Isolasi Dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon Iaa (Indole Acetic Acid) Dari Akar Tanaman Padi (Oryza sativa L.)

(1)

ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN BAKTERI ENDOFIT

PENGHASIL HORMON IAA (INDOLE ACETIC ACID) DARI

AKAR TANAMAN PADI (Oryza sativa L.)

SKRIPSI

MUSTIKA WILDASARI SIREGAR

050805043

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN BAKTERI ENDOFIT PENGHASIL HORMON IAA (INDOLE ACETIC ACID) DARI AKAR TANAMAN PADI

(Oryza sativa L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MUSTIKA WILDASARI SIREGAR

050805043

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN BAKTERI ENDOