Cerpen Takdir Cinta Takdir Cinta

TAKDIR CINTA
Oleh Mustopa Kamal Btr
(Mahasiswa UIN Suska Riau)
Email: [email protected]
Klik: www.karya-kamal.blogspot.com

Mentari masih malu-malu memperlihatkan wujudnya yang mungil di
tengah kerumunan mahasiswa yang mulai berdatangan ke kampus. Hari
ini kami masuk pada pukul delapan pagi. Sebelum pukul delapan kami
sudah harus berada di ruang belajar karena mahasiswa yang terlambat
datang tidak akan diperbolehkan mengikuti mata kuliah. Disiplin memang,
aku yakin itu demi kebaikan kami juga.
“Assalamu ‘alaikum” ujar Bapak Hamid dosen mata kuliah Hukum
Pidana kami.
“Wa’alaikum salam Pak”. Kami serentak menjawab salam beliau.
Hari ini seolah ada yang berbeda. Di samping pak Hamid terlihat
sesosok bidadari memakai baju merah jambu bergaris-garis. Jilbabnya
berwarna biru seperti warna rok yang sedang ia kenakan. Senyumannya
manis bak gula. Alis matanya lentik bak semut berbaris-baris. Aku benarbenar terpana melihat kecantikan gadis itu.
“Anak-anak hari ini kita kedatangan mahasiswa baru, namanya
Anisa. Dia adalah mahasiswa pindahan dari Jakarta”

Sebagai ketua kelas, aku terlebih dulu menanyakan alasan gadis
cantik itu pindah kuliah ke Pekanbaru ini.
“Kalau boleh tau, Anisa Kenapa pindah kuliah ke sini?”

“O, saya pindah kuliah ke Pekanbaru ini karenakan ayah saya
pindah tugas dari Jakarta, jadi kami sekeluarga sekarang menetap di kota
ini” jawab Anisa sembari tersenyum manis.
“O” gumamku.
“Ada lagi pertanyaan? kata pak dosen.
“Tidak Pak” para mahasiswa serentak menjawab .
“Anisa, kamu silahkan duduk” suruh Pak Hamid.
“Baik Pak”

***

Mata kuliah kedua ini bapak dosen belum hadir. Mumpung dosennya
belum hadir aku coba berkenalan lebih dekat dengan sang bidadari,
Anisa.
“Hai, saya Rahman”
“Anisa”

“Bagaimana pendapatmu tentang kampus kita ini?”
“Kampus ini menurutku sangat bagus. Aku sangat senang ada di
sini, karena lingkungannya asri dan mahasiswanya juga ramah-ramah”
“O, selamat bergabung ya, semoga nanti kamu betah kuliah di
kampus ini” ucapku.
“Ya, terimakasih”.
Dia

benar-benar

cantik.

Belum

ada

yang

bisa


menyaingi

kecantikannya di kampus ini. Dia benar-benar gadis yang sempurna
menurutku.
***
“Hai Anisa, perkenalkan aku Naira” sahut Naira dari belakang.

“Anisa, hai Naira” Jawab Anisa.
“Kalau boleh tau, emang pekerjaan ayah Anisa apa ya, kok bisa
pindah tugas ke sini”
“O, ayahku seorang pimpinan umum stasiun TV, jadi ayah
ditugaskan oleh perusahaan untuk memimpin salah satu stasiun TV yang
ada di Pekanbaru ini, yang masih anak perusahaan dari stasiun TV di
Jakarta”
“O, berarti anak konglomerat dong, hehe..”
“Nggak juga kok” Anisa berusaha rendah hati.
“O ya Nis, Rahman ini adalah ketua kelas kita” ujar Naira sambil
menunjuk aku.
“Iya Ra, tadi kami udah kenalan” jawab Anisa.
“O baguslah” ujar Naira menutup pembicaraan.

Pertanyaan Naira

tadi menurutku terlalu lebay, kok nanya

pekerjaan orangtua Anisa segala. Mungkin tadi Naira menghampiri kami,
karena ia cemburu melihat aku dan Anisa berduaan. Aku sebenarnya
tahu, kalau Naira itu mempunyai perasaan sesuatu kepadaku tapi ia tidak
berani mengungkapkannya. Naira memang cantik, tapi Anisa jauh lebih
cantik.
Waktu berjalan mengikuti arus sungai Siak yang menghiasi sudut
kota Pekanbaru ini. Hari-hari kulalui dengan perasaan suka cita karena
Anisa kelihatannya sudah menaruh hati kepadaku. Walaupun aku belum
mengutarakan perasaan cintaku kepada Anisa, tapi aku yakin ia juga
mempunyai perasaan yang sama sepertiku.
***
Hari kamis nan cerah, secerah hatiku ketika berada di dalam ruang
belajar ini. Hidupku begitu bermakna karena kehadiran Anisa, yang telah
memberi seteguk air di bawah panasnya terik mentari. Dari pertama aku
mengenalnya, hatiku terasa tentram. Senyumnya yang manis selalu
terngiang di benakku ketika hendak tidur. Wajahnya yang cantik selalu

hadir dalam mimpi indahku.

