makalah keamanan pangan dan toksikologi.

MAKALAH
KEAMANAN PANGAN DAN TOKSIKOLOGI

“SENYAWA AKRILAMIDA DARI REAKSI MAILLARD”

Oleh :
1. DEVI SALVIANA

(J1A014024)

2. FANI ZULFIANI

(J1A014032)

3. M. ALFIAN ROSYADA

(J1A0140)

4. TINDIH APRIANI

(J1A0140)


5. SRI MARYANI

(J1A0140)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terdapat 2 hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan pangan
perlu dilakukan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang
aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Yang kedua adalah agar bahan pangan
tersebut dapat diterima khususnya diterima secara sensori, yang meliputi
penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste) dan tekstur (kekerasan,
kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan). Di satu sisi, pengolahan dapat

menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan seperti aman,
bergizi dan dapat diterima dengan baik secara sensori. Namum di sisi lain,
pengolahan juga dapat menimbulkan hal yang sebaliknya yaitu terjadinya reaksireaksi kimia yang menghasilkan toksik yang pada akhirnya berpengaruh terhadap
nilai gizi, keamanan dan penerimaannya.
Salah satu reaksi kimia yang terjadi selamam proses pengolahan pangan
yang berdampak pada timbulnya toksik yaitu reaksi Maillard. Reaksi Maillard
adalah reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amina
primer sehingga dapat menghasilkan produk berupa warna cokelat yang sering
dikehendaki, namun juga kadang-kadang malah menjadi pertanda terjadinya
penurunan mutu. Salah satu efek negatif dari adanya reaksi Maillard ini adalah
timbulnya suatu senyawa karsinogenik yaitu akrilamida. Dengan demikian
diperlukan suatu usaha optimasi dalam suatu pengolahan agar hal-hal yang
diinginkan tercapai dan hal yang tidak diinginkan ditekan sampai minimal. Untuk
itulah pentingnya pengetahuan akan pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan
keamanan pangan.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui proses terjadinya reaksi Maillard dan dampaknya bagi
bagi bahan pangan.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Reaksi Maillard
Reaksi maillard adalah suatu reaksi kimia yang terjadi antara asam amino
dan gula tereduksi, biasanya terjadi pada suhu yang tinggi. Reaksi ini ditemukan
pertama kali oleh Maillard pada awal abad ke-20, saat ia ingin meneliti bagaimana
asam-asam amino berikatan membentuk protein. Maillard menemukan itu saat
memanaskan campuran gula dan asam amino. Campuran berubah warna menjadi
kecoklatan. Reaksi berlangsung dengan mudah pada suhu antara 150-260 derajat
Celcius, kira-kira suhu pemanasan saat memasak. Tetapi hubungan antara reaksi
Maillard dengan perubahan warna dan cita rasa makanan baru diketahui tahun
1940.
Reaksi maillard tergolong reaksi non enzimatik ini menghasilkan warna
coklat (browning). Secara umum suhu pemanasan lebih berpengaruh daripada
waktu pemanasan dalam reaksi maillard. Mekanisme reaksi maillard sangat
kompleks, dimana gula amin akan mengalami denaturasi, siklisasi, fargmentasi,
dan polimerisasi sehingga terbentuk kompleks pigmen yang disebut melanoidin.
Reaksi Maillard umumnya terjadi pada pH 9-10,5. Pada pH rendah, banyak gugus
amino yang terprotonasi sehingga hanya sedikit asam amino yang tersedia untuk
reaksi maillard. Proses ini berlangsung dalam suasana basa, suhu tinggi ataupun
kelembaban tinggi. Produk-produk yang memanfaatkan reaksi maillard dapat

ditambahkan glukosa ataupun gula invert untuk mendapatkan warna coklat yang
diinginkan. Namun bila reaksi maillard ingin dicegah, penambahan natrium
metabisulfit dapat diaplikasikan pada bahan pangan. Pemilihan jenis gula menjadi
faktor penting karena jenis gula sangat menentukan karakteristik warna coklat
pada bahan pangan.
Pada umumnya reaksi Maillard terjadi dalam dua tahapan, yairu tahap reaksi
awal dan reaksi lanjutan. Pada tahap awal terjadi kondensasi antara gugus
karbonil dari gula pereduksi dengan gugus amino bebas dari asam amino dalam
rangkaian protein. Produk hasil kondensasi selanjutnya akan berubah menjadi

basa Schiff karena kehilangan molekul air (H2O) dan akhirnya tersiklisasi oleh
Amadori

rearangement

membentuk

senyawa

1-amino-1-deoksi-2-ketosa.


