BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Motivasi 2.1.1 Pengertian Motivasi - Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Mahasiswa Memilih Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1 Motivasi

2.1.1 Pengertian Motivasi

  Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya bergerak. Dalam bahasa inggris motive berarti alasan, sebab, dorongan. Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia motivasi adalah 1. Dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. 2. Psikologi usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Siagian (1995, 138) menyatakan bahwa:

  “motivasi adalah daya pendorong mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan – dalam bentuk keahlian atau keterampilan – tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sarana organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.” Sedangkan menurut Suryabrata (1995:70) “motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai sesuatu tujuan.”

  Selanjutnya Purwanto (2006:60) menjelaskan bahwa yang dimaksud motif adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu.

  Selain pendapat di atas menurut Mc. Donald yang dikutip oleh Sardiman (2009:73) mengemukakan bahwa “motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.”

  Berdasarkan pengertian motivasi menurut Mc. Donald dalam Sardiman (2009:74) ada tiga elemen penting motivasi yaitu: 1.

  Motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem “neurophysical” yang ada pada organisme manusia. Penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

2. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa/”feeling”, afeksi seseorang.

  Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah-laku manusia.

  3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi yaitu tujuan. Motivasi memang muncul dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan. Motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi tumbuh dalam diri seseorang. Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri seseorang. Dikatakan “keseluruhan” karena pada umumnya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan seseorang untuk melakukan suatu hal tertentu sehingga tujuannya tercapai.

  Motif atau dorongan dalam diri bisa menjadi suatu kekuatan yang akhirnya menyebabkan seseorang bertindak atau berbuat. Dorongan tersebut tertuju pada suatu tujuan tertentu. Tetapi ada juga perbuatan atau perilaku yang tidak didasari atau didorong oleh motif dan dilakukan secara refleks atau tidak sadar.

  Suatu perbuatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu perbuatan yang refleksif dan perbuatan yang disadari yaitu:

  1. Perbuatan yang refleksif, yaitu perbuatan yang terjadi tanpa disadari oleh individu yang bersangkutan. Karena perbuatan tersebut dilakukan secara tidak sadar, reaksi dari stimulus yang diterima tidak sampai ke otak sebagai pusat kesadaran. Akibatnya, jalan yang ditempuh stimulus yang disadari individu, sampai terjadinya reaksi akan lebih pendek jika dibandingkan dengan jalan yang ditempuh oleh stimulus menimbulkan reaksi sebagai akibat dari stimulus yang diterima. Reaksi refleksif digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Reaksi Perbuatan Refleksif 2.

  Perbuatan yang disadari, yaitu perbuatan yang dilakukan atas dasar motif individu. Jika perbuatan tersebut merupakan respon dari stimulus yang disadari maka stimulus yang diterima individu sampai ke pusat, dan disadari sepenuhnya oleh individu. Proses jalannya reaksi digambarkan sebagai berikut: stimulus reseptor pusat efektor respon

Gambar 2.2 Reaksi Perbuatan Yang Disadari

  Motivasi merupakan proses yang penting dalam pemuasan berbagai kebutuhan. Motivasi yang ada pada seseorang akan meningkatkan kekuatan dan mendorong orang tersebut untuk bertindak mencapai tujuannya.

  Asal mula timbulnya motif menurut Ahmadi (2009, 125) adalah: 1.

  Ada jenis motif yang dibawa sejak lahir, misalnya motif untuk makan, minum, berpakaian dan sebagainya.

  2. Apa motif yang ditanamkan pada seseorang dengan sengaja yang merupakan latihan, kebiasaan, pengalaman hidup. Misalnya: kebersihan, kesehatan, kesopanan, dan sebagainya.

  Fungsi-fungsi motif yaitu: 1.

  Motif berfungsi sebagai penyeleksi perbuatan manusia.

  2. Motif menuju ke arah tujuan.

  3. Motif sebagai pendorong manusia agar terpenuhi kebutuhannya.

  4. Segala tingkah laku yang bertujuan berpangkal pada motif. Sifat-sifat motif yaitu:

  1. Motif bersifat tetap (tidak berubah, misalnya motif untuk bergaul).

  Motif ini selamanya tetap ada, hanya cara pelaksanaannya yang berbeda. Motif selamanya bersifat subjektif. Kalau ditinjau dari fungsinya sebagai alasan berbuat maka alasan suatu perbuatan itu bersifat subjektif. Kemungkinan ada pengaruh dari luar, tetapi alasan dari suatu perbuatan selalu berhubungan erat dengan pribadi seseorang yang mempunyai alasan tersebut.

