BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam - Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karet Alam

  Karet alam adalah polimer isoprena (C H ) yang mempunyai bobot molekul yang

  5

  

8

  besar. Karet Hevea yang diperoleh dari pohon Hevea Brasiliensis adalah bentuk alamiah dari 1,4–polyisoprene. Karet jenis ini memiliki ikatan ganda lebih dari 98% dalam konfigurasi cisnya yang penting bagi kelenturan atau elastisitas polyisoprene (Tarachiwin dkk., 2005).

  Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi enzimatik isopentilpirofosfat. Unit ulangnya adalah sama sebagaimana 1,4 poliisoprena. Sesungguhnya, isoprena merupakan produk degradasi utama karet, yang diidentifikasi sebagaimana pada awal 1860.

  Bentuk utama dari karet alam yang terdiri dari 98% cis 1,4 isoprena dikenal sebagai Havea Rubber. Karet ini diperoleh dengan menyadap kulit sejenis pohon (hevea brasiliensis) yang tumbuh liar di Amerika Selatan dan ditanam di bagian dunia yang lain. Ia juga ditemukandalam berbagai semak dan tumbuhan kecil, termasuk rumput milkweed dan dandelion.

  Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari 32- 35% karet dan sekitar 33% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol ester dan garam. Karet termasuk polimer dengan berat molekul sangat tinggi ( rata-rata 1 juta) dan amorfus, meskipun menjadi terkristalisasi secara acak pada suhu rendah.

  Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik yang diikuti oleh vulkanisasi. Sarung tangan karet dan balon biasanya dibuat dengan mengkoting lateks di atas cetakannya sebelum vulkanisasi. Sebagian besar karet Hevea (sekitar 65%) digunakan dalam pembuatan ban, tetapi juga ditemukan dalam sekelompok produk-produk komersial termasuk alas kaki, segel karet dan lain-lain (Stevens, 2001).

2.1.1 Jenis-jenis Karet Alam

  Dewasa ini karet alam diproduksi dalam berbagai jenis, yakni lateks pekat, karet sit asap, crumb rubber, karet siap atau tyre rubber, dan karet reklim (Reclimed

  Rubber).

  a. Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses pemekatan 70% menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak dikonsumsi untuk bahan baku sarung tangan, kondom, benang karet, balon, dan barang jadi lateks lainnya, mutu lateks pekat dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet kering, kadar NaOH, Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya.

  b. Karet sip asap atau dikenal dengan nama RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan karet krep (crepe) digolongkan sebagai karet konvensional, juga dibuat langsung dari lateks kebun, dengan terlebih dahulu menggumpalkannya kemudian digiling menjadi lembaran – lembaran tipis dan dikeringkan dengan cara pengasapan untuk karet sip asap, dan dengan cara pengeringan menggunakan udara panas untuk karet krep. Mutu karet konvensional dinilai berdasarkan analisis visual permukaan lembaran karet. Mutu karet akan semakin tinggi bila permukaannnya makin seragam, tidak ada gelembung, tidak mulur, dan tidak ada kotoran serta teksturnya makin kekar / kokoh.

  c. Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet spesifikasi teknis (TSR = Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya tidak dilakukan secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat – sifat fisika kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar N, Plastisitas Wallace dan

  Viscositas Mooney . Crumb rubber produksi Indonesia dikenal dengan nama d. Karet siap atau Tyre Rubber Tyre rubber merupakan barang setengah jadi dari karet alam sehingga dapat langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Tyre rubber memiliki beberapa kelebihan dibandingkan karet

  konvensional. Ban atau produk – produk karet lain jika menggunakan Tyre Rubber sebagai bahan bakunya memiliki mutuyang lebih baik dibandingkan

  jika menggunakan bahan baku karet konvensional. Selain itu jenis karet ini memiliki daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan karet sintetis.

  e. Karet Reklim (Reklimed Rubber) merupakan karet yang diolah kembali dari barang – barang karet bekas, terutama ban – ban mobil bekas. Karet reklim biasanya digunakan sebagai bahan campuran, karena mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik. Pemakaian karet reklim memungkinkan pengunyahan (mastication) dan pencampuran yang lebih cepat. Produk yang dihasilkan juga lebih kukuh dan lebih tahan lama dipakai. Kelemahan dari karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet daur ulang. Oleh karena itu karet reklim kurang baik digunakan untuk membuat ban (Tim Penulis, 1999).

2.1.2Standard Indonesia Rubber

  Ketentuan tentang Standard Indonesia Rubber (SIR) didasarkan pada ketentuan Mentri Perindustrian dan Perdagangan dengan SK No.143/KP /V/69. Ketentuan ini berlaku mulai 18 Juni 1969 Dana telah menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai karakteristik SIR sebagai berikut :

  1. SIR adalah karet alam yang dikeluarkan dari daerah-daerah yang termasuk dalam lingkungan Negara Republik Indonesia.

  2. SIR yang diperdagangkan dalam bentuk bongkahan (balok) dengan ukuran 28 ×6.5 dalam inchi. Bongkahan-bongkahan yang telah dibungkus dengan plastic polyetilen, tebalnya 0,03 mm, dengan titik pelunakan kurang dari

  o

  180 C, berat jenis 0,92 dan bebas dari segala bentuk pelapis (coating).

  Pengepakan selanjutnya dapat dilakukan dalam kantung kertas/kraft 4 ply atau dalam bentuk pallet seberat 0,5 ton atau 1 ton.

  3. Mutu untuk SIR ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis, berbeda dengan cara visual yang konvensional sebagaimana tercantum dalam International Standart of Quality and packing for Natural Rubber (The Green Book).

  4. SIR terdiri dari 3 jenis mutu dengan spesifikasi teknis SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Semua jenis karet yang diperdagangkan dalam bentuk SIR harus disertai dengan penetapan nilai plasticity Retention Index (PRI) dengan menggunakan tanda huruf : “ H” untuk PRI lebih besar atau sama dengan 80.

  “ M” untuk PRI antara 60 – 79. “ S ” untuk PRI antara 30 – 59. Karet yang mempunyai nilai SIR lebih rendah dari 30 tidak diperkenankan dimasukkan dalam SIR.

  5. Warna karet tidak menjadi bagian dalam spesifikasi teknis.

  6. Setiap produsen dari SIR dengan mutu apapun diwajibkan untuk mendaftarkan pada Departemen Perdagangan. Oleh Departemen Perdagangan akan diberikan tanda pengenal produsen kepada setiap produsen karet bongkah, untuk setiap pabrik yang diusahakan. Setiap mutu SIR diwajibkan untuk menyerahkan contoh-contoh hasil produksi kepada Balai Penelitian Bogor atau Balai Penelitian Perkebunan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh kedua balai tersebut untuk mendapatkan Surat Penetapan Jenis Mutu Produksi.

  7. Setiap eksport karet SIR wajib disertai dengan sertifikat kualitas yang disahkan oleh Badan Lembaga Penelitian Perindustrian.

  8. Setiap pembungkus bongkah dari SIR harus diberi tanda dengan lambang SIR dan menurut ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Departemen Perdagangan.

  9. Eksport dari karet bongkah yang tidak memenuhi syarat-syarat SIR di atas akan dilarang.

  2.2 Mastikasi

  Mastikasi adalah proses awal dari pembuatan barang jadi karet. Proses ini merupakan proses penurunan berat molekul karet yang ditunjukkan oleh penurunan viskositas karet sehingga pencampuran bahan kompon, yang sebahagian besar adalah serbuk padat dengan karet dapat berlangsung dengan mudah dan merata. Penurunan berat molekul terjadi akibat rantai-rantai utama atau backbone dari karet diputus-putus yang berakibat viskositasnya menurun. Sebagai contoh pada proses mastikasi karet alam terjadi penurunan berat molekul yang lebih rendah (Bristow and Watson, 1963).

  Proses mastikasi terdiri atas dua jenis yaitu :

  o

  1. Mastikasi dingin. Proses pelunakan dilakukan pada suhu di bawah 100 C Eyring bahwa yang berperan dalam pemutusan rantai molekul pada mastikasi dingin adalah tenaga mekanis yang berasal dari gaya geser antara permukaan gilingan dengan karet. Pemutusan ikatan terjadi pada ikatan karbon-karbon dari rantai utama polimer.

  o

  2. Mastikasi panas. Proses pelunakan yang dilakukan pada suhu diatas 100 C.

  Mastikasi ini lebih dominan berasal dari proses oksidasi yang dialami oleh rantai molekul karet (Bhuana, 1993).

