Pesantren umat kyai dan tarekat yang ber

MAKALAH
Pesantren, Umat, Kiayi, dan Tarekat yang Berkembang di Indonesia

Disusun guna memenuh tugas individu
Dosen pengampuh :
Moh. Idris Tunru M.Ag

Di susun oleh :
Andi Reynaldi

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MANADO
2017

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar belakang
Dalam khazanah pemikiran Islam telah dikenal secara luas istilah ulama yang


dalam perkembangannya diadaptasi oleh beberapa kalangan muslim di Indonesia
dengan nama dan sebutan berbeda seperti syeikh, kiai, ajengan, intelektual muslim,
cendekiawan muslim, dan beberapa sebutan lain yang dianggap sepadan dengan
pengertian ulama.
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud
proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Perkataan pesantren berasal
dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran –an yang berarti tempat tinggal santri.
dengan nada yang sama Soegarda Poerbakawatja menjelaskan pesantren asal katanya
adalah santri yaitu seseorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian,
pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Di
Jawa termasuk Sunda dan Madura, umumnya digunakan istilah pesantren atau
pondok pesantren sedangkan di Aceh digunakan istilah dayah atau rangkang atau
meunasah, dan di Minangkabau dikenal dengan istilah surau.
Berbicara tentang perkembangan tarekat di Indonesia tentu tidak akan bisa
lepas dari agama Islam berasal. Islam berasal dari jazirah Arab dibawa oleh
Rasulullah, kemudian diteruskan masa Khulafa ar-Rasyidin ini mengalami
perkembangan yang pesat.Penyebarluasan Islam ini bergerak ke seluruh penjuru
dunia.Islam datang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia.Tarekat berasal dari
bahasa Arab : tarekaq, jamaknya tara’iq. Secara etimologi berarti : (1) jalan, cara (alkaifiyyah); (2) metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab)
Menurut istilah, tarekat berarti perjalanan seorang saleh (pengikut tarekat) menuju

Tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh
seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.

B.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan Pesantren di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan Kiyai di Indonesia?
3. Bagaimana perkembangan Tarekat di Indonesia?
4. Bagaimana perkembangan Umat di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Perkembangan Pesantren Di Indonesia
Mengenai asal-usul dan latar belakang pesantren di Indonesia terjadi

perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah. Pendapat prtama, menyatakan
bahwa kehadiran pesantren di Indonesia diilhami oleh lembaga pendidikan “ kuttab”,

yakni lembaga pendidikan pada masa kerajaan bani Umayyah. Pada tahap berikutnya
lembaga ini mengalami perkembangan pesat, karena didukung oleh masyarakat serta
adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik dan anak didik. Pendapat
kedua, pesantren yang ada sekarang merupakan pengambil alihan dari sistem
pesantren orang-orang Hindu di Nusantara pada masa sebelum Islam. Lembaga ini
dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran agama Hindu serta tempat
membina kader-kader penyebar agama tersebut. Pesantren merupakan kreasi sejarah
anak bangsa setelah mengalami persentuhan budaya dengan budaya pra-Islam.
Pesantren merupakan sistem pendidikan Islam yang memiliki kesamaan dengan
sistem pendidikan Hindu, Budha. Pesantren disamakan dengan mandala dan asrama
dalam khazanah lembaga pendidikan pra-Islam.
Hasil penelusuran sejarah menunjukkan bahwa cikal bakal pendirian
pesantren pada awal ini terdapat di daerah -daerah sepanjang pantai utara Jawa,
seperti Giri (Gresik), Ampel Denta (Surabaya), Bonang (Tuban), Kudus, Lasem, dan
Cirebon. Kota-kota tersebut pada waktu itu merupakan kota kosmopolitan yang
menjadi jalur penghubung perdagangan dunia, sekaligus tempat persinggahan para
pedagang dan mubalig Islam yang datang dari Jazirah Arab seperti Persia dan Irak.1

1Abdurrachman Mas’ud, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002), h. 248


Pesantren di Indonesia tumbuh dan berkembang sangat pesat. Sepanjang abad
ke- 18 sampai dengan abad ke -20, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
semakin dirasakan keberadaannya oleh masyarakat secara luas, sehingga kemunculan
pesantren di tengah masyarakat selalu direspons positif oleh masyarakat.2
Di antara elemen-elemen pokok atau unsur pesantren yaitu, kiai, pondok
(asrama), masjid, santri, pengajaran kitab kuning.
Secara faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam
masyarakat :
a. Pondok Pesantren Tradisional, pondok pesantren ini masih mempertahankan
bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab yang ditulis oleh
Ulama’ abad 15 dengan menggunakan bahasa Arab.
b. Pondok Pesantren Modern, pondok pesantren ini merupakan pengembangan
tipe pesantren. Penerapan sistem modern ini nampak pada penggunaan kelaskelas seperti dalam bentuk sekolah, perbedaan dengan sekolah terletak pada
pendidikan agama dan bahasa Arab yang lebih menonjol.
c. Pondok Pesantren Komprehensif, pondok pesantren ini disebut komprehensif
karena sistem pendidikan dan pengajaran gabungan antara tradisional dan
modern. Selain diterapkan pengajaran kitab kuning, sistem persekolahan terus
dikembangkan. Bahkan pendidikan keterampilan juga diberikan pada santri.3
Besarnya arti pesantren dalam perjalanan bangsa Indonesia, khususnya Jawa,

tidak berlebihan jika pesantren dianggap sebagai bagian historis bangsa Indonesia
yang harus dipertahankan.4

2 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 212.
3 M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 2001), h. 14-15
4 Hanun Ashorah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 184

B.

Perkembangan Kyai di Indonesia
Indonesia merupakan sebuah negara dengan penduduknya yang multikultural

dan plural, yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras dan antar golongan.
Berdasar atas pluralitas keislaman di Indonesia, maka dapat menjadikan setiap
kelompok keagamaan dalam Islam dapat dimanfaatkan sebagai basis pendukung
setiap kepentingan politik. Hal ini ditandai dengan pesatnya pertumbuhan partaipartai politik Islam secara kuantitatif untuk memperebutkan pengaruh pada lahan
politik yang sama. Keterwakilan umat Islam bukan lagi dalam kapasitas.
Saat mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, para kiai pesantren
memahami dan menerapkan betul kalimat “Hubbul wathan minal iman”, cinta tanah

air adalah sebagian dari iman. Sehingga apapun akan mereka lakukan untuk
mempertahankan kemerdekaan tersebut. Meski harus mengkorbankan nyawa
sekalipun.
Fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh PBNU menjadi titik tolak
perjuangan para kiai – tentu, beserta santri-santrinya -. Pada 21-22 Oktober, NU
mengumpulkan semua kiai dan konsul NU se-Jawa Madura untuk memusyawarahkan
tentang sikap yang akan diambil terkait masuknya kembali pasukan Belanda dan
sekutu ke Indonesia. Dari pertemuan tersebut, KH. Hasyim Asyari mengeluarkan
fatwa fardlu ain bagi umat Islam untuk memerangi orang kafir yang merintangi
kemerdekaan Indonesia.
Sontak saja, Resolusi Jihad tersebut segera disambut angkat senjata oleh
segenap warga nahdliyin, baik kiai, santri maupun simpatisannya. Tak terkecuali di
Banyuwangi. Menyambut seruan tersebut, para kiai kembali mengorganisir para
laskar, baik yang tergabung dalam pasukan Hisbullah, Sabilillah, maupun laskarlaskar lokal lainnya.

