Isolasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Tomat (Solanum Lycopersicum L.) dan Uji Kemampuannya dalam Mendegradasi Insektisida Berbahan Aktif Karbofuran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.)

  Tomat (Solanum lycopersicum L.) merupakan salah satu tanaman yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatannya hanya sebatas sebagai lalap dan bahan tambahan dalam masakan. Kandungan senyawa dalam buah tomat di antaranya solanin (0,007%), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin, mineral dan histamin (Canene-Adam et al., 2005).

  Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang dan akar serabut yang berwarna keputih-putihan dan berbau khas. Perakaran tidak terlalu dalam, menyebar ke semua arah hingga kedalaman rata-rata 30-40 cm, namun dapat mencapai 60-70 cm. Batang tanaman tomat berbentuk bulat, bercabang mulai dari ketiak daun yang berada dekat dengan tanah. Daun tanaman tomat merupakan daun majemuk yang yang bersirip gasal, duduk daun teratur pada batang dan membentuk spiral. Daun berwarna hijau, berukuran panjang antara 15-30 cm dan lebar antara 10-25 cm (Pitojo, 2005).

  Tanaman tomat dapat tumbuh disemua tempat dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Hanya saja di daerah basah atau curah hujan tinggi pertumbuhannya kurang baik. Disamping buahnya banyak diserang penyakit, seperti penyakit cendawan dan sebangsanya, sehingga untuk daerah basah dan berudara lembab dianjurkan menanam tomat pada musim kemarau. Tanaman tomat tidak tahan terhadap hujan yang lebat dan tidak suka daerah yang selalu

  o

  berawan. Tanaman tomat cocok pada iklim kering dengan suhu siang 18-27 C

  o

  dan malam hari 15-20

  C. Tanaman tomat tidak cocok tumbuh pada tanah yang tergenang air atau tanah yang becek. Untuk pertumbuhan yang baik, tanaman tomat membutuhkan tanah yang gembur dengan Ph 5-6 dan banyak mengandung humus serta pengairan yang cukup mulai tanam sampai waktu panen. Tanaman tomat membutuhkan penyinaran penuh sepanjang hari untuk produksi yang menguntungkan, tetapi sinar matahari yang terik tidak disukai. Sinar matahari yang dikehendaki tanaman tomat adalah minimal 8 jam per hari dan curah hujan pada kisaran 750-1.250 mm/tahun (Canene-Adam et al., 2005).

2.2 Bakteri Endofit

  Istilah endofit pertama kali diperkenalkan tahun 1886 oleh De Bary, yang mengatakan bahwa endofit merupakan mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan tanaman. Pada tahun 1887, Victor Gallipe mengemukakan bahwa sehingga penemuan mekanisme kolonisasi antara bakteri endofit dengan jaringan tanaman sangat berharga (Stepniewska & Kuzniar, 2013). SelanjutnyaRyan et al., (2007), menyatakan bahwa bakteri endofit dapat didefinisikan sebagai bakteri yang hidup berkoloni di dalam jaringan tanaman yang menunjukkan tidak ada tanda-tanda kerusakan eksternal atau dampak negatif yang ditimbulkan pada tanaman inangnya.

  Bakteri endofit dapat diisolasi dari akar, batang, daun dan bunga dari tanaman rumput-rumputan, tanaman buah dan tanaman sayur-sayuran. Beberapa bakteri endofit telah dikarakterisasi dari beberapa jenis tanaman berbeda, seperti oak, tanaman pear, Sorbus aucuparia dan Betula verrucosa. Kehadiran bakteri endofit juga telah ditemukan pada tanaman bit, jagung, nanas, tomat dan akar padi (Stepniewska & Kuzniar, 2013).

  Bakteri endofit dapat berperan sebagai agen pemacu pertumbuhan dengan mengadakan suatu rangsangan pertumbuhan yang relatif sama sepertiPlant

  Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Beberapa bakteri endofit memberikan

  manfaat yang menguntungkan bagi tanaman inang, seperti memacu pertumbuhan tanaman, meningkatkan resistensi tanaman dari patogen, dan meningkatkan fiksasi N bagi tanaman. Bakteri endofit awalnya berasal dari lingkungan eksternal dan masuk ke dalam tanaman melalui stomata, lentisel, luka (seperti adanya trichomes yang rusak), melalui akar lateral dan akar yang berkecambah (Suriaman, 2008). Menurut Yuliyanti (2012), dalam satu tanaman bisa terdapat beberapaspesies bakteri endofit baik Gram positif maupunGram negatif. Sedangkan Aly et al., (2011) dalam Yuliyanti (2012), mengatakan jamur endofit umumnya memilikiinang yang spesifik, meskipun ada juga genus-genusseperti

  

Phomopsis, Phoma, Colletotrichum, dan Phyllosticta memiliki inang yang cukup

luas.

