BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lateks Alam 2.1.1 Tanaman Karet Alam - Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lateks Alam

2.1.1 Tanaman Karet Alam

  Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi dan juga mengandung getah yang dikenal dengan Lateks. Dalam dunia tumbuh-tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea Spesies : Hevea Brasiliensis

  Karet alam adalah polimer isoprene (C H ) yang mempunyai bobot

  5

  8 molekul yang besar dengan struktur kimia yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

  Karet Hevea yang diperoleh dari pohon Hevea Brasiliensis adalah bentuk alamiah dari 1,4–polisoprena. Lebih dari 90% cis –1,4 polisoprena digunakan dalam industri karet Hevea (Tarachiwin dkk., 2005). mbar 2.1 Struktur cis-1,4 polisoprena (Tarachiwin dkk., 2005) Karet alam (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman yang tumbuh subur di daerah iklim tropis, menghasilkan lateks sebagai bahan baku yang dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan produk dalam berbagai jenis. Tahapan pengolahan selanjutnya dengan penambahan senyawa filler dan proses vulkanisasi untuk meningkatkan elastisitas dan ketahanan terhadap suhu sehingga dapat menghasilkan produk olahan yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi (Fachry, 2012).

2.1.2 Cara Memperoleh Lateks Pekat Lateks kebun umumnya mengandung kadar karet kering (KKK) antara 25–35%.

  Lateks ini belum dapat dipasarkan karena masih terlalu encer dan belum sesuai untuk digunakan sebagai bahan industri karet pada umumnya. Dengan demikian, lateks perlu dipekatkan terlebih dahulu hingga memiliki kadar karet kering 60% atau lebih. Lateks dengan KKK 60% ini disebut dengan lateks pekat (concentrated latex).

  Proses pembuatan lateks pekat secara garis besar dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: pemusingan (centrifuging), pendadihan (creaming), dan penguapan (evaporating).Akan tetapi cara yang disebut terakhir ini tidak banyak dilakukan.

1. Pengolahan lateks dengan pusingan (centrifuging)

  Pada umumnya pengolahan lateks pekat dengan cara pemusingan ditujukan untuk memproduksi lateks pekat amonia tinggi (HA-centrifuge). a.

  Penerimaan lateks kebun Lateks dari kebun harus dijaga kebersihannya dengan selalu menggunakan peralatan yang bersih. Lateks diterima dalam bak penerimaan melalui saringan 80 mesh. Kemudian ditentukan KKK dan kadar VFA-nya. Ke dalam lateks ditambahkan 2-3 gram ammonia per liter lateks, kemudian diaduk.

  b.

  Pemusingan Lateks dialirkan ke dalam alat pusingan (centrifuge) yang berputar dengan kecepatan 6000-7000 rpm, dipisahkan menjadi dua bagian yaitu lateks pekat dan serum. Lateks pekat hasil pemusingan yang mengalir menuju tangki percampur dibubuhi bahan pemantap. Bahan ini umumnya berupa larutan 10-20% NH -laurat dengan dosis 0,05% untuk meningkatkan

  4

  kemantapan lateks pekat. Selanjutnya lateks pekat ditambahkan dengan NH

  3 sehingga kadar NH 3 dalam lateks menjadi 0,7% atau lebih.

  c.

  Penyimpanan lateks pekat Lateks pekat hasil pemusingan meskipun telah ditambah dengan bahan pemantap, masih belum siap dipasarkan. Lateks pekat masih perlu disimpan selama 3 minggu atau lebih, agar bahan pemantap berfungsi efektif. Selama pemeraman perlu diaduk agar tidak terjadi penggumpalan.

  d.

  Pengemasan Pada prinsipnya pengemasan lateks pekat harus dilakukan dalam wadah yang sesuai, bersih, kering, dan tertutup rapat serta disimpan pada tempat yang sejuk demi menjaga mutu lateks tidak cepat menurun.

2. Pengolahan lateks dadih (creaming)

  Metode pemekatan lateks ini menggunakan bantuan bahan kimia yang berperan sebagai bahan pendadih.

  a.