“Tapi mungkin nggak

ya, aku dan dia ditakdirkan jodoh?. Aku

hanyalah anak seorang pedagang kedai nasi, sedangkan ia adalah putri
raja. Sudahlah, biarlah waktu yang memberi jawaban” gumamku dalam
hati.
Aku turuni anak tangga dari lantai tiga menuju lantai bawah karena
hari ini mata kuliah kami sudah selesai. Hatiku sontak kaget ketika Nurul
tiba-tiba menghampiriku dari belakang.
“Ada apa Nurul?”
“Aku, ada sesuatu buat kamu”
“Buat aku?, apaan?”
“Ini dia, tadi Naira titip ini, katanya surat”
“Surat apaan?”
“Aku juga kurang tahu, mungkin surat izin, entah besok dia nggak
hadir, soalnya tadi aku lupa juga nanyain, karena dia keburu-buru sih”
“O, baiklah,, terimakasih ya Nurul”

“Oke,

sama-sama,

aku

duluan

ya”

jawab

Nurul

mengakhiri

pembicaraan kami.
***
Kurebahkan tubuh di atas kasur berwarna biru muda, kubuka amplop
surat yang diberikan Nurul tadi. Sembari membukanya hatiku bertanyatanya

“kok Naira ngasih suratnya gak langsung ke aku, emang dia mau
kemana ya?”.
Pekanbaru, 30 April 2015
Assalamu ‘alaikum... Wr. Wb.
Untuk seseorang yang aku kagumi.
Semoga seseorang yang aku kagumi berada dalam lindungan Allah
SWT, agar tetap semangat dalam mengejar impian dan cita-cita. Rahman,

sebelumnya maaf kalau aku terlalu berani mengungkapkan perasaan ini.
Sebenarnya aku mengirim surat ini karena bisikan dari hati yang tidak
bisa aku tolak.
Aku

tidak

bisa

lagi

menyembunyikan


perasaanku

kepadamu,

wajahmu selalu menghiasi ingatanku ketika hendak tidur. Senyummu
selalu terpancar di cermin ketika aku hendak berkaca dan bayanganmu
selalu menghantui naluriku. Sudah lama aku mengagumimu Man, tapi aku
selalu memendamnya dalam hati. Perasaan cinta ini selalu menyuruh aku
untuk berterus terang padamu. Aku tidak tahu apakah kamu mempunyai
perasaan yang sama terhadapku, semoga perasaan cinta ini bisa kamu
maklumi. Aku menunggu jawabanmu besok di kampus.
Demikian surat ini aku tulis di sudut keheningan malam yang dihiasi
rembulan, khusus kupersembahkan bagi orang yang sangat kukagumi
dalam hidup ini, semoga ia mempunyai perasaan yang sama sepertiku.
Wassalam
Naira

Sebenarnya, dulu aku pernah menaruh hati kepada Naira, tapi
sesudah Anisa hadir dalam hidupku, perasaan itu seolah lenyap dihempas

angin. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana besok, semoga Naira tidak
kecewa dengan keputusanku.
***
Mentari tertutup awan, semilir angin memainkan senandung sendu,
dari kejauhan terlihat sesosok insan yang sedang berdiri di depan kelas.
Dari wajahnya terpancar aura bahwa ia sedang menunggu jawaban
dariku, aku pun menghampirinya.
“Naira aku sudah membaca suratmu”
“O, maaf ya Man kalau aku terlalu berani”

“Naira, kita bisa ke belakang kelas bentar, aku mau ngomong
sesuatu sama kamu”
“Ya, boleh”
Naira mungkin sudah tahu maksudku mengajak dia ke belakang
kelas ini, aku ingin memberikan keputusan tentang balasan suratnya
kemaren. Naira pun terlihat deg-degan ketika aku mulai bicara.
“Naira sebenarnya aku suka sama kamu, tapi....?!!”
“Tapi apa Man?”
“Tapi, aku tidak bisa menerima cintamu karena aku sudah terlanjur
mencintai seseorang”

Spontan air hujan turun dari langit mengalir melalui sudut mata
Naira, mungkin dia tidak bisa menerima keputusanku. Aku memang
kasihan melihat naira, tapi aku juga tidak bisa memaksakan kehendak
hatiku. Aku sudah terlanjur cinta kepada Anisa.
“Naira,

jangan

menangis.