  2.3 Monmorillonite

  Monmorillonite (MMT) merupakan sebuah mineral clay yang dibentuk dari abu vulkanik, yang telah berperan dalam aturan pusat dalam evolusi kehidupan. Karena strukturnya, MMT cenderung adsorbsi senyawa organik dan kontribusi ini untuk kemampuan dalam mengkatalisasi beberapa reaksi organik (Feris, 2005).

  Berdasarkan kandungan mineralnya, tanah lempung dibedakan menjadi:, kaolinit, haloisit, klorit dan MMT. MMT merupakan kelompok mineral filosilikat yang paling banyak menarik perhatian. Hal ini disebabkan karena MMT memiliki kemampuan untuk mengembang serta kemampuan untuk diinterkalasi dengan mineral ini juga mempunyai kapasitas penukar kation yang tinggi sehingga ruang antar lapis monmorilonite mampu mengakomodasi kation dalam jumlah yang besar serta menjadikan montmorilonit sebagai material yang unik (Gil, 1994).

  Berdasarkan sifat fisiknya, MMT dapat dibagi menjadi dua kelompok,

  • yaituNa-MMT dan Ca-MMT. Na-MMT memiliki kandungan Na yang besar pada antar lapisnya. Selain itu memiliki sifat mudah mengembang bila direndam dalam air dan akan terbentuk suspensi bila didispersikan ke dalam air. Untuk Ca-MMT,

  2+ 2+

  kandungan Ca dan Mg relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan

  • kandungan Na . Ca-MMT memiliki sifat sedikit menyerap air dan jika didispersikan ke dalam air akan cepat mengendap atau tidak terbentuk suspensi. Oleh karena itu, Na-MMT sering disebut dengan MMT mengembang dan Ca- MMT disebut dengan MMT tidak mengembang (Long, 1999).

  Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan MMT sebagai adsorben dan katalis. Salah satu metode yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan MMT adalah dengan pemilaran atau pilarisasi atau pembentukan komposit lempung dengan oksida logam. Biasanya MMT dipilarkan dengan berbagai senyawa organik, senyawa kompleks dan oksida-oksida logam yang diinterkalasikan ke dalam antar lapisnya. Proses pemilaran ini dapat mengakibatkan pori-pori lempung semakin besar dan homogen, antar lapisnyapun relatif menjadi lebih stabil daripada sebelum dipilarkan. Melalui kalsinasi diperoleh pilar oksida logam yang akan menyangga ruang antar lapis monmorilonite.

  MMT merupakan mineral aluminosilikat (Al-silikat) yang banyak digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan berbagai produk di berbagai industri, salah satunya sebagai katalis, penyangga katalis (catalyst support), dan juga sebagai reinforcement. Ketebalan setiap lapisan MMT sekitar 0,96 nm, tiap dimensi permukaan pada umumnya 300-600 nm, sedangkan d-spacing 1,2 – 1,5 nm (Utracki dan Kamal, 2002).

2.3.1 Struktur Monmorillonite

  MMT memiliki bentuk seperti lembaran. Di mana dimensinya antara panjang dan lebar dapat dihitung hanya satu nanometer. Berikut ini adalah rumus struktur dari MMT :

Gambar 2.1 Stuktur MMT, (Beyer, 2002)

  Struktur kristal lempung adalah dua dimensi lapisan yaitu atom silica (lapisan silica) bentuk tetrahedral dan atom aluminiun (lapisan Al) dalam bentuk oktahedra. Tetrahedra silica terikat sebagai SiO (OH) sedangkan oktahedra Al

  6

  4

  berikatan secara Van der Waals (fisik) membentuk lapisan alumino-silikat karena kondidi terjadinya bentonit, memungkinkan terjadinya substitusi Si oleh Al (bentuk tetrahedral), menyebabkan mineral lempung kekurangan muatan negatif yang dinetralisir oleh logam alkali dan alkali tanah. Ion logam tersebut berada diantara lapisan, sehingga dapat dipertukarkan dengan ion lain menyebabkan bentonit mempunyai sifat penukar ion (Zhu, 1996).