  Penerimaan lateks Lateks diterima dalam tangki-tangki melalui saringan yang ditambahkan bahan pengawet NH

  3 dengan kadar

  ≥ 0,7%. Untuk mendapatkan hasil pendadihan yang baik sesuai dengan mutu standar diperlukan bahan lateks kebun dengan KKK ≥ 30%. b.

  Pendadihan Lateks yang telah ditambahkan dengan bahan pengawet dimasukkan ke dalam tangki pendadihan. Kemudian ditambahkan dengan bahan pendadih yaitu 140 cc larutan tepung konyaku 1% atau 60 cc larutan ammonium alginat 1% untuk tiap liter lateks, diaduk dengan kecepatan 200-400 rpm selamam 20-60 menit. Setelah diaduk, kemudian didiamkan selama 3-4 minggu agar partikel-partikel karet berkumpul pada bagian atas dan skim di bagian bawah, dan skim dikeluarkan dan dialirkan ke dalam pengumpul skim. Pendadihan yang baik yaitu menghasilkan skim dengan kadar karet 3-5%.

  c.

  Penyimpanan dan pengemasan Penyimpanan dan pengemasan lateks dadih sama seperti lateks pusingan (Setyamidjaja, 1993).

  Komposisi lateks yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Lateks Komponen Lateks segar (%) Lateks yang dikeringkan (%)

  Kandungan karet 35,62 88,08 1,65 4,10

  Resin 2,03 5,04

  Protein dan fosfoprotein 0,70 0,84 0,34 0,84

  Abu 59,15 1,00

  Karbohidrat 0,5 0,1-0,5 Air Senyawa anorganik

  Sumber :Setyamidjaja, 1993

2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit

  2.2.1 Tanaman Kelapa Sawit

  Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineesis) berasal dari Afrika. Dalam bahasa Inggris tanaman ini dikenal dengan namaoil palm. Tanaman kelapa sawit memiliki bentuk menyerupai pohon kelapa. Di Indonesia, tanaman kelapa sawit termasuk tanaman pendatang yang mulai dikenal sejak sebelum perang Dunia II (Roosita, 2007).

  Sentra utama produksi sawit Indonesia antara lain Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat.Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit.Pengembangan perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra-sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan, tetapi daerah potensi pengembangan seperti Sulawesi, Jawa, Papua juga terus dilakukan (Yan, 2012).

  2.2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit

  Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Salah satu limbah padat industri adalah TKKS.TKKS merupakan limbah terbesar yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit.Jumlah TKKS mencapai 30-35% dari berat TBS setiap pemanenan (Hambali, 2008).Limbah padat TKKS jumlahnya cukup besar yaitu sebesar 6 juta ton yang tercatat pada tahun 2004 (Nuryanto, 2000).

  Pemanfaatan TKKS masih sangat terbatas. Kebanyakan limbah TKKS hanya digunakan sebagai pupuk organik dan bahan serat.Melihat komposisi selulosayang cukup besar seperti yang tertera pada Tabel 2.2, maka TKKS sangat potensial untuk dimanfaatkan menjadi bentuk biopolimer(Fauzi, 2012).

Tabel 2.2 Komposisi Kimiawi TKKS

  Komposisi Kadar (%) Abu

  15 Selulosa

  40 Hemiselulosa

  21 Lignin

  24 Sumber : Yan, 2012

2.3 Selulosa

  Selulosa adalah polisakarida yang terbentuk dari sisa β-D(+)-glukosa yang bergabung dalam rantai linear dengan ikatan β-1-4 diantara satuan glukosanya seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2. Selulosa merupakan senyawa polimer yang berlimpah di alam dan merupakan senyawa organik yang paling umum (Deman, 1997).

Gambar 2.2 Struktur kimia selulosa (Streitweiser, 1987).

  Selulosa berfungsi sebagai bahan struktur dalam jaringan tumbuhan dalam bentuk campuran polimer homolog dan biasanya disertai polisakarida lain seperti lignin dalam jumlah yang beragam. Lignin dapat dihilangkan dengan cara delignifikasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi delignifikasi yaitu: a.

  Jenis bahan delignifikasi Bahan-bahan yang dapat digunakan dalam proses delignifikasi yaitu asam phosfat, asam klorida (HCl), asam sulfat, dan yang basa seperti NaOH, natrium sulfit dan natrium sulfat.

  b.

