Mengembangkan Cara Berpikir Kritis dan

Mengembangkan Cara Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis agar
Anak Menyukai Matematika
dibuat untuk memenuhi tugas Psikologi Pendidikan
Avianti Permata Yuniar
mahasiswi Pendidikan Matematika semester II
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
aviantyuniar@gmail.com

Abstrak
Matematika merupakan mata pelajaran yang menarik untuk dibahas dan selalu
menjadi sorotan dan perhatian itu dikarenakan rendahnya prestasi belajar matematika
yang diperoleh mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi terbukti dengan hasil Ujian
Nasional dari tinggkat SD hingga sekolah menengah matematika menjadi bidang studi
yang memiliki rata-rata dibawah bidang studi lainnya yang diujiankan. Pada umumnya
para sisiwa memiliki pendapat khusus mengenai salah satu pelajaran yang berhubungan
dengan angka ini, kebanyakan dari mereka kurang menyukai matematika atau bahkan
membenci matematika tetapi tetap masih saja matematika memiliki ruang khusus bagi
para pencintanya.
Peran guru sebagai pembimbing dan pendidik sangat menentukan perkembangan
perserta didik di dalam proses belajar, guru matematika harus cerdik mensiasati
pembelajaran agar siswanya mampu menyerap materi-materi yang diberikan tepat

sasaran.
keyword : mengapa anak membenci matematika, berpikir kritis dan kreatif matematis,
teori kognitif.
I. Pendahuluan
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran eksak yang dipelajari di semua
bidang, oleh karena itu matematika telah diajarkan sejak kita kecil hingga dewasa
bertahap sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Kebanyakan orang dewasa akan
mengakui bahwa matematika adalah sebuah mata pelajaran yang penting, tetapi hanya
sedikit yang memahami apa sebenarnya matematika itu. Untuk kebanyakan orang,
matematika adalah kumpulan aturan yang harus dimengerti, perhitungan-perhitungan
aritmatika, persamaan aljabar yang misterius, dan bukti-bukti geometris. Pandangan ini
sangat berbeda dengan pandangan terhadap matematika seperti data, bentuk, perubahan,

1

atau pola. Banyak orang dewasa mengatakan “saya tidak pernah baik dalam matematika”.
Bagaimana pandangan seperti ini bisa menjadi lazim di masyarakat kita? Jawaban terbaik
dapat ditemukan dalam pendekatan tradisional mengajar matematika.
Pengajaran tradisional, yang masih merupakan pola pengajaran utama, biasanya
dimulai dengan penjelasan tentang ide-ide yang terdapat pada halaman buku yang

dipelajari, kemudian diikuti dengan menunjukkan kepada siswa bagaimana mengerjakan
latihan soal. Bahkan ketika siswa berkegiatan, guru konvensional masih menuntun siswa
bagaimana menggunakan materi yang dipelajari untuk mengerjakan latihan. Para siswa
menyandarkan kepada guru untuk menentukan apakah jawabannya benar. Anak-anak
yang mendapat pengalaman seperti ini akan mempunyai pandangan bahwa matematika
adalah sederetan aturan yang tidak ada polanya yang dibawa oleh guru. akibatnya anakanak dijauhkan dari sumber pengetahuan yang sebenarnya sangat baik.
Pandangan di atas merupakan penyimpangan yang jauh tentang apa sebenarnya
matematika itu. Hal ini sangat tidak menyenangkan. Hanya sedikit anak yang baik dalam
belajar aturan dan memperoleh nilai baik, tetapi mereka bukanlah pemikir terbaik di
dalam kelas. Sistem tradisional mengahargai belajar aturan tetapi memberi sedikit
kesempatan untuk mengerjakan matematika.
II. Pembahasan
Mengapa Anak Membenci Matematika?
Masalah dalam matematika terbagi menjadi dua, yaitu masalah rutin atau soal
rutin dan soal nonrutin atau soal nonrutin. Masalah rutin atau soal rutin adalah soal
latihan biasa yang prosedur penyelesaiannya dipelajari di kelas, biasanya soal rutin hanya
membahas mengenai materi yang sedang diajarkan di kelas sedangkan masalah nonrutin
atau soal nonrutin adalah soal yang prosedur penyelesaiannya membutuhkan pemikiran
lebih lanjut karena prosedur penyelesaiannya tidak sama dengan yang diajarkan di kelas.
Selain dua masalah tentang jenis soal yang dihadapi, umumnya masalah yang