  Bacillus merupakan salah satu genus bakteri endofit yang memiliki

  beberapa sifat yang sama, salah satunya adalah kemampuannya dalam menghasilkan biosurfaktan lipopeptida, seperti surfaktin A, B dan C, pumilacidin, esperin, lichenysin, fengycin, iturin, basilomicin, mikosubtilin, surfaktan 86, athrofactin dan fungicin. Beberapa contoh spesies yang menghasilkan surfaktin

  

pumilus dan Bacillus amyloliquefaciens. Selain itu, dua genera lain yang dapat

  mengahasilkan biosurfaktan lipopeptida adalah Serattia mercescens yang menghasilkan serrawettin W2 dan spesies Pseudomonas yang menghasilkan putisolvins dan athrofactin (Bacon & Hinton, 2012).Sedangkan menurut Ryanet

al ., (2007), bakteri endofit tersebar secara luas pada berbagai spesies tanaman.

Sebanyak 82 genera bakteri endofit telah ditemukan pada berbagai spesies tanaman berkayu dan tanaman perkebunan. Genus Pseudomonas, Bacillus,

  

Enterobacter dan Agrobacterium merupakan genus bakteri endofit yang biasa

ditemukan berasosiasi dengan berbagai jenis tanaman.

  Bakteri endofit digunakan untuk agen biologi kontrol dari beberapa jenis penyakit tanaman dan untuk meningkatkan sifat dan hasil tanaman agronomi. Bakteri endofit juga dapat menjadi kompetitor dari bakteri kontaminan di tanah yang bersifat patogen pada tanaman. Manfaat bakteri endofit dalam meningkatkan hasil pertanian telah banyak mendapat penghargaan, seperti meningkatkan hasil tanaman kentang, tomat dan padi dan juga dapat menginduksi pembentukan mekanisme resistensi tanaman terhadap tekanan lingkungan biotik dan abiotik.Dalam jumlah yang besar, bakteri endofit dapat dimanfaatkan untuk produksi senyawa antimikroba, kompetisi makronutrien, produksi siderofor dan menginduksi mekanisme resisten sistemik (Russo et al., 2012).

  Menurut Yuliyanti (2012), juga mengatakan bahwa endofit dapat berperan sebagai perangsangpertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasilmelalui produksi fitohormon dan penyedia hara, agensia pengendali hayati, dan sebagai penetral kontaminan tanah sehinggameningkatkan fitoremediasi atau bioremediasi, salah satunya adalah mengurangi pencemaran senyawa pestisida di tanah.

  Bioremediasi adalah suatu teknik yang menggunakan makhluk hidup untuk meminimalisir atau mengurangi kerusakan lingkungan yang dihasilkan dari akumulasi senyawa-senyawa toksik dan limbah berbahaya lainnya. Penggunaan bakteri untuk degradasi dan detoksifikasi sejumlah senyawa toksik, seperti pestisida adalah cara yang efektif untuk mengurangi kontaminasi senyawa merupakan detoksifikasi secara in situ. Metodologi bioremediasi untuk menghilangkan senyawa-senyawa xenobiotik seperti pestisida di tanah memiliki beberapa manfaat karena ramah lingkungan dan telah berhasil diaplikasikan di banyak negara (Nawaz et al., 2012).

  Pendekatan secara konvensional, seperti landfilling, recycling, pyrolysis dan inceneration, untuk remediasi senyawa-senyawa pencemar tidak efisien, biayanya mahal, dan dapat membentuk senyawa intermediet yang bersifat toksik (Sayler, 1990). Oleh karena itu menurut Pieper (2000) dan Furukawa (2003), metode dekontaminasi secara biologi lebih baik dibandingkan dengan teknologi secara konvensional karena pada umumnya, mikroorganisme mendegradasi sejumlah senyawa toksik di lingkungan tanpa menghasilkan senyawa intermediet.