  Waktu delignifikasi Pada proses delignifikasi waktu berpengaruh pada hasil delignifikasi, biasanya digunakan waktu 1-3 jam.

  c.

  Temperatur delignifikasi Temperatur operasi mempengaruhi kualitas dari produk delignifikasi yang dihasilkan (Widodo, 2012).

  Campuran senyawa lain yang terdapat bersamaan dengan selulosa yaitu hemiselulosa. Hemiselulosa adalah polisakarida kompleks nonselulosa dan nonpati yang terdapat dalam banyak jaringan tumbuhan. Hemiselulosa mengacu kepada polisakarida nonpati yang tidak larut dalam air, pentosa mengacu kepada polisakarida nonpati yang larut dalam air. Hemiselulosa tidak berperan dalam biosintesis selulosa tetapi dibuat tersendiri dalam tumbuhan sebagai komponen struktur dinding sel. Hemiselulosa dikelompokkan berdasarkan kandungan gulanya. Molekul selulosa memanjang dan kaku, meskipun dalam larutan. Gugus hidroksil yang menonjol dari rantai dapat membentuk ikatan hidrogen dengan mudah, mengakibatkan kekristalan dalam batas tertentu (Deman, 1997).

  Diketahui bahwa selulosa murni, ketika mengalami hidrolisis, dapat dengan mudah terurai menjadi "mikrokristal selulosa "dengan hampir tidak ada penurunan berat. Turunan selulosa dapat dibuat dengan proses eterifikasi, esterifikasi, ikat silang, atau reaksi grafting-kopolimerisasi.untuk memodifikasi struktur selulosa, ikatan hidrogen harus dihancurkan dengan cara pembengkakan atau pemutusan (Yu, 2009).

  2.4 Nanokristal Selulosa

  Definisi umum dari nanopartikel adalah partikel padat dengan ukuran sekitar 10– 100 nm. Metode preparasi sangat mempengaruhi pembentukan nanopartikel, baik itu dalam bentuk nanosphere, atau nanokapsul. Nanopartikel memiliki sifat yang baik karena faktor peningkatan luas permukaan dan efek kuantum yang dapat meningkatkan reaktivitas, kekuatan, dan sifat listrik.Parameter utama dari nanopartikel adalah bentuknya, ukuran dan morfologi struktur dari substansi (Liufu, 2004).

  Nanokristal selulosa adalah nanopartikel kristalin terbuat dari selulosa biasanya mempunyai lebar 2-6 nm dan panjang ratusan nanometer. Nanokristal selulosa dapat diproduksi dengan menghidrolisis bagian yang amorf dari daerah selulosa dan meninggalkan kristal yang berbentuk utuh. Asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dan asam klorida telah digunakan untuk selektif menghidrolisis bentuk yang amorf dari selulosa. Kondisi yang optimal adalah metode hidrolisis dengan menggunakan asam sulfat untuk mempersiapkan individual kristalit (Rong, 2011).

  2.5 Nanokomposit

  Nanokomposit polimer didefinisikan sebagai polimer yang mengandung bahan pengisi dengan ukura yang lebih kecil dari 100 nm.Berbeda dengan komposit biasa, nanokomposit polimer pada umumnya berisi sejumlah kecil bahan pengisi yang berukuran nanometer.Penggabungan material nano ini dapat meningkatkan sifat fisik, daya tahan, dan biodegradasi dari nanokomposit (Siqueira, 2010).

  Potensi nanokomposit yang besar dalam berbagai sektor penelitian dan aplikasi menjadikannya sebagai peluang untuk meningkatkan investasi. Nanokomposit dapat dibuat biodegradable dengan kakuatan dan kekakuan yang

2.6 Bahan-Bahan Penyusun Kompon Karet

  Dalam pembuatan kompon karet, diperlukan bahan-bahan penyusun sebagai berikut.

  1. Bahan Vulkanisasi Bahan vulkanisasi yang sering digunakan dalam industri pengolahan karet adalah belerang yang mempercepat kematangan kompon karet. Bahan lain untuk vulkanisasi adalah peroksida organik dan dammar fenolik (Setiawan, 2005).