Di Banyuwangi Kota muncul beberapa nama Kiai yang terlibat dalam
mengorganisir massa untuk menghadapi gempuran NICA, baik di pertempuran 10
November di Surabaya maupun pertempuran-pertempuran lain di Banyuwangi. Nama
Kiai


Saleh

Lateng

terdengar

nyaring

dalam

perjuangan

mempertahankan

kemerdekaan. Selain melakukan tirakat (riyadlah) demi mewujudkan kemerdekaan
bangsa, Kiai Saleh menjadi tempat jujukan para santri dan pejuang lainnya untuk
meminta nasehat dan doa. Kiai Saleh juga mengirimkan para santrinya untuk ikut
perang di Surabaya. Bahkan, pada peperangan yang kelak dikenal sebagai hari
pahlawan tersebut, beliau tampak ikut bertempur di medan laga. Kiai Syamsuri
Singonegaran dan Kiai Abdul Wahab Penataban juga merupakan punggawa pasukan

Sabilillah Banyuwangi. Kedua orang tersebut merupakan sahabat karib dan
seperjuangan Kiai Saleh. Masjid Riyadus Sholihin Singonegaran yang didirikan oleh
Kiai Syamsuri kerap menjadi jujukan para laskar Hisbullah. Konon, ada beberapa
anggota laskar yang terluka dan dibawa kesana, lalu akhirnya meninggal dan
dimakamkan tak jauh dari sana. Sedangkan Kiai Wahab sendiri memiliki kemampuan
kanuragan yang luar biasa. Bom-bom yang berjatuhan dari pesawat tempur Belanda,
tak satu pun yang meledak. Mungkin hal ini terdengar mustahil, namun hal ini nyata
adanya. Surat kabar “Kedaulatan Rakjat” tertanggal 26-11-1945, mengkonfirmasi hal
tersebut. “Kesaktian kijai2 di medan pertempoeran, ternyata boekan hanja berita lagi,
tapi kita saksikan sendiri. Banjak mortier jang melempem, bom tidak meledak dsbnja
lagi.”
Selain nama-nama di atas, juga muncul seorang kiai muda asal Tukangkayu,
Kiai Harun. Pendiri PP Darunnajah yang juga menjadi ketua cabang NU Banyuwangi
ini menjadi semacam kordinator penggerak santri dan laskar ke medan tempur.
Pesantrennya yang tak jauh dari stasiun Banyuwangi Lama (Pasar Karangrejo)
menjadi meeting point sebelum berangkat ke Surabaya. Konon, ada dua rombongan
dari Banyuwangi, ada yang turun di stasiun Gedangan, Surabaya lalu langsung
terlibat pertempuran. Ada pula yang menuju ke Parakan terlebih dahulu untuk

memohon barakah bambu runcing ke Kiai Subkhi. Geser ke Selatan, ada nama Kiai

Abdullah Faqih di Cemoro, Songgon. Sebagai salah satu kiai sepuh, Kiai Faqih juga
menjadi bagian dari pasukan Sabilillah yang bagian mendoakan dan berperang
dengan mendayagunakan kekuatan spritualnya. Kisah yang beredar turun temurun,
Kiai Faqih memimpin beberapa peperangan di Banyuwangi, baik perang Bedewang
maupub perang Laban hanya dengan memendam dirinya disebuah bukit di desa
Parangharjo, Songgon. Tak hanya Kiai Faqih, putra-putra dan para santrinya pun ikut
serta dalam pertempuran. Dengan nama Laskar Santri Cemoro dibawah pimpinan
Gus Sholeh dan Gus Idris, segenap jiwa raga mereka persembahkan untuk ibu pertiwi
Indonesia. Bahkan, Gus Idris syahid di tengah medan tempur. Di Srono adapula kiai
kharismatik yang menggerakkan masyarakat dan santrinya untuk berjuang. Kiai
Dimyati Syafi’i namanya. Rois Syuriah NU Blambangan ini tanpa ragu
memfatwakan warga nahdliyin untuk ikut berjihad sebagaimana instruksi dari PBNU
kala itu. Tak ayal, ketika perjuangan beliau terendus Belanda, seketika langsung
dibumi hanguskan pesantrennya, PP. Nahdlatut Thullab, Kepundungan, Srono. Tak
jauh dari Srono, di Muncar muncul dua kiai pejuang asal satu desa yang sama,
Sumberberas. Yaitu duet Kiai Askandar (Mambaul Ulum) dan Kiai Abdul Manan
(Minhajut Thullab). Waktu pengepungan Belanda ke pesantren, Kiai Abdul Manan
berhasil lolos dengan bersembunyi di rumah salah satu warga. Beranjak ke daerah
Pesanggaran juga muncul nama Kiai Muhammad dan Kiai Musaddad yang
memimpin Front Kayangan Alaspurwo dan Sukomade. Di pasukan yang senantiasa

bergerilya inilah, Kiai Mukhtar Syafaat (PP. Darussalam, Blokagung) muda ikut
bergabung. Di sisi barat Banyuwangi, muncul nama Kiai Junaidi Genteng. Pengasuh
PP. Bustanul Makmur ini kerap kali mengajak para santrinya untuk bergerilya. Atas
perjuangannya inilah, kerap pula pasukan Belanda melakukan razia. Tak jauh dari
situ, ada pula kiai sepuh yang juga menjadi jujukan para santri dan pejuang untuk
memohon doa dan karomah. Kiai Abbas Hasan, Sempu namanya. Mortir-mortir
Belanda yang dijatuhkan di pesantrennya – PP. Al-Azhar – tak ada yang meledak.
Meleset dan melempem semua. Di Kalibaru, juga muncul kiai muda yang tergabung

dalam laskar Hisbullah, Kiai Abdul Latif Syuja. Tak hanya didaerah Banyuwangi,
Kiai Abdul Latif bergerak pula hingga ke wilayah Keresidenan Basuki lainnya. Saat
itu, dibawah komando KHR. As’ad Syamsul Arifin, Situbondo.
Selain nama-nama di atas, juga masih banyak kiai-kiai lain yang ikut serta
berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia di ujung timur pulau Jawa.
Mereka berjuang tanpa pamrih. Semata-mata untuk mengharap ridlo Allah dalam
menegakkan Agama dan sejahteranya tanah air. Hanya dengan pekik “Allahu Akbar”
dan “Indonesia Merdeka” mereka berjuang hingga titik darah penghabisan.
C.

Perkembangan Tarekat di Indonesia

1. Periodisasi sejarah perkembangan tarekat di Indonesia
Kekurangan informasi yang bersumber dari fakta peninggalan agama Islam.

