Isolasi dan Identifikasi Senyawa Bahan (1)

Isolasi β-sitosterol dari Enhalus acoroides (Linn. f.) Royle serta
Uji Aktivitasnya terhadap Streptococcus mutans
Reski Ramdani1,a, Maulidyah2,b, Prima Endang Susilowati3,c,
1,2,3
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo, Kendari.
a
E-mail: reskirmdh@gmail.com, bE-mail: maulid06@yahoo.com,
c
E-mail: primaendangsusilowati@gmail.com,

Abstrak
Telah dilakukan penelitian isolasi dan identifikasi senyawa metabolit sekunder dari lamun Enhalus acoroides
(Linn. f.) Royle serta uji aktivitasnya terhadap bakteri Streptococcus mutans. Penelitian ini bertujuan untuk
mengisolasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak metanol Enhalus acoroides (Linn. f.) Royle dari
Tanjung Tiram, Sulawesi Tenggara serta aktivitasnya terhadap Streptococcus mutans. Teknik isolasi senyawa
metabolit sekunder dilakukan dengan metode ekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut metanol.
Pemisahan dan pemurnian senyawa dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi
Kolom Gravitasi (KKG) menggunakan campuran eluen n-heksana : etil asetat secara gradien. Proses
identifikasi senyawa isolat dilakukan dengan spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR) 1-D yang
meliputi 1H-NMR dan 13C-NMR teknik DEPT. Telah berhasil diisolasi senyawa berbentuk kristal jarum
berwarna putih. Berdasarkan analisis data spektroskopi NMR, menunjukkan senyawa tersebut adalah βsitosterol. Aktivitas ekstrak metanol dari Enhalus acoroides dengan konsentrasi 1000 g/mL, 500 g/mL, 250

g/mL, dan 100 g/mL menunjukkan adanya aktivitas terhadap Streptococcus mutans dengan besar diameter
daerah hambat pada masing-masing konsentrasi berturut-turut adalah 12,66 mm, 9,93 mm, 7,2 mm, dan 4,4
mm. Hasil uji aktivitas senyawa isolat dengan konsentrasi 500 g/mL, 250 g/mL, 100 g/mL, dan 50 g/mL
tidak menunjukkan adanya aktivitas terhadap Streptococcus mutans.
Kata kunci: Lamun, Enhalus acoroides (Linn. f.) Royle, β-sitosterol, Streptococcus mutans
Abstract
Isolation and identification of secondary metabolite compound from seagrass Enhalus acoroides
(Linn. f.) Royle and its activity assay against Streptococcus mutans has been carried out. This research aimed
to isolates a secondary metabolite compound from methanol extract of Enhalus acoroides and its activity
against Streptococcus mutans. The isolation of chemical compounds was performed by extraction with
maceration technique using methanol. Separation and purification performed by Thin Layer Chromatography
(TLC), and Gravity Column Chromatography (GCC) using a gradient eluen mixture of n-hexane : ethyl
acetate. Identification of isolated compound was done by using Nuclear Magnetic Resonance (NMR) 1-D
spectroscopy (1H-NMR and 13C-NMR with DEPT technique). The form of isolated compound was white
needle crystals. Based on NMR spectroscopy analysis with DEPT technique, showed that the compound was
β-sitosterol. The activity of methanol extract from Enhalus acoroides against Streptococcus mutans with
concentrations 1000 g/mL, 500g/mL, 250g/mL, and 100g/mL showed an activity with diameter of
inhibition were 12,66 mm, 9,93 mm, 7,2 mm, and 4,4 mm respectively. The activity of isolated compound with
concentrations 500g/mL, 250g/mL, 100g/mL and 50 g/mL showed that the isolated compound did not
have any activity against Streptococcus mutans.

Keywords : Seagrass, Enhalus acoroides (Linn. f.) Royle, β-sitosterol, Streptococcus mutans

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu
negara dengan iklim tropis yang memiliki
keanekaragaman hayati terbesar kedua di
dunia. Survei dari PT. Eisai menyatakan,
terdapat sekitar 7000 spesies tanaman obat
di Indonesia, atau sekitar 90% dari seluruh
jenis tanaman obat yang ditemukan di
Asia. Jumlah tersebut masih sedikit sekali
yang dimanfaatkan dalam pengobatan.
Oleh karena itu, diperlukan eksplorasi
senyawa
metabolit
sekunder
dari
tumbuhan sehingga kedepannya dapat
dimanfaatkan

dengan
maksimal.
Tumbuhan memiliki banyak manfaat
khususnya dalam bidang farmasi dan
kesehatan karena senyawa metabolit
sekunder yang dikandungnya.
Wilayah perairan yang sangat luas
sekitar 5.176.800 km2 dengan garis pantai
terpanjang kedua di dunia 81.290 km
(Dinas Kelautan dan Perikanan, 2009)
menyimpan banyak potensi sumberdaya
alam hayati laut yang dapat dikembangkan
sebagai bahan pangan, kosmetika dan
obat-obatan. Salah satu tumbuhan yang
kaya akan kandungan senyawa bioaktif
adalah lamun. Telah banyak laporan
mengenai potensi lamun diantaranya
antifungi (Arumugam, et al., 2010),
antiviral (Rowley et al., 2002),
antiinflamasi (Hua et al., 2006),

antidiabetes (Gokce & Haznedaroglu,
2008)
dan
aktivitas
antioksidan
(Athiperumalsamy, 2010).
Lamun (seagrass) termasuk dalam
sub
kelas
monocotyledonae
dan
merupakan tumbuhan berbunga (kelas
angiospermae). Secara struktur dan
fungsional, lamun memiliki kesamaan
dengan tumbuhan pada umumnya (Sidik,
2012). Telah diketahui bahwa lamun
memproduksi metabolit sekunder yang
berpotensi mengurangi atau mengontrol
pertumbuhan mikroba (Arlyza, 2008).
Ekstrak lamun jenis Halophila

ovalis dan Halodule pinifolia
telah
terbukti memiliki aktivitas antibakteri
terhadap Acinetobacter sp, Salmonella

typhi, Proteus mirabilis dan Pseudomonas
aeruginosa (Ummaheshwari et al., 2009).
Cymodocea nodosa mempunyai aktivitas
terhadap Bacillus subtilis NIOF, S. aureus
NTOF, dan P. aeruginosa ATCC 10145
dan lamun Ruppia cirrhosa mempunyai
aktivitas terhadap Bacillus subtilis NIOF,
S. aurous NTOF, E. coli NIOF dan P.
aeruginosa ATCC 10145 (El-hady et al.,
2007). Ekstrak methanol Potamogeton
pectinatus
L.
(sago
pondweed),
Potamogeton perfoliatus L. (redhead

grass) dan Ruppia maritima L. (wigeon
grass)
menghambat
pertumbuhan
Micrococcus,
Staphylococcus,
Streptococcus,
Bacillus,
Aerococcus,
Mycobacterium, Corynebacterium, Vibrio,
Listonella dan Pasteurella (Paul &
Stephen, 2006).
Penyakit
infeksi
merupakan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri,
Beberapa jenis bakteri yang pada
umumnya
menyebabkan
terjadinya

penyakit infeksi adalah Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, dan Salmonella
typhii. Di Indonesia penyakit infeksi masih
menduduki peringkat atas dalam hal
penyebarannya.
Pengobatan
utama
penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri adalah antibakteri. Antibakteri
merupakan suatu senyawa yang dapat
mencegah proses pertumbuhan bakteri.
Karies gigi yang disebabkan oleh
bakteri Streptococcus mutans menempati
urutan pertama penyakit infeksi gigi dan
mulut yang paling banyak diderita mulai
dari anak kecil hingga orang dewasa.
Karies gigi berawal dari interaksi antara
bakteri plak, diet, dan gigi. Salah satu cara
pencegahan karies adalah mengusahakan
agar pembentukan plak pada permukaan