2.3.2 Sifat-Sifat Monmorillonite

  pH : 3-4 Bentuk Fisik : Beige keabu-abuan (bubuk) Densitas : 370 g/L

  2 Luas Area Permukaan : 250 m /g o

  Hilang Pada Ignasi : 6 % (1000

  C, 2 jam) Ukuran Partikel : >63 µm (www.fishersci.com)

  MMT memiliki kemampuan untuk mengembang serta kemampuan untuk di interkalasi dengan senyawa organik membentuk material komposit organik- anorganik. Selain itu mineral ini juga mempunyai kapasitas penukar kation yang jumlah yang besar serta menjadi MMT sebagai material yang unik.

  • Na-montmorilonite memiliki kandungan Na yang besar pada antar lapisnya. Selain itu memiliki sifat mudah mengembang bila direndam dalam air dan akan terbentuk suspensi bila didispersikan ke dalam air. Untuk Ca-

  2+ 2+ montmorilonite , kandungan Ca dan Mg relatif lebih banyak bila dibandingkan

  • dengan kandungan Na . Ca-montmorilonite memiliki sifat sedikit menyerap air dan jika didispersikan ke dalam air akan cepat mengendap atau tidak terbentuk suspensi. Oleh karena itu, Na-montmorilonite sering disebut dengan monmorilonite mengembang dan Ca-montmorilonite disebut dengan monmorilonite tidak mengembang (Riyanto, 1994).

2.4 Komposit

  Komposit adalah penggabungan dua atau lebih material yang berbeda sebagai suatu kombinasi yang menyatu. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fibre) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat yang disebut

  matrik . Didalam komposit unsur utamanya serat, sedangkan bahan pengikatnya menentukan karakteristik bahan komposit, seperti kekakuan, kekuatan serta sifatmekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi, serat digunakan untuk menahan gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik berfungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia (Hadi, 2000).

2.4.1 Nanokomposit Karet Alam/MMT

  Nanokomposit biasanya merupakan penggabungan antara polimer dan bahan komposit sebagai penguat (reinforcement), seperti silika, zeolit, dan

  

MMT.Reinforcement yang digunakan biasanya juga sebagai pengisi (filler) pada

  Untuk mempersatukan kedua bahan yaitu Karet alam yang bersifat nonpolar dan

MMT yang bersifat polar dibutuhkan zat pemersatu yang biasa disebut pemantap.

yang biasa digunakan adalah zat yang identik dengan matriks polimer serta dapat mengikat filler itu sendiri. Bahan pemantap yang sering digunakan dalam pembuatan polimer nanokomposit adalah PP-g-GMA. Pemantap memegang peranan penting dalam proses compounding. Peran pemantap sama seperti peran

  

emulsifier dalam teknologi emulsi. Pemantapyang paling banyak digunakan

adalah kopolimer baik tipe blok maupun graft (Liza, 2005).

2.5. Proses Grafting

  

Grafting pada permukaan pada bahan polimer merupakan suatu variasi teknologi

  yang telah diketahui sangat mempengaruhi kenaikan sifat permukaan dari suatu bahan polimer. Metode ini sedang sangat berkembang dan memiliki fungsi yang sangat besar pada berbagai bidang misalnnya pada serat dan kaca yang akan mempengaruhi dari stabilitasnya secara termal (Saihi, 2001).