Para kiayi dan ulama kurang dan bahkan dapat dikatakan tidak memiliki pengertian
perlunya penulisan sejarah. Tidaklah mengherankan bila hal ini menjadi salah satu
sebab sulitnya menemukan fakta tentang masa lampau Islam di Indonesia. Islam di
Indonesia tidak sepenuhnya seperti yang digariskan Al-Qur’an dan Sunnah saja,
pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa kitab-kitab Fiqih itu dijadikan
referensi dalam memahami ajaran Islam di perbagai pesantren, bahkan dijadikan
rujukan oleh para hakim dalam memutuskan perkara di pengadilan pengadilan
agama.5 Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap :
Pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India,
dan Persia disekitar pelabuhan (Terbatas). Kedua, datang dan berkuasanya Belanda di
Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya, dan Spanyol di Fhilipina, sampai abad
XIX M. Ketiga, Tahap liberalisasi kebijakan pemerintah Kolonial, terutama Belanda
di Indonesia.

5 Ajid Thohir Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam,(Jakarta:Rajawali Press,
Cet I 2004). h 292

Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang
memungkinkan terjadinya perubahan sejarah yang sangat cepat.Keterbukaan
menjadikan pengaruh luar tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian
disesuaikan dengan budaya yang dimilikinyam, maka lahirlah dalam bentuk baru
yang khas Indonesia. Misalnya: Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua
tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai
pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya
Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar.
Islam berhasil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol
kesatuan.Berbagai agama lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat
Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh
kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh rakyat
sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.
2. Macam-macam Tarekat
Setidaknya ada ratusan tarekat yang telah berkembang di Dunia.Tentu untuk
menjelaskan kesemua tarekat tersebut tidak cukup memuat di lembaran makalah yang
hanya beberapa lembar ini.Untuk itu penulis hanya mengangkat beberapa tarekat saja
yang paling tidak bisa memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada kita tentang
Tarekat tersebut termasuk ajaran-ajarannya.
a. Tarekat Syaziiliyah
Pendirinya yaitu Abu al-Hasan al-Syadzili. Nama legkapnya adalah Ali ibn
Abdullah bin Abd Jabbar Abu al Hasan al-syadziili. Beliau dilahirkan di desa
Ghumarra. Terekat ini berkembang pesat antara lain di Tunisia, Mesir, Sudan, suriah
dan semenanjung Arabiyah, masuk Indonesia khususnya di Wilayah Jawa tengah dan
Jawa Timur. Adapun pemikiran pemikiran terkat al-Syaziliyah antara lain : Pertama,
Tidak menganjurkan kepada muridnya untuk meninggalkan profesi dunia.
Pandangannya mengenai pakaian, makanan dan kendaraan, akan menumbuhkan rasa

syukur kepada Allah SWT. Meninggalkannya yang berlebihan akan menimbulkan
hilangnya rasa syukur, dan berlebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa
kepada

kezaliman.Kedua,

Tidak

mengabaikan

dalam

menjalankan

syariat

Islam. Ketiga, Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud
adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan.. Keempat, Tidak ada larangan bagi
kaum salik untuk menjadi Miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak tergantung
pada harta yang dimilikinya.Seorang boleh saja mencari harta, namun jangan menjadi
hamba dunia. Kelima, Berusaha merespon apa yang sedang mengancam kehidupan
umat , berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami oleh banyak
orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi. Menurut ajaran tarekat Syaziliyah
mudah dalam perkara ilmu dan akal.Ajaran serta latihan–latihan penyucian dirinya
tidak rumit dan tidak berbelit-belit.Yang dituntut dari para pengikutnya adalah
meninggalkan maksiat, harus memelihara segala yang diwajibkan oleh Allah SWT
dan mengerjakan ibadah-ibadah yang disunnahkan sebatas kemampuan tanpa
paksaan.Bila telah mencapai tingkat yang lebih tinggi, maka wajib melakukan
zikrullah sekurang-kurangnya seribu kali dalam sehari semalam dan juga harus
beristigfar sebanyak seratus kali dan membaca shalawat terhadap nabi Muhammad
SAW sekurang kurangnya seratus kali sehari semalam.6
b. Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri tarekat ini adalah Muhammad bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi
al-Bukhari Naqsyabandi. Lahir di Qashrul Arifah.7 Ia mendapat gelar Syah yang
menunjukkan posisinya yang penting sebagai pemimpin spiritual. Ia belajar Ilmu
Tarekat pada Amir Sayyid Kulal al-Bukhari. Dari sinilah ia pertama belajar tarekat.
Pada dasarnya tarekat ini bersumber dari Abu Ya’qub Yusuf al-Hamdani, seorang
sufi yang hidup sezaman dengan Abdul Qadir Jailani. Pusat perkembangan Tarekat

6 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. h. 3
7 H.A Fuad Said, Hakekat Tarekat Naqsyabandiyah, (Jakarta : Al-Husna Zikra, 1996)
h.23

Tarekat Naqsyabandiyah adalah di Asia Tengah, ke Turki, India, Mekkah termasuk
ke

Indonesia,

melalui

Jemaah

Haji

yang

pulang

ke

Indonesia.

Dalam

perkembangannya mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain : Gerakan Pembaharuan dan politik. Penaklukan Makkah oleh Abd al-Aziz
bin Saud berakibat besar terhambatnya perkembangan tarekat Naqsabandiyah. Karena
sejak saat itu kepemimpinan di Makkah diperintah oleh kaum Wahaby yang
mempunyai pandangan buruk terhadap tarekat.
Sejak itu tertutuplah kemungkinan untuk mengajarkan tarekat ini di Makkah
bagi Jamaah haji khususnya dari Indonesia yang setiap dari generasi banyak dari
mereka masuk tarekat. Tarekat Naqsabandiyah mempunyai beberapa tata cara
peribadatan, teknik spiritual dan ritual tersendiri, antara lain adalah : Pertama, Husy
dar dam , Suatu latihan konsentrasi dimana seorang harus menjaga diri dari
kehkilafan dan kealpaan ketika keluar masuk nafas, supaya hati selalu merasakan
kehadiran Allah SWT . Kedua, Nazhar bar Qadam, “Menjaga langkah”. Seorang
murid yang sedang menjalani khalwat suluk, bila berjalan harus menundukkan kepala
, melihat kearah kaki. Dan apabila duduk, tidak memandang ke kiri atau ke
kanan. Ketiga, Safar dar wathan.”Melakukan perjalan di tanah kelahirannya”.
Maknanya melakukan perjalanan bathin dengan meninggalkan segala bentuk
ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai
mahluk yang mulia. Keempat, Khalwat dari anjuman, ” Sepi di tengah
keramaian”. Kelima, Yad krad, ” Ingat atau menyebut”. Berzikir terus menerus
mengingat Allah, baik zikir Ism al-Dzat(menyebut nama Allah)maupun zikir naïf
Itsbat ( Menyebut La Ilaha Illa Allah )
c. Tarekat Khalwatiyah.
Nama tersebut diambil dari nama seorang sufi ulama dan pejuang Makassar
yaitu Muhammad Yusuf bin Abdullah Abu Mahasin al-Taj al-Khalwaty al-