gigi dapat dibatasi baik. Pengendalian plak
dapat dilakukan dengan cara pembersihan
plak secara mekanis dan penggunaan
bahan antibakteri terutama untuk menekan
pertumbuhan S. mutans.
Lamun telah digunakan dalam
pengobatan tradisional masyarakat pesisir
untuk penanganan berbagai macam

penyakit seperti demam, sakit gigi,
penyakit kulit, nyeri otot, masalah
pencernaan dan juga meredakan sengatan
serangga dan kalajengking (Torre-Castro
et al., 2004). Lamun juga telah digunakan
sebagai obat pembesaran vena jurcularis
dan sebagai obat kelenjar tuberculosa
(TBC) (Subagiyo, 2010) serta telah
digunakan
sebagai
obat

untuk
penyembuhan
luka
dan
kudis
(Parthasarathy et al., 1991). Pemanfaatan
lamun E. acoroides dalam bidang farmasi
dan kesehatan sangat memerlukan
penelitian
tentang
bioaktivitasnya,
khususnya terhadap bakteri patogen yang
sering menginfeksi manusia, salah satunya
adalah bakteri Streptococcus mutans.
2. METODE PENELITIAN
a. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada
penelitian ini yaitu rotary vacuum
evaporator (Buchii), oven (Gallenkamp

Civilab-Australia), autoklaf (All American,
model No. 25X), spektrofotometer
Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
(JEOL JNM ECA 500, 500 MHz),
spektrofotometer UV-Vis, laminar air
flow, timbangan analitik (Explorer Ohaus),
lampu
UV
(Damstadt
Germany),
Spektrofotometer UV-Vis, seperangkat
alat kromatografi kolom gravitasi, pipet
tetes. Alat-alat gelas yaitu, erlenmeyer
berbagai ukuran (Pyrex), chamber
(Duran), gelas ukur (Pyrex), gelas kimia
(Pyrex), pipet ukur (Pyrex), pipet volume
(Pyrex), cawan petri. Peralatan pendukung,
yaitu bunsen, batang pengaduk, kawat ose,
statif dan klem, botol ampul, kaca, cutter,
penotol/pipa kapiler, mistar, dan pisau.

Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu tumbuhan Enhalus
acoroides (Linn. f.) Royle, metanol teknis,
aseton teknis, etil asetat teknis, n-heksana
teknis, CeSO4, aquades, kertas saring
Whatman 42, silika GF254 (E. Merck), silika
gel G.60 (E. Merck), media Luria Bertani, dan
Streptococcus mutans.
b. Preparasi Sampel Penelitian

Lamun yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari daerah pesisir
Tanjung Tiram, Kendari, Provinsi

Sulawesi Tenggara. Sampel selanjutnya
dibersihkan dari lumpur, dicuci dengan air
tawar, dan dikeringkan. Kemudian sampel
dihaluskan hingga menjadi serbuk dan
diproses lebih lanjut di laboratorium.
c. Ekstraksi

Serbuk E. acoroides sebanyak 450
gram diekstraksi menggunakan metanol
dengan perbandingan 2:1 (pelarut dan
sampel) selama 3x24 jam dan dilakukan
penyaringan dilakukan setiap 1x24 jam.
Residu sisa penyaringan dimaserasi
kembali menggunakan pelarut yang sama.
Filtrat selanjutnya dikumpulkan dan
dipekatkan menggunakan rotary vacuum
evaporator hingga diperoleh ekstrak
metanol.
d. Pemisahan dan Pemurnian
1.) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak pekat yang diperoleh di uji
dengan KLT menggunakan sistem pelarut nheksana dan etil asetat. Pelarut yang
digunakan dimulai dengan pelarut n-heksana
yang paling polar kemudian ditingkatkan
kepolarannya dengan mencampurkan etil
asetat secara gradien. Setiap noda yang
muncul diamati pemisahannya dan dihitung
nilai Rf-nya.
2.) Kromatografi Kolom Gravitasi
(KKG)
Ekstrak
pekat
diimpregnasi
menggunakan silica gel G.60 dengan
perbandingan 2:1 (berat silika gel G.60 : berat
ekstrak).
Ekstrak
pekat
yang
telah
diimpregnasi dimasukkan ke dalam kolom
kromatografi
yang
telah
disiapkan
sebelumnya. Perbandingan eluen dibuat
berdasarkan referensi dari KLT sebelumnya.
Fraksi hasil KKG ditampung dalam vial dan
diberi kode sesuai urutan fraksinya. Masingmasing fraksi diuji pola pembentukan nodanya
dengan menggunakan metode KLT. Fraksi
dengan noda yang sama dapat digabung
kembali untuk memperkaya jumlah komponen
yang akan diisolasi.
3.) Uji Kemurnian
Fraksi hasil KKG yang telah
menunjukkan pola noda tunggal dapat diuji
kemurniannya menggunakan tiga sistem eluen.
Mulai dari eluen paling polar, semipolar
hingga nonpolar untuk memastikan bahwa
isolat yang diperoleh sudah benar-benar
murni.