sering kita lihat adalah rendahnya minat belajar siswa terhadap mata pelajaran
matematika. Mereka mengurungkan untuk mengucapkan menyukai matematika. Hal

2

inilah yang perlu kita soroti sebagai masalah utama sehingga kita sebagai pendidik bisa
mengarahkan mereka untuk membuang pandangan mereka tentang matematika.

Inilah beberapa alasan yang telah dikelompokan mengapa anak membenci matematika
yang diambil dari pendapat mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan untuk
menjadi guru sekolah dasar yang juga di-iyakan oleh sebagian guru. Mereka diminta
untuk merefleksikan pengalaman mereka sendiri belajar matematika, :
Guru
 - Saya memiliki guru yang buruk menyampaikan tidak menyukai matematika
 - Guru pergi terlalu cepat dan tidak tahu bagaimana menjelaskan hal-hal dengan jelas
 - Kebanyakan pelajaran matematika itu membosankan
Siswa
 - Saya terlalu takut untuk bertanya karena saya tidak ingin terlihat bodoh.
 - Anda memiliki otak matematika atau tidak
Subjek

 - Hanya ada satu cara untuk menyelesaikan matematika dan Anda bisa
mendapatkannya
atau tidak
 - Jika Anda melewatkan pelajaran maka Anda tidak dapat menangkap
Berdasarkan beberapa alasan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa selain sosok
seorang guru yang dapat membimbing siswa agar menjadikan matematika sebagai mata
pelajaran yang tidak menyeramkan atau membosankan, kita juga perlu memutar otak
anak agar pola pikirnya dapat seimbang dengan pola-pola pembelajaran matematika yang
lebih mengutamakan kecerdasan logika. Anak sebagai sasaran guru perlu kita kenali
dengan baik sehingga kita dapat menjalankan strategi pembelajaran yang tepat.
Menurut buku ’The Goal of Educational Psycology’ karakteristik guru yang
efektif adalah :
1.

memiliki rasa humor

2. dapat membuat suasana kelas menyenangkan

3


3. memilki pengetahuan tentang materi-materinya
4. dapat menerangkan hal-hal dengan jelas
5. menghabiskan waktu untuk membantu siswa
6. adil membagi waktu kepada siswanya
7. memperlakukan siswa layaknya orang dewasa
8. berhubungan baik dengan siswa
9. dapat memahami apa yang siswa rasakan
10. tidak menunjukan pilih kasih terhadap siswa
Cara Matematika Diajarkan
Skemp (1986) merasa bahwa bagaimana cara matematika diajarkan kontribusi
terhadap perkembangan kecemasan terhadap matematika. Dia menyarankan bahwa
belajar menghafal matematika menyebabkan anak untuk mengembangkan kecemasan
terhadap matematika. Anak-anak sering berhasil dalam belajar matematika sederhana
berdasarkan hafalan, tetapi sebagai matematika menjadi lebih kompleks mereka tidak
bisa

lagi

hanya


belajar

aturan

untuk

mencakup

semua

situasi.

Ketika mereka menjadi terkena pemecahan masalah situasi anak tidak dapat lagi
menerapkan metode-belajar hafalan. Hal ini membantu menjelaskan mengapa banyak
anak mulai menikmati matematika tetapi karena mereka mendapat giliran lebih tua dari
matematika.
Skemp juga mencatat dilema yang dihadapi oleh para guru yang ingin mengajar
anak-anak dengan pemahaman ketika semua mereka ingin belajar adalah 'bagaimana'
daripada 'mengapa'. Demikian juga anak-anak yang ingin tahu 'mengapa' frustasi ketika
hanya mengajarkan 'bagaimana'.

Aplikasi Teori Kognitif dalam Pembelajaran
Jean Piaget mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif
mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk
menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah
pemahaman mereka terhadap dunia.

4

Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan
dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita
diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang
telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi
dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam
pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika
individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Berdasarkan teori kognitif yang dikemukan oleh Piaget kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas
belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses
internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah

banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi
dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana dilakukan dalam pendekatan
behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat
diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan pengaplikasiannya
dalam kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya.
Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik,
terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena dengan
hanya mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan
pengalaman atau informasi baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki si
belajar.
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermaknsa daripada belajar menghafal. Agar
bermakna, informasi baru harus disesuaikan dandihubungkan dengan pengetahuan


5

yang telahdimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa
yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajra siswa. Perbedaan tersebut misalnya
pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.
Setelah guru mengetahui penerapan aplikasi teori kognitif guru juga dihadapkan
dengan masalah kemampuan siswa dalam menyerap materi, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya secara umum matematika lebih condong menggunakan kecerdasan logika
dimanding kecerdasan yang lain, tapi perlu diingat bukan berarti kecerdasan lainnya tidak
digunakan.
Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan berpikir, secara singkat
kemampuan berpikir adalah kegiatan mental saat menghadapi masalah atau situasi khusus
untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan atau memenuhi hasrat
keingintahuan (memahami sesuatu). Kemampuan berpikir siswa dalam proses
pembelajaran dapat menjadi tolak ukur kemampuan mereka menerima materi-meteri
yang telah diajarkan. Secara spesifik, sebagai seorang pendidik kita perlu membimbing
anak untuk berpikir kritis dan kreatif matematis agar mereka menyukai matematika.
Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis

Berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan perwujudan dari berpikir tingkat
tinggi (higher order thinking). Dalam bidang pendidikan (Aisyah, 2008:21), berpikir
kritis didefinisikan sebagai pembentukan kemampuan aspek logika seperti kemampuan
memberikan argumentasi, silogisme dan pernyataan yang proposional. Sedangkan
berpikir kreatif menurut Jim Wheeler, adalah “Menggunakan keterampilan berpikir untuk
membuat hubungan yang baru dan berguna untuk membuat sesuatu yang baru, unik dan
berbeda dari sesuatu yang lama”.
Kemampuan berpikir kritis matematika mencakup:


Kemampuan mengidentifikasi asumsi yang diberikan;



Kemampuan merumuskan pokok-pokok permasalahan;

6




Kemampuan menentukan akibat dari suatu ketentuan yang diambil;



Kemampuan mengungkap data/definisi/teorema dalam menyelesaikan masalah;
Indikator dari berpikir kreatif matematika adalah kritis, logis, analitis, detail,

sistematik, fleksibel, orisinil, elaborasi, terbuka-divergen.Tahapan proses berpikir kreatif
mengalir melalui lima tahap:
(1) tahap persiapan (mendefinisikan masalah, tujuan atau tantangan)
(2) tahap inkubasi (mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran)
(3) tahap iluminasi (tingkat inspirasi dikelola dan dikembangkan sehingga menjadi suatu
hasil);
(4) tahap verifikasi (perbaikan dan penyempurnaan);
(5) tahap aplikasi (mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi tersebut).
Sedangkan kreativitas dalam berpikir seorang siswa untuk menyelesaikan berbagai
persoalan matematika dapat juga dilihat dari berbagai indikator, yaitu :
1. Siswa memberikan respons yang positif dan berusaha mencari solusi terhadap
suatu permasalahan dan pertanyaan
2. Suka mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain serta cepat
tanggap terhadap suatu persoalan
3. Bersifat kritis dan berpikir logis
4. Tidak monoton dan mampu memahami berbagai macam referensi
5. Sistematis dalam penyelesaian soal
Individu dengan rasa percaya diri (efficacy) yang tinggi mampu mengontrol diri secara
internal,

menghasilkan

pengetahuan

yang

baru,

berkeinginan

belajar

secara

berkelanjutan, berani menghadapi masalah dan berusaha mencari solusi, bersikap
optimis, percaya diri dan mampu memodifikasi diri. Ini merupakan daya penunjang dari
untuk berpikir kreatif.

7

Perbandingan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif.

No

Berpikir Kritis

Berpikir Kreatif

1

Analitis

Mencipta

2

Mengumpulkan

Meluaskan

3

Hirarkis

Bercabang

4

Peluang

Kemungkinan

5

Memutuskan

Menggunakan keputusan

6

Memusat

Menyebar

7

Obyektif

Subyektif

8

Menjawab

Sebuah jawaban

9

Otak kiri

Otak kanan

10

Kata-kata

Gambaran

11

Sejajar

Hubungan

12

Masuk Akal

Kekayaan, kebaruan

13

Ya, akan tetapi....

Ya, dan ………

Jika siswa sudah memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif maka mereka dapat
dengan mudah akan menerapkan tahap dan strategi memecahkan masalah secara
sistematis .
Tahap Memecahkan Masalah Menurut Polya (1957, dalam Aisyah, 2007) Tahap
memecahkan masalah dibagi menjadi 4 tahap penting, yaitu :
1.Memahami masalah
2.Membuat rencana untuk menyelesaikan masalah
3.Melaksanakan penyelesaian soal
8

4.Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh
Strategi Memecahkan Masalah Menurut Polya (1973, dalam Shadiq, 2004)

strategi

memecahkan masalah terdiri dari 10 strategi, yaitu :
1.Mencoba-coba.
2.Membuat diagram.
3.Mencobakan pada soal yang lebih sederhana.
4.Membuat tabel.
5.Menemukan pola.
6.Memecah tujuan.
7.Memperhitungkan setiap kemungkinan.
8.Berpikir logis.
9.Bergerak dari belakang.
10.Mengabaikan hal yang tidak mungkin
III. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dengan konsep pembelajaran yang mengembangkan siswa untuk berpikir kritis
dan kreatif dapat menjadikan aktif dalam proses belajar sehingga selain tercipta
kemandirian belajar siswa juga dapat merasakan bagaimana asiknya matematika.
Saran
Sebagai orang tua ’kedua’ siswa di sekolah guru memiliki tanggung jawab yang
besar kepada anak didiknya oleh karena itu mengetahui psikologi anak didiknya adalah
cara yang sangat tepat guna menerapkan strategi seperti apa yang harus dipilih agar
siswanya menguasai pelajaran yang diajarkannya dengan baik supaya mereka tidak
membenci pelajaran yang kita ajarkan, sehingga kita bisa menjadi guru yang baik bagi
peserta didik.

9

Daftar Pustaka
Elvia Amelia . (2008). Hubungan Antara Self Regulated Learning dengan Kemampuan
Memecahkan Masalah pada Pembelajaran Matematika SMUN 53 di Jakarta
Timur. Tersedia pada
http://papers.gunadarma.ac.id/files/journals/5/articles/36/public/36-88-1-PB.pdf
diunduh pada tanggal 6 April 2013
Mustaji. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran .
Tersedia pada http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikirkritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran diakses pada tanggal 6 April 2013
Roby (2011). Berpikir Kreatif dalam pembelajaran matematika. Tersedia pada
http://robymatematika.wordpress.com/2011/12/21/berpikir-kreatif-dalampembelajaran-matematika/ diakses tanggal 12 April 2013
Swan Paul (2004). I Hate Mathematics. Tersedia pada
http://www.mav.vic.edu.au/files/conferences/2004/Swan.pdf diunduh pada
tanggal 12 April 2013
Wibawa, Kadek Adi (2012). Pandangan Konvensional Tentang Matematika. Tersedia
pada http://adimath17.wordpress.com/2012/12/24/pandangan-konvensionaltentang-matematika/ diakses tangal 6 April 2013

10

11