  Pada penelitian ini digunakan organoclay MMT yang dimodifikasi dengan surfaktan PEG sebagai bahan pengisi untuk mencapai produk dengan sifat yang lebih baik. Nanokomposit karet disiapkan tahap pencampuran melalui teknik interkalasi, karet alam diikuti dengan grafting Glysidil Metakrilat. Mekanisme reaksi grafting karet dengan GMA

  1. Inisiasi .

  a. Pembentukan karet alam

  CH RO C

  H + +

RO CH

  

2 CH C CH

CH CH

  3

  3 NR radikal NR-H

  b. Pembentukan monomer radikal

  O O O

  O RO + CH 2 C C CH CH CH CH CH CH C O 2 2 CH 3 CH 3 GMA GMA radikal

  c. Penyerangan karet alam radikal terhadap monomer

  O O CH C CH CH 2 C C O CH CH 2 CH 2

  • CH
  • 3 CH 3 GMA NR radikal

      CH C CH O O CH CH C C 2 2 O CH CH CH 2 2 CH 3 NR-g-GMA radikal

      2. Propagasi

      a. Homopolimerisasi pada Monomer

      O O O O RO CH 2 C CH H C C O

    • 2 CH CH n
    • 2 2 C C O CH CH CH 2 2 CH CH 3 GMA radikal 3 GMA O O C O CH CH CH 2 2 O O RO CH C CH C C O 2 2 CH CH CH 2 2 n

      CH CH

        3

      3

      • n

        2 O O CH

        2 CH

        CH C CH

        CH 2 C CH 2 C C O CH 2 CH CH 2 CH CH 2 CH 3 CH 3 O C O O O O

        a. Transfer pada karet alam

        3. Transfer rantai pada makroradikal

        3 NR-p-GMA radikal (rantai panjang)

        3 CH

        2 CH

        2 O C n C CH

        2 CH CH

        3 O O CH

        2 CH CH

        2 CH C CH

        2 GMA CH C CH

        3 O O CH CH

        2 CH

        2 C C C O CH

        H

        3 C NR-g-GMA radikal

        2 CH CH

        3 CH

        2 C O O O CH

        2 CH

        CH C CH CH

        b. Graft kopolimerisasi

      • p-GMA radikal

        3 NR-H CH 2 C CH 2 C O CH 2 CH CH 2 CH CH O 2 CH4

      O

      O H CH C CH 3 NR-radikal CH

      • n n C C CH
      • 3 CH 2 O p-GMA

          b. Transfer pada karet

          O O C O CH 2 CH CH

        2

        O O CH C CH CH 2 C CH 2 C C O CH CH C CH CH CH

        • 2

        • 2 2 n CH 3 CH 3 CH 3 CH 3 NR-H NR-p-GMA radikal

            O O C O CH CH CH 2 2 CH C C O

          • CH CH CH CH C CH C O
          • 2 2 CH C CH 2 2 CH 3 n CH CH CH 3 3 3 NR-radikal NR-p-GMA radikal (rantai panjang)

              c. Homopolimerisasi

              O O O O C O CH CH CH 2 2 CH CH C O CH 2 2 O O O O CH C CH C 2 2 CH CH C CH C C O CH

            • C O n
            • 2 2 2 CH CH m 2 CH CH 3 CH CH 3 p-GMA radikal 3 3 p-GMA radikal O O C CH O CH CH 2 2 CH 3 O O CH C CH C 2 O CH CH 2 C n 2 CH 3 CH 3 CH CH CH O C C C CH 2 2 CH 2 2 m

                O O CH 3 O C O CH CH CH 2 2 O p-GMA

                4. Terminasi

                a. Grafting homopolimerisasi

                O O C O CH 2 CH CH 2 O O CH C CH CH C CH 2 C C 2 O CH CH CH

              2

              2 + n CH 3 CH 3 CH 3 O O NR-p-GMA radikal

                C O CH CH 2 CH 2 O O CH C CH CH C CH 2 C C 2 O CH CH CH 2 2 m CH 3 CH 3 CH 3 NR-p-GMA radikal O

                O C O CH CH 2 CH 2 O O CH C CH C CH

              2 CH C

              2 C O CH CH CH 2 2 n CH 3 CH 3 CH 3 CH 3 CH CH C C C CH 2 CH CH O CH 2 C CH 2 2 m

                O

              O

              CH 3 O CH 2 C O CH CH 2 O NR-g-GMA

              Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Grafting Glysidil Metakrilat pada Karet Alam

                (Eddiyanto, 2007)

              2.6 Bahan Kompon

                1. Bahan vulkanisasi Aksi pada proses ikat silang yang merupakan modifikasi kimia pada molekul polimer itu sendiri, dan bahan yang bertindak dalam ikat silang ini bervariasi sesuai dengan proses polimer yang terjadi. Bahan ikat silang juga dikenal sebagai

                

              curing agent yang contohnya antara lain adalah belerang, logam oksida dan lain- lain. Sulfur juga dikenal sebagai bahan ikat silang untuk karet alam dan sintetis (Willoughby,2003).