Maafn

aku

ya,

aku

tidak


bermaksud

menyakitimu”
“Nggak kok, mungkin aku tidak sesempurna yang kamu inginkan”
Perlahan Naira menghilang dari sudut pandangan. Aku tidak tahu
dia mau kemana. Mungkin ia pergi untuk menenangkan perasaannya
yang belum bisa menerima keputusanku. Satu sisi aku merasa bersalah
kepada Naira, di sisi lain aku tidak bisa memaksakan perasaan cintaku.
Cinta itu suci, cinta itu tidak bisa dipaksakan.
***
Rembulan telah disapa mentari. Malam telah dihampiri siang.
Sembari menunggu mata kuliah kedua, aku dan Anisa duduk di bawah
pepohonan rindang di samping kantin. Tempatnya yang sangat teduh,
membuat kami betah berlama-lama di sini.
“Anisa, di sini sejuk ya”
“Iya Rahman, di sini banyak pohon rindang, gak seperti di ruang
belajar kita, pohonnya masih kecil-kecil”

“ Iya Nis, Sejuknya tempat ini, sesejuk hatiku bila berada di
sampingmu”
“Aduh Rahman pandai gombal deh”
“Benar Nis, aku gak bohong”
“Iya deh, aku percaya”
“Nis, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu sama kamu, boleh
gak?”
“Boleh, mau bilang apa Man”
“Gak terasa ya, waktu berlalu begitu cepat. Tinggal nunggu
beberapa minggu lagi kita udah libur”
“Iya Man”
“Tapi sebenarnya bukan itu yang mau aku bilang sama Anisa”
“Jadi?”
Hatiku benar-benar deg-degan ketika mau mengatakan perasaan
cinta yang sesungguhnya kepada Anisa. Hati kecilku berkata belum
saatnya

untuk

mengungkapkan

menyuruhku untuk

perasaan

ini,

di

sisi

lain

ia

pun

secepatnya mengungkapkan perasaan yang telah

lama terpendam. Aku benar-benar berada di persimpanagn hati.
“Rahman, hello, Rahman tadi mau bilang apa?”
“Ooo, Anisa aku tadi mau bilang aku mau ke toilet bentar, boleh kan
?”
“Oo, iya Man silahkan”
Di

toilet

hati

kecilku

kembali

bertanya.

Apakah

aku

harus

mengatakan cinta sekarang atau lain kali aja. Hatiku benar-benar degdegan. Aku putuskan untuk mengungkapakan perasaan cintaku kepada
Anisa saat ini juga. Aku tidak mau mengulur-ulur waktu lagi.
“Anisa, Rahmat boleh lagi gak mengatakan sesuatu sama kamu?”
“Gak boleh, hehe.... Ya boleh lah Rahman. Mau bilang ke toilet lagi
ya?”
“Nggak Nis”
“Lantas?”
“Sebenarnya telah lama kupendam perasaan ini Nis, sejak pertama
aku melihatmu, aku sudah terjatuh dalam lobang hatimu. Wajahmu

selalau membayang-bayangi benakku. Dari kedekatan kita selama ini, aku
sudah menganggapmu sebagai orang spesial dalam hidupku. Anisa,
namamu telah coba aku lukis di langit tapi angin meniupnya. Namamu
telah kutulis di lautan, tapi badai menghempasnya. Sekarang bolehkah
namamu aku tulis dalam hatiku, agar cinta mengabadikannya?. I love you
Anisa, aku tidak bisa menyimpan perasaan ini lagi”.
“Rahman, sebenarnya aku juga memendam perasaan yang sama
sepertimu, aku sangat suka kepadamu. Ketika aku tidur aku selalu ingat
kamu, ketika mau makan selalu ingat kamu, kemanapun aku pergi
bayanganmu seolah mengikuti jejakku. Tapi.....”
“Tapi apa Nis, apakah aku masih kurang sempurna bagimu?”
“Bukan begitu Man, tapi aku sudah ditunangkan dengan orang lain.
Maaf Man ya kalau aku belum memberi tahu kamu”