  Macam-macam motif yaitu: 1.

  Motif yang bersifat vital, yaitu motif yang berhubungan dengan kebutuhan organis (organic needs), misalnya: bernafas, makan, minum, seks, dan istirahat 2. Motif yang bersifat rohaniah, yakni motif yang berhubungan dengan dunia luar (subjective motive and interest), misalnya berhubungan sesama manusia dengan lingkungannya.

  Sehubungan dengan hal di atas, Woodworth dan Marquis yang dikutip oleh Ahmadi (2009, 139) mengemukakan bahwa motif dapat dibedakan:

  1. Motif yang berhubungan dengan kebutuhan kejasmanian (organic

  needs ), yaitu motif yang berhubungan dengan kelangsungan hidup

  individu atau organisme, misalnya motif minum, makan, bernafas, seks, kebutuhan beristirahat.

  2. Motif darurat (emergency motives), yaitu merupakan motif untuk tindakan-tindakan dengan segera karena tuntutan keadaan sekitarnya, misalnya motif untuk melepaskan diri dari bahaya, motif melawan, motif untuk mengatasi rintangan-rintangan motif untuk bersaing.

  3. Motif objektif (objective motives) yaitu merupakan motif untuk mengadakan hubungan dengan keadaan sekitarnya, baik terhadap orang-orang atau benda-benda misalnya motif eksplorasi, motif manipulasi, minat. Minat merupakan motif yang tertuju kepada sesuatu yang khusus. Dan jika individu telah mempunyai minat terhadap sesuatu maka perhatiannya dengan sendirinya tertarik pada objek tersebut.

  Ketika individu akan melakukan sesuatu, ada dorongan yang mendasari perbuatan tersebut. Dorongan atau alasan untuk melakukan sesuatu tersebut pasti mempunyai tujuan. Dan tiap individu harus mempertimbangkan motif yang mana yang akan diambil dan mana yang akan ditinggalkan.

  Sesuai dengan pendapat beberapa ahli diatas dapat dikatakan bahwa Mahasiswa S1 dan D3 Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera pustakawan, baik dorongan yang berasal dari diri sendiri, maupun dari orang tua, dosen, lingkungan atau dorongan lain.

2.1.2 Pendekatan Motivasi

  Pembagian pendekatan motif ini yang berdasarkan pada datangnya suatu tindakan yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

2.1.2.1 Motivasi Intrinsik

  Menurut Sardiman (2009:89) yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah “motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.”

  Seorang mahasiswa yang termotivasi secara intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, berpengetahuan, yang ahli dalam bidang tertentu. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada kebutuhan. Motivasi muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan simbol dan seremonial.

  Mahasiswa yang termotivasi secara intrinsik melakukan pemilihan terhadap bidang yang diminati dan sesuai dengan keinginannya seperti dalam memilih Program Studi ilmu perpustakaan, karena ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan prestasi lebih baik di masa depannya sebagai pencapaian atas tujuan awal yang dimiliki mahasiswa, bukan karena pujian atau hadiah. Sardiman (2009:90) berpendapat bahwa “dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terdapat di dalamnya.”

  Kemudian Suryabrata (1995:72) menjelaskan bahwa “motivasi intrinsik yaitu motif yang berfungsinya tidak usah dirangsang dari luar.” Dorongan tersebut Studi Ilmu Perpustakaan karena tertarik dengan ilmu/mata kuliah yang di ajarkan, atau ada faktor pendukung lainnya tanpa adanya paksaan.

  Lalu Purwanto (2006:65) berpendapat bahwa “disebut motivasi intrinsik jika yang mendorong untuk bertindak adalah nilai-nilai yang terkandung dalam objeknya itu sendiri.” Motivasi timbul murni dalam diri individu sendiri tanpa paksaan. Dengan motivasi intrinsik, individu aktif sendiri, melakukan sesuatu sendiri, tanpa suruhan atau paksaan dari orang lain.