Makassary.8 Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari tarekat ini yang hadir
bersama kita. Keduanya dikenal dengan nama Tarekat Khalwatiyah Yusuf dan
Khalwatiyah Samman.Tarekat Khalwatiyah ini hanya menyebar dikalangan orang
Makassar dan sedikit orang bugis.Para khalifah yang diangkat terdiri dari orang
Makassar sehingga secara etnis tarekat ini dikaitkan dengan suku tersebut. Beliau
yang pertama kali menyebarkan tarekat ini ke Indonesia. Guru beliau Syaikh Abu alBaraqah Ayyub al-Kahlwati al-Quraisy. Bergelar ” Taj al- Khalwaty” sehingga
namanya menjadi Syaikh Yusuf Taj al-Khalwaty. Al-Makassary dibaiat menjadi
penganut Tarekat Khalwatiyah di Damaskus Ada indikasi bahwa tarekat yang
dijarkan merupakan penggabungan dari beberapa tarekat yang pernah ia pelajari,
walaupun Tarekat Khalwatiyah tetap yang paling dominan.Adapun dasar ajaran
Tarekat khalwatiyah adalah : Pertama, Yaqza maksudnya kesadaran akan dirinya
sebagai makhluk yang hina di hadapan Allah SWT. Yang maha Agung. Kedua,
Taubah Mohon ampun atas segala dosa. Ketiga, Muhasabah, menghitung-hitung atao
introspeksi diri. Keempat, Inabah, berhasrat kembali kepada Allah. Kelima, Tafakkur
Merenung tentang kebesaran Allah. Keenam, I’tisam selalu bertindak sebagai
Khalifah Allah di bumi. Ketujuh, Firar Lari dari kehidupan jahat dan keduniawian
yang tidak berguna. Kedelapan, Riyadah melatih diri dengan beramal sebanyakbanyaknya. Kesembilan, Tasyakur, selalu bersyukur kepada Allah dengan mengabdi
dan memujinya. Kesepuluh, Sima’ mengkonsentrasikan seluruh anggota tubuh dan
mengikuti perintah-perintah Allah terutama pendengaran.9
d. Tarekat Sammaniyah.

8 Azyumard Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII: Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, (Bandung:Mizan, 1998).h.
212
9 Abu Hamid, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi Agama, (Ujung
Pandang, Disertasi Ph.D Universitas Hasanuddin, 1990), h. 181

Didirikan oleh Muhammad bin Abdul Karim al-Madani al-Syafi’i al-samman,
lahir di Madinah dari keluarga Quraisy. Di kalangan muridnya ia lebih di kenal
dengan nama al-Sammany atau Muhammad Samman. Beliau banyak menghabiskan
hidupnya di Madinah dan tinggal di rumah bersejarah milik Abu Bakar Assiddiq. Guru – guru beliau Muhammad Hayyat seorang muhaddits di Haramain
sebagai penganut tarekat Naqsyabandiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang
penentang bid’ah dan praktik-praktik syirik serta pendiri Wahabiyah. Muhammad
Sulaiman Al-Qurdi, Abu Thahir Al-Qur ani, Abdul Allah Al-Basri, dan Mustafa bin
Kamal Al-Din Al-Bakri. Mustafa bin kamal Al-Din al-Bakri (Mustafa Al-Bakri)
adalah guru bidang tasauf dan tauhid dan merupakan Syaikh Tarekat Khalwatiyah
yang

menetap

di

Madinah. Samman

membuka

cabang

tarekat

Al-

Muhammadiyah. Samman belajar tarekat Khalwatiyah, Naqshabandiyah, Qadiriyah,
Syadziliyah. Dengan masuk menjadi murid tarekat Qadiriyah ia dikenal dengan nama
Muhammad Bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Samman dalam perjalanan belajarnya itu
ternyata tarekat Naqsabandiyah juga banyak mempengaruhinya, sementara itu tarekat
Syadziliyah juga dipelajari oleh Samman sebagai Tarekat yang mewakili tradisi
tasauf Maghribi. Dari beberapa ajaran tarekat yang dipelajarinya, Samman akhirnya
meracik tarekat tersebut, termasuk memadukan tekhnik-tekhnik zikir, bacaan bacaan,
dan ajaran mistis lainnya, sehingga menjadi satu nama tarekat yaitu tarekat
Sammaniyah. Tarekat Sammaniyah ini juga berkembang di Nusantara, menurut
keterangan dari Snouck Haugronje selama tinggal di Aceh, ia menyaksikan tarekat ini
telah dipakai oleh masyarakat setempat.10 selain itu Tarekat ini juga banyak
berkembang di daerah lain terutama di Sulawesi selatan. Dan menurut keterangan Sri
Muliyati bahwa dapat dipastikan bahwa di daerah Sulawesi Selatanlah Tarekat
Sammaniyah yang terbanyak pengikutnya hingga kini.
Ajaran-ajaran pokok yang terdapat Tarekat ini adalah :

10 C.Snouck Hurgronje, Aceh : Rakyat dan Adat Istiadatnya, (Jakarta : INIS, 1997).
h.182-183

Tawassul, Memohon berkah kepada pihak-pihak tertentu yang dijaadikan
wasilah(perantara) agar maksud bisa tercapai. Obyek tawasul tarekat ini adalah Nabi
Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, asma-asma Allah, para Auliya, para
ulama Fiqih, para ahli Tarekat, para ahli Makrifat, kedua orang tua
Wahdat al-Wujud, merupakan tujuan akhir yang mau di capai oleh para sufi dalam
mujahadahnya.Wahdatul wujud merupakan tahapan dimana ia menyatu dengan
hakikat alam yaitu Hakikat Muhammad atau nur Muhammad
Nur Muhammad .Nur Muhammad merupakan salah satu rahasia Allah yang
kemudian diberinya maqam. Nur Muhammad adalah pangkal terbentuknya alam
semesta dan dari wujudnya terbentuk segala makhluk
Insan Kamil, dari segi syariat Wujud Insan kamil adalah Muhammad dan sedang dari
segi hakekat adalah Nur Muhammad atau hakekat Muhammad, Orang Islam yang
berminat menuju Tuhan sampai bertemu sampai bertemu denganya harus melewati
koridor ini yaitu mengikuti jejak langkah Muhammad.
e. Tarekat Tijaniyah
Didirkan oleh syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani, lahir di ‘Ain Madi,
Aljazair Selatan, dan meninggal di Fez, Maroko. Syaikh Ahmad Tijani diyakini
sebagai wali agung yang memiliki derajat tertinggi, dan memiliki banyak
keramat,11 menurut pengakuannya, Ahmad Tijani memiliki Nasab sampai kepada
Nabi Muhammad . Silsilah dan garis nasabnya adalah Sayyid Ahmad bin Muhammad
bin Salim bin al-Idl bin salim bin Ahmad bin Ishaq bin Zain al Abidin bin Ahmad bin
Abi Thalib, dari garis sitti Fatimah al-Zahra binti Muhammad Rasulullah SAW.
Ahmad Tijani lahir dan di besarkan dalam lingkungan tradisi keluarga yang taat
beragama. Beliau memperdalam ilmu kepada para wali besar di berbagai Negara

