PERAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SEBAGAI

PERAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SEBAGAI JARING
PENGAMAN SISTEM PERBANKAN NASIONAL

(Makalah ini Diajukan Guna Memehuni Tugas Mata Kuliah Hukum Perbankan)

Di susun oleh:
ETHY OKTAFIANI M.A

8111412281

AZIZAH AZ ZAHARA

8111412291

DIAH KARTIKA

8111412302

ARGA SATRIYA PAMUNGKAS

8111412305


DEWI NURUS SALAMAH P.

8111412312

FIRMAN MUTTAQIN

8111412314

JURUSAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perekonomian di Indonesia bank merupakan salah satu lembaga
keuangan yang sangat diakui. Keberadaan lembaga keuangan dalam system

perekonomian dan sektor keuangan pada khusunya merupakan hal yang penting.
Hal ini terutamaberkaitan dengan masalah permodalan dan perputaran uang.
Kegiatan usaha yang lazim dilakukan oleh bank dalam menyalurkan dana adalah
pemberian kredit, investasi surat berharga, mendanai transaksi perdagangan
nasional, penempatan dana di bank lain dan penyertaan modal saham. Dalam
praktek lembaga keuangan terdiri dari perbankan dan non perbankan 1Krisis
moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai
dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya tingkat
kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang
terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan
jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat
(blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26
Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum"
dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap
Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".
Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan
kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang
lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik
dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan
agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga

stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya
tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.

1

2

Undang-Undang

Nomor

10

Tahun

1998

tentang

Perbankan


mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai
pelaksana penjaminan dana masyarakat. Oleh karena itu maka UU LPS ditetapkan
pada 22 September 2004.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan
Nasional ?
2. Bagaimana peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan
syariah ?

C. Tujuan
1. Guna mengetahui peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem
Perbankan Nasional.
2. Guna mengetahui peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem
Perbankan Syariah.

D. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari pembuatan makalah ini melalui dua
pandangan diantaranya sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis

Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bernilai
ilmiah bagi pengembangan khazanah ilmu pengetahuan tentang peran
lembaga penjamin simpanan terhadap perbankan nasional .

2.

Manfaat Praktis

3

Secara praktis hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya mengenai bagaimana
peran lembaga penjamin simpanan terhadap nasabah perbankan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen

yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini
dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang

4

Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September2004. Undangundang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian
dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.Setiap bank yang
melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta
penjaminan LPS.
Di dalam perekonomian modern dewasa ini diperlukan suatu sistem
penyangga ekonomi yang kokoh sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan para
pelaku ekonomi yang bernaung dibawahnya, dan yang menjadi salah satu tiang
penyangganya adalah LPS. Hal itu tercermin dari salah satu fungsi dari LPS yakni
menjamin simpanan nasabah.
Belajar dari krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 ditandai dengan
dilikuidasinya 16 bank mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga perbankan nasional diikuti dengan penarikan simpanan besarbesaran pada sistem perbankan atau rush. Maka untuk meredam efek bola salju
tersebut saat itu pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya

program penjaminan seluruh simpanan masyarakat atau yang lebih dikenal
dengan blanket guaranteemelaluiKeputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998
tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan
Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban
Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat

Setelah beberapa tahun dilaksanakannya kebijakan blanket guarantee
memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan nasional. Tetapi mengingat risiko dari blanket guarantee sangat besar
yakni kewajiban penyediaan dana talangan dan munculnya moral hazard bankir
juga masyarakat, maka diperlukan suatu lembaga penjaminan simpanan yang
independen.

B.

Fungsi dari Lembaga Penjamin Simpanan

5

Fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif

dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Fungsi penjaminan diejawantahkan dengan melakukan pembayaran klaim
penjaminan atas simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya dan menunjuk tim
likuidasi untuk membereskan aset dan kewajiban bank tersebut, sedangkan fungsi
turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan diwujudkan dalam bentuk
upaya menyelamatkan atau penyehatan terhadap bank gagal yang tidak
berdampak sistemik maupun bank gagal yang terdampak sistemik (bank
resolution).
Keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank gagal tidak
berdampak sistemik ditetapkan oleh LPS. Salah satu pertimbangannya didasarkan
pada penghitungan biaya yang lebih rendah (lower cost test) antara
menyelamatkan bank tersebut dengan membayar klaim penjaminan. Sedangkan,
keputusan untuk menyelamatkan gagal yang berdampak sistemik ditetapkan dan
diserahkan oleh Komite Koordinasi (KK) yang terdiri dari Menteri Keuangan,
Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisioner. Setelah itu, LPS
bertindak sebagai pelaksana dalam penyelamatan bank gagal yang telah
diputuskan berdampak sistemik.
Dalam upaya dalam menyelamatkan bank gagal, LPS memunyai
kewenangan, antara lain mengambil alih dan menjalankan segala hak dan
wewenang pemegang saham, termasuk RUPS; menguasai, mengelola, dan

menjual / mengalihkan aset bank; melakukan penyertaan modal sementara (PMS);
serta mengalihkan manajemen pada pihak lain. LPS mempunyai jangka waktu
penyelamatan paling lama 4 tahun untuk bank tidak berdampak sistemik dan 5
tahun untuk bank gagal yang berdampak sistemik. Selanjutnya, LPS harus
menjual seluruh saham bank yang diperoleh dari penyertaan modal sementara
(PMS) secara terbuka dan transparan.
Mengenai pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah bank yang
dicabut izinnya, LPS memiliki hak untuk menggantikan posisi nasabah
penyimpan tersebut (hak subrogasi) dalam pembagian hasil likuidasi bank.
Pemberian kewenangan dan hak tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan

6

tingkat pemulihan (recovery rate) bagi LPS, sehingga keberlangsungan program
penjaminan simpanan dapat terus dijaga.
Lembaga Penjamin Simpanan juga memiliki fungsi, wewenang dan juga
tugas tersendiri yang bertujuan untuk kenyamanan nsabah. Diantara funsi,
wewenang dan tugas dari LPS sebagai mana disebutkan dalam Undang-Undang
adalah:2
Fungsi dari Lembaga Penjamin Simpanan :

1. Menjamin simpanan para nasabah penyimpan
2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas system perbankan sesuai kewenangan.
Sejak tangal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin
oleh LPS maksimum 100 juta per nasabah per bank. Yang mencakup pokok dan
bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki
simpanan dari 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayar dari hasil s likuidasi
bank tersebut. Tujuan kebijakan public penjaminan LPS tersebut adalah untuk
melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan
per 31 Desember 2006, rekening bersaldo sama atau kurang dari 100 juta
mencakup lebih dari 98% rekening simpanan. Sejak terjadi krisis global pada
tahun 2008, pemerintah kemudian mengeluarkan perpu No. 3 tahun 2008 tentang
perubahan atas Undang-Undang nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga penjamin
Simpanan yang mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi Rp.
2.000.000.000.,- (dua milyar rupiah). Perpu ini dapat disesuaikan kembali apabila
krisis global meluas atau mereda.
Sementara dalam menjalankan sifat-sifatnya Lembaga Penjamin Simpanan
memiliki tugas sebagai berikut :
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2. Melaksanakan penjaminan simpanan
3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara

stabilitas system keuangan.

2

7

4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan penyelesaian Bank gagal yang
tidak berdampak sistematik. Melaksanakan penanganan Bank gagal yang
berdampak sistematik.
Lembaga Pejamin Simpanan juga dapat melakukan penyelesaian dan
penanganan Bank gagal dengan kewenagan:
1. Menetapkan dan memungut prremi penjaminan.
2. Menetapkan dan memungut konstribusi pada saat bank pertama kali menjadi
peserta.
3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban Lembaga Penjamin
Simpanan.
4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan
bank, dan laporan hasil peemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar
keberhasilan bank.
5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi dan atau konfirmasi atas data tersebut pada
angka 4.
6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
7. Menunjuk, menguaskan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi
kepentingan dan/atau atas nama LPS melaksanakan sebagian dari tugas
tertentu.
8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjamin
simpanan.
9. Menjatuhkan sanksi administrative

C.