  Pada umumnya digunakan belerang dalam jumlah yang besar (kira-kira 6- 10%) untuk ditambahkan pada karet. Proses vulkanisasi perlahan dan memakan waktu beberapa jam sebelum vulkanisasi selesai. Dengan digunakannya bahan- bahan pemercepat (accelerator), jumlah belerang dapat dikurangi dan sekarang berjumlah kurang lebih 2-3 %, berdasarkan bobot karetnya (Morton, 1987).

  2. Bahan Pemercepat Dan Penggiat Vulkanisasi dalam industri pengolahan lateks biasanya lambat, sehingga agar efisien perlu dipercepat.Banyak jenis bahan pemercepat reaksi yang bisa digunakan.Dari golongan sulfenamida, CBS dan MBS. Dari golongan dithiokarbonat antara lain ZDEC dan ZDBC. Dari golongan tiuransulfida adalah TMTD.Dari golongan Tiazol adalah MBT dan MBTS.Penggunaan bahan pemercepat reaksi ini bisa tunggal atau gabungan dari beberapa bahan tersebut.

  Bahan penggiat reaksi berguna kecepatan kerja bahan pemercepat reaksi. Meskipun tidak mutlak perlu, bahan ini bisa mengefisienkan proses pengolahan karet. Bahan reaksi yang umum digunakan antara lain seng oksida, dan asam stearat (Subaer, 2007).

  3. Bahan Antioksidan dan Anti Ozon Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat di udara.Bahan kimia ini biasanya juga tahan terhadap pengaruh ion-ion tembaga, mangan dan besi.Selain itu juga mampu melindungi terhadap suhu tinggi, retak-retak dan lentur.

  4. Bahan Pengisi Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet. Pertama bahan pengolahan yang tidak aktif.Kedua, bahan pengisi yang aktif atau bahan pengisi yang menguatkan.Pertama hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada karet yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun.

  Biasanya bahan pengisi tidak aktif lebih banyak digunakan untuk menekan harga karet yang dibuat karena bahan ini berharga murah, contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat, dan barit.Bahan pengisi aktif atau penguat contohnya karbon hitam, silika, aluminium silikat, dan magnesium silikat.Bahan ini mampu menambah kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikisan serta tegangan putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan (Ompungsungu, 1997).

2.7 Pravulkanisasi Lateks Pekat Salah satu tahap yang tidak dapat diabaikan adalah proses pravulkanisasi.

  Persiapannya adalah dengan memanaskan lateks pekat dengan dispersi sulfur, zink oksida, dan suatu akselerator super cepat pada temperatur kira-kira 70 ˚C selama 2 jam. Proses tersebut tidak membutuhkan proses pengkomponan yang rumit dan biasanya digunakan pada industri karet yang menggunakan metode pencelupan (Loganathan, 1998).

2.8 Vulkanisasi

  Setelah kompon karet bercampur dengan baik, maka kompon karet dapat diubah misalnya ke bentuk bahan-bahan komposit seperti ban melalui proses vulkanisasi. Akibat vulkanisasi, perubahan-perubahan berikut terjadi:

  1. Rantai panjang dari molekul karet menjadi terikat silang akibat reaksi dengan zat pemvulkanisasi, membentuk struktur tiga dimensi. Reaksi ini mengubah bahan yang bersifat plastis, lemah, dan lembut menjadi produk yang elastis namun kuat.

  2. Karet kehilangan kepekatannya dan menjadi tidak larut dalam pelarut- pelarut dan lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh buruk yang disebabkan oleh panas, cahaya, dan proses penuaan (Morton, 1987).

  Vulkanisasi/vulkanisir dikenal juga dengan istilah “cure” merupakan proses pengaplikasian tekanan dan panas terhadap campuran elastomer dan bahan kimia untuk menurunkan plastisitas dan meninkatkan elastisitas, kekuatan, dan kemantapan. Curing menyebabkan molekul karet yang panjang dan saling terkait diubah menjadi struktur 3 (tiga) dimensi melalui pembentukan crosslinking (ikatan silang) secara kimia (Morton, 1987).