11 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam Jilid 5, h. 102

seperti Tunis, Mesir, Makkah, Medinah, Maroko. Kunjungan itu untuk mecari ilmuilmu kewalian secara lebih luas, sehingga ia berhasil mencapai derajat kewalian yang
sangat tinggi. Selanjutnya tarekat ini berkembang di Negara Afrika seperti Sinegal,
Mauritania, Guinea, Nigeria, dan Gambia, bahkan sampai ke luar Afrika termasuk
Saudi Arabia dan Indonesia.
Tarekat Tijaniah masuk ke Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi ada
fenomena yang menunjukkan gerakan awal Tarekat Tijaniyah yaitu : Kehadiran
Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib dan adanya pengajaran Tarekat Tijaniyah di
Pesantren Buntet Cirebon. Kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib tidak
diketahui secara pasti tahunnya. Menurut penjelasan GF. Pijper dalam buku
Fragmenta Islamica: Beberapa tentang Studi tentang Islam di Indonesia abad 20
sebagaimana yang di kutip oleh Sri Muliyati bahwa Syaikh Ali bin Abd Allah alThayyib datang pertama kali ke Indonesia, saat menyebarkan Tarekat Tijaniyah ini di
Tasikmalaya.12
Berdarkan kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib ke pulau Jawa,
maka Tarekat Tijaniyah ini diperkirakan datang ke Indonesia pada awal abad ke 20
M. namun menurut Pijper, sebelum tahun 1928 Tarekat Tijaniyah belum mempunyai
pengikut di pulau jawa. Pijper menjelaskan bawha Cirebon merupakan tempat
pertama diketahui adanya gerakan tarekat Tijaniyah. Pada bulan Maret 1928
pemerintah Kolonial mendapat laporan bahwa ada gerakan keagamaan yang dibawa
oleh guru agama ( Kiyai) yag membawa ajaran Tarekat baru yaitu Tijaniyah.
Dari Cirebon ini kemudian menyebar secara luas ke daerah-daerah di pulau
Jawa melalui murid-murid pesantren Buntet ini.Perkembanga tarekat ini pada
akhirnya bukan hanya dari pesantren Buntet di Cirebon tetapi juga dari luar Cirebon.
Seperti Tasikmalaya, Brebes dan Ciamis. Selanjutnya Mengenai ajaran ajaran Tarekat

12 GF. Pijper dalam buku Fragmenta Islamica: Beberapa tentang Studi tentang Islam di
Indonesia abad 20, terjemahan oleh Tudjiman,(Jakarata: UI Press, 1987). h. 82

ini, pada dasarnya hamper sama dengan tarekat-tarekat yang telah berkembang
sebelumnya pendekatan kepada Allah melalui Dzikir. Ajaran Tarekat ini cukup
sederhana , yaitu perlu adanya perantara ( wasilah) antar manusia dan Tuhan .
Perantara itu adalah dirinya sendiri dan para pengganti/wakil/naibnya. Pengikutpengikutnya dilarang keras mengikuti guru-guru lain yang manapun , bahkan ia
dilarang pula untuk memohon kepada wali dimanapun selain diriya. Secara umum
amalan zikir (wirid) dalam Tarekat Tijaniyah terdiri dari tiga unsur pokok yaitu,
Istigfar, Shalawat, dan Hailalah. Inti ajaran zikir dalam Tarekat Tijaniyah adalah
sebagai upaya mengosongkan jiwa dari sifat-sifat lupa terhadap Allah dan mengisinya
secara terus menerus dengan menghadirkan jiwa kepada Allah SWT melalui zikir
terhadap zat, sifat-sifat, hukum-hukum dan perbuatan Allah.Zikir tersebut mencakup
dua bentuk, yaitu zikir bil al-Lisan dan zikir bi al-Qalb. Adapun bentuk amalan wirid
Tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis yaitu, Wirid Wajibah dan wirid Ikhtiyaariyah,
Wirid Wajibah yakni wirid yang wajib diamalkan oleh setiap murid Tijaniyah, tidak
boleh tidak dan menjadi ukuran sah atau tidaknya menjadi murid Tijaniyah. Wirid
Ikhtiyariyah yakni Wirid yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk
mengamalkannya, dan tidak menjadi ukuran syarat sah atau tidaknya menjadi murid
Tijaniyah. Wirid Wajibah ini terbagi lagi menjadi tiga yaitu (1)Wirid Lazimah,
(2)Wirid Wadzifah, (3)Wirid hailalah.
f. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah
Tarekat ini adalah merupakan tarekat gabungan dari tarekat Qadiriyah dan
Tarekat Naqsyabandiyah (TQN).Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah yang terdapat di
Indonesia bukanlah hanya merupakan suatu penggabungan dari dua tarekat yang
berbeda yang diamalkan bersama-sama.Tarekat ini lebih merupakan sebuah tarekat
yang baru dan berdiri yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga
Naqsyabandiyah telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru.Tarekat ini didirikan
oleh OrangIndonesia Asli yaitu Ahmad Khatib Ibn al-Ghaffar Sambas, yang

bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan abad kesembilan belas.13 Bila
dilihat dari perkembangannya Tarekat ini bisa juga disebut “Tarekat Sambasiyah”
Tapi Nampaknya Syaikh al-Khatib tidak menamakan tarekatnya dengan namanya
sendiri. berbeda dengan guru-gurunya yang lain yang memberikan nama tarekatnya
sesuai

dengan

nama

pengembangnya. Sebagaimana

kebiasaan

ulama-ulama

sebelumnya untuk memperdalam ilmu agama, kiranya mereka berangkat ke Makkah
untuk memperdalam ilmu yang mereka miliki. Demikian pula halnya dengan Ahmad
Khatib, ia berangkat ke Makkah untuk belajar Ilmu-ilmu Islam termasuk tasawuf dan
mencapai posisi yang sangat di hargai diantara teman-temannya dan kemudian
menjadi seorang tokoh yang berpengaruh di seluruh Indonesia. Diantara gurunya
adalah Syaikh Daud bin Abd Allah bin Idris al Fatani, Syaikh Muhammad Shalih
Rays, selain itu ia juga banyak mengikuti dan menghadiri kuliah-kuliah yang
diberikan oleh Syaikh Bishry al-Jabaty, Sayyid ahmad al-Marzuki, Sayyid abd Allah
ibn Muhammad al- Mirghany.
Sebagaimana di singgung sebelumnya bahwa tarekat ini mengambil dua nama
tarekat yang telah berkembang sebelumnya yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah.
Tarekat Qadariyah sendiri dibangun oleh Abd Qadir Jilai yang mengacu pada tradisi
Mazhab

Iraqy

yang

dikembangkan

oleh

al-Junaid,

sedangkan

Tarekat

Naqsyabandiyah dibangun oleh Muhammad bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi alBukhari Naqsyabandi yang didasarkan kepada tradisi al-Khurasany yang dipelopori
oleh al-Bisthami. Di samping itu keduanya juga mempunyai cara-cara yang berbeda
terutama dalam menerapkan cara dan teknik berzikir. Qadiriyah lebih mengutamakan
pada penggunaan cara-cara zikir keras dan jelas ( dzikr Jahr ), dalam menyebutkan
Nafy dan Itsbath, yakni Kalimat La Ilaaha Illa Allah. Sementara Naqsyabandiyah
lebih suka memilih dzikir dengan cara yang lembut dan samar ( Dzikr Khafy), pada

13Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan Cet
IV,1996), h. 89

pelafalan Ism al-Dzat,Yakni Allah-Allah-Allah. Tarekat ini mengajarkan tiga syarat
yang harus dipenuhi orang yang sedang berjalan menuju Allah, yaitu zikir diam
dalam mengingat , merasa selalu diawasi oleh Allah di dalam hatinya dan pengabdian
kepada Syaikh. Aturan dzikir yang telah diformulasikan oleh Syaikh Ahmad Khatib
pada

Tarekat

Qadiriyah-Naqsabandiyah

dalam

bentuk Nafyi

wa

Itsbat atau

dengan Ism al-Dza, merupaka satu bentuk bimbingan praktis yang didorong dan
didasari ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga Thariqah, jalan spritualnya diformulasikan
sedemikian rupa sehingga berzikir (mengingat Allah) menjadi lebih efektif, mudah
dirasakan dan diresapkan dalam hati orang yang melakukannya, baik dalam bentuk
dzikir Jahr maupun dalam bentuk Sirr. Secara rinci Syaikh Ahmad Khatib
merumuskan cara-cara meresapi zikir kepada Allah agar sampai pada tingkat hakikat
atau

kesempurnaan,

yaitu

Pertama, Salik

hendaklah

berkonsentrasi

dan

membersihkan hatinya dari segala cela sehingga dalam hati dan fikirannya tidak ada
sesuatu pun selain Zat Allah, Kemudian meminta limpahan karunia dan kasih
sayangnya serta pengenalan

yang sempurna melalui perantaraan Mursyid

(Syaikh). Kaduaketika mengucapkan lafal-lafal dzikir terutama Nafyi wa Itsbat La
Ilaaha Illa Allah, hendaknya salik menarik gerakan melalui suatu trayek dibadannya,
dari pusat perut sampai ke otak kepalanya. Kemudian ditarik kearah bahu kanan dan
dari sana dipukulkan dengan keras ke jantung. Disini kepala juga ikut bergerak sesuai
dengan trayek zikir. Dari bawah ke atas ditarik kata” La ” dengan ukuran tujuh mad,
kemudian kata ilaha ditarik ke bahu kanan dengan ukuran yang sama dan akhirnya
kata ” illallah ” dipukulkan ke jantung dengan ukuran yang lebih lama sekitar tiga
mad. Dan yang ketiga dengan memusatkan zikir pada titik-titik halus (Lathaif) dalam
anggota badan. Titik-titik halus semacam Lathifah al-Qalb terletak di bawah susu kiri
berukuran dua jari. Lathifah ar-Ruh terletak di bawah susu kanan berukuran dua jari.
Lathifah as-Sirr terletak bertepatan dengan susu kiri berukuran dua jari. Lathifah alKhafy letaknya bertepatan dengan susu kanan berukuran dua jari. Lathifah al-akhfa
letaknya di tengah dada dan Lathifah an-Nafs letaknya dalam dahi dan seluruh
kepala.Seadangkan unsur unsur yang empat (Anashir al-Arbaah) adalah seluruh

anggota badan harus merasakan zikir dan merasakan hakikatnya.Maka di sinilah
seluruh anggota badan dituntut untuk menyempurnakan dan melengkapi dalam
membantu gerak zikir Lathaif.tadi.14
D.

Perkembangan Umat di Indonesia
Saat islam untuk pertama kalinya datang ke Indonesia, pada waktu itu

berbagai kepercayaan dan agama seperti Budha, Hindu, dinamisme dan anisme sudah
banyak dianut oleh bangsa Indonesia. Bahkan disebagai besar wilayah Indonesia
sudah berdiri kerajaan-kerajaan yang menganut agama Budha dan Hindu. Contohnya,
kerajaan Sriwijaya di Sumatera, kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan
Taruma Negara di Jawa Barat dan masih banyak kerajaan yang lainnya. Akan tetapi,
Islam datang ke wilayah-wilayah itu bisa diterima dengan baik, sebab Islam datang
dengan cara yang baik pula, mereka pembawa ajaran Islam datang dengan prinsipiprinsip persamaan antar manusia, perdamaian, ketentraman, serta menghilangkan
kasta dan perbudakan yang sebelumnya sering terjadi di wilayah itu. Sehingga, tidak
ada paksaan dari masyarakat di sana saat diajak untuk mengucapkan dua kalimah
syahadat, mereka melakukannya dengan senang hati.15
Kalau bicara tentang kapan islam mulai datang dan masuk ke Indonesia,
menurut para ahli sejarah, islam masuk k Indonesia pada abad ke tujuh masehi atau
abad pertama hijriyah. Namun dari sumber lain, ada yang menyebutkan bahwa Islam
sudah mulai masuk ke Indonesia saat para pedagang dari Arab mulai singgah dan
memasuki wilatyah Indonesa. Waktu itu saat masih pemerintahan sahabat nabi,
Khulafaur Rasyidin.
Proses Masuknya Islam di Indonesia. Berbeda dengan agama lain yang datang ke
Indonesia dengan cara penindasan, peperangan dan pemaksaan. Islam masuk ke
14Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik
Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa,(Bandung, Pustaka Hidayah,
Cet I, 2002), h 75
15 Dedi, Supriadi. Sejarah peradaban islam, (Bandung: Pustaka Setia,2008), h. 81

Indonesia dengan cara perdamaian, para pembawa ajaran agama Islam pada waktu itu
dengan sabar dan gigih menjelaskan tentang ajaran Islam pada penduduk setempat.16
Mereka pun tidak memaksa penduduk setempat untuk memeluk agama Islam.
Karena, dalam ajaran islam itu tidak ada paksaan, Para ulama berpegang teguh pada
prinsip salah satu ayat Al-Quran pada surat Al-Baqarah ayat 256.
Adapaun cara dan proses masuknya islam di Indonesia melalui beberapa cara,
antara lain sebagai berikut.
1. Perdagangan
Islam masuk ke Indonesia salah satunya lewat dengan cara perdagangan. Hal
ini bisa terjadi, karena orang-orang Melayu yang ada di Indonesia pada waktu itu
berhubungan dengan orang arab dalam hal perdagangan. Mereka sudah sangat dekat
antara satu sama lain. Jadi, saat pedagang arab mulai menyebarkan pemahaman
agama Islam, para orang melayu pun mudah untuk menerimanya.
Lambat tapi pasti, orang Melayu mulai banyak masuk ajaran Islam. Pengaruh
Islam semakin kuat pada waktu itu setelah berdirinya kerajaan Islam Malaka dan
kerajaan Samudra Pasai di Aceh. Maka makin ramailah para pedangang Arab serta
ulama yang datang ke Indonesia. Disamping mereka berdagang untuk mencari
keuntungan duniawi, mereka juga sambil berdakwah untuk menambah amal mereka.
Berbisnis sambil berdakwah, dunia dapat akhirat juga dapat.
2. Kultural
Maksud dengan kultural ini, penyebaran pemahaman Islam di Indonesia
menggunakan media kebudayaan. Contohnya yang dilakukan oleh para wali songo di
pulau Jawa. Sunan Kali Jaga pada waktu itu berdakwah dengan mengembangkan
kesenian wayang kulit, dia mengisi pementasan wayang yang biasanya isinya itu
16 Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II,(Jakarta:Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 119