Tujuan Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan
Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun

1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya
tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis
yang

terjadi,

pemerintah

mengeluarkan

beberapa

kebijakan

diantaranya

memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk
8

simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan
Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban
Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998
tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".
Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan
kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang
lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik
dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan
agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga
stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya
tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.
Dibentuknya

Lembaga

Penjamin

Simpanan

bertujuan

untuk

menumbuhkan kembali rasa aman masyarakat untuk bertransaksi dengan bank
dalam hal simpanan sehingga muncul kembali rasa kepercayaan mereka terhadap
bank.

D.

Syarat Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan
Selain memenuhi besaran nilai simpanan yang dijamin, nasabah juga perlu

memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Simpanan nasabah tercatat dalam pembukuan bank;
2. Nasabah tidak memperoleh bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga
wajar yang ditetapkan oleh LPS/nasabah tidak menerima imbalan yang tidak
wajar dari bank; dan
3. Nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki
kredit macet di bank tersebut
E.

Peserta Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan
Sesuai Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada

9

bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank
tersebut dibentuk LPS.
Dalam Pasal 12 UU LPS ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan
bahwa setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia
wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis bank tersebut meliputi bank umum
dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran, dan bank asing, serta bank
konvensional dan bank syariah.
F.

Simpanan yang dapat dijaminkan

1. Simpanan yang dijamin meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan,
dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu
2. Simpanan nasabah Bank berdasarkan Prinsip Syariah
3. Simpanan yang dijamin merupakan simpanan yang berasal dari masyarakat,
termasuk yang berasal dari bank lain 4.
4. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu Bank adalah hasil
penjumlahan saldo seluruh rekening Simpanan nasabah pada Bank tersebut,
baik rekening tunggal maupun rekening gabungan (joint account)
5. Untuk rekening gabungan (joint account), saldo rekening yang diperhitungkan
bagi satu nasabah adalah saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara
prorata dengan jumlah pemilik rekening.
6. Dalam hal nasabah memiliki rekening yang dinyatakan secara tertulis
diperuntukkan bagi kepentingan pihak lain (beneficiary), maka saldo rekening
tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihak lain (beneficiary) yang
bersangkutan
G.

Syarat Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan
Selain memenuhi besaran nilai simpanan yang dijamin, nasabah juga perlu

memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Simpanan nasabah tercatat dalam pembukuan bank;

10

2.

Nasabah tidak memperoleh bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga
wajar yang ditetapkan oleh LPS/nasabah tidak menerima imbalan yang tidak
wajar dari bank; dan

3. Nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki
kredit macet di bank tersebut Peserta Penjaminan Lembaga Penjamin
Simpanan Sesuai Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada
bank yang bersangkutan.
Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank tersebut dibentuk LPS.
Dalam Pasal 12 UU LPS ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan
bahwa setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik
Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis bank tersebut meliputi
bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran, dan bank asing,
serta bank konvensional dan bank syariah.

BAB III
PEMBAHASAN

11

A.

Peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan Nasional
Sebelum menjelaskan peran atau tugas LPS dalam menjamin simpanan

nasabah dan memelihara stabilitas sistem perbankan perlu dijelaskan hubungan
kelembagaan atau koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank
Indonesia, LPS, Kementerian Keuangan, dan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan (FKSSK).
Untuk pengamanan sistem perbankan nasional penerapannya dapat
dianalogikan sebagai tim sepakbola ada penyerang, pemain tengah, bek (pemain
belakang) dan kiper. Setiap posisi punya peran masing-masing. Jika dianalogikan
dengan sistem perbankan kita memiliki fungsi masing-masing. Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) berperan sebagai ujung tombak (front office). Dengan perannya
mengatur dan mengawasi mikroprudensial dengan kuat dan efektif, OJK
diharapkan mampu mendorong perbankan untuk mencapai goal (tujuan), yaitu
sistem perbankan yang sehat, stabil, bertumbuh, dan bermanfaat bagi rakyat
banyak. Selain itu, dengan mengidentifikasi permasalahan secara dini dan
tindakan perbaikan yang segera (prompt corrective actions) diharapkan
permasalahan perbankan dapat diatasi pada stadium awal.
Adapun tujuan OJK dibentuk agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor
jasa keuangan:
1.

terselenggara secara teratur, adil. transparan, dan akuntabel;

2.

mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil; dan

3.

mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Oleh karena itu berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011
tentang OJK, bahwa OJK menginformasikan kepada LPS mengenai bank
bermasalah yang sedang dalam upaya peyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan.

12

Selanjutnya di belakang OJK berdiri Bank Indonesia (BI) sebagai lini
tengah berperan mengatur kebijakan makroprudensial (moneter dan sistem
pembayaran) yang kondusif bagi industri perbankan sehingga dapat membantu
menciptakan peluang terjadinya goal. Konkretnya, saat sebuah bank menghadapi
masalah likuiditas, BI bisa memberikan fasilitas pinjaman likuiditas sebagai
bentuk pertahanan terhadap sistem ekonomi Indonesia.
Lembaga

Penjamin

Simpanan

(LPS)

berada

pada

posisi

belakang/bertahan, LPS menjamin simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya
dan melaksanakan resolusi (penyehatan) bank gagal. Bank gagal dan bank yang
dicabut

izinnya

pada

umumnya

mengalami

permasalahan

solvabilitas.

Pelaksanaan fungsi tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan, rasa
aman, dan ketenangan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan. Di samping itu, berdasarkan Pasal 42 UU No. 21 Tahun
2011, LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan
fungsi, tugas dan wewenangnya serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK,
karena pada dasarnya wewenang pemeriksaan terhadap bank adalah wewenang
OJK. Berdasarkan undang-undang, lingkup pemeriksaan LPS terhadap bank
meliputi pemeriksaan premi, posisi simpanan, tingkat bunga, kredit macet dan
tercatat, bank bermasalah, kualitas aset, dan kejahatan di sektor perbankan.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK, Bank
Indonesia dan LPS wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran
informasi secara terintegrasi.(zullfi diane zaini 2006 : 49)
Jika ketiga pertahanan tersebut tidak mampu bertahan juga, Kementerian
Keuangan adalah pemain terakhir yang diharapkan mampu menjaga gawang tetap
aman. Kemenkeu sebagai pemegang otoritas terhadap fiskal dan koordinator FSN
mampu memberikan kebijakan untuk menjaga sistem perbankan tetap
stabil. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dibentuklah Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). FKSSK adalah Operasionalisasi dari Jaring
Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dengan anggota terdiri atas:
1. Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordnator;
2. Gubernur Bank Indonesia selaku anggota;
3. Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan
13

4. Ketua Dewan Komisioner LPS selaku anggota.
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dibantu
kesekretariatan yang dipimpin salah seorang pejabat eselon I di Kementerian
Keuangan. Dalam kondisi normal, FKSSK:
1. wajib melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan;
2. melakukan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan;
3. membuat rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan
dan/atau membuat kebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem
keuangan; dan
4. melakukan pertukaran informasi.
Dalam kondisi tidak normal untuk pencegahan dan penanganan krisis, Menteri
Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan/atau
Ketua Dewan Komisioner LPS yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau
telah tejadi krisis pada sistem keuangan, masing-masing dapat mengajukan ke
FKSSK untuk segera dilakukan rapat guna memutuskan langkah-langkah
pencegahan atau penanganan krisis. .(zullfi diane zaini 2006 : 66)
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner
OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS berwenang mengambil dan
melaksanakan keputusan untuk dan atas nama institusi yang diwakilinya dalam
rangka

pengambilan

keputusan

FKSSK

dalam

kondisi

tidak

normal.