  Dalam Maryati (2003:27), pendapat mengenai motivasi intrinsik tersebut sesuai apa yang dikemukakan oleh M. Syah bahwa “motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri mahasiswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar.” Termasuk dalam motivasi intrinsik mahasiswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut. Hal ini berarti mahasiswa belajar memang bukan karena ingin hadiah/ pujian melainkann ingin mengetahui segala sesuatu/ pengetahuan untuk masa depannya.

  Dorongan yang menggerakkan hal itu bersumber pada suatu kebutuhan. Kebutuhan ini yang berisikan keharusan untuk menjadikan orang yang berpengetahuan lebih dan keahlian lebih. Jadi motivasi intrinsik muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial bukan sekedar simbol/ ceremonial. Contohnya motif ingin tahu, motif manipulasi, motif bergiat, motif bergerak, dan lain-lain.

  Motivasi intrinsik adalah motivasi yang paling baik karena yang menjadi pendorongnya adalah dari diri sendiri, ketulusan dan keinginan yang murni tanpa adanya paksaan dari siapapun sehingga hasil akhir yang dicapai lebih baik.

2.1.2.2 Motivasi Ekstrinsik

  Sardiman (2009:90-91) berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukan, tidak secara langsung berpegang dengan esensi yang dilakukannya. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.

  Selanjutnya Suryabrata (1995:72) menyatakan bahwa “motivasi ekstrinsik yaitu motif-motif yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.” Dalam hal ini, motivasi mahasiswa untuk memilih Program Studi Ilmu Perpustakaan adalah bukan hanya karena keinginan dalam diri sendiri atau bahkan keinginan itu belum ada, tetapi karena adanya faktor-faktor pendukung lain yang menjadi penyebab pemilihan Program Studi Ilmu Perpustakaan, seperti anjuran dari keluarga atau kerabat, atau bahkan bisa berupa paksaan.

  Pandangan serupa juga diungkapkan oleh M. Syah dalam Maryati (2003:27) bahwa “motivasi entrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu mahasiswa yang mendorongnya melakukan kegiatan belajar.” Dalam hal ini mahasiswa mempelajari Ilmu Perpustakaan. Pujian, hadiah, peraturan, tata tertib, suri tauladan orang tua dan sebagainya merupakan contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong mahasiswa untuk pengembangan masa depannya.

  Kekurangan/ ketiadaan motivasi itu baik yang bersifat intrinsik ataupun ekstrinsik akan menyebabkan mahasiswa kurang bersemangat dalam mempelajari ilmu (dalam hal ini ilmu perpustakaan) dan kemungkinan hasilnya kurang memuaskan.

  Untuk menentukan apakah suatu tindakan digerakkan oleh motif intrinsik atau motif ekstrinsik dapat dilihat dari hubungan timbal balik antara faktor luar tindakan adalah

  Inisiatif dari dalam individu Kemudian berdasarkan inisiatif (faktor dalam) tersebut mencari objek yang relevan (faktor luar)

Gambar 2.3 Proses Motivasi Intrinsik

  Sedangkan pada tindakan yang bermotif ekstrinsik prosesnya adalah:

  Kemudian rangsangan tersebut Rangsangan dari menggerakkan individu untuk luar (dari luar) berbuat (faktor dari dalam)

Gambar 2.4 Proses Motivasi Ekstrinsik

  Dalam perspektif kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi mahasiswa adalah motivasi intrinsik karena lebih murni dan langsung serta tidak bergantung pada dorongan/pengaruh orang lain. Dorongan mencapai prestasi, memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk masa depannya memeberikan pengaruh lebih kuat dan relative lebih langsung dibandingkan dengan dorongan hadiah, keharusan dari orang tua ataupun pihak lain. Namun bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik tidak baik atau tidak penting.

  Dalam kegiatan belajar kemungkinan besar keadaan mahasiswa itu dinamis, berubah-ubah dan juga mungkin komponen lainnya dalam proses belajar ada yang kurang dimengerti/sulit bagi mahasiswa sehingga motivasi ekstrinsik diperlukan.