e.

Identifikasi
Isolat murni yang telah diperoleh
diidentifikasi
strukturnya
menggunakan
spektrofotometer 1H-NMR dan 13C-NMR
dengan teknik DEPT menggunakan pelarut
CDCl3. Data yang dihasilkan, diinterpretasi
dengan cara membandingkannya dengan
literatur.
f. Uji Antibakteri
Tahap uji antibakteri meliputi
beberapa tahapan, yaitu tahap sterilisasi alat,
pembuatan dan sterilisasi media, kultur
mikroorganisme uji, pembuatan larutan
fisiologis, pembuatan suspensi bakteri dan
pengujian antibakteri.
1.) Pembuatan dan Sterilisasi Media

Untuk uji antibakteri digunakan
media pertumbuhan Luria Bertani (LB).
Pembuatan
media
dibuat
dengan
melarutkan 0,25 g pepton, 0,25 g yeast
extract, 0,75 g NaCl, 0,45 g MgSO4.2H2O
dan 4 g agar dengan 150 mL akuades.
Media pertumbuhan disterilkan dalam
autoklaf pada tekanan 1 atm dan suhu
121oC selama 15 menit.
2.) Kultur
Bakteri
Streptococcus
mutans

Streptococcus mutans ditumbuhkan
dengan cara memindahkan biakan yang
ada pada media agar miring sebanyak 1
atau 2 ose ke dalam botol ampul berisi
media Luria Bertani (LB) cair dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37±2oC.
3.) Pembuatan Larutan Fisiologis NaCl
0,9%
Larutan fisiologis NaCl 0,9% dibuat
dengan melarutkan 0,9 g NaCl padat dalam 10
mL aquades dan mengencerkan larutan
tersebut dalam labu takar 100 mL. Larutan
NaCl 0,9% yang telah dibuat disterilisasi
dalam autoclave pada suhu 121oC dan tekanan
1 atm selama 15 menit.
4.) Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri yang telah diremajakan,
disuspensikan ke dalam larutan fisiologis NaCl
0,9%. Kekeruhan media disesuaikan dengan
standar Mc. Farland 0,5 menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang (λ) 625 nm.
g. Pengujian Aktivitas Antibakteri
Metode ini dilakukan dengan cara
menginokulasikan suspensi bakteri uji ke

dalam 15 mL media agar yang telah dicairkan
dalam cawan petri steril dan kemudian
dibiarkan menjadi padat. Kertas cakram steril
berdiameter 6 mm dicelupkan dalam zat uji
(Adyana et al., 2004). Ekstrak metanol dibuat
dalam beberapa konsentrasi yakni, 1000, 500,
250, dan 100 g/mL. Senyawa isolat dibuat
dengan variasi kosentrasi 50, 100, 250 dan 500
g/mL. Hasil uji daya hambat antibakteri
didasarkan pada pengukuran diameter daerah
hambat (DDH) pertumbuhan bakteri yang
terbentuk di sekeliling kertas cakram (Noor et
al., 2006).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder
Ekstrak E. acoroides sebanyak 1,8 g
dipisahkan dengan teknik kromatografi kolom
gravitasi dengan fasa diam berupa silika gel
G.60 dan fasa gerak berupa campuran eluen
yang dibuat berdasarkan hasil uji pemisahan
noda menggunakan teknik KLT. Campuran
eluen yang digunakan dapat diamati pada
Tabel 1.
Tabel 1. Campuran pelarut yang digunakan
pada proses KKG
Sistem Pelarut
9:1 (n-heksana:etil
asetat)
8:2 (n-heksana:etil
asetat)
7:3 (n-heksana:etil
asetat)
6:4 (n-heksana:etil
asetat)
Metanol 100%