2.3 InsektisidaKarbofuran

  Karbofuran (2,3-dihydro-2,2-dimethyl-7-benzofuranylmethylcarbamat) adalah salah satu pestisidadari golongan karbamat yang berspektrum luas untukpengendalian hama pada tanaman padi, jagung, jeruk,alfalfa dan tembakau. Karbamat merupakan insektisida yang bersifat sistemik dan berspektrum luas sebagai nematosida dan akarisida. Golongan karbamat pertama kali disintesis pada tahun 1967 di Amerika Serikat dengan nama dagang Furadan. Karbofuranbersifat sangat toksik pada unggas dengan kisaran nilaiLD

  50 sebesar

  0,37-6,0 mg/kg BB tergantung padamasing-masing spesies unggas. Unggas umumnya sangat pekaterhadap karbofuran melalui kontak langsung baikmelalui penyemprotan (spraying), menelan granulkarbofuran, minuman tercemar dan memakan seranggayang mati akibat karbofuran (Indraningsih, 2008).

  (Sumber: ACD/ChemSketch Freeware) Karakteristik dari pestisida turunan karbamat adalah memiliki sifat polaritas yang tinggi, mudah larut di air dan sifat panasnya yang tidak stabil

  (thermal instability). Karakteristik itulah yang menyebabkan pestisida turunan karbamat memiliki sifat toksik yang akut. Secara kimia, pestisida karbamat merupakan kelompok ester dan karbamat serta senyawa organik turunan dari asam karbamat. Kelompok pestisida ini dapat dibagi ke dalam jenis benzimidazole, N- metil, N-fenil dan thiokarbamat. Karbamat adalah inhibitor dari enzim AchE (asetilkolinesterase) dan merupakan senyawa yang menyebabkan kasus keracunan di lingkungan masyarakat (Porto et al., 2012).

  Insektisida karbofuran merupakan insektisida sistemik yang dikenal dengan nama dagang seperti Furadan 3G atau Curater 3G dengan kadar bahan aktif karbofuran sebesar 3-5%. Aplikasinya biasanya dilakukan dengan memasukkannya ke dalam tanah saat penanaman atau dengan cara menaburkan pada tanah. Karbofuran bersifat racun pada binatang menyusui dan dapat melindungi tanaman dari serangga selama 21 hari, dan yang efektif terpakai hanya sekitar sepertiga dari jumlah yang diaplikasikan (Tamin etal., 1996).

  Penggunaan insektisida sintetis khususnya insektisidakarbofuran untuk memberantas kemampuanpertanian tidak dapat disangkal memang telah memberikansumbangan sangat besar dalam meningkatkanproduksi tanaman pertanian. Namun demikian, dengansemakin intensifnya penggunaan insektisida karbofurantelah nyata pula mengakibatkan pengaruhnegatif terhadap lingkungan akuatik dan teresterialserta kematian biota bukan sasaran. Kematianbiota bukan sasarann merupakan efek samping insektisida karbofuran (Nofyan, 2009).

  Karbofuran digunakan secara luassebagai insektisida, nematisida dan akarisida yangdigunakan dalam pengawetan benih tanaman, aplikasipada lahan tanaman, dan secara langsung atau padadaun tanaman pangan seperti jeruk, jagung, alfalfa,padi, kentang, tomat, kedelai dan tembakau (Indraningsih, 2008).

2.4 Degradasi Pestisida

  Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan danmengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golonganorganoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorinlebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadapsinar matahari dan tidak mudah terurai (Sa’id, 1994). Sebagian besar bahan-bahankimia pertanian yang disemprotkan jatuh ke tanah dan didekomposisioleh mikroorganisme. Sebagian menguap dan menyebar di atmosfer dimanaakan diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke tanah(Uehara, 1993).