bertema ajaran Hindu, dia ganti dengan ajaran Islam. Kemudian ada juga Sunan
Muria berdakwah dengan mengembangkan Gamelannya. Sedangkan Sunan Giri
berdakwah dengan cara membuat banyak sekali mainan anak-anak seperti cublak
Suweng, Jalungan, Jamuran dan lain sebagainya. Para Sunan ini cerdik sekali, mereka
membawa pemahaman ajaran Islam dengan menggunakan bahasa yang sering
digunakan oleh kaumnya. Kebetulan pada waktu itu masyarakat Indonesia khususnya
Jawa, mereka sangat menyukai kesenian-kesenian itu.
3. Pendidikan
Salah satu cara efketif memasukan pemahaman ajaran Islam pada waktu itu
dengan melalui pendidikan, dan pesantren adalah lembaga pendidikan yang paling
strategis untuk melakukannya. Kebanyakan para da’i dan mubalig dalam
menyebarkan Islam ke seluruh penjuru Indonesia, mereka it keluaran dari pesantren.
Contohnya Datuk Ribandang yang merupakan keluaran dari pesantrn milik Sunan
Giri, dia adalah seorang yang mengislamkan kerajaan Gowa Tolla di Kalimantan
timur. Selain Datuk Ribandang, banyak santri-santri Sunan Giri yang menyebar ke
pulau-pulau yang ada di Indonesia seperti Kangan, Haruku, Madura, Bawean hingga
Nusa Tenggara. Sampai saat ini, pesantren masih menjadi strategi yang efektif untuk
menyebarkan ajaran Islam ke seluruh indonesia.
4. Kekuasaan Politik
Penyebaran Islam di Indonesia juga tidak terlepas dari dukungan para Sultan.
Contohnya di pulau Jawa, Kesultanan Demak merupakan pusat dakwah dan menjadi
pelindung penyebaran agama Islam. Ada juga di pulau Sulawesi yaitu Raja GowaTolla yang menjadi pelindung bagi para da’i menyebarkan ajaran Islam di sana. Para
Sultan dan Raja saling berkomunikasi, tolong menolong dalam melindungi
perkembangan dakwah Islam di Indonesia. Kekompakkan para sultan ini juga
menjadi cikal bakal lahirnya negara Indonesia.

Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah di Indonesia
1. Perkembangan Islam di Sumatera
Perkembangan Islam di wilayah Indonesia di awali dengan dimasukinya
pemahaman ajaran islam daerah Pasai di Aceh Utara dan pantai barat Sumatera, di
kedua wilayah tersebut masing-masing berdiri Kerajaan Islam pertama di Indonesia,
yaitu Kerajaan Islam Perak dan Samudera Pasai.
2. Perkembangan Islam di Jawa
Menurut Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya yaitu Sejarah Umat Islam,
cikal kedatangan Islam ke pulau Jawa sebenarnya sudah dimulai pada tahun ke tujuh
masehi atau abad pertama Hijriyah yaitu pada tahun 674 M – 675 M. Salah satu
sahabat nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan yang pernah singgah di Kerajaan Kalingga
di Jawa. Waktu itu dia menyamar sebagai pedagang. Mungkin pada waktu itu
Muawiyah baru penjajakan saja, namun proses dakwahnya tetap berlangsung dan
diteruskan oleh para da’i yang berasal dari Kerajaan Pasai dan Malaka. Karena pada
waktu itu jalur perhungan antara Pasai dengan Jawa begitu pesat.
3. Perkembangan Islam di Kalimantan
Borneo adalah sebutan nama lain Kalimantan. Pada waktu itu Islam masuk ke
sana melalui tiga jalur. Jalur yang pertama adalah melalui Kerajaan Islam Pasai dan
Perlak. Jalur kedua Islam disebarkan oleh para da’i dari tanah jawa. Mereka
melakukan ekspedisi ke pulau Kalimantan sejak Kerajaan Demak berdiri. Pada waktu
itu, Kerajaan Demak mengirimkan banyak sekali da’i ke luar pulau Jawa, salah
satunya ke pulau Kalimantan. Jalur ketiga melalu kedatangan para da’i yang berasal
dari tanah Sulawesi. Salah satu da’i yang terkenal pada waktu itu adalah Datuk Ri
Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
4. Perkembangan Islam di Maluku

Kepulauan Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Tak ayal hal
ini menjadi daya tarik sendiri para pedagang asing, salah satunya pedagang mulim
dari Jawa, Malaka, Sumatera dan Manca Negara. Dengan kedatangan para pedagang
muslim ini, menyebabkan perkembangan Islam di Kepulauan Maluku ini menyebar
dengan cepat. tepatnya sekitar pertengahan abad ke 15 atau tahun 1440 Islam mulai
masuk ke Maluku.
Pada tahun 1460 M, raja Ternate yaitu Vongi Tidore masuk Islam. Namun
menurut sejarawan Belanda yaitu h.J De Graaft, raja Ternate yang benar-benar
muslim adalah Zaenal Abidin. Setelah raja Ternate masuk Islam, hal ini semakin
mempercepat perkembangan Islam di Maluku dan mempengaruhi kerajaan-kerajaan
lain di Maluku yang mulai menerima paham ajaran Islam. Namun dari sekian
kerajaan Islam yang ada di Maluku, yang paling terkenal adalah Kerajaan Ternate dan
Tidore.
Setelah Islam masuk dan berkembang cepat di Maluku, Islam juga mulai
masuk ke Irian. Para raja-raja Islam dari Maluku, da’i dan pedagang yang menyiarkan
ajaran Islam ke Irian. Wilayah-wilayah di Irian Jaya yang dimasuki Islam yaitu:
Jalawati, Musi, Pulau Gebi dan Pulau Waigio.
Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Ada beberapa teori masuknya islam ke Indonesia. Berikut teori-teorinya.
a. Teori Mekah
Dalam teori ini, dikatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah
langsung dari Arab atau Mekah yang berlangsung pada abad pertama tahun hijriyah
atau ke 7 M. Haji Abdul Karim Amrullah (Hamka) adalah tokoh yang
memperknalkan teori ini. Beliau merupakan ulama sekaligus sastrawan Indonesia.
Beliau melontarkan pendapatnya ini pada tahun 1958 ketika menyampaikan orasi di
Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Beliau menolak seluruh