Senyawa deoksi-ketosil atau senyawa Amadori yang terbentuk merupakan bentuk
utama lisin yang terikat pada bahan pangan setelah terjadinya reaksi Maillard
awal. Pada tahap ini secara visual bahan pangan masih berwarna seperti aslinya,
belum berubah menjadi berwarna coklat, namun demikian lisin dalam protein
bahan

pangan

tersebut

sudah

tidak

tersedia

lagi

secara


biologis

(bioavailabilitasnya menurun).

Gambar 1. Reaksi Maillard Awal
Reaksi Maillard lanjutan dapat terjadi melalui tiga jalur (pathways), dua
diantaranya dimulai dari produk Amadori (senyawa deoksi-ketosil) dan yang
ketiga berasal dari degradasi Strecker. Reaksi tersebut berakhir dengan
pembentukan pigmen berwarna coklet yang disebut malanoidin. Menurut Zyzak
et al. (2003), pada tahap dekomposisi ARP dan degradasi strecker asam amino
mengalami dekarboksilasi dan deaminasi untuk membentuk senyawa aldehid yang
selanjutnya akan membentuk senyawa akrilamida.

Gambar 2. Reaksi Maillard Lanjutan
2.2. Senyawa Akrilamida
2.2.1. Pembentukan Akrilamida dalam Makanan
Asparagin yaitu asam amino utama mempunyai struktur mirip dengan
akrilamida, dan diduga senyawa tersebut yang paling berperan dalam
pembentukan akrilamida. Hasil penelitian yang sama juga ditemukan oleh

pemerintah Kanada dan pabrik Procter and Gamble Co. Keduanya sama-sama
mencurigai adanya hubungan antara asparagin dengan pencetus kanker.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada populasi
umum, rata-rata asupan akrilamida melalui makanan berada pada rentang 0,3–0,8
μg/kg BB/hari. Environmental Protection Agency (EPA) pada tahun 1992 dan

WHO pada tahun 1985 telah membatasi kadar akrilamida dalam air minum
sebesar 0,5 μg/liter (ppb). Office of Environmental Health Hazard Assesment
(OEAHHA), salah satu divisi EPA yang berlokasi di California, Amerika Serikat
telah menetapkan bahwa 0,2 μg/hari akrilamida tidak bersifat sebagai agen
pencetus kanker. Peneliti Swedia mendapatkan bahwa terdapat konsentrasi
akrilamida yang sangat besar pada makanan yang digoreng (keripik kentang,
median 1200 μg/kg; kentang goreng, 450 μg/ kg), dan makanan yang dipanggang
(sereal dan roti, 100-200 μg/kg).
Akrilamida ditemukan pada beberapa makanan tertentu yang dalam proses
dan pembuatannya menggunakan suhu tinggi, dengan meningkatnya pemanasan
dan bertambahnya waktu, dapat meningkatkan kadar akrilamida. Akrilamida tidak
terbentuk pada suhu di bawah 120ºC. Mekanisme terbentuknya belum dapat
diketahui dengan pasti, diperkirakan meliputi reaksi dari berbagai macam
kandungan dalam makanan, seperti karbohidrat, lemak, protein dan asam amino,

serta berbagai macam komponen lainnya dalam jumlah yang kecil. Mekanisme
pembentukan akrilamida yang mungkin dan telah dikemukakan oleh peneliti
antara lain:
1. Terbentuk dari akrolein atau asam akrilat hasil degradasi karbohidrat,
lemak, atau asam amino bebas, seperti alanin, asparagin, glutamin, dan
metionin yang memiliki stuktur mirip dengan akrilamida.
2. Terbentuk langsung dari asam amino.
3. Terbentuk dari dehidrasi atau dekarboksilasi beberapa asam organik
tertentu seperti asam laktat, asam malat, dan asam sitrat.
Hal penting yang yang dapat dikemukakan adalah terbentuknya akrilamida
dalam makanan dominan melalui reaksi Maillard yang melibatkan asam amino
asparagine dan terbentuknya pada suhu diatas 120 derajat Celsius,semakin lama
proses pemanasan semakin tinggi kandungan akrilamida dalam makanan.
Asparagin, merupakan asam amino dalam makanan yang bereaksi dengan gula
pada suhu tinggi.