Kebijakan FKSSK yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk
mendapat persetujuan DPR. Keputusan DPR wajib ditetapkan dalam waktu paling
lama 24 jam sejak pengajuan persetujuan.

Dapat digambarkan sebagai berikut
Peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan Nasional

SISTEM PERBANKAN YANG
SEHAT, STABIL, BERTUMBUH,
DAN BERMANFAAT BAGI
RAKYAT
14

Otoritas
Jasa
Keuanga
n (OJK)

Bank
Indonesi
a (BI)

LPS

Kementeri
an
Keuangan

Forum
Koordinasi
Stabilitas
Sistem
Keuangan
(FKSSK)

KERANGKA HUKUM YANG SOLID, PEMBAGIAN TUGAS DAN
TANGGUNGJAWAB YANG JELAS DAN MEKANISME KOORDINASI
YANG EFEKTIF

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah bagian dari sistem Jaring
Pengaman Sektor Keuangan (JPSK)/anggota FKSSK bersama dengan BI, Menteri
Keuangan, dan OJK. FKSSK menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang
diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis pada sistem keuangan
sesuai dengan kewenangan masing-masing. Keputusan FKSSK yang terkait
dengan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal (bank resolotion) yang
ditangani berdampak sistemik mengikat LPS.
LPS melakukan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik setelah
FKSSK menyerahkan penanganannya kepada LPS. LPS melakukan peyelesaian
atau penanganan bank gagal berdampak sistemik dengan cara: melakukan
penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa
mengikutsertakan pemegang saham lama. Penanganan Bank Gagal yang
berdampak sistemik dengan mengikutsertakan pemegang saham lama (open bank
assistance) hanya dapat dilakukan apabila:
1. pemegang saham Bank Gagal telah menyetor modal sekurang-kurangnya 20
persen dari perkiraan biaya penanganan;
2. ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnya memuat kesediaan
untuk:
3. menyerahkan kepada LPS hak dan wewenang RUPS;
4. menyerahkan kepada LPS kepengurusan bank;

15

5. dan tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS dalam hal proses
penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS
6.
7.
8.
9.

melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
bank menyerahkan kepada LPS dokumen mengenai:
penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia;
data keuangan Nasabah Debitur
struktur permodalan dan susunan pemegang saham tiga tahun terakhir dan
informasi lainnya yang terkait dengan aset, kewajiban dan permodalan bank
yang dibutuhkan LPS. ( zulkarnain sitompul 2002 : 86)
Terhitung sejak LPS menetapkan untuk melakukan penanganan Bank

Gagal yang berdampak sistemik dengan penyertaan modal dengan pemegang
saham, berdasarkan UU No. 24 Tahun 2004:
1. pemegang saham dan pengurus bank melepaskan dan menyerahkan kepada
LPS segala hak, kepemilikan, kepengurusan dan/atau kepentingan lain pada
bank dimaksud; dan
2. pemegang saham dan pengurus bank tidak dapat menuntut LPS dalam hal
proses penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS
melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
LPS bertanggung jawab atas kekurangan biaya penanganan Bank Gagal
setelah pemegang saham lama melakukan penyetoran modal sekurang-kurangnya
20 persen dari perkiraan biaya penanganan. Biaya penanganan Bank Gagal yang
dikeluarkan oleh LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS pada bank. LPS
wajib menjual seluruh saham bank dalam penanganan paling lama tiga tahun sejak
penyerahan segala hak, kepemilikan, kepengurusan dan/atau kepentingan lain
pada bank dimaksud. Penjualan saham dilakukan secara terbuka dan transparan
dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS,
paling sedikit sebesar seluruh penempatan modal sementara yang dikeluarkan oleh
LPS. Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal tidak dapat diwujudkan
dalam jangka waktu paling lama tiga tahun maka dapat diperpanjang sebanyakbanyaknya dua kali dengan masing-masing perpanjangan selama satu tahun.
Selanjutnya dalam hal tingkat pengembalian yang optimal yaitu 3 tahun
dan paling sedikit tingkat pengembalian sebesar seluruh penempatan modal
16

sementara yang dikeluarkan oleh LPS tidak dapat diwujudkan dalam jangka
waktu perpanjangan 2 kali dengan masing-masing perpanjangan selama 1 tahun,
LPS menjual saham bank tanpa memperhatikan ketentuan tingkat pengembalian
yang optimal, tanpa memperhatikan modal sementara yang dikeluarkan oleh LPS
dalam jangka waktu satu tahun berikutnya. ( Thomas Suyatno 2005 : 102)
Penjelasan di atas adalah peran LPS dalam melakukan penanganan Bank
Gagal yang berdampak sistemik dengan penyertaan modal oleh pemegang saham.
Sedangkan penanganan bank gagal berdampak sistemik tanpa penyertaan modal
oleh pemegang saham serta penyelamatan bank gagal yang tidak berdampak
sistemik yang merupakan tugas dan tanggung jawab LPS tidak dibahas dalam
artikel ini.
Selanjutnya LPS dalam melakukan penyelesaian dan penanganan Bank
Gagal mempunyai kewenangan diantaranya menguasai dan mengelola aset dan
kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan. Kemudian LPS menjamin simpanan
nasabah bank yang berbentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Nilai simpanan yang
dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp 2.000.000.000,00
(dua milyar rupiah). Nilai yang dijamin diharapkan dapat melindungi seluruh
simpanan yang dimiliki oleh nasabah kecil yang merupakan sebagian besar
nasabah bank di Indonesia.
Namun demikian, berdasarkan Perpu No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan
Atas UU No. 24 Tahun 2004 Tentang LPS bahwa Nilai Simpanan yang dijamin
dapat diubah apabila dipenuhi salah satu atau lebih kriteria sebagai berikut:
1. terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan;
2. terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun;
3. jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kuran dari 90%
dari jumlah nasabah penyimpan seluruh bank; atau
4. terjadi ancaman krisis yang berpotensi mengakibatkan

merosotnya

kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas
sistem keuangan.

17

5. Selanjutnya, kemungkinan bisa saja terjadi bahwa klaim penjaminan
dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau
verifikasi terjadi:
6. data Simpanan nasabah dimaksud tidak tercatat di bank;
7. nasabah Penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar;
misalnya nasabah yang memperoleh hasil bunga jauh di atas tingkat pasar; dan
8. nasabah Penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank
menjadi tidak sehat, misalnya penerima kredit yang kreditnya macet. ( Thomas
Suyatno 2005 : 102)
B.

Peran LPS sebagai Jaring Pengaman Sistem Perbankan Syariah
Peran lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Penjaminan Simpanan

Nasabah Perbankan Syariah. Pendirian lembaga Penjamin simpanan pada
dasarnya dilakukan sebagai upaya pendirian perlindungan terhadap dua resiko
yang berada didalam perbankan. Dalam menjalankan usaha bank biasanya hanya
menyisakan sebagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga
apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sebentara sebagian besar dari simpanan
dialokasikan untuk pemberian kredit. Keadaan ini enyebabkan perbankan tidak
dapat memenuhi permintaan dengan jumlah besar dengan segera atas simpanan
nasabanh yang dikelolanya bila terjadi penarikan tiba-tiba oleh nasabah dalam
jumlah yang sangat besar.( Kasmit, 2002 : 87)
Keterbatasn dalam penyediaan dana cash ini adalah karena bank tidak
dapat menarik segala pinjaman yang telqah disalurkan. Bila bank tidak dapat
memenuhi permintaan penarikan simpanan oleh nasabahnya, nasabah akan
menjadi panic dan akan menutup rekeningnya yang ada pada bank tersebut
sekalipun abnk tersebut sebenarnya dalam keadaan sehat.
Sesuai ketentuan Pasal 3 PP Nomor 39/2005 dan pasal 23 peraturan LPS
Nomor 1/PLPS/2006 simpanan bank syariah yang dijamin oleh LPS yaitu:
(peraturan LPS Nomor 1/PLPS/2006)
1.

Giro berdasarkan prinsip wadiah (untuk BUS dan UUS)

2.

Tabungan berdasarkan prinsip wadiah

3.

Tabungan berdasarkan prinsip mudlarabah mutlaqoh atau prinsip
mudlarabah muqoyyad dan resikonya ditanggung oleh bank.

18

4.

Deposito berdasarkan prinsip mudlarabah mutlaqoh atau dengan prinsip
mudlarabah muqoyyad yang resikonya ditanggung oleh bank.

5.

Simpanan berdasarkan prinsip syariah lainya yang ditetapkan oleh LPS
setelah mendapatkan pertimbangan LPP (Bank Indonesia)
Mengenai pembayaran klaim penjamin simpanan nasabah bank yang

dicabut izinnya, LPS memiliki hak untuk menggantikan posisi nasabah
penyimpan tersebut (hak subrograsi) dalam pembagian hasil likuidasi bank.
Pemberian kewenagan hak dan kewenangan tersebut dimaksudkan untuk
mengoptimalkan tingkat pemulihan (recovery rate) bagi LPS, sehingga
keberlangsungan program penjaminan simpanan akan terus dijaga.
Sementara itu dalam penjaminan terhadap nasabah perbankan syariah
pihak Lembaga Penjamin Simpanan sebenarnya hampir sam dengan bank
konvensionsesuai akad awal yang dipakai oleh nasabah pada saat awal melakual.
Namun yang ada dalam perbankan syariah adalah sesuai akad awal saat nasabah
melakukan penyimpanan terhadap uangnya

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga independen bentukan
pemerintah

yang

dibentuk

berdasarkan

Undang-Undang

dengan

tujuan

menumbuhkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan setelah
terjadinya krisis moneter yang mengakibatkan dilikuidasinya beberapa bank di
Indonesia. Lembaga Penjamin Simpanan berfungsi menjamin simpanan nasabah
bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem

perbankan sesuai

kewenangannya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan fungsinya, LPS
19

mempunyai

tugas

merumuskan

dan

menetapkan

kebijakan

pelaksanaan

penjaminan simpanan serta melaksanakan penjaminan simpanan.
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dibentuklah Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), yang salah satu anggotanya adalah LPS.
LPS melakukan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik setelah
FKSSK menyerahkan penanganannya kepada LPS. dan LPS menjamin simpanan
nasabah sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam penjaminan terhadap nasabah perbankan syariah pihak Lembaga
Penjamin Simpanan sebenarnya hampir sam dengan bank konvensionsesuai akad
awal yang dipakai oleh nasabah pada saat awal melakual. Namun yang ada dalam
perbankan syariah adalah sesuai akad awal saat nasabah melakukan penyimpanan
terhadap uangnya

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999
Perpu No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 24 Tahun
2004 Tentang LPS.
Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/PLPS/2006
Diane Zaini, Zulfi. 2006. Aspek Hukum dan Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan. :UBL
Sitompul, Zulkarnaen. 2008.Suatu Pemikiran tentang Pendirian Lembaga Simpanan di
Indonesia.Jakarta:Grafika

20

Suyatno,Thomas.2005. Kelembagaan Perbankan.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

http://www.lps.go.id/web/guest/penjaminansimpanan;jsessionid=9BB6D6C1EC1B02FB9E978B8A87379B26
Lembaga penjamin Simpanan-wikipedia bahasa Indonesia, ensikopedia bebas.htm

21