didik kearah kemaritiman sangat kurang.
Perubahan lingkungan strategis dengan munculnya berbagai bentuk Terrorisme
dan counter terrorism, Maritime security (mencakup segala macam kegiatan ilegal di laut,
keamanan dan keselamatan pelayaran, imigran gelap dsb), Intelligence, Humanitarian
Assistance and Disaster Relief, Peace Operation and Civilian Protection menjadi faktorfaktor penentu kebijakan dalam menentukan teori perang dan strategi negara dalam
bidang maritim, walaupun untuk merespon kondisi perubahan lingkungan strategis yang
ada telah diberlakukan Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang
mengatur antara lain tentang Pengawasan, pengamanan dan penegakan hukum di laut
yang dilaksanakan oleh Sea and Coast Guard, namun sampai saat ini Penjagaan Laut
dan Pantai ini belum juga terbentuk dimana diharapkan badan ini akan mengambil alih
seluruh tugas-tugas penegakan hukum di laut dari instansi-instansi yang ada saat ini
(selain dari TNI-AL). Instruksi Presiden No 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri
Pelayaran Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2011, dan ditindak lanjuti
dengan Permenhub No. 48 tahun 2011 mengamanatkan tentang azas cabotage paling

lambat tahun 2015 sudah tercapai. Sekalipun ada peningkatan jumlah kapal niaga

6
berbendera Indonesia, namun untuk kegiatan angkutan barang export import sebagian
besar masih dikuasai oleh kapal berbendera asing.
Perkembangan lingkungan strategis lain yang tidak boleh diabaikan adalah adanya
pengaruh negara-negara besar yang begitu kuat menunjukkan kepentingan masingmasing di Indonesia dan di kawasan Asia Tenggara. Amerika Serikat menyodorkan
beberapa konsep atau inisiatif pengamanan maritim seperti PSI (Proliferation Security
Inisiative ), CSI dan MSO (Maritime Security Operation) yang bertujuan mencegah
penyelundupan senjata atau bahan-bahan pembuat senjata pemusnah massal (WMD).
Berbagai inisiatif ini ditanggapi secara beragam di antara negara-negara Asean sendiri,
ada yang mendukkung, ada yang tidak mendukung dan ada yang tidak menanggapi.
Selama ini Angkatan Laut RI ikut serta dalam berbagai kegiatan tingkat operasional
dengan US Navy seperti yang sudah berlangsung secara terjadwal misalnya berbagai
kegiatan operasi/latihan gabungan bersama yang dinamakan Naval Engagement
Activities. Dengan Australia, kita terikat dengan Lombok Agreement yang ditandatangani
pada tahun 2007, dimana berdasarkan persetujuan ini AL Australia sangat intens
mengajak TNI AL melakukan operasi pengamanan perbatasan laut kedua negara, yang
tidak lain bertujuan mencegah imigran gelap dari beberapa negara di Asia Selatan menuju
ke Australia serta mencegah penyelundupan berbagai komoditi atau barang terlarang.

Sebagai kesimpulan dari pembahasan esai di atas adalah perkembangan
lingkungan

strategis

baik

global,

regional,

nasional

sangat

berpengaruh

pada

pengambilan kebijakan suatu negara dalam mengantisipasi potensi ancaman. Potensi
ancaman keamanan maritim paling besar sebagai dampak perubahan lingkungan strategi
berupa ancaman non konvensional (non tradisional) yang sangat mendominasi karena
ancaman berdimensi militer sangat kecil akan terjadi mengingat kegiatan operasi/latihan
gabungan bersama dengan US Navy yang dinamakan Naval Engagement Activities selalu
dilakukan, sehingga dapat melakukan lobi diplomatik dalam menghadapi ancaman.
Indonesia seharusnya dapat belajar dari sejarah Inggris dalam membangun kekuatan
maritim yang besar dalam mendukung pembangunan nasionalnya, yaitu mensejahterakan
masyarakat.

Referensi :
1.

Buku Putih Pertahnan Indonesia tahun 2008.

2.

Undang-Undang RI No 34 Tahun 2004 tentang TNI.

7
3.
http://www.fkpmaritim.org/strategi-pertahanan-indonesia-seharusnya-adalahstrategi-maritim/
4.
http://antariksa2010.blogspot.com/2013/09/pemahaman-perkiraan-strategiknasional.html