2.2.2. Efek Akrilamida pada Hewan dan Manusia
Akrilamida dipercaya dapat menyebabkan penyakit kanker pada sekitar
2% (100-700 dari 45.000) kasus tiap tahun di Swedia, bentuk monomernya
bersifat racun terhadap system saraf pusat, sedangkan bentuk polimer diketahui

tidak bersifat toksik. Akrilamida sudah pasti bersifat genotoksik dan karsinogenik
pada hewan. International Agency for Research on Cancer (IARC), U.S.
Environmental Protection Agency (EPA), Food and Drug Administration (FDA),
serta The National Toxicology Program telah mengklasifikasikan akrilamida
sebagai senyawa yang mungkin menyebabkan kanker atau berpotensi sebagai
karsinogenik pada manusia (grup 2A).
Akrilamida bersifat iritan dan toksik. Efek lokal berupa iritasi pada kulit,
dan membran mukosa. Iritasi lokal pada kulit ditunjukkan dengan melepuhnya
kulit disertai dengan warna kebiruan pada tangan dan kaki, efek sistemik
berhubungan dengan paralisis susunan saraf pusat, tepi, dan otonom sehingga
dapat terjadi kelelahan, pusing, mengantuk, dan kesulitan dalam mengingat.
Berdasarkan uji klinis, ditunjukkan bahwa paparan akut dosis tinggi akrilamida
memicu tanda-tanda dan gejala gangguan saraf pusat, sedangkan paparan
akrilamida dalam jangka waktu yang lama dengan dosis yang lebih kecil dapat
memicu gangguan pada sistem saraf tepi. Setelah paparan terhadap akrilamida
dihentikan, gangguan-gangguan tersebut dapat berkurang, tetapi dapat bertahan
hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Akrilamida meningkatkan kemungkinan terjadinya tumor paruparu pada
tikus. Akrilamida dapat meningkatkan timbulnya tumor kelenjar payudara pada
tikus betina. Pada tikus jantan dapat memicu degenerasi tubulus seminiferus dan

aberasi kromosom spermatosit serta menurunkan kadar testoteron dan prolaktin.
Namum, uji fertilitas belum dilaporkan. Dengan pemberian secara oral, topikal,
dan intraperitonial akrilamida dapat memicu kanker kulit. Akrilamida,
dimasukkan dalam kategori grup 2A yaitu senyawa yang hampir dipastikan
menyebabkan kanker pada manusia (karsinogenik). Hal tersebut dikarenakan
jumlah peserta yang diikutsertakan dalam penelitian masih belum memadai untuk
suatu uji epidemiologik. Berdasarkan data yang ada, belum ada data

epidemiologic yang menunjukkan bahwa paparan akrilamida dapat menyebabkan
kanker.
2.3. Cara Meminimalisasi Pembentukan Seyawa Akrilamida
2.3.1. Proses Enzimatik
Enzim asparaginase telah terbukti dapat menurunkan kandungan
akrilamida di dalam makana.Asparaginase dapat mencegah pembentukan
akrilamida dengan mengkonversi prekursornya,asparagine (secara alami ada
dalam makanan) menjadi bentuk asam amino lain ,aspartate, yang umum terdapat
pada dalam makanan .
Asparaginase dapat diproduksi dari mikroba Aspergillus oryzae. Dengan
teknologi mikrobia enzim tersebut dapat diisolasi dan diproduksi dalam bentuk
cairan muapun granular untuk memudahkan aplikasinya pada industry. Dosis