                2. Bahan pemercepat Dalam teknologi karet, sebuah pemercepat(akselerator) merupakan bahan yang bertindak pada bahan vulkanisasi. Kebanyakan, akselerator vulkanisasi merupakan kimia organik yang berdasarkan pada nitrogen dan sulfur (contoh dithocarbamates, sulfenamida, thiazole,thioureas, thiurams, dan lain-lain) (Willoughby, 2003).Pada penelitian ini yang digunakan adalah mercaptobenzothiazole sebagai akselerator.

                3.Bahan pengaktif Bahan pengaktif (aktivator) adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan akselerator. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO dan sebagainya pada umumnya sekitar 2 sampai 5 phr. Campuran bahan pengaktif, bahan pemercepat dan belerang (S) disebut sistem vulkanisasi dari kompon.

                4.Bahan pengisi Bahan Pengisi (filler) vulkanisat dengan komposisi karet, sulfur, akselerator, aktivator dan asam organik relatif bersifat lembut. Nilainya dalam industri modern pun relatif rendah. Untuk memperbaiki nilai di industri perlu ditambahkan bahan pengisi. Penambahan ini meningkatkan sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik, kekakuan, ketahanan sobek, dan ketahanan abrasi. Bahan yang ditambahkan disebut reinforcing fillers dan perbaikan yang ditimbulkan disebut reinforcement.

                Kemampuan filler untuk memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh sifat alami filler, tipe elastomer dan jumlah filler yang digunakan. Komposisi kimia dari filler menentukan kemampuan kerja dari filler. Karbon hitam adalah filler yang paling efisien meskipun ukuran partikel, kondisi permukaan dan sifat lain dapat dikombinasikan secara luas. Sifat elastomer juga turut menentukan daya kerja dari filler. Bahan yang baik untuk memperbaiki sifat karet tertentu, belum tentu bekerja sama baiknya untuk jenis karet lain. Peningkatan jumlah filler menyebabkan perbaikan sifat vulkanisat.

                Karbon hitam selama ini merupakan bahan murah yang dapat memperbaiki ketiga sifat penting vulkanisat yaitu tensile strength, tear resistance dan abrasion resistance. Akan tetapi karbon hitam dapat menyebabkan polusi dan memberikan warna hitam. Dalam beberapa dekade ini beberapa penelitian dipusatkan untuk mencari pengganti karbon hitam. Sepiolit, Kaolin dan Silika dapat digunakan sebagai bahan pengisi meskipun sifat penguatnya lebih rendah dari karbon hitam. Polimer berlapis silikat mulai diteliti sejak dikenalkan nanokomposit polyamida-organoclay. Clay dan mineral clay termasuk montmorilonit, saponit, hektorit, dan sebagainya mulai digunakan sebagai pengisi pada karet dan plastik (Arroyo, 2002).Pada penelitian ini digunakan organoclay MMT yang dimodifikasi dengan PEG sebagai bahan pengisi pada kompon.

              2.7 Surfaktan Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polietilen glikol (PEG).

                PEG ini diaplikasikan dalam pemodifikasi permukaan pada MMT sehingga dihasilkan organoclay MMT.

                Spesifikasi Polietilen Glikol Titik Ledak : 581 °F mol wt : M 950-1050

                

              r

                impurities : lolos tes filter pH : 5.5-7.0 (25 °C, 50 mg/mL dalam H

                

              2 O)

                Kelarutan :H2O larut 50 mg/mL at 20 °C, jernih, tanpa warna Anion :chloride (Cl-):

                ≤50 mg/kg dan sulfate (SO42-):

                ≤50 mg/kg UV absorpsi :

                λ 260 nm, Amax: 0.06

                Λ280 nm, Amax: 0.03

                O H OH n

              Gambar 2.3 Struktur Polietilen Glikol, (www.sigmaaldrich.com)

              2.8 Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer

                2.8.1 Spektroskopi Infra Merah Fourier-Transform

                Spektroskopi infra merah (IR) telah membuktikan sebagai alat yang unggul dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan anorganik. Karakterisasi unik pada suatu material dapat ditunjukkan dengan sinar spektrum pada unsur material tersebut, hal tersebut merupakan hal yang spesifikasi pada komponen yang ditunjukkan pada gugus fungsionalnya. Hal utama pada penentuan spektroskopi IR diterima oleh perekaman pada interferogram, sistem deteksi dan transformasi fourier yang tercepat (Nikolic, 2011).