Volume
(ml)
200

Fraksi

400

3, 4, 5 & 6

400

7, 8, 9

200

10 & 11

200

FC (Fraksi
Cucian)

1&2

Fraksi 1, 2 dan 3 memiliki pola noda
yang relatif sama, sehingga dilakukan
penggabungan dan diberi nama fraksi A1.
Fraksi A1 berwujud kristal jarum berwarna
putih. Hasil KLT fraksi gabungan A1
menunjukkan pola noda yang sudah dapat
dipisahkan sehingga dilakukan rekristalisasi
pada kristal dari fraksi gabungan A1.
Rekristalisasi dilakukan menggunakan
beberapa pelarut untuk menghilangkan
pengotor-pengotor yang yang terkandung
dalam sampel. Pelarut yang digunakan adalah
n-heksana dan kloroform. Hasil rekristalisasi
sesekali dimonitoring menggunakan KLT
untuk melihat pola nodanya. Kristal yang telah
murni akan menunjukkan pola noda tunggal
jika disinari UV 254 nm atau 366 nm. Untuk
memastikan kemurnian isolat yang diperoleh,

dilakukan uji kemurnian dengan tiga sistem
pelarut menggunakan teknik KLT. Hasil KLT
senyawa isolat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kromatogram senyawa isolat dengan 3
sistem eluen dibawah sinar UV 254 nm. (a)
eluen kloroform : aseton (8:2); (b) eluen nheksan : etil asetat (8:2); (c) n-heksan :
kloroform : metanol (8:1,5:0,5)

Hasil KLT dengan tiga sistem eluen
menunjukkan pola noda tunggal sehingga
isolat yang diperoleh dapat dikatakan sudah
murni.
b. Identifikasi Struktur Isolat
Senyawa isolat yang telah diperoleh
diidentifikasi
strukturnya
menggunakan
spektrofotometer 1H-NMR dan 13C-NMR.
Hasil identifikasi dapat diamati pada Tabel 2.
Tabel 2. Data NMR senyawa isolat
No.
C
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

13

C-NMR
(δC, ppm)
37,45
31,87
72,02
42,47
140,9
121,9
32,11
32,08
50,34
36,71
21,28
39,98
42,51
56,96
24,50
28,45
56,26
19,59
12,06
36,34
18,97
34,15
26,28
46,08
29,36
19,23
20,01
23,27
12,17

Jenis C
(DEPT)
CH2
CH2
CH-O
CH2
C=
CH=
CH2
CH
CH
Cq
CH2
CH2
Cq
CH
CH2
CH2
CH
CH3
CH3
CH
CH3
CH2
CH2
CH
CH
CH3
CH3
CH2
CH3

δH, ppm (ΣH, mult,
J dalam Hz)

3,53 (H, m)

5,34 (H, t)

Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat 50 jenis
atom H dalam lingkungan yang berbeda serta
29 jenis atom C yang menyatakan keberadaan
29 atom C dalam struktur senyawa isolat.
Satu signal proton multiplet dengan
1H pada δH = 3,53 ppm diduga berasal dari
gugus metin yang berikatan dengan gugus
hidroksi (-OH). Hal yang sama juga terjadi
pada pergeseran kimia δH = 5,34 ppm yang
menunjukkan adanya 1 proton multiplet
dengan intensitas 1H yang berikatan dengan
atom Csp2 (-C=CH) mengakibatkan awanawan elektron pada atom karbon membentuk
ikatan phi sehingga elektron disekitar atom H
yang terikat kurang terlindungi dan mengalami
pergeseran kimia yang tinggi (Supratman,
2010).
Data 13C-NMR menunjukkan adanya
pergesaran kimia sebesar 140,9 ppm yang
menunjukan adanya karbon kuartener dan
karbon metin juga muncul pada pergeseran
kimia 121,9 ppm. Kedua atom karbon tersebut
memungkinkan untuk membentuk suatu ikatan
rangkap. Signal karbon metin pada pergeseran
kimia 71,9 ppm mengindikasikan adanya atom
oksigen yang terikat sehingga elektron di
sekitar atom C tertarik menuju atom O yang
lebih
elektronegatif
dan
menurunkan
kerapatan elektron pada atom C tersebut
sehingga mengalami pergeseran yang cukup
tinggi.
Rumus struktur senyawa isolat dapat
digunakan untuk menentukan jenis ikatan yang
terdapat dalam struktur senyawa isolat yaitu
dengan cara menghitung nilai Double Bond
Equivalent (DBE). Persamaan DBE adalah
sebagai berikut:
DBE = (1+C) – 0,5(H+X) + 0,5 (N+P)
Keterangan;

0,67 (3H, s)
1,00 (3H, s)
0,92 (3H, m)

0,83 (3H, d)
0,79 (3H, m)
0,84 (3H, m)

Berdasarkan spektrum 1H-NMR dan
13
C-NMR dengan resolusi 500 MHz pada

C
H
X
N
P

(1)

= Jumlah Atom Karbon
= Jumlah Atom Hidrogen
= Jumlah Atom Halogen
= Jumlah Atom Nitrogen
= Jumlah Atom Fosfor

Hasil perhitungan DBE terhadap
dugaan struktur senyawa isolat bernilai 5.
Nilai DBE menunjukkan banyaknya jumlah
ikatan rangkap dan bentuk cincin dalam
struktur. Satu bagian dari nilai DBE diduga
berasal dari gugus alkena, empat bagian
lainnya diduga berasal dari dua buah struktur
siklik. Struktur senyawa isolat berdasarkan
spektrum 1H-NMR dan 13C-NMR diduga
merupakan senyawa golongan steroid yaitu βsitosterol yang memiliki struktur seperti
Gambar 2.

29
28
21
22

20
18

24

27
25

23

12
17
11

26

13

19

16

1
9

2

10

14
8

15

3
7

5

HO

4

6

Gambar 2. Struktur senyawa isolat

c. Aktivitas Antibakteri
1.) Aktivitas Antibakteri Ekstrak E.
calophrys
Uji aktivitas antibakteri ekstrak E.
calophrys menggunakan senyawa uji berupa
ekstrak E. calophrys yang dilarutkan dalam
metanol (792 kg/m3) dengan menggunakan
metode difusi kertas cakram (diameter kertas
cakram = 6 mm). Kontrol positif yang
digunakan adalah larutan ampisilin 250 µg/mL
dan kontrol negatif adalah metanol. Hasil uji
aktivitas dapat diamati pada Tabel 3.
Tabel 3. Data aktivitas antibakteri ekstrak E.
acoroides
Pengulangan
1
2
3
Rata-rata

Ket:

Diameter Zona Bening (mm)
Ekstrak Metanol (g/mL)
Kontrol
Positif
1000
500
250
100
14
12
7
5
7
12
8,7
7,4
4,1
8
12
9,1
7,2
4,1
8
12,66
9,93
7,2
4,4
7,66