  Vulkanisasi karet alam dengan sulfur termasuk yang paling banyak diteliti. Awal 1920, Staudinger mengembangkan teorinya tentang struktur rantai panjang polimer. Sebelum mengalami ikat silang, karet (dalam hal ini karet alam) terdiri dari rantai lurus yang bermassa molekul tinggi, seperti yang terlihat pada reaksi berikut dimana R merupakan rantai karet yang lain.

  S S R H C

  3 CH

3 CH C CH CH

  • S

  2

  2

  2 n S

  2 CH C CH CH

  Sulfur Karet Alam S CH C CH CH

  2

  2 H C S

  3 S R n Karet Tervulkanisasi

Gambar 2.3. Reaksi Vulkanisasi Karet Alam (Sperling, 1986)

2.9 Proses Pencelupan

  Proses pencelupan merupakan suatu teknik yang menghasilkan produk dari lateks yang dilakukan dengan mencelupkan suatu pembentuk yang telah dibersihkan ke dalam formulasi lateks. Sewaktu pembentuk dicelup ke dalam formulasi lateks, partikel-partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk, mengalami proses penghilang kestabialan dan membentuk suatu lapisan atau film. Film yang terbentuk mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk yang dicelup ke dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan maka akan menghasilkan produk lateks.

  Dalam industri yang menghasilkan produk lateks, proses pencelupan merupakan suatu teknik penting dalam industri lateks karet alam. Teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon, dan sebagainya (Hannam, 1973).

2.10 Karakterisasi Produk

  2.10.1 Fourier Transform Infrared (FTIR)

  Spektroskopi FTIR didasarkan pada prinsip bahwa hampir semua molekul mengabsorpsi sinar inframerah. Hanya monoatomik dan molekul diatomik homopolar yang tidak mengabsorpsi sinar inframerah. Pancaran inframerah yang

  • 1

  kerapatannya kurang dari 100 cm diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri.

  Atom molekul bergerak dengan berbagai cara tetapi selalu pada tingkat energy tertentu. Energi getaran rentang untuk molekul organik harus sesuai dngan

  • 1

  radiasi inframerah dengan bilangan gelombang 1200-4000 cm . Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah. Ikatan O-H dari golongan karboksil diabsorpsi

  • 1

  pada daerah 2500 sampai 3300 cm dan ikatan C=O ditunjukkan diantara 1710

  • 1

  sampai 1750 cm . Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwi kutub secara berirama yang teramati di dalam inframerah (Rong, 2011).

  2.10.2 Transmission Electron Microscopy

  Secara umum sistem penyinaran dan lensa pada mikroskop elektron sama dengan mikroskop cahaya. Pada mikroskop elektron ada “elektron gun” yang menghasilkan elektron ekivalensi dengan sumber cahaya.Elektron-elektron dipercepat dengan tegangan tinggi (40.000 sampai 100.000 volt) dan melewati sistem lensa kondensor yang terdiri dari dua lensa magnetik.

  Untuk meningkatkan daya resolusi mikroskop perlu dimanfaatkan gelombang dengan panjang gelombang yang lebih pendek.Oleh karena itu, telah dikembangkan mikroskop elektron agar dapat mengamati struktur berdimensi kurang dari 1 nm.Mikroskop elektron terdiri dari senapan elektron dan susunan lensa yang terletak dalam kolom vakum.Susunan optiknya serupa dengan susunan lensa pada mikroskop cahaya tipe-proyeksi, meskipun pada mikroskop elektron digunakan beberapa tahap perbesaran.Lensa yang digunakan adalah lensa magnetik, terdiri dari kumparan yang dialiri arus.Lensa kondensor digunakan untuk menghimpun berkas elektron yang menyinari spesimen yang di lubang lensa objektif. Besar tegangan operasi normal berkisar antara 50 hingga 100 kV, nilai λ bervariasi antara 0,0054 nm hingga 0,0035 nm. Akibatnya, resolusi mikroskop elektron terbatas dan hanya sekitar 0,2 nm (Smallman, 1999).