                2.8.2Analisis Sifat Kekuatan Tarik Dan Kemuluran

                ) Sifat mekanisme biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σ

                t

                menggunakan alat pengukuran tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (F ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan,

                maks

                dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang

                (2.1.) =

                Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volum spesimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, A /A = l/l , dengan l dan l masing-masing adalah panjang spesimen pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula (ε = Δl/lo) maka diperoleh hubungan (2.2.)

                =

                (

              • )

                Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva tegangan- regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat.

                Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis dengan cara sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya di mana gaya tarik yang diberikan sebesar F (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifat- sifat mekanik tarik (kekuatan tarik) dari komposit yang diuji. Pertambahan panjangnya (Δl) yang terjadi akibat gaya tarikan yang diberikan pada sampel uji disebut deformasi, dan regangan merupakan ukuran untuk kekenyalan suatu bahan yang harganya biasanya dinyatakan dalam persen .

                Modulus Young adalah ukuran suatu bahan yang diartikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap deformasi elastik. Makin besar modulusnya maka semakin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan (Wirjosentono, 1995).

              2.8.3 Analisis Morfologi

                Scanning elektron microscopy (SEM) adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron.

                Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.

                Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rafli, 2008).

              2.8.4 Analisis Termogravimetrik

                Analis Termogravimetrik ( TGA) dipakai terutama untuk menetapkan stabilitas panas polimer-polimer. TGA pun suatu teknik lama tetapi telah diterapkan ke polimer-polimer hanya sejak tahun 1960-an. Metode TGA yang paling banyak dipakai didasarkan pada pengukuran berat yang kontinyu terhadap suatu neraca sensitif ( disebut neraca panas) ketika suhu sampel dinaikkan dalam udara atau dalam suatu atmosfer yang inert. TGA ini dinyatakan sebagai TGA nonisotermal. Data dicatat sebagai termogram berat versus temperatur. Hilangnya beratbisa timbul dari evaporasi lembab yang tersisa atau pelarut, tetapi pada suhu-suhu yang lebih tinggi terjadi dari teruarainya polimer. Selain memberikan informasi mengenai stabilitas panas, TGA bisa dipakai untuk mengkarakterisasi polimer melalui hilangnya suatu ensitas yang diketahui, seperti HCl dari poli (vinil klorida) (Steven, 2001).

Dokumen yang terkait

Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

2 126 72

Pembuatan Dan Karakterisasi Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit Menggunakan Cetiltrimetilamonium Bromida, Polietilen Glikol Dan Sodium Dodesil Sulfat Sebagai Pemodifikasi Permukaan

7 76 146

Sintesis dan Karakterisasi Bahan Komposit Karet Alam-Silika

0 0 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam - Preparasi dan Karakterisasi Liquid Natural Rubber (LNR) Sebagai Kompatibiliser Untuk Meningkatkan Sifat Mekanik dan Sifat Termal Kompon Karet Alam

0 1 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lateks Alam 2.1.1 Tanaman Karet Alam - Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Akustik. - Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Akustik Poliester Berbasis Serat Agave Angustifolia Haw

0 0 27

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Modifikasi Dan Karakterisasi Karet Alam Siklis (Resiprena 35) Dengan Anhidrida Maleat Sebagai Substituen Bahan Pengikat Cat Sintetis

0 0 31

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) 2.1.1. Biologi Karet - Analisis Histologi Dan Fisiologi Latisifer Pada Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis)

0 1 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komposit Secara Umum - Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Komposit Poliester Dengan Pengisi Serat Batang Pisang Abaka

0 0 21