2.1.3 Teori-teori Motivasi

  Dalam kajian tentang motivasi, terdapat beberapa teori mengenai motivasi

  1. Teori Kebutuhan dari Maslow

  Abraham H. Maslow membagi tingkatan kebutuhan manusia pada lima hirarkhi kebutuhan yaitu:

  1. Kebutuhan Fisiologis. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar. Sejak lahir hingga sampai akhir hayatnya, manusia membutuhkan makan, minum, dan tempat beristirahat atau berlindung. Kebutuhan ini bersifat universal dan tidak mengenal batas geografis, asal usul, tingkat pendidikan, status social, pekerjaan atau profesi, umur, jenis kelamin, dan factor-faktor lainnya yang menunjukkan keberadaan seseorang. Tetapi adanya perbedaan seperti misalnya perbedaan perekonomian mengakibatkan perbedaan dalam pencapaian kepuasan terhadap kebutuhan tersebut.

  2. Kebutuhan Keamanan. Kebutuhan keamanan bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga psikologis, termasuk perlakuan adil. Kebutuhan ini berkaitan dengan tugas pekerjaan seseorang.

  3. Kebutuhan Sosial. Manusia merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai berbagai kebutuhan untuk diakui keberadaannya dan dihargai harkat dan martabatnya. Kebutuhan sosial tersebut tercermin dalam empat bentuk “perasaan” yaitu: a.

  Perasaan diterima oleh orang lain (sense of belonging) ditempat berinteraksi dan bersosialisasi. b.

  Kenyataan bahwa setiap orang memiliki jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangan membuat orang merasa dirinya c.

  Kebutuhan akan perasaan maju (need for achievement). Setiap orang ingin sukses dan merasa bangga jika sudah meraih kemajuan. Dan merasa tidak senang ketika mengalami kegagalan.

  d.

  Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan (sense of participation).

  Seseorang merasa dibutuhkan ketika diikutsertakan saat pengambilan keputusan yang menyangkut tugas dan pekerjaan.

  4. Kebutuhan Self Esteem. Salah satu ciri manusia adalah memiliki harga diri. Dalam lingkungan masyarakat, seseorang yang memiliki jabatan atau kedudukan tertentu, maka orang tersebut semakin diakui dan diterima lebih baik oleh berbagai pihak ketika ia berinteraksi dengan masyarakat, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

  5. Kebutuhan Aktualisasi Diri Kemampuan dan potensi yang dimiliki individu menjadikan individu merasa ingin mencapai prestasi dalam pekerjaannya. Rasa puas tercipta setelah tujuan tercapai. Kebutuhan aktualisasi diri tidak dapat dipenuhi dari luar, harus dengan kemampuan dan kemauan individu. Aktualisasi juga berlangsung selama individu tersebut meniti karir.

  2. Teori “Tiga Kebutuhan” David McCleland

  Teori tiga kebutuhan dikemukakan oleh David McCleland dan rekan- rekannya dengan dasar bahwa setiap manusia memiliki tiga jenis kebutuhan yaitu: 1.

  Kebutuhan akan prestasi (need for achievement). Kebutuhan untuk berhasil dan mencapai prestasi yang baik mendorong individu untuk berusaha sesuai dengan standar yang telah ditetapkannya dalam meraih kesuksesan dan pencapaian tujuan. Need for achievement atau dikenal dengan rumus nAch mendorong individu untuk berusaha menjadi lebih baik dari yang lain.

  Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain (need for affiliation). Kebutuhan afilisiasi (nAff) tercipta ketika individu merasa nyaman berinteraksi dengan rekan kerja pada tingkat yang sama di lingkungan kerja. Untuk memenuhi kebutuhan afilisiasi, individu bekerja sama dengan orang lain, bersosialisasi, dan akan menghindari persaingan.

3. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power).

  Kekuasaan menjadikan persaingan antar individu. Keinginan untuk mempunyai pengaruh terhadap orang lain dan ego menjadikan individu termotivasi. Berdasarkan dua teori motivasi diatas, teori motivasi yang paling mendekati aspek yang menjadi motivasi mahasiswa dalam memilih Program Studi

  Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara adalah teori “tiga kebutuhan” David McCleland berdasarkan tiga kebutuhan yang dimiliki manusia.

2.1.4 Motivasi dalam Belajar

  Dalam melakukan sesuatu, individu membutuhkan motivasi sebagai daya penggerak sehingga hasil yang dicapai akan baik dan pekerjaan yang dilakukan akan dilakukan dengan optimal.

  Dalam proses belajar, diperlukan motivasi sebagai pendorong atau daya penggerak agar dapat belajar dengan baik, memusatkan perhatian, merencanakan tugas dan kegiatan yang berhubungan/menunjang belajar.

  Tiga fungsi motivasi dalam proses belajar yaitu: 1.

  Mendorong manusia dalam berbuat. Motivasi menjadi daya penggerak dari setiap kegiatan yang dilakukan.

2. Menentukan arah perbuatan. Motivasi menjadi acuan arah dan kegiatan yang dilakukan agar sesuai dengan tujuannya.

  3. Menyeleksi perbuatan. Motivasi menentukan perbuatan-perbuatan yang harus diakukankan dan sesuai dengan tujuan akhir agar hasil dapat James Draver yang dikutip oleh Slameto (2003, 58) mengemukakan bahwa

  “motive is an effective-conative factor which operates in determining the direction

  of an individual’s behavior towards an end or goal, consciously appearhead or unconsciously .” Pendapat di atas dapat diartikan bahwa motif adalah faktor

  efektif-konatif yang beroperasi dalam menentukan arah dari perilaku individu terhadap tujuan akhir secara sadar ataupun tidak sadar. Jadi dalam suatu pencapaian tujuan, secara sadar atau tidak sadar yang menjadi daya pendorong untuk bertindak adalah motif dari individu.

  Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa/mahasiswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari belajar dan arah sehingga tujuan yang dikehendaki tercapai. Seseorang akan berhasil dalam belajar jika mempunyai keinginan/dorongan yang kuat untuk belajar. Motivasi dalam hal ini meliputi 2 hal:

  1. Mengetahui apa yang akan dipelajari.

  2. Memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. sebab tanpa motivasi, tujuan yang ingin dicapai sulit untuk berhasil dengan baik (Sardiman, 2001:38).

  Menurut Thorndike yang dikutip oleh Sardiman (2001, 33) dasar dari belajar adalah hubungan antara kesan panca indra (sense

  impression ) dengan impuls untuk bertindak (impuls to action). Dengan kata lain

  belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, antara aksi dan reaksi.

  Mengenai hal itu, Thorndike mengemukakan beberapa prinsip atau hukum yaitu law of effect, law of multiple response, law of exercise, law of assimilation. Diantara hukum belajar tersebut yang paling penting adalah law of effect, karena dalam hubungannya dengan belajar.

  Ada 3 hal yang berhubungan dengan motif belajar yang merupakan aspek motivasi yaitu:

  1. Keadaan yang mendorong tingkah laku.

  2. Tingkah laku yang didorong oleh keadaan.

  3. Tujuan dari tingkah laku. Adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang akan sangat menentukan tingkat pencapaian belajar (Sardiman, 2001:84).

2.1.5 Persepsi

  Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi, manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya yang dilakukan lewat panca inderanya yaitu indera penglihatan, indera pendengaran, indera peraba, indera perasa dan indera penciuman. Desiderato yang dikutip Rakhmat (2005, 51) menyatakan “persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.”

  Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. David Krech dan Richard S. Crutchfield yang dikutip oleh Rakhmat (2005, 51) menyebutnya “faktor fungsional dan faktor struktural. Dan faktor yang paling mempengaruhi persepsi yaitu perhatian (attention).” Kenneth E. Andersen yang dikutip oleh Rakhmat (2005, 52) menyatakan bahwa “perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.”

  Persepsi pada seseorang tidak muncul secara tiba-tiba. Menurut Siagian (1995, 100-105) ada beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya persepsi. 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yaitu:

  1. Diri orang yang bersangkutan sendiri Interprestasi seseorang terhadap sesuatu berbeda-beda. Dan interprestasi tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individual seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

  2. Sasaran persepsi Sasaran yang dimaksud dapat berupa orang, benda, peristiwa, tergantung pada individu masing-masing.

  3. Faktor situasi Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam penumbuhan persepsi seseorang.

  Misalnya jika seseorang melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan, atau melakukan suatu hal yang baru, hal tersebut akan menarik perhatian.

2.1.6 Teori Harapan

  Harapan adalah keinginan, sesuatu yang diharapkan atau dipercaya dapat menjadi kenyataan. Teori harapan mengakibatkan kuatnya kecendrungan seseorang bertindak tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan sesuatu yang diinginkan dan hasil tersebut menjadi daya tarik individu sehingga termotivasi untuk bertindak.

  Harapan berkaitan dengan keyakinan individu bahwa suatu perilaku tertentu akan diikuti dengan hasil tertentu. Semakin besar hasil yang akan dicapai, semakin besar pula motivasi individu.

  Menurut Vrom dalam Mulyana yang dikutip Gustiani (2011, 32) teori harapan memiliki tiga (3) asumsi pokok yaitu:

  1. Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu.

  2. Hasil tertentu punya nilai positif bagi individu.

  3. Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan individu. Siagian (1995, 179) mengemukakan bahwa teori harapan mengandung tiga variabel yaitu: daya tarik, hubungan antara prestasi dengan imbalan, dan hubungan (kaitan) antara usaha dan prestasi. Daya tarik maksudnya adalah seberapa besar pengaruh yang dirasakan seseorang dan seberapa besar pentingnya hasil yang didapatkan. Hubungan antara prestasi dan imbalan maksudnya adalah tingkat keyakinan seseorang tentang hubungan antara prestasi dengan hasil yang akan dicapai. Dan hubungan antara usaha dan prestasi adalah persepsi seseorang tentang kemungkinan bahwa usaha tertentu yang dilakukan akan menjurus kepada prestasi.

  Inti dari teori ini terletak pada pendapat yang mengatakan bahwa kuatnya kecendrungan seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik dari hasil itu bagi orang yang bersangkutan.

2.2 Pustakawan

  2.2.1 Pendidikan

  Untuk menjadi seorang pustakawan, harus mendapatkan pendidikan di bidang Ilmu Perpustakaan. Pendidikan yang didapat boleh formal dan non formal. Pendidikan formal perpustakaan memiliki tingkatan atau jenjang yang berbeda yaitu mulai dari D2, D3, S1, S2 dan S3. Dan untuk pendidikan non formal yaitu berupa seminar, diklat pustakawan, pelatihan, dan lain sebagainya. Hal ini juga tertulis dalam Undang-undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 33 ayat 2 yaitu: Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan dilaksanakan melalui pendidikan formal dan/atau nonformal.

  2.2.2 Pustakawan Profesional

  Pustakawan berasal dari kata “pustaka” dengan penambahan kata “wan” yang artinya orang yang bekerja atau memiliki profesi yang berkaitan dengan perpustakaan dan bahan pustaka. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pustawakan adalah orang yang bergerak dibidang perpustakaan. Dalam Undang- undang No. 43 Tahun 2007 pasal 1 ayat 8 yang dimaksud dengan “pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.”

  Menurut Soekarman yang dikutip oleh Hermawan (2006, 63) mendefinisikan bahwa profesi adalah sejenis pekerjaan atau lapangan pekerjaan yang untuk melaksanakannya dengan baik memerlukan keterampilan dan/atau keahlian khusus yang diperoleh dari pendidikan dan/atau pelatihan secara berkesinambungan sesuai dengan perkembangan bidang pekerjaan atau lapangan pekerjaan yang bersangkutan.

  Profesi adalah pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan dikatakan sebagai profesi. Untuk menjadi sebuah profesi, suatu pekerjaan tersebut harus dilatarbelakangi dengan pendidikan yang sesuai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu.

  Surakhmad yang dikutip oleh Hermawan (2006, 64) menyatakan bahwa sebuah profesi harus mempunyai kriteria yaitu: a.

  Profesi harus mempunyai bidang pekerjaan tertentu (spesifik) tidak boleh sama dengan pekerjaan yang dilakukan oleh profesi yang lain.

  b.

  Bidang pekerjaan profesi itu harus bersifat pengabdian kepada masyarakat (public service) pekerjaan yang bersifat pengabdian.

  c.

  Profesi membutuhkan persyaratan tertentu. Persyaratan dasar tidak boleh sama dengan profesi yang lain.

  d.

  Profesi harus memiliki ketrampilan khusus yang tidak dimiliki oleh profesi lain e.

  Profesi harus memiliki sikap dan kepribadian yang khas, yang membedakan dengan profesi yang lain.

  f.

  Profesi harus mempunyai organisasi profesi, yang berfungsi menghimpun, mengelola dan melayani anggota profesinya.

  g.

  Profesi harus mempunyai pedoman sikap dan tingkah laku bagi anggotanya atau dikenal sebagai kode etik profesi h.

  Profesi harus mempunyai dewan kehormatan profesi, yaitu organisasi yang bertugas mengawasi perilaku anggotanya dalam melakukan tugas dan memberikan pertimbangan kepada pengurus pusat atas pelanggaran kode etik yang dilakukan anggotanya. Abraham Flexner yang dikutip Bowden dikutip lagi oleh Hermawan persyaratan yaitu:

  1. Profesi merupakan pekerjaan intelektual. Artinya suatu profesi harus mempunyai kebebasan intelektual dalam pemecahan masalah, terutama untuk memahami dan menguasai profesinya.

  2. Profesi merupakan pekerjaan ilmiah berdasarkan pengetahuan (sains) 3.

  Profesi merupakan pekerjaan praktikal, bukan hanya bersifat teori saja tetapi dapat dipraktikkan dan diterapkan.

  4. Profesi harus terorganisasi secara sistematis 5.

  Profesi harus memiliki standar cara melaksanakannya dan mempunyai tolak ukur keberhasilannya

  6. Profesi merupakan pekerjaan altruism yang berorientasi pada masyarakat yang dilayani bukan pada diri professional itu sendiri. Selanjutnya Mc Garry yang dikutip oleh Sukarman dikutip lagi oleh

  Hermawan (2006, 65) menyatakan bahwa ada 5 (lima) persyaratan dan kelengkapan suatu profesi yaitu:

  1. Memiliki ketrampilan khusus 2.

  Memiliki organisasi profesi yang akan menentukan tingkat-tingkat keahlian dan menetapkan keanggotaan.

  3. Memiliki kode etik yang mengatur perilaku yang berdasarkan atas dua loyalitas kepada tugas pokok dan klien.

  4. Memiliki dedikasi antar anggota dalam peningkatan profesi dan pendidikan.

  5. Dalam melaksanakan tugasnya mengutamakan kesejahteraan umum. Berdasarkan SK MENPAN No. 18 Tahun 1988 profesi pustakawan khususnya Pegawai Ngeri Sipil (PNS) diakui sebagai jabatan fungsional. Jabatan fungsional keahlian adalah jabatan fungsional kualifikasi professional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keahliannya.

  Peranan pustakawan ada lima, dikenal dengan singkatan EMAS yaitu: a)

  Edukator

  b) Manajer c) Administrator

  d) Supervisor

2.2.3 Kompetensi Pustakawan

  Kompetensi menjadi persyaratan yang harus dimiliki tiap individu dalam suatu organisasi agar semua pekerjaan dapat dilakukan dengan baik, tepat waktu, tepat sasaran, dan sebanding antara biaya dan hasil yang diperoleh (cost-benefit ratio).

  Kompetensi menurut Richards dan Rodgers yang dikutip oleh Sulistyo- Basuki (2006, 52) terdiri atas keterampilan, pengetahuan, sikap dan tingkah laku inti yang dibutuhkan bagi terwujudnya sebuah kinerja yang efektif dalam melaksanakan tugas atau kegiatan nyata. Kompetensi dalam kehidupan sehari-hari terefleksikan dari kebiasaan berpikir dan bertindak. Pendekatan kompetensi ini tidak lahir dari teori baru, tetapi dari tuntutan dunia kerja yang nyata dan juga persaingan global yang semakin tinggi. Setiap individu dalam profesi apapun perlu mengetahui dengan jelas kualifikasi yang dipersyaratkan untuk jenis pekerjaan tertentu, sehingga setiap individu mengetahui dengan jelas apa yang perlu dikuasai dan dipersiapkannya. Kualifikasi ini juga menjadi acuan bagi setiap program pelatihan. Karena itu, kualifikasi yang dipersyaratkan untuk setiap profesi sebagai standar kompetensi perlu dirumuskan dengan jelas dan pasti, setelah mendapat masukan aktif dari masyarakat pengguna tenaga kerja, tentang kualifikasi yang dipersyaratkan untuk setiap profesi sebagai standar kompetensi. Standar kompetensi atau kualifikasi ini dalam sistem kualifikasi ditandai dengan pemberian pengakuan atau sertifikasi yang jelas.