2.10.3 Kekuatan Tarik dan Kemuluran

  Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (F maks ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena di bawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang (A o ).

  t= F maks/ A o .......................................................................................(2.1)

  σ Selama perubahan bentuk, dapat diasumsikan bahwa volume specimen tidak berubah Perpanjangan tegangan pada saat bahan terputus disebut kemuluran. Besaran kemuluran (ε) dapat didefinisikan sebagai berikut :

  −

  x 100 %......................................................................................(2.2) ε = Dimana : l = panjang spesimen mula-mula (mm) l = panjang spesimen saat putus (mm)

  ε = Kemuluran (%) (Wirjosentono, 1995)

  2.10.4 Morfologi Permukaan

  Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat perubahan tersebut dapat dilakukan suatu analisa permukaan, dan alat yang biasa digunakan adalah SEM.SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5 - 10 nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar-X, elektron sekunder, absorbsi elektron.Data yang diperoleh adalah data dari permukaan yang tebalnya sekitar 20 µm. Permukaan yang diperoleh merupakan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan.

  Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket (Subaer, 2007).

  2.10.5 Swelling Indeks

  Pelarutan suatu polimer tidak sama dengan pelarutan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah kerena adanya dimensi-dimensi yang sangat berbeda antara pelarut dan molekul polimer. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap .mula- mula molekul pelarut berdifusi melewati matriks polimer untuk membentuk suatu masa menggembung dan tersolvasi yang disebut gel.

  Dalam tahap kedua, gel tersebut pecah (bercerai-cerai) dan molekul- molekulnya terdispersi kedalam larutan sejati. Pelarutan sering kali merupakan proses yang lambat. Sementara beberapa jenis polimer bisa larut dengan cepat dalam pelarut-pelarut tertentu, polimer yang lainnya bisa jadi membutuhkan periode pemanasan yang lama dekat titik lebur dari polimer tersebut.Polimer- polimer jaringan tidak dapat larut, tetapi biasanya membengkak (menggelembung/mengembang/swelling) dengan hadirnya pelarut (Steven, 2001).

  Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk

  mengkarakterisasi material elastomer.Swelling merupakan pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi (Allcock, 2003).

2.10.6 Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC)

  Jumlah padatan total adalah jumlah yang menunjukan banyaknya zat padat yang terdapat di dalam lateks yang tidak dapat menguap bila dikeringkan pada suhu

  70 ˚C selama 16 jam atau pada suhu 100˚C selama 2 jam. Lateks dengan TSC yang tinggi, akan menghasilkan karet yang memiliki nilai kekuatan tarik yang tinggi. Hal ini dapat berpengaruh pada produksi pabrik, karena akan memakan biaya yang cukup tinggi (Ompungsungu,1997).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Kepercayaan, Kemudahan, dan Kualitas Informasi Terhadap Keputusan Pembelian Secara Online Di Situs Lazada.co.id Pada Mahasiswa/I Fakultas Ekonomi Dan Bisnis USU

0 0 9

Pengaruh Kepercayaan, Kemudahan, dan Kualitas Informasi Terhadap Keputusan Pembelian Secara Online Di Situs Lazada.co.id Pada Mahasiswa/I Fakultas Ekonomi Dan Bisnis USU

0 0 9

1. IDENTITAS RESPONDEN - Pengaruh Strategi Diferensiasi Terhadap Kepuasaan Pasien Serta Dampak Loyalitas Pada Rumah Sakit Siti Hajar Padang Bulan Medan

0 0 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran - Pengaruh Strategi Diferensiasi Terhadap Kepuasaan Pasien Serta Dampak Loyalitas Pada Rumah Sakit Siti Hajar Padang Bulan Medan

0 0 10

Pengaruh Kreativitas dan Keterampilan Terhadap Keberhasilan Usaha Pada Kerajinan Rotan di Medan

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kreativitas - Pengaruh Kreativitas dan Keterampilan Terhadap Keberhasilan Usaha Pada Kerajinan Rotan di Medan

0 2 18

B. PETUNJUK PENGISIAN - Pengaruh faktor harga, rasa dan kemasansusu Bear Brand terhadap loyalitas konsumen pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Harga 2.1.1Pengertian Harga - Pengaruh faktor harga, rasa dan kemasansusu Bear Brand terhadap loyalitas konsumen pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh faktor harga, rasa dan kemasansusu Bear Brand terhadap loyalitas konsumen pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

0 1 9

Pengaruh faktor harga, rasa dan kemasansusu Bear Brand terhadap loyalitas konsumen pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

0 0 11