Mentari yang tadi bersinar telah tertutup awan kelam, udara yang
tadi sejuk telah berubah menyesakkan dada. Aku benar-benar tidak
menyangka kalau Anisa sudah mempunyai tunangan. Aku benar-benar
tidak menyangka akan mendengarkan jawaban seperti ini. Jawaban yang
sungguh mengecewakan.
“Rahman, maafn aku ya. Aku tidak bermaksud menyakitimu”
Aku berusaha tegar di hadapan Anisa, walaupun hati ini pilu bak
disayat seratus sembilu.
***
Mentari sudah memperlihatkan senyum sumringahnya kepada para
mahasiswa yang sedang berlalu-lalang. Di depan kelas terlihat sesosok
gadis yang sedang melepaskan pandangan ke jagat raya. Aku teringat
ketika menolak cintanya. Tapi aku juga pernah menyimpan perasaan
terhadapnya, sebelum Anisa hadir dalam hidupku. Gadis manis itu
memakai baju biru, warna kesukaanku. Dia sangat anggun dengan baju
bercorak bunga melati itu.
“Naira, apa kabar?”

“Kabar baik Rahman. Kamu apa kabar?”
“Kabar baik juga. Bagaimana sekarang hubungannya dengan Anisa,
masih langgeng kan?”
“Iya Ra. Naira ada sesuatu yang ingin aku utarakan sama kamu”
“Ada apa Man?”
“Kita boleh ke belakang kelas?”
“Boleh”
“Naira, sebenarnya aku masih menyimpan perasaan kepadamu.
Perasaan itu tiba-tiba meghampiriku dan berpesan agar aku sampaikan
kepadamu. Apakah kamu masih mempunyai perasaan yang sama seperti
yang aku rasakan saat ini?
“Aku juga sebenarnya tidak bisa melupakanmu Rahman. Perasaan
cintaku padamu selalu mengiringi setiap hentakan kaki”
“I Love You Naira, maukah kamu menerima cintaku?”
“Maaf Man, aku tidak bisa lagi menerima cintamu karena aku sudah
bertunangan dengan anak seorang pengusaha”
“Benarkah Naira?”
“Iya Man. Maafkan aku Man, aku bukan bermaksud melukai
perasaanmu”
Hatiku sangat kecewa dengan jawaban Naira. Mungkin ini balasan
dari apa yang pernah aku perbuat dulu. Gara-gara kehadiran seorang
gadis lain, aku tega melukai perasaan gadis manis yang sebenarnya aku
cintai. Entahlah, mungkin ini teguran bagiku agar aku bisa menghargai
perasaan orang lain.
Setelah pulang kuliah, perlahan aku ikuti hentakan kaki menuju
parkir. Ketika berada di atas motor menuju pulang, kuhentikan sejenak
motor berwarna biru. Kupandangi gedung kampus yang begitu megah .
Seulas senyum membungkam mengingat kisah tiga anak manusia antara
aku, Anisa dan Naira. Mungkin takdir belum bisa menemukan perjalanan
cintaku. Dedaunanpun bersabar di bawah terik mentari.

SELESAI

Dokumen yang terkait

PROSES PENCARIAN JATI DIRI SEORANG REMAJA (Analisis Semiotik pada Film Realita, Cinta dan Rock n Roll karya Upi)

3 48 2

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

UNSUR KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM FILM INDONESIA (Analisis Isi Pada Film “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” Karya Robby Ertanto)

1 72 50

Kajian Unsur Intrinsik dalam Kumpulan Cerpen “Gimbal-gimbal Cantik” Karya Laksita Judith Tabina dkk. dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Kelas V dan VI

0 24 3

Pengaruh Metode OK5R terhadap Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman Cerpen pada Siswa Kelas VII 3 MTs Attaqwa Pusat Putra Bekasi Tahun Pelajaran 2012/2013

15 124 136

Korelasi Antara Kebiasaan Menonton Drama Ftv Dengan Kemampuan Menulis Cerpen Pada Siswa Kelas Xi Ma Nurul Huda Depok Tahun Pelajaran 2013/2014

0 19 111

Daya Tarik Isi Pesan Acara Program Rase Cinta Indonesia di Radio Rase 102,3 FM Bandung (Studi Deskriptif Tentang Daya Tarik Isi Pesan Acara Program Rase Cinta Indonesia Di Radio Rase 102,3 FM Bandung Dalam Meningkatkan Minat Dengar Khususnya di Kalangan K

0 57 205

Representasi Makna Wanita Korban Kekerasan Seksual Suami Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Makna Wanita Korban Kekerasan Seksual Suami Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita)

2 12 1

Pengaruh Citra Merek Dan Iklan Menggunakan Selebriti Endorser Afgan Dan Cinta Laura Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Motor Honda Beat Di PT. Sinar Rejeki Lembang

3 87 173

Perancangan Poster Acara Majelis Ta'aruf Bersama Ustadz Cinta Di PT. Salamadani Pustaka Semesta

0 10 1