  Berdasarkan pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa seseorang yang berkompetensi berarti memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan nilai dasar yang diterapkan dalam melaksanakan tugas agar terwujudnya kinerja yang efektif. Untuk pustakawan, kompetensi bagi seorang tenaga perpustakaan adalah standar minimum bagi kemampuan dan keahlian yang perlu dipenuhinya dalam melakukan segala hal yang berkenaan dengan perpustakaan, dan berorientasi dikuasai secara utuh, tidak hanya sebatas pengetahuan secara teoritis saja.

  Sulistyo-Basuki (2006, 53) menyatakan bahwa sejak 2 dekade terakhir yaitu abad ke-20 dan terutama abad ke-21 telah terjadi era baru yang ditandai dengan: (a) derasnya perkembangan teknologi yang memberi peluang bagi penciptaan layanan baru, (b) tuntutan peningkatan layanan, serta (c) harapan para pustakawan itu sendiri dalam meningkatkan kesejahteraan hidup. Artinya pustakawan perlu meningkatan kinerja mereka. Pada era globalisasi sekarang ini, apabila tenaga perpustakaan tidak meningkatkan profesionalismenya, berbagai peluang yang seharusnya dimanfaatkan pustakawan di negeri sendiri akan diambil oleh pustakawan atau pakar informasi dari luar. Oleh sebab itu, kompetensi dan profesionalisme tenaga perpustakaan kita perlu selalu ditingkatkan sesuai standar yang dibutuhkan para pengguna perpustakaan. Menurut Spencer & Spencer yang dikutip oleh Sulistyo-Basuki (2006, 54) mengemukakan bahwa: ada 5 jenis ciri kompetensi yaitu motif, ciri, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi pengetahuan dan keterampilan itu secara relatif tampak di permukaan. Konsep diri, ciri-ciri dan motif itu tersembunyi, melekat dalam kepribadian.

  1. Motif: hal yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang yang dapat melahirkan kegiatan.

  2. Ciri: ciri fisik dan tanggapan yang dimiliki terhadap sebuah keadaan atau situasi.

  3. Konsep diri: sikap, nilai-nilai atau citra diri seseorang.

  4. Pengetahuan: informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang- bidang khusus.

  5. Keterampilan: kemampuan untuk melaksanakan kegiatan fisik atau mental tertentu. Kompetensi yang dimiliki seorang pustakawan, akan menunjukkan kualitas dari diri pustakawan tersebut. Kompetensi tersebut dapat terwujud dalam menjalankan tugas dalam mewujudkan fungsi perpustakaan yang baik.

  Menurut Sulistyo-Basuki (2006,55) ada 3 indikator kompetensi tenaga perpustakaan. Tiga kompetensi tersebut terdiri atas: a.

  Kompetensi informasi dengan tiga subkompetensi: 1.

  Pengembangan koleksi 2. Organisasi informasi 3. Jasa informasi b. Kompetensi manajemen dengan subkompetensi: 1. Melaksanakan kebijakan 2. Manajemen sumber daya 3. Keuangan dan anggaran c. Kompetensi pendidikan dengan subkompetensi:

  1. Memiliki wawasan pendidikan

  2. Mengembangkan keterampilan informasi

  3. Bimbingan dan promosi penggunaan perpustakaan memiliki kemampuan berinisiatif Pustakawan yang berkompeten tentunya lebih mampu bersaing dalam dunia kerja dan mampu menjadikan perpustakaan atau menyelesaikan tugasnya dengan baik dan profesional.

  Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat diketahui bahwa standar kompetensi tenaga perpustakaan adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut berkompeten.

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Mahasiswa Memilih Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

10 84 90

Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Mahasiswa Memilih Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

3 67 34

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Informasi 2.1.1 Pengertian Informasi - KAJIAN TEORITIS Pengertian Informasi

0 0 25

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi - Analisis Kinerja Pustakawan Pada Perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara

0 0 33

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi - Analisis Kinerja Pustakawan Layanan Sirkulasi Pada Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (Ditinjau Dari Persepsi Pengguna)

0 0 22

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi - Sistem Pengandaan bahan Pustaka Pada Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Kampus II

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi - Gambaran Umum Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU)

0 0 31

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi - Persepsi Pengguna Tentang Perpustakaan Umum Kota Medan

0 1 14

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Perpustakaan Umum - Kegiatan Promosi pada Perpustakaan Kota Medan

0 1 14

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi - Persepsi Pengguna terhadap Kualitas Pelayanan Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

0 0 23