pendapat yang menyatakan bahwa Islam mulai masuk ke Indonesia secara tidak
langsung melalui Arab. Beliau bercerita bahan argumentasinya yang dijadikan bahan
rujukannnya berasal dari sumber Arab dan sumber lokal Indonesia. Menurutnya,
motivasi awal kedatangan bangsa Arab dilandasi oleh motivasi semangat
menyebarkan agama Islam, bukan dilandasi faktor ekonomi. Menurut pandangannya
pula, jalur perdagangan antara Arab dengan Indonesia suda ada dan brlangsung jauh
sebelum tarik masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan penolakan terhadap Teori Gujarat
yang dia anggap banyak kelemahannya. Dia malah curiga terhadap penulis teori
Gujarat yang berasal dari barat, mereka cenderung memojokkan Islam di Indonesia.
HAMKA berpendapat, penulis barat melakukan upaya yang sangat sistematik untuk
menghilangkan dan meniadakan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan
rohani yang akur dan erat antara mereka dengan bangsa Arab. Dalam pandangannya
juga, HAMKA berpendapat sebenarnya orang-orang Islam di Indonesia memeluk
islam berkat orang Arab, bukan hanya lewat perdagangan saja. Pandangan dan
pendapat HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang dikeluarkan oleh A.H
Johns yang menyatakan bahwa para pengembara lah (musafir) yang pertama kali
melakukan penyebaran ajaran Islam di Indonesia. Biasanya kaum sufi mengembara
dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan perguruan tarekat.
b. Teori Gujarat
Teori Gujarat berpendapat bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
terjadi pada abad ke 13 M atau abad ke 7 H dan berasal dari Gujarat. Tokoh yang
memperkenalkan teori ini kebanyakan sarjana yang berasal dari belanda. Seorang
Sarjana belanda yang pertama megeluarkan teori ini bernama J. Pijnapel dari
Universitas Leiden. Dalam pandangannya, bangsa Arab yang bermazhab Syafie
sudah tinggal di Gijarat dan Malabar sejak awal tahun Hijriyah. Akan tetapi, yang
menyebarkan langsung Islam ke Indonesia untuk pertama kalinya itu bukanlah

bangsa Arab, melainkan para pedangang Gujarat yang sudah memeluk Islam terlebih
dahulu. Para pedagang islam itu berdagang ke arah timur, salah satunya Indonesia.
Dalam perkembangannya, teori Gujarat ini diyakini dan disebarkan oleh seorang
tokoh terkemuka Belanda, yaitu Snouck Hurgronje. Dalam pendapatnya, Islam lebih
dahulu menyebar dan berkembang di kota-kota India. Selanjutnya, orang-orang
Gujarat yang lebih dahulu membuka hubungan perdagangan dengan orang Indonesia
dibanding pedagang Arab.
Kemudian teori Gujarat juga lebih dikembangkan oleh J.P. Moquetta pada
tahun 1912. Dia memberikan alasan dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang
meninggal pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H atau sekitar tahun 1297 M di Pasai,
Aceh. Menurut dia, makam Maualan Malik Ibrahim yang meninggal pada tahun 1419
di Gresik dan batu nisam di pasai, semuanya mempunyai bentuk yang sama dengan
nisan yang ada di Kambay, Gujarat. Akhirnya Moquetta berpendapat bahwa batu
nisan itu adalah hasil impor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh asli orang
gujarat yang berada di Indonesia, atau juga orang Indonesia yang sudah belajar
kaligrafi khas Gujarat. Argumentasi lainnya yaitu kesamaan mahzab Syafie yang
dipercayai oleh orang muslim di Indonesia dan Gujarat.
3. Teori Persia
Dalam teori ini berpendapat bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
berasal dari persia (Sekatang Iran). Seorang sejarawan asal Banten yang bernama
Hosein Djajadiningrat adalah pencetus teori ini. Dalam paparannya, dia lebih
menitikberatkan analisisnya pada kesamaan tradisi dan budaya yang berkembang
antara masyarakat Indonesia dan Persia. Budaya dan tradisi itu diantaranya tradisi
merayakan tanggal 10 Muharram atau sering disebut hari Asyuro. Hari ini merupakan
hari suci kaum syiah yang mayoritas berada di iran. Tradisi ini juga berkembang di
daerah Pariaman, Sumatera Barat. Selanjutnya tradisi lainnya adalah ajaran mistik
yang mempunyai banyak kesamaan. Kesamaan lainnya adalah umat Islam di

Indonesia banyak yang menganut mazhab Syafie, sama seperti kebanyakan muslim
yang ada di Iran. Namun, teori ini oleh banyak orang masih dianggap lemah karena
kurang bisa meyakinkan.
c. Teori Cina
Dalam teori ini berpendapat bahwa proses kedatangan Islam untuk pertama
kalinya ke Indonesia (Khususnya Jawa) itu berasal dari perantau Cina. Melalui
perdagangan, orang cina sudah berhubungan dengan penduduk Indonesia jauh
sebelum Islam dikenal di Indonesia. ketika masa Hindu – Budha, orang-orang cina ini
sudah membaur dengan masyarakat Indonesia. Dalam bukunya Arus CinaIslam Sumanto Al-Qurtuby mengatakan, menurut catatan masa Dinasti Tang pada
tahun 618-960 M di daerah Quanzhou, Zhang-zhao, Kanton dan pesisir cina bagian
selatan, di sana sudah terdapat sejumlah pemukimaan orang-orang Islam.
Bila dilihat dari beberapa catatan sumber dari dalam Indonesia maupun luar
Indonesia, memang teori Cina ini bisa diterima. Dalam beberapa sumber lokal ditulis
bahwa raja pertama Islam di jawa, yaitu Raden Patah dari Dmak, adalah seorang
keturunan Cina. disebutkan Ibu sang raja berasal dari daerah Campa, yakni Cina
bagian selatan (Kini Vietnam). Hal ini diperkuat oleh Hkayat Hasannudin dan Sejarah
Banten, dimana nama dan gelar raja-raja demak itu ditulis dengan memakai istilah
Cina, seperti “Jin bun”, “Cek Ko po“, “Cu-cu’‘, “Cun Ch”, serta “Cek Ban Cun”.
Bukti-bukti lainnya bisa dilihat dari masjid-masjid tua yang mengandung nilai
arsitektur Tiongkok yang dibangun oleh bangsa Cina di berbagai wilayah di pulau
Jawa.

BAB III
PRNUTUP
A.

Kesimpulan
Hasil penelusuran sejarah menunjukkan bahwa cikal bakal pendirian

pesantren pada awal ini terdapat di daerah -daerah sepanjang pantai utara Jawa,
seperti Giri (Gresik), Ampel Denta (Surabaya), Bonang (Tuban), Kudus, Lasem, dan
Cirebon. Kota-kota tersebut pada waktu itu merupakan kota kosmopolitan yang
menjadi jalur penghubung perdagangan dunia, sekaligus tempat persinggahan para
pedagang dan mubalig Islam yang datang dari Jazirah Arab seperti Persia dan Irak.
Pesantren di Indonesia tumbuh dan berkembang sangat pesat. Sepanjang abad ke- 18
sampai dengan abad ke -20, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam semakin
dirasakan keberadaannya oleh masyarakat secara luas, sehingga kemunculan
pesantren di tengah masyarakat selalu direspons positif oleh masyarakat.
Saat mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, para kiai pesantren
memahami dan menerapkan betul kalimat “Hubbul wathan minal iman”, cinta tanah
air adalah sebagian dari iman. Sehingga apapun akan mereka lakukan untuk
mempertahankan kemerdekaan tersebut. Meski harus mengkorbankan nyawa
sekalipun.
Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang
memungkinkan terjadinya perubahan sejarah yang sangat cepat.Keterbukaan
menjadikan pengaruh luar tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian
disesuaikan dengan budaya yang dimilikinyam, maka lahirlah dalam bentuk baru

yang khas Indonesia. Misalnya: Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua
tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai
pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya
Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar.
Islam berhasil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol
kesatuan.Berbagai agama lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat
Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh
kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterim