MAKALAH HUKUM EKONOMI KELOMPOK 4 HUKUM P

MAKALAH HUKUM EKONOMI
“ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN ARBITRASE
DALAM SENGKETA PENANAMAN MODAL”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
CHELSIA FATWA

1609110473

DITA FEBRIYANTI

1609114766

MAHARANI

1609123567

RANA NAVISAH

1609114464


RANI OKTAVIA

1609114315

SURATUN

1609110177
DOSEN :

IRAWAN HARAHAP, SH.,SE.M.Kn.,LLA
KELAS I (B3)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
2017
1

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,

karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Analisis Hukum Terhadap Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Penanaman Modal” ini
dengan baik, meskipun banyak kekurangan didalamnya. Pada kesempatan kali ini kelompok
kami ingin menyampaikan terimakasih kepada Bapak Irawan Harahap, SH.,SE.M.Kn.,LLA
selaku dosen pembimbing mata kuliah Hukum Ekonomi karena telah membimbing kami dalam
menyusun makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Hukum Penanaman Modal. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di
masayang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.Terimakasih

Pekanbaru, 30 Maret 2017

Penyusun

2

DAFTAR ISI


Halaman
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................

i
ii

I.

PENDAHULUAN...............................................................................
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1.2. Rumusan Masalah........................................................................
1.3. Tujuan Penulisan ..........................................................................

4
4
4
5


II.

TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
2.1. Sejarah Perkembangan Penanaman Modal..................................
2.2. Bentuk Kerjasama Penanaman Modal ........................................
2.3. Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal...............................
2.5. Penanaman Modal Dalam Negeri ...............................................
2.6 Penanaman Modal Asing ............................................................

6
6
8
11
12
17

III.

MATERI DAN METODE..................................................................
3.1. Hukum dan Kebijakan Pokok di Bidang Penanaman Modal

yang Berlaku Saat Ini ..................................................................
3.2. Masalah Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal....................
3.3. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul
AntaraPemerintah Dengan Investor Domestik............................
3.4. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul
Antara Pemerintah Dengen Investor Asing..................................
3.5. Analisis Hukum Terhadap Putusan Arbitrase Sengketa
Penanaman Modal Dalam Kasus Divestasi Saham Antara
Pemerintah Indonesia Dengan Pt.Newmont Nusa Tenggara.......

20

PENUTUP............................................................................................
5.1. Kesimpulan..................................................................................
5.2. Saran............................................................................................

31
31
31


DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

32

IV.

20
23
24
24
26

3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATARBELAKANG
Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna
melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan untuk
membangun kembali perekonomian Indonesia yang tertinggal dari negara-negara maju baik yang

ada di kawasan regional maupun kawasan global. Adapun salah satu sumber dana utama guna
memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan nasional
tersebut diperoleh melalui kegiatan penanaman modal atau investasi. Mengingat akan begitu
besarnya peran penanaman modal atau investasi bagi pembangunan nasional, maka sudah
sewajarnya penanaman modal atau investasi mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan
menjadi bagian yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab dengan
adanya kegiatan penanaman modal atau investasi Indonesia dapat mengolah segala potensi
ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil.
Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor setidak-tidaknya
dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity (investasi mampu memberi
keuntungan secara ekonomis bagi investor); kedua, political stability (investasi akan sangat
dipengaruhi stabilitas politik); ketiga, legal certainty atau kepastian hukum.
Dalam penanaman modal akan timbul sebgketa yang mana memiliki jalan berbeda untuk
menyelesaikan sengketa tersebut, salah satunya yakni melalui Arbitrase.Salah satu kasusu
penanaman modal yang diselesaikan melalui jalan arbitrase yakni “Kasus Divestasi Saham
Anatara Pemerintah Indonesia Dengan Pt.Newmont Nusa Tenggara”.
1.2

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latarbelakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:

1. Hukum Dan Kebijakan Pokok Dibidang Penanaman Modal Yang Berlaku Saat Ini.
2. Masalah Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal.

4

3. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul AntaraPemerintah Dengan
Investor Domestik.
4. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul AntaraPemerintah Dengan
Investor Asing.
5. Analisis Hukum Terhadap Putusan Arbitrase Sengketa Penanaman Modal Dalam
Kasus Divestasi Saham Anatara Pemerintah Indonesia Dengan Pt.Newmont Nusa
Tenggara.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan masalah yang akan dibahas maka penulis mengharapkan tercapainya tujuan
penulisan yaitu:
1.

Memahami Hukum Dan Kebijakan Pokok Dibidang Penanaman Modal Yang
Berlaku Saat Ini.


2.

Mengetahui Masalah Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Mungkin
Terjadi.

3.

Mampu menganalisa Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul
AntaraPemerintah Dengan Investor Domestik.

4.

Mampu menganalisa Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Yang Timbul
AntaraPemerintah Dengan Investor Asing.

5.

Memahami Analisis Hukum Terhadap Putusan Arbitrase Sengketa Penanaman
Modal Dalam Kasus Divestasi Saham Anatara Pemerintah Indonesia Dengan
Pt.Newmont Nusa Tenggara.


5

BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN PENANAMAN MODAL
2.1.1 Latar Belakang
Dibanding dengan negara-negara lain khususnya negara-negara maju, tntu saja
penanaman modal khususnya Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia belumlah
seberapa lama.Munculnya penanaman modal asing pertama kali diawali dengan
meletusnya revolusi industri di Eropa pada tahun 1760 khususnya di Inggris dan menajalar
ke Amerika pada 1860.
Kehadiran penanaman modal atau investasi swasta yang memunculkan banyaknya
industri ternyata membawa akibat lain yakni, nasib buruh pada permulaan dipacunya
pertumbuhan industri keadaannya sangat menyedihkan.
Seiring dengan kemajuan di lapangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta
perhubungan yang semakin singkat, tentu saja penanaman modal mengalami
perkembangan yang sangat pesat apalagi setelah terjadinya perang dunia kedua. Dalam
keadaan demikian Amerika Serikat sebagai suatu negara yang sudah mempunyai tingkat
industri yang besar dan telah mapan melancarkan suatu rencana perbaikan terhadap Eropa

dengan nama Marshall Plan guna membangun kembali Eropa yang telah hancur melalui
pelaksanaan restruksturisasi dengan memanfaatkan investasi langsung modal swasta
Amerika yang besar.
Dalam hal ini Amerika kembali berperan dan membuat suatu rencana terhadap
perbaikan perekonomian Jepang melalui suatu penandatanganan persetujuan serta
pernyataan agar Jepang tidak lagi melakukan ekspansi militer.
Menggaris bawahi peran yang dimainkan oleh penanaman modal khususnya
Penanaman Modal Asing (PMA) bagi perkembangan industrialisasi di belahan Eropa dan
Amerika seperti di Inggris pada tahun 1760, Amerika tahun 1860 serta Perancis 1789,
ternyata peran penanaman modal bagi perkembangan industrialisasi sangatlah menopang.1
2.1.2

Pengertian Penanaman Modal
Penanaman modal terbagi menjadi 2:

1 Dr. Aminuddin Ilmar SH., M. Hum, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: PT. Prenada Media Group,
2007), hlm. 4-8

6



Penanaman modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan pasal 1 UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), yaitu
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan olah penanam modal dalam negeri dengan modal
dalam negeri. Pengertian penanam modal dalam negeri adalah perseorangan
warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, atau daerah yang melakukan
penanaman modal diwilayah negara Republik Indonesia. Badan usaha
Indonesia yang dimaksudkan disini dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Berdasarkan pasa 5 ayat 1 UUPM, dijelaskan bahwa PMDN dapat dilakukan
dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan
hukum, atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pasal 5 ayat 3 UUPM lebih lanjut menjelaskan,
penanaman modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal



dalam bentuk PT.2
Penanaman Modal Asing (PMA)
Berdasarkan pasal 1Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA,
Disebutkan bahwa :
“pengertian penanaman modal asing di dalam undang-undang ini hanyalah
meliputi penanaman modal asing secara langsung yang diadakan menurut
atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan yang digunakan untuk
menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal
secara langsung menanggung resika dari penanaman modal tersebut”.3

2https://id.m.wikipedia.org/wiki/Penanaman_Modal_Dalam_Negeri (diakses tanggal 29 Maret 2017)
3Dr. Aminuddin Ilmar SH., M. Hum, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: PT. Prenada Media Group,
2007), hlm. 4-8

7

2.2 BENTUK KERJASAMA PENANAMAN MODAL
2.2.1 Pengaturan Kerjasama Penanaman Modal
Pengaturan pemerintah dalam menetapkan bentuk usaha kerja sama (jointventure) antara penanaman modal asing dengan modal nasional dalam penjabarannya
dilaksanakan pertama kali melalui instruksi Presidium Kabinet Nomor 36/U/IN/6/1967
yang ditetapkan dalam bentuk kerja sama joint enterprise(perusahaa campuran) yang
merupakan salah satu bentuk usaha kerja sama (joint-venture).
Pada tanggal 22 Januari 1974 Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berkaitan
dengan masalah kerja sama penanaman modal asing dengan modal nasional Indonesia.
Adapun kebijaksanaan tersebut menyangkut 2 hal, yaitu :
 Meningkatkan peranan perimbangan partisipasi dalam pengelolaan modal antara


modal asing dengan modal nasional.
Menyusun daftar skala prioritas penanaman modal.
Pengaturan lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dalam hal

pelaksanaan usaha kerja sama (joint-venture) antara penanaman modal asing dengan
modal nasional mengubah kebijakan tahun 1974 yakni dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam
Perusahaan Penanaman Modal Asing yang ditetapkan pemerintah pada tanggal 16 April
1992. Pengaturan tersebut diikuti pula dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 32, 33, dan 34 Tahun 1992 yang bersangkut paut dengan masalah
bidang usaha, tata cara penanaman modal serta pertanahan untuk kegiatan penanaman
modal asing.
Dalam peraturan tersebut seperti yang tertuang dalam PP Nomor 17 tahun 1992
setidak-tidaknya mengatur 4 masalah pokok, yaitu :

2.2.2





Penentuan jumlah minimum modal yang ditanam
Penentuan bentuk usaha
Pengecualian terhadap ketentuan jumlah minimum modal yang ditanam dan



bentuk usaha
Penggunaan laba perusahaan4

Pengertian Bentuk Kerjasama Penanaman Modal

4Ibid.hlm. 48-51

8

Pengertian yang diberikan oleh Friedman tersebut dalam praktiknya tidak sesuai
dimana dalam pemakaiannya istilah “joint-venture” diartikan sebagai “suatu kerjasama
yang dilakukan secara bersama sama dan merupakan suatu perusahaan baru yang
didirikan secara bersama-sama oleh dua atau lebih pihak dengan menggabungkan
potensi usaha termasuk know how dan modal, dalam perbandingan yang telah
ditetapkan menurut perjanjian yang telah sama-sama disepakati”.
Melihat pengertian yang dikemukakan oleh Friedman, maka dapat disimpulkan
beberapa ciri dari suatu usaha kerja sama :
 Suatu perusahaan baru atau badan hukum baru yang didirikan oleh perorangan


maupun badan hukum swasta asing dengan pihak modal nasional
Modal perusahaan “joint-venture” terdiri dari know-how dan modal saham yang
disediakan oleh para pihak, dengan kekuasaan baik manajemen maupun



pengambilan keputusan sesuai dengan banyaknya saham yang ditanam
Para pihak yang mendirikan perusahaan tersebut tetap memiliki eksistensi dan



kemerdekaan masing-masing
Khusus untuk Indonesia seperti yang dikenal sekarang ini merupakan kerja sama
antara modal asing dengan modal nasional.

2.2.3


Bentuk Kerja Sama
Joint-Venture
Joint-venture adalah suatu usaha kerja sama yang dilakukan antara penanaman
modal asing dengan modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian atau
kontrak belaka (kontraktuil), dimana tidak membentuk suatu badan hukum baru



seperti halnya pada joint-enterprise.
Joint-Enterprise
Joint-enterprise merupakan suatu kerja sama antara penanaman modal asing dengan
penanaman modal dalam negeri dengan membentuk suatu perusahaan atau badan
hukum baru sesuai dengan yang diisyaratkan dalam Pasal 3 UU PMA. JointEnterprise merupakan suatu perusahaan terbatas, yang modalnya terdiri dari modal



dalam nilai rupiah maupun dengan modal yang dinyatakan dalam valuta asing.
Kontrak Karya
Kontrak karya merupakan suatu bentuk usaha kerja sama antara penanamana modal
asing dengan modal nasional terjadi apabila penanam modal asing membentuk
badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerja sama
dengan suatu badan huku yang mempergunakan modal nasional. Bentuk kerja sama
9

kontrak karya hanya terdapat dalam perjanjian kerja sama antara badan hukum
milik negara (BUMN) seperti; Kontrak karya antara PN. Pertamina dengan PT.
Caltex Pasific Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari Caltex International


Petroleum yang berkedudukan di Amerika Serikat.
Production Sharing
Production sharing atau bagi hasil, oleh karena yang diperoleh dari pihak asing ini
beserta bunganya akan dikembalikan dalam bentuk hasil produksi perusahaan yang
bersangkutan, yang biasanya dikaitkan dengan suatu ketentuan mengenai kewajiban
perusahaan Indonesia untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit.
Dengan kata lain, bahwa production sharing adalah suatu perjanjian kerja sama
kredit antara modal asing dengan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban



kepada pihak Indonesia untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit.
Penanaman Modal dengan DICS-Rupiah
Penanaman modal dengan DICS-Rupiah merupakan suatu bentuk campuran atau
variasi antara kredit dengan penanaman modal. Penanaman modal dengan DICSRupiah ini kredit modal asing yang telah harus dikembalikan kepada kreditornya
oleh pihak Indonesia dengan adanya ketentuan Instruksi Presidium Kabinet Nomor
28/EK/IN/5/1967 yang pada prinsipnya menyatakan bahwa tagihan-tagihan para
kreditor asing yang menyangkut utang-utang yang tidak dijamin oleh pemerintah



asing dapat diubah menjadi penanaman modal asing di Indonesia.
Penanaman Modal dengan Kredit Investasi
Penanaman modal dengan menggunakan kredit investasi adalah merupakan
kebijaksanaan pemerintah pada tahun 1970 dengan dikeluarkannya Keputusan



Menteri Negara Ekonomi, Keuangan, dan Industri Nomor 21/MENKUIN/4/1970.
Portofolio Investment
Penggabungan modal asing dengan modal nasional dalam bentuk portofolio
investment tidak diatur dalam UU Nomor 1 tahun 1967.Akan tetapi, di dalam
praktik yang dilakukan oleh para pemodal dalam negeri khususnya pemodal WNI
keturunan, penanaman modal asing semacam ini telah lama dilaksanakan dan
dilakukan secara meluas.

2.3 PENYELENGGARA URUSAN PENANAMAN MODAL

10

Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya dan mengurus diri sendiri
urusan penanaman modal berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan atau
dekonsentrasi. Untuk itu, Undang-Undang penanaman modalnomor 25 tahun 2007,
dalam BAB XIII pasal 30 mengatur mengenai penyelenggaraan utusan penanaman
modal. 5
Dalam ayat(1) dikatakan bahwa pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
daerah menjamin kepastian dan keamanan bagi pelaksanaan penanaman nodal baik
PMDN maupun PMA. Pembagian wewenang pemerintah pusat dan daerah :6
2.3.1

Pemerintah pusat

1. Menurut ayat (4), penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya
lintas provinsi menjadi urusan Dan kewenangan pemerintah pusat
2. Menurut ayat (7), urusan penanaman modal yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat
a) Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan
b) Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas nasional
c) Penanaman modal yang terkait pemersatu dan penghubung antar wilayah
3. Menurut ayat (8), urusan penanaman modal yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat dapat dilaksanakan oleh pemerintah pusat sendiri atau di
delegasikan kepada gubernur sebagai wakil daerah.
2.3.2

Pemerintah daerah
1. Menurut ayat(2), pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman
modal yang menjadi kewenangannya, kecuali yang bersangkutan dengan
urusan pemerintah
2. Menurut ayat (3), penyelenggara urusan pemerintah dibidang penanaman
modal merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan kriteria
eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi kegiatan penanaman modal

5Ana Rokhmatussa’dyah,S.H.,M.H.dan Suratman, S.H.,M.Hum.Hukum Investasi dan Pasar Modal.(Sinar
Grafika:Jakarta.2010).hlm.96
6Ibid., hlm.97

11

3. Menurut ayat (5), penyelenggaraan penanaman modalyang ruang
lingkupnya limtas kabupaten menjadi urusan pemerintah provinsi.
4. Menurut ayat (6), penyelenggaraan penanaman modal yang ruang
lingkupnya berada dalam satu kabupaten menjadi

urusan pemerintah

kabupaten
5. Menurut ayat(8), penyelenggaraan urusan yang di delegasikan oleh
pemerintah pusat.
2.4 PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI
Istilah modal dalam negeri berasal dari bahasa Inggris, yaitu domestic
capital.Pengertian Modal Dalam Negeri (MDN) dapat kita baca dalam Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Modal
Dalam Negeri (MDN) adalah :
“bagian dari pada kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan bendabenda, baik yang dimiliki oleh negera maupun swasta nasional atau swasta asing
yang berdomisisli di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan
sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing”.7
Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal juga disebutkan pengertian Modal Dalam Negeri (MDN). Modal
Dalam Negeri (MDN) adalah :
“modal yang dimiliki oleh negera Republik Indonesia, perseorangan warna negera
Indonesia, dan atau badan usaha Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk
badan hukum atau tidak badan hukum”.
Sementara itu, Istilah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berasal dari
bahasa Inggris, yaitu domestic investment.Pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) kita temukan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri. Penanaman Modal Dalam Negeri adalah :
7Salim HS.,S.H.,M.S dan Budi Sutrisno, S.H.,M.Hum.Hukum Investasi di Indonesia.(PT.Raja Grafindo
Persada:2008).hlm.103

12

“Pengunaan daripada kekayaan seperti tersebut dalam Pasal 1, baik secara
langsung atau tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan
ketentuan-ketentuan undang-undang ini.”
Penggunaan kekayaan secara langsung adalah pengunaan modal yang digunakan
secara langsung oleh investor domestik untuk pengembangan usahanya, sedangkan
penggunaan secara tidak langsung merupakan penggunaan modal yang digunakan tidak
secara langsung untuk pengembangan usaha. Pelaksanaan penanaman modal itu
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.8
Pihakyang dapatmenjadi penanam modal dalam negeri adalah :
1. Orang-perorangan warga negara indonesia, dan atau
2. Badan usaha Indonesia, dan atau
3. Badan hukum Indonesia.9

a. Landasan Yuridis Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penanamnmodal dalam
negeri adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentangpenanaman modal dalam
negeri. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
terdiri atas 10 bab dan 25 pasal. Hal- hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Negeri meliputi :
1.

Pengertian penanaman modal dalam negeri (Pasal 1 dan pasal 2);

2.

Pengertian perusahaan nasional dan perusahaan asing (Pasal 3);

3.

Bidang usaha (Pasal 4);

4.

Izin Usaha (Pasal 5);

5.

Batas waktu berusaha (Pasal 6 sampai dengan Pasal 8);

6.

Pembebasan dan keringanan perpajakan (Pasal 9 sampai dengan Pasal 17);

7.

Tenaga kerja (Pasal 18 Sampai dengan Pasal 20);

8.

Kewajiban-kewajiban lain (Pasal 21 sampai dengan Pasal 22);

8Ibid.hlm.104
9Ibid.hlm.105

13

9.

Ketentuan-ketentun lain (Pasal 28 sampai dengan Pasal 24); dan

10. Ketentuan penutup (Pasal 25). 10
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan Dan Tambahan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dinyatakan
tidakberlaku lagi dan telah dicabut dengan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Dengan demikian, bahwa menjadi payung hukum
daripenanaman investasi di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentangpenanaman Modal.Ketentuan-ketentuan tentang penanaman dalam negeri
dalam Undang-Undang tersebut meliputi :
1. Pasal 1 angka 2, angka 7 tentang pengertian penanaman modal dalam negeri dan
modal dalam negeri;
2. Pasal 3 tentang asas dan tujuan penanaman modal;
3. Pasal 4 tentang kebijakan dasar dasar penanaman modal;
4. Pasal 5 ayat (1) tentang bentuk badan usaha;
5.

Pasal 6 ayat (1) tentang perlakuan terhadap penanaman modal

6. Pasal 9 tentang tanggung jawab hukum yang belum diselesaikan oleh penanam
modal;
7. Pasal 10 tentang penggunaan tenaga kerja;
8. Pasal 11 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial;
9. Pasal 12 tentang bidang usaha;
10. Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab
penanam modal;
11. Pasal 18 sampai dengan Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 24 tentang fasilitas penanam
modal;
12. Pasal 32 ayat (1) sampai dengan ayat (3) tentang penyelesaian sengketa;
13. Pasal 33 sampai dengan Pasal 34 tentang sanksi.

b. Bentuk Hukum Badan Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri
10Ibid.hlm.107

14

Investor domestik yang dapat melakukan Investasi di Indonesia Harus berbentuk
badan usaha. Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal telah ditentukan bentuk badan usaha yang dapat melakukan
penanaman modal dalam negeri. Ada dua bentuk badan usaha yang dapat melakukan
kegiatan Investasi Domestik, yaitu :
1. Berbentuk badan hukum, dan
2. Tidak berbentuk badan hukum.
Badan hukum dalam Bahasa Belanda disebut Rechtpersoon. Badan hukum adalah
himpunan dari orang sebagai perkumpulan, baik perkumpulan itu diadakan ataudiakui
oleh Pejabat umum, maupun Perkumpulan itu diterima sebagai diperolehkan, atau telah
didirikan maupun untuk maksud tertentu yang tidakbertentangan dengan undang-undang
dan kesusilaan yang baik (Pasal 1653 KUH Perdata ).
Didalam hukum positif Indonesia, ada dua jenis badan usaha yang telah diberi
status yuridis sebagai badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi.
Sementara itu, yayasan yang merupakan badan sosial, keagamaan dan kemarusiaan telah
mendapat status badan hukum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.11
Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995.
Pengertian Perseroan Terbatas (PT) diatur didalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 adalah:
“badan hukum yang didirikanberdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasaryang seluruhnya terbagi dalam saham,dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang”.
Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan perjanjian di depan notaris tidak
cukup untukdapat melakukan perbuatan hukum keluar, tetapi perseroan ituharus disahkan
akta pendiriannya oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Apabila telah disahkan, Perseroan
11Ibid.hlm.112

15

Terbatas baru dapat melakukan perbuatan hukum untuk dan atas namaPerseroan Terbatas
secara mandiri.
Koperasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Koperasi adalah
badan usaha yang beranggotakan orange atauseseorang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan (Pasal 1 ayat ( 1) UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian).
Hal pengesahan akta pendirian koperasi oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI merupakan momentum awal dari koperasi
tersebut memperoleh statusnya sebagai badan hukum sehingga dengan adanya status
tersebut,koperasi dapat melakukan perbuatan hukum secara mandiri.
Yayasan diatur dalam 2001 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. UndangUndangNomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan diartikandengan Yayasan adalah badan hukum yang terdiri
ataskekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untukmencapai tujuantertentu di bidang
sosial, keagamaan dan kemanusiaanyang tidak mempunyai anggota (Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor adalah Tahun 2001).
Menteri yang berwenang untuk melakukan pengesahan akta pendirian yayasan
adalah Menteri Hukum dan HAM RI.Namun, kewenangan pengesahan akta pendirian
oleh menteri tersebut dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Hakum dan
Hak Asasi Manusia atas namamenteri, yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan
yayasan. Pertimbangan pelimpahan wewenang pengesahan iniadalah untuk mempercepat
proses pemberian status yayasan sebagai badan hokum.Karena dengantelah ditetapkan
statushukum yayasan tersebut, yayasan sudah dapat melakukan perbuatan secara
mandiri.12
Badan usaha yang termasuk dalambadan usaha bukan badan hukum adalah :
1. Firma,

12Ibid.hlm.113-115

16

2. Komanditer13

2.6 PENANAMAN MODAL ASING (PMA)
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
ada dua istilah yang muncul, yaitu :
1. Penanaman modal asing, dan
2. Modal asing.
Istilah penanaman modal asing merupakan terjemahan bahasa dari Inggris,
foreigen investment.Pengertian penanaman modal asing dapat kita baca dalam Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Penanaman
modal asing adalah:
“Hanya meliputi modal asing secaralangsung yang dilakukan menurut atau
berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang dan digunakan menjalankan
perusahaan di Indonesia.”14
Pengertian dilakukan secaralangsung adalah investor secara langsung akan
menangggung resiko yang akan dialami dari penanam modal tersebut. Makna dilakukan
menurut undang-undang adalah bahwa modal asing yang diinvestasikan di Indonesia oleh
investor asing harus didasarkan pada substansi, prosedur, dan syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan oleh
pemerintah Indonesia. Semua investor harus tunduk dan patuh terhadap berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kegiatan penanam modal ini dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan :
1. Modal asing sepenuhnya;, dan atau
2. Modal asing yang berpatunga dengan penanam modal dalam negeri, merupakan
modal asing yang bekerja sama dengan penanam modal Indonesia, dimana saham
13Ibid.hlm.117
14Ibid.hlm.147

17

yang dimiliki oleh pihak asing maksimal 95%, sedangkan pihak penanam modal
Indonseia, minimal modalnya sebesar 5%.
Dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing disebutkan bentuk modal asing antara lain :
1. Berbentuk valuta asing,
2. Alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan menajalankan perusahaan di
Indonesia,
3. Penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang yang dipergunakan dalam
perusahaan di Indonesia,
4. Keuntungan yang boleh ditransfer keluar negeri tetapi dipergunakan kembali di
Indonesia.15

a. Dasar Hukum Penanaman Modal Asing
Momentum dimulainya investasi asing di Indonesia adalah sejak diundangkannya
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Undang-undang
ini merupkan payung didalma menjalankan penanaman modal asing di Indonesia yang
terdiri atas 13 bab dan 31 pasal. Undang-undang ini telah dilakukan perubahan dan
penambahan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan
Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Pada
intinya perubahan dan penambahan ketentuan itu adalah berkaitan dnegan kelonggarankelonggaran perpajakan yang diberikan kepada penanam modal asing, terutama yang
menanamkan modalnya dalam bidang –bidang usaha terbuka bagi modal asing (Pasal 5
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tengan Penanaman Modal Asing).
Namun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Mdal Asing telah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi, yakni dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
15Ibid.hlm.149-152

18

tentang Penanaman Modal.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, mengatur tentang investasi asing dan investasi domestik. Ketentuan ketentuan
mengenai investasi asing adalah :
1. Pasal 1 angka 3, angka 6 dan angka 8 tentang Pengertian Penanaman Modal
Asing, Penanam Modal Asing dan Modal Asing;
2. Pasal 3 tentang Asas dan Tujuan Penanaman Modla Asing;
3. Pasal 4 tentang kebijakan dasar penanaman modal;
4. Pasal 5 ayat 2 () dan ayat (3) tentang bentuk badan usaha;
5. Pasal 6 tentang perlakukan terhadap penanam modal;16

16Ibid.hlm.152-157

19

BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 HUKUM DAN KEBIJAKAN POKOK DIBIDANG PENANAMAN MODAL YANG
BERLAKU SAAT INI
1. Menyederhanakan proses dan tata cara perizinan dan persetujuan dalam rangka
penanaman modal
Hal ini dilakukan dengan menerapkan peraturan, yaitu:
a) Kepres Nomor 115 tahun 1998 tentang perubahan atas Keputusan Presiden Nomor
97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal
b) Instruksi Presiden Nomor 22 Tahun 1998 tentang Penghapusan Memiliki
Rekomendasi Instansi Teknis dalam Permohonan Persetujuan Penanaman Modal
c) Instruksi Presiden Nomor 23 Tahun 1998 tentang Penghapusan Ketentuan Kewajiban
Memiliki Persetujuan Prinsip dalam Pelaksanaan Realisasi Penanaman Modal
Didaerah
d) Keputusan Mentri Negara Investasi/Kepala BKPM Nomor 30/SK/1998 tentang
Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan dalam
Rangka PMDN dan PMA
2. Membuka secara lebih luas bidang-bidang yang semula tertutup atau dibatasi terhadap
penanaman modal asing
Pemerintah dalam hal ini telah berupaya untuk membuka seluruh kegiatan
usaha yang termasuk dalam DNI (Daftar Negatif Investasi).Hal itu dilakukan dengan
mrnyempurnakan Keppres Nomor 96 Tahun1998 tentnag DNI.Dengan demikian
memberikan peluang investasi yang lebih luas bagi para investor domestik maupun
asing dan mengantisipasi arus liberalisasi investasi serta perdagangan dunia yang
berkembang pesat.
3. Menawarkan berbagai insentif di bidang perpajakan dan non-perpajakan17
a) PP Nomor 45 tahun 1996 tentang pajak penghasilan atas penghasilan wajib pajak
badan untuk usaha industri tertentu
b) PP Nomor 33 tahun 1996 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 44 Tahun 1997
mengenai tempat penimbunan berikat
17Ana Rokhmatussa’dyqah, S.H., M.H dan Suratman, S.H., M.Hum, Hukum Investasi & pasar modal.hlm.88

20

c) PP Nomor 3 tahun 1996 tentang perlakuan perpajakan bagi pengusaha kena pajak
berstatus Enreport Produksi untuk tujuan ekspor (EPTE) dan perusahan pengolahan
di kawasan Berikat
4. Menyempurnakan Berbagai Produk Hukum dengan Mengeluarkan Peraturan PerundangUndangan Baru yang Menjamin Iklim Investasi yang Sehat
a) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan
b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
d) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
5. Memyempurnakan Proses Penegakan Hukum dan Penyelesaian Sengketa yang Efektif
dan Adil
Dalam rangka menegakkan supremasi hukum serta mendapatkan tata cara
penyelesaian sengketa dibidang investasi, antara lain sebagai berikut.
a) Menetapkan Undang-Undanh nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa.
b) Menjadikan badan peradilan sebagai lembaga yang bebas dari pengaruh eksekutif
dengan mengembalikan fungsi pembinaan dan pengawasan hakim kepada mahkamah
agung.
c) Meratifikasi New York Convention on Recognition and Enforcement of Foreign
Arbitral Award of 1958 Yang mengakui
d) Dan menjadi dasar dari berlakunya keoutusan arbitrase baik atas snegketa investasi
yang diselesaikan melalui forum ICSID maupun sengketa yang diseleaaikan melalui
forum arbitrase dari ICC.
6. Meningkatkan Pengakuan dan Perlindungan HaKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)
Dalam konteks ini, indonesia telah melakukan penegakan. Hukum dalam
rangka pengakuan dan perlindungan HaKI. Yaitu:
a) Menyempurnakan ketentuan-ketentuan mengenai hak cipta dengan memberlakukan
undang-undang nomor 12 tahun 1997 dengan mengubah undang-undang nomor 6
tahun 1982 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 7 tahun 1987

21

b) Menyempurnakan ketentuan-ketentuan mengenai paten dengan undang-undang
nomor 13 tahun 1997 dengan mengubah Undang-UndangNomor 6 Tahun 1989
tentang pten
c) Menyempurnakan ketentuan-ketentuan mengenai merek dengan undang-undang
nomor 14 tahun 1997 dengan mengubah undangt-undang nomor 19 tahun 1992
tentang merek
d) Mertifikasi Trade Mark Law Treaty of 1994 dengan keppres nomor 17 tahun 1997
e) Meretifikasi Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulations Under the PCT of
1986 dengan keppresNomor 16 tahun 1997
f) Meratifikasi Paris Convention for the Protection of Industril Property and
Convention Establishing The World Intelectual Property Organization 1979 dengan
KEPPRES nomor 15 tahun 1997
7. Membuka Kemungkinan Kepemilikan Saham Asing yang Lebih Besar
Sesui dengan PP Nomor 20 thun 1994, dimujngkinkan kepemilikan saham
asing sebesar 100% pada perusahaan PMA. Keputusan Menteri Investasi/Kepala
BKPM Nomor 12/SK/1999 tentang partisipasi Modal dalam perusahaan holding
yang memberikan kesempatan baik bagi perusahaan asing maupun warga asing untuk
mendirikan usaha baru atau berpartisdipasi dalam permodlan perusahaan lain. Untuk
berprtisipasi dibidang permodalan harus membentuk bkepemilikan saham serta
sesuai dengan PP Nomor 15 tahun 1999 mengenaibentuk bentuk klaim yang dapat
dikompensasikan sebagai pembayaran saham.
8. Penyempurnaan tugas, fungsi, dan wewenang instansi terkait untuk dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik
Dalam rangka memberikan pelayanan lebih baik terhadap calon investor
maupun investor, maka BKPM terus meningkatkan kinerjanya seta meingkstkan
koordinasi dengan BKPMD, pemerintah derah maupun instansi-instansi terkait18
3.2 MASALAH PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL
Dalam rangka penyelesaian sengketa dibidang penanaman modal, kita perlu
mengacu pada international center for settlement of investment disputes (ICSID) yang
18Ibid.hlm.89-100

22

bertugas menyediakan berbagai kemudahan bagi pelaksana konsiliasi dan arbitrase
menyangkut sengketa yang timbul antara negara dimana investasitersebut dilakukan
dengan warga negara/badan hukum asing.
Yurisdiksi ICSID mencakup semua sengketa hukum yang langsung timbul dari
kegiatan investasi antar negara dengan warga negara/ badan hukum asing. Kedua pihak
yang bersengketa secara tertulis menyetujui penyelesaian kasus tersebut melalui
ICSID,persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Perselisihan yang
diselesaikan ICSID hanya merupakan sengketa hukum yang timbul dari penanaman
modal dan ICSID tidak mempunyai yurisdiksi terhadap perselisihan kepentingannya.19


Penyelesaian menurut cara konsoliasi
Penyelesaian cara ini dilakukan melalui conciation commison yang bertugas mencari
sumber

pokok

permasalahan

dan

menyelesaikan

dalam

suatu

rumusan

perjanjian/kesepakatan yang dapat diterima para pihak secara baik


Penyelesain menurut cara arbitrase
Keputusan majelis arbitrase dilakukan berdasarkan suara mayoritas serta bersifat
final dan mengikat kedua belah pihak. Meskipun bersifat final dalam hal tertentu
keputusan tersebut dapat diminta pembatalan apabila majelis tidan berfungsi
sebagaimana mestinya atau majelos nyata-nyata melebihi
kekuasaan/wewenangnya. 20

3.3 PENYELESAIAN

SENGKETA

PENANAMAN

MODAL

YANG

TIMBUL

ANTARAPEMERINTAH DENGAN INVESTOR DOMESTIK
Walaupun para investor telah menjalankan usahanya dengan baik,tidak tertutup
kemungkinan usaha yang dijalankannya menimbulkan persoalan dengan pihak pemerintah
maupun masyarakat sekitarnya.
Investasi dari aspek pembiayaannya dibagi mejadi dua macam, yaitu investasi yang bersumber
dari dalam negeri (PMDN) merupakan investasi yang berasal dari modal dalam negeridan
investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) merupakan investasi yang bersumber dari
pembiayaan luar negeri.21
19Ibid., hlm.123
20Ibid.hlm.124
21Salim dan Budi Sutrisno,Hukum Investasi di Indonesia(Jakarta:Rajawali,2012),hlm.349

23

Apabila sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak Pemerintah Indonesia
dan masyarakat sekitarnya maka hukum yang di gunakan adalah Hukum Indonesia.
Dalam pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah
ditentukan empat cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam Penanaman Modal antara
pemerintah dengan investor domestik.
1. Musyawarah dan mufakat, penyelesaian itu dilakukan dengan pembahasan bersama
dengan maksud untuk mencapai keputusan dan kesepakatan atas penyelesaian sengketa
secara bersama-sama.
2. Arbitrase, penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase dimana dalam penyelesaian
sengketa itu menggunakan jasa arbiter atau majelis arbiter yang menyelesaikan sengketa
penanaman modal tersebut.
3. Alternatif penyelesaian sengketa, penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi
(tukar pikiran), negoisasi (perundingan), mediasi (sepakat menggunakan jasa mediator),
konsiliasi (sepakat menggunakan jasa konsiliator), atau penilaian ahli (sepakat
menggunakan penilai ahli), dan pengadilan (yang memutuskan perselisihan tersebut).
Ada tiga tingkatan pengadilan yang harus diikuti oleh salah satu pihak, apakah Pemerintah
Indonesia atau investor domestik,yaitu: Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Pengadilan
Mahkamah Agung.22
3.4 PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL YANG TIMBUL ANTARA
PEMERINTAH DENGEN INVESTOR ASING
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing telah
ditentukan pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan investor
asing yang berkaitan dengan tindakan nasionalisasi oleh pemerintah,yaitu melalui lembaga
arbitrase. Timbulnya sengketa ini adalah karena kedua belah pihak tidak tercapai persetujuan
mengenai jumlah,macam dan cara pmbayaran kompensasi terhadap tindakan pemerintah dalam
melakukan nasionalisasi. Oleh karena iu setiap tindakan nasionalisasi menimbulkan kewajiban
dari pemerintah untuk memberikan kompensasi/ganti rugi yang jumlah,macam dan cara
pembayaran disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan asas-asas hukm internasional yang
belaku.
22Ibid.hlm.351

24

Pasal 32 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah
diatur cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal antara pemerintah
dengan investor asing,ditentukan dua cara dalam penyelesaian sengketa tersebut.
1. Musyawarah dan mufakat; dan
2. Arbitrase internasional.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi tentang
Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal
dimana penyelesaian sengketa antara negara dengan warga negara asing adalah International
Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID).Tujuan dan wewenang ICSID adalah
menyelesaikan persengketaan yang timbul dibidang investasi antara suatu negara dengan negara
asing di antara sesama negara peserta konvensi.Ada dua pola penyelesaian sengketa yang diatur
dalam ICSID, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi
Konsiliasi adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan para pihak yang
berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.
Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi diatur dalam artikel 28-35 ICSID. Hal-hal yang
diatur dalam artikel tersebut,meliputi:
1. Komisi konsiliasi
2. Anggota komisi
3. Pengajuan konsiliasi
4. Jenis perselisihan
5. Permohonan konsiliasi
6. Penunjukan,jumlah, dan penunjukan jumlah konsolitator
7. Proses penyelesaian konsilisasi
8. Penyelesaian konsiliasi23
2. Penyelesaian dengan menggunakan arbitrase
3.5 ANALISIS

HUKUM

PENANAMAN

TERHADAP

MODAL

DALAM

PUTUSAN
KASUS

ARBITRASE

DIVESTASI

SENGKETA

SAHAM

ANTARA

PEMERINTAH INDONESIA DENGAN PT.NEWMONT NUSA TENGGARA.
23Ibid.hlm.367

25

3.5.1

Faktor penyebab timbulnya sengketa divestasi saham antara pemerintah indonesia
dengan PT. Newmont Nusa Tenggara
Faktor penyebab timbulnya sengketa divestasi saham antara PT.Newmont Nusa Tenggara

dengan Pemerintah Indonesia, khususnya Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah
Kabupaten Sumabawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa adalah karena tidak
tercapainya kesepakatan tentang sistem pemabyaran saham yang didivestasikan oleh
PT.Newmont Nusa Tenggara.
PT.Newmont Nusa Tenggara telah menawarkan cara untuk membeli saham yang
ditawarkan kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa
Barat dan Kabupaten Sumbawa. Ada dua opat yang ditawarkan oleh

PT.Newmont Nusa

Tenggara, yaitu:
1. Jual beli
2. Pinjaman uang
3. Bussines to bussines.
PT.Newmont Nusa Tenggara menyetujui untuk menjual saham kepada Pemerintah Provinsi
Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa, namun
uang yang digunakan untuk membeli saham itu berasal dari pemegang saham asing PT.Newmont
Nusa Tenggara, yaitu Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining Corporation.
Besarnya pinjaman yang diberikan kepada Perseroan Terbatas bentukan Pemerintah daerah
disesuaikan dengan jumlah saham yang dibelinya. Pinjaman ini bersifat non-recourse, dalam arti
bahwa pengembalian hanya akan berasal dari dividen dan segala hak yang berasal dari saham
PT.Newmont Nusa Tenggara.24
Tawaran sistem pembayaran saham yang diajukan oleh PT.Newmont Nusa Tenggara kepada
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan
Pemerintah Kabupaten Sumbawa itu ditolak, alasannya Pemerintah menolak karena mereka akan
membayar harga saham dengan cara kontan. Namun uang yang digunakan untuk pembayaran
saham itu berasal dari PT.Bumi Resources Tbk. Kemudian pada tanggal 30 November 2007,
PT.Newmont Nusa Tenggara juga telah menawarkan sistem penjualan saham dengan sistem
Bussines to bussines. Syarat penjualan saham dengan sistem bussines to bussines meliputi:

24Sulamuddin Daeng, 2008, “Tolah Upaya Menggagalkan Divestasi Saham PT.Newmont Nusa Tenggara”hlm.106

26

1. Para penjualnya, yaitu Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining
Corporation.
2. Pembelinya suatu Perseroan Terbatas (PT) yang 100% sahamnya dimiliki oleh
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dari Kabupaten Sumbawa Barat.
Sistem penjualan saham yang ditawarkan oleh PT.Newmont Nusa Tenggara juga ditolak
oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Sumbawa Barat karena syarat itu
sangat sulit untuk dipenuhi oleh kedua pemerintah tersebut. Ini disebabkan dengan sistem
penjualan saham dengan bussines to bussines, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan
Kabupaten Sumbawa Barat harus menyiapkan sejumlah uang tunai yang berasal dari kedua
pemerintah tersebut.
Syarat Pengajuan Sengketa pada Arbitrase Uncitral :
Pada dasarnya, tidak setiap perkara dapat diajukan pada lembaga arbitrase Uncitral. Syarat
perkara yang dapat diajukan ke lembaga Arbitrase Uncitral adalah perkara, yang para pihaknya
saat sebelum terjadinya sengketa telah menyepakati dalam kontraknya bahwa apabila timbul
sengekta antara para pihak, cara penyelesaiannya menggunakan Peraturan Arbitrase
UNCITRAL. Contoh klausul yang dimasukkan dalam konrak itu berbunyi:
“Setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan yang timbul dari atau berhubungan dengan
kontrak ini, atau pelanggaran, pengakhiran atau sah daripadanya, akan diselesaikan melalui
abitrase sesuai dengan Peraturan Abitrase UNCITRAL seperti sekarang ini berlaku.”25
Berikut ini disajikan contoh klausul dalam kontrak karya yang dibuat dan ditandatangani
antara Pemerintah Indonesia dengan PT.Newmont Nusa Tenggara. Pasal 21 ayat (1) kontrak
karya berbunyi:
“Dalam hal para pihak akan menggunakan arbirtase, maka sengketa akan diselesaikan oleh
arbitrase, sesuai dengan Peraturan-peraturan Arbitrase UNCITRAL yang dimuat dalam resolusi
31/98, yang disetujui oleh Majelis Umum Peserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 15 Desember
1976 yang berjudul ArbitrationRulesoftheUnitedNationsCommissiononInternational Trade Law
yang pada waktu ini berlaku.”

25Pasal 1 Arbitrase Uncitral, berbunyi:
1. Where the parties to a contract have agreed in writing that dispute in relation to that contact shall be
referred to arbitration under the UNCITRAL.

27

Ketentuan-ketentuan di atas tidak berlaku untuk masalah-masalah perpajakan yang tunduk
pada yuridiksi Majelis Pertimbangan Pajak. Bahasa yang digunakan dalam acara kerja arbitrase
adalah bahasa inggris, kecuali kedua belah pihak menyetujui laonnya. Sementara itu, perkara
yang tidak dapat diajukan ke lembaga Arbitrase Uncitral adalah sengketa perpajakan.
Para pihak dalam perkara ini arbitrase Uncitral, yaitu:
1. Claintman; dan
2. Responden
Claintman merupakan pihak yang mengajukan klaim arbitrase. Responden merupakan
pihak yang digugat (tergugat). Pihak yang berinisiatif harus mengajukan gugatan arbitrase
(noticeofarbitration) pada pihak yang lainnya (respondent).
Sengketa yang diajukan oleh para pihak akan diputus oleh arbiter. Jumlah arbiter yang akan
memutus perkara arbitrase dapat terdiri dari satu atau tiga orang arbiter. Jika para pihak tidak
stuju sebelumnya dengan jumlah arbitrator (contoh satu atau tiga), dan jika dalam waktu lima
belas hari sejak gugatan arbitrasi telah diterima oleh responden, para pihak belum setuju dengan
satu arbitrator, dengan ditetapkan tiga arbitrator (Pasal 5 Arbitrase Uncitral). Seorang abiter yang
telah ditunjuk duduk dalam Mahkamah Arbitrase harud memenuhi syarat-syarat, seperti:
1. Harus benar-benar terhindar dan sikap dan tindakan yang memihak (impartial); dan
2. Harus independen (Pasal 9 Arbitrase Uncitral)
Apabila arbiter yang ditunjuk tidak memenuhi syarat itu, para pihak diberi hak untuk
mengajukan perlawan atas penunjukan arbiter yang bersangkutan (Pasal 10 Arbitrase Uncitral).

3.5.2 Analisis Yuridis terhadap Putusan Arbitrase Internasional
Penyelesian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan cara pengakhiran sengketa
yang telah disepakati antara Pemerintah Indonesia dengan

PT.Newmont Nusa Tenggara.

Kesepakatan ini telah dituangkan dalam dokumen kontak karya PT.Newmont Nusa Tenggara.
Cara yang ditempuh untuk menyelsaikan sengketa itu adalah melalui lembaga Arbitrase Uncitral
di New York.
Tujuan Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan melalui Arbitrase Uncitral di New York
adalah:
28

1. Mengajukan iklum investasi; dan
2. Sikap menghormati kontrak
Sidang perdana telah dilakukan pada tanggal 10 Desember 2008 di Hotel JW Marriot
Jakarta. Dalam sidang Arbitrase Uncitral ini, telah didengar saksi-saksi dan berbagai dokumen
penawaran dan jawaban, baik yang disampaikan oleh PT.Newmont Nusa Tenggara maupun
Pemerintah Indonesia. Saksi-saksi yang telah didengar dapat digolongksn menjadi dua macam,
yaitu:
1. Saksi yang berasal dari pemohon atau Pemerintah Indonesia; dan
2. Saksi yang berasal dari PT.Newmont Nusa Tenggara.
Di samping itu, dikenal juga saksi fakta. Saksi fakta merupakan saksi-saksi yang
mengetahui tentang proses divestasi dan fakta-fakta yang berkaitan dengan divestasi saham
PT.Newmont Nusa Tenggara.
Dari hasil pemeriksaan, baik daari saksi-saksi maupun bukti surat, Majelis Arbitrase telah
menetapkan putusan tentang sengketa divestasi antara Pemerintah Indonesia dengan
PT.Newmont Nusa Tenggara. Putusan itu ditetapkan pada tanggal 31 Maret 2009. Isi putusan itu
meliputi sebagai berikut.
1) PT.Newmont Nusa Tenggara diwajibkan untuk menjamin bahwa saham yang akan
dialihkan/ dijual kepada Pemerintah Indonesia sesuai dengan Pasal 24 ayat (3) Kontrak
Karya adalah bebas dari gadai.
2) PT.Newmont Nusa Tenggara diwajibkan untuk melakukan divestasisaham sebesar : (a)
3% pada tahun 2006; dan(b) 7% tahun 2007 kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Barat Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, atau perusahaan yang ditunjuk oleh
pemerintah derah tersebut dan/atau perusahaaan yang ditunjuknya bukan merupakan
urusan PT.Newmont Nusa Tenggara.
3) Mengenai 7% saham divestasi tahun 2008, PT.Newmont Nusa Tenggara wajib untuk
menyerahkan saham tersebut kepada Pemerintah, yaitu Pemerintah RI atau pemerintah
daerah atau perusahaan yang ditunujk oleh Pemerintah RI atau pemda j