  Biodegradasi sempurna dari pestisida melibatkan proses oksidasi dari senyawa utama membentuk karbondioksida dan air. Proses ini menyediakan karbon dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksi mikroba. Setiap tahapan degradasi dikatalis oleh spesifik enzim yang diproduksi melalui degradasi sel atau enzim yang ada pada lingkungan eksternal sel. Degradasi pestisida melalui salah satu enzim eksternal atau internal akan berhenti pada tahapan tertentu jika tidak terdapat enzim yang tepat untuk mendegradasinya. Ketidaktersediaan enzim yang tepat merupakan salah satu alasan mengapa suatu pestisida daat bertahan lama (persisten) di dalam tanah. Jika mikroorganisme yang sesuai tidak ada di dalam tanah atau jika populasi mikroorganisme pendegradasi jumlahnya berkurang maka mikroorganisme spesifik dapat ditambahkan atau diintroduksi ke dalam tanah untuk meningkatkan aktivitas atau kemampuan mikroorganisme yang sudah ada dalam mendegradasi pestisida (Nawaz et al., 2011).

  Pestisida yang bersifat persisten di lingkungan dapat diketahui daristruktur kimianya. Struktur kimia tersebut juga bisa membantu untuk mengetahuikelarutan pestisida tersebut. Pestisida yang mempunyai ikatan labil akan lebihmudah dan cepat didegradasi. Penambahan air bisa memecah ikatan yang labiltersebut dengan proses hidrolisis atau enzimatik. Malathion merupakan contohinsektisida yang mempunyai ikatan labil dan dapat terdegradasi dengan enzimhidrolitik (misalnya esterase dan fosfatase) (Singer et al.,2002).

  Menurut Rozo et al (2013), proses hidrolisis karbofuran terjadi melalui dua tahap, yaitu pemutusan ikatan ester pada gugus karbonil dari asam N- metilkarbamat yang menempel pada fenol atau ikatan amida dari asam N- (2,3-dihidro-2,2-dimetil-7-benzofuranol) (hasil metabolit yang toksisitasnya lebih rendah daripada karbofuran), karbon dioksida dan metilamin. Hasil metabolit tersebut kemudian akan digunakan sebagai sumber karbon dan nitrogen oleh sejumlah bakteri yang menghidrolisis karbofuran.

  Sedangkan menurut Porto et al (2012), sejumlah bakteri dapat mendegradasi pestisida jenis karbofuran, di antaranya adalah Pseudomonas,

  

Flavobacterium , Achromabacterium, Sphingomonas dan Arthrobacter. Bakteri

Sphingomonas sp. dapat mendegradasi karbofuran dengan membentuk karbofuran

  fenol dan selanjutnya akan didegradasi membentuk 2-hidroksi-3-(3-metilpropan- 2-ol) fenol.

  Menurut Ortiz-Hernández (2011), esterase adalah enzim yang menghidrolisis senyawa karboksil ester (karboksiesterase), amida (amidase), fosfat ester (fosfatase) dan lain-lain. Dalam proses katalisis oleh esterase, hidrolisis secara luas dari substrat ester terjadi dalam gugus alkohol dan komponen asam yang dimilikinya dengan skema:

  3

  2

  3 R = O-OCH + H O OH ↔ R = O-OH + CH

Banyak insektisida golongan organofosfat, karbamat (salah satunya adalah

karbofuran) dan pyrethroid yang mengandung gugus karboksil ester. Enzim yang

biasanya dapat menghidrolisis ikatan ester dikenal dengan nama

karboksilesterase. Karbofuran dapat didegradasi oleh beberapa kelompok enzim

(Gambar 2.2). Pertama, enzim karbofuran furanhidrolase memecah karbofuran

menjadi senyawa 2-hidroksi-3-(3-metilpropan-2-ol) benzen-N-metilkarbamat yang kemudian dengan bantuan enzim enzim 2-hidroksi-3-(3-metilpropan-2-ol) benzen-N-metilkarbamat hidrolase, senyawa tersebut diubah menjadi 3-(2-

  

hidroksi-2-metilpropil) benze-1,2-diol yang tidak bersifat toksik lagi. Kedua,

enzim karbofuran hidrolase dapat memecah karbofuran membentuk senyawa

karbofuran-7-fenol dan metilamin dan dengan bantuan enzim karbofuran-7-fenol hidrolase, senyawa tersebut diubah menjadi 3-(2-hidroksi-2-metilpropil) benze-

1,2-diol. Ketiga, karbofuran dapat didegradasi dengan enzim karbofuran

hidroksilase dan memecahnya menjadi senyawa 4-hidroksikarbofuran dan selanjutnya akan menghasilkan karbon dioksida sebagai hasil metabolitnya.