Kontrol
Negatif
0
0
0
0

Kontrol negatif = metanol
Kontrol positif = larutan ampisilin 250 µg/mL

Berdasarkan hasil uji yang dilakukan,
ekstrak metanol E. acoroides memiliki
aktivitas yang cukup baik terhadap bakteri S.
mutans jika dilihat dari diameter zona hambat
yang
terbentuk
pada
masing-masing
konsentrasi. Efek penghambatan oleh ekstrak
metanol lamun jenis E. acoroides terhadap
bakteri S. mutans dapat disebabkan oleh dua
faktor. Faktor pertama dapat disebabkan oleh
adanya suatu senyawa aktif yang terkandung
di dalam ekstrak yang berpotensi menghambat
pertumbuhan
bakteri
uji
dan
juga
mematikannya (Wattimena, 1991). Faktor
kedua
adalah
senyawa-senyawa
yang
terkandung dalam ekstrak metanol dari E.
acoroides tersebut bersimbion satu sama lain
sehingga memiliki potensi dalam menghambat
bahkan membunuh bakteri uji (Siagian, 2002)
Ekstrak dengan konsentrasi 250
g/mL dapat dikatakan konsentrasi yang
paling baik karena diameter zona hambat yang
terbentuk pada ekstrak metanol dengan
konsentrasi tersebut tidak jauh berbeda dengan
senyawa antibiotik pembanding yakni

ampisilin 250 µg/mL. Hasil uji ekstrak
metanol terhadap S. mutans pada kosentrasi
250 g/ml memiliki zona bening dengan nilai
rata-rata sebesar 7,6 mm.
2.) Aktivitas Antibakteri Senyawa
Isolat
Uji aktivitas antibakteri senyawa isolat
menggunakan senyawa uji berupa senyawa
isolat yang dilarutkan dalam etil asetat (897
kg/m3), kontrol positif yang digunakan adalah
larutan ampisilin 250 µg/mL serta kontrol
negatif yang digunakan adalah etil asetat.
Hasil uji aktivitas antibakteri senyawa isolat
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data aktivitas antibakteri senyawa
isolat
Pengulangan
1
2
3
Rata-rata

Ket:

Diameter Zona Bening (mm)
Senyawa Isolat
Kontrol Kontrol
(g/mL)
Positif
Negatif
500 250 100 50
0
0
0
0
7,7
0
0
0
0
0
8,1
0
0
0
0
0
10
0
0
0
0
0
8,6
0

Kontrol negatif = etil asetat
Kontrol positif = larutan ampisilin 250 µg/mL

Hasil uji aktivitas menunjukkan
bahwa senyawa isolat yang berhasil diisolasi
dari lamun jenis E. acoroides tidak mampu
menghambat pertumbuhan bakteri uji karena
tidak adanya zona bening yang terbentuk di
sekitar kertas cakram. Jika dilihat dari
strukturnya, senyawa isolat memiliki gugus
hidroksil yang bersifat hidrofilik sehingga
sukar menembus dinding sel bakteri yang
bersifat hidrofobik yang menyebabkan
keaktifannya lemah.
Senyawa isolat yang diperoleh adalah
-sitosterol (Gambar 2). Struktur senyawa
tersebut memiliki empat siklik akan tetapi
tidak memiliki jembatan oksigen dalam hal ini
adalah eter siklik. Menurut Sutrisno, (2001)
senyawa yang berbentuk siklik yang memiliki
jembatan oksigen (R-O-R) dan memiliki gugus
karbonil bersifat aktif, karena dapat bertindak
sebagai interkalator DNA yang dapat
disisipkan diantara dua unit pasangan basa
pada DNA dan dapat berinteraksi dengan
DNA melalui ikatan Van der Walls sehingga
dapat merusak struktur double heliks dan
mencegah proses replikasi DNA.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Senyawa metabolit sekunder telah berhasil
diisolasi dari lamun Enhalus acoroides