penggunaan enzim ini direkomendasikan sebanyak 70-570ppm , tergantung
beberapa factor seperti suhu, pH dan aktifitas air (water activity). Terbukti
asparaginase dapat menurunkan 40% sampai 90% kandungan akrilamida didalam
produk bakery tanpa pengaruh negatif pada penampilan atau karakteristik produk
yang dihasilkan, selain itu melalui proses pemanasan,enzim akan mengalami
inaktifasi sehingga produk makanan aman untuk dikonsumsi.
2.3.2. Proses Fermentasi
Beberapa peneliti dari Norwegia menggunakan fermentasi asam laktat
untuk mencegah pembentukan akrilamida selama proses produk kentang dan
kopi.Dengan dasar bahwa akrilamida terbentuk dari reaksi antara asam amino
asparagine dan gula-gula sederhana seperti glukosa dan fruktosa,maka dengan
cara yang sederhana bakteri asam laktat menghilangkan senyawa-senyawa
tersebut dan pembentukan akrilamida dapat dicegah.dari hasil penelitian
menunjukan bahwa dengan merendam bahan didalam cairan kultur bakteri asam
laktat selama 10-15 menit sebelum diproses dapat menurunkan pembentukan
akrilamida sampai 90%.

2.3.3. Proses Penggorengan dengan Metode Vacuum Frying
Hasil Penelitian Granda, et al. (2004) menunjukan bahwa dibandingkan
dengan penggorengan tradisional (kondisi atmosfer),penggorengan vakum (hampa
udara) mampu mengurangi pembentukan akrilamida dalam keripik kentang
sampai sekitar 94% dibandingkan dengan keripik kentang yang digoreng dengan
proses penggorengan tradisional

BAB III
KESIMPULAN
Reaksi Maillard adalah reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi
dengan gugus amina primer sehingga dapat menghasilkan produk berupa warna
cokelat yang sering dikehendaki, namun juga kadang-kadang malah menjadi
pertanda terjadinya penurunan mutu. Salah satu efek negatif dari adanya reaksi
Maillard ini adalah timbulnya suatu senyawa karsinogenik yaitu akrilamida.
Akrilamida meningkatkan kemungkinan terjadinya tumor paruparu pada tikus.
Akrilamida dapat meningkatkan timbulnya tumor kelenjar payudara pada tikus
betina. Pada tikus jantan dapat memicu degenerasi tubulus seminiferus dan aberasi
kromosom spermatosit serta menurunkan kadar testoteron dan prolactin.
Akrilamida, dimasukkan dalam kategori grup 2A yaitu senyawa yang hampir
dipastikan

menyebabkan

kanker

pada

manusia

(karsinogenik).

Cara

meminimalisasi pembentukan senyawa akrilamida dapat melalui reaksi enzimatis,
proses fermentasi dan proses penggorengan dengan menggunakan vacuum frying.

DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Y. 2006. Pembentukan Akrilamida Dalam Makanan Dan Analisisnya.
Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 3 (3) : 107-116.
Muhammad,

S.

2015.

Pembentukan

Senyawa

Akrilamida

Dan

Cara

Meminimalisasinya.http://upnfoodtech.blogspot.co.id/2015/03/pembentukan
-senyawa-akrilamida-dan-cara_8.html
Palupi, N.S., F.R. Zakaria dan E. Prangdimurti. 2007. Modul E-Learninf ENBP :
Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Pangan. Bogor : IPB.
Sirrosiris,

2010.

Penyebab

Reaksi

Maillard

(Maillard Reaction).

https://lordbroken.wordpress.com/2011/10/05/penyebab-reaksi-maillardmaillard-reaction/
Taufik, H. 2010. Efek Pengolahan Terhadap Gizi Bahan Pangan. http://www.x3prima.com/2010/02/efek-pengolahan-terhadap-gizi-bahan.html.
Zyzak DV, Sanders RA, Stojanovic M, Tallmadge DH, Eberhart BL, Ewald DK,
Gruber DC, Morsch TR, Strothers MA, Rizzi GP dan Villagran MD. 2003.
Acrylamide Formation Mechanism in Heated Foods. J Agric Food Chem.
Vol. 51:4782-4787