(Linn. f.) Royle menggunakan teknik
ekstraksi maserasi dilanjutkan dengan
kromatografi lapis tipis dan kromatografi
kolom gravitasi. Setelah dilakukan
identifikasi menggunakan spektroskopi
1
H-NMR dan 13C-NMR dengan teknik
DEPT homonuklir (1-D) serta melalui
penelusuran literatur, senyawa yang
diperoleh adalah β-sitosterol.
2. Ekstrak metanol dengan konsentrasi 1000
g/mL, 500 g/mL, 250 g/mL, dan
100g/mL menunjukkan aktivitas yang
baik terhadap Streptococcus mutans.
Senyawa isolat tidak menunjukkan adanya
aktivitas terhadap Streptococcus mutans.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami ucapkan
kepada Universitas Halu Oleo (UHO) yang
telah memberikan fasilitas dalam mengerjakan
penelitian ini, kepada Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah
membantu mengidentifikasi struktur senyawa
isolat.
DAFTAR PUSTAKA
Adyana, I. K., Yulinah, E., Sigit, J. I., Fisheri,
N., dan Insanu, M., 2004, Efek
Ekstrak Daun Jambu Biji Daging
Buah Putih dan Jambu Biji Daging
Buah Merah sebagai Antidiare, Acta
Pharmaceutica Indonesia, XXIX (1)
Arlyza, I. S., 2008, Ekstrak Lamun Sebagai
Sumber
Alternatif
Antibakteri
Penghambat
Bakteri
Pembentuk
Biofilm, Oseanologi dan Limnologi
Indonesia, 34 (2): 223 - 241
Arumugam, R., Kannan R. R., Arivuselvan R.
N. dan Anantharaman P., 2010,
Antimicrobial potential of some
seagrasses against phytopathogens,
Seaweed Research and Utilization, 32:
177–183
Athiperumalsamy, T., Devi R. V., Hastha P.
S., Kumar V. dan Louis J. L., 2010,
Antioxidant activity of seagrasses and
seaweeds, Botanica Marina, 53: 251–
257
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), 2009,
Penerapan Strategi Logistik dan
Rantai Suplai untuk Mendukung Daya
Saing Produk Kelautan dan Perikanan,
Makalah
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan.
El-Hady, H. H. A, Daboor S. M., dan
Ghoniemy A. E., 2007, Nutritive and
Antimicrobial Profiles of Some

Seagrass From Bardawil Lake, Egypt,
Egyptian J. Aq. Research, 33: 103-110
Gokce, G., dan Haznedaroglu M. Z., 2008,
Evaluation of antidiabetic, antioxidant
and
vasoprotective
effects
of
Posidonia oceanica extract, Journal of
Ethnopharmacology, 115: 122–130
Hua, K. F., Hsu H. Y., Su Y. C., Lin I. F.,
Yang S. S. dan Chen, Y. M., 2006,
Study on the anti-inflammatory
activity of methanol extract from
seagrass Zostera japonica, Journal of
Agriculture and Food Chemistry, 54
(2): 306–311
Noor, M. S., Poeloengan M., dan Yulianti T.,
2006, Analisis Senyawa Kimia
Sekunder dan Uji Daya Antibakteri
Ekstrak
Daun
Tanjung
(Mimuusopselengi
L)
Terhadap
Salmonella typhi dan Shigella boydii,
Seminar
Nasional
Teknologi
Peternakan dan Veteriner
Paul, J. B., dan Stephen A. M., 2006,
Antibacterial compounds in estuarine
submersed aquatic plants, J. exp. Mar.
Biol Ecol, 331: 41-50
Rowley, D. C., Hansen M. S. T., Rhodes D.,
Sotriffer C. A., Ni H. dan McCammon
J. A., 2002, Thalassiolins A–C: New
marine – Derived inhibitors of HIV
cDNA
integrase.
Bioorganic
Medicinal Chemistry, 10: 3619–3625
Siagian, A., 2002, Mikroba Patogen pada
Makanan
dan
Sumber
Pencemarannya, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera
Utara
Sidik, J. B., 2012, The Marine Angiosperms,
Seagrass, Universiti Putra Malaysia
Press, Serdang
Sutrisno, Soedigdo, S., Ahmad, S., dan
Buchari, 2001, Isolasi Pakirizin Dari
Biji
Bengkuang
(Pchyrryhhizus
erosus, urban) dan Uji Aktivitas
Sitotoksitnya,
Jurnal
Farmasi
Indonesia, 2: 34-35.
Ummaheshwari, R., Thirumaran G., dan
Anantharaman P., 2009, Potential Anti
bacterial Activities of Seagrasses from
Vellar Estuary, Southeast Coast of
India, Adv. Biol. Res. 3: 140-143
Wattimena, J. R., 1991, Farmakodinamik dan
Terapan Antibiotik, Gadjah Mada
University
Press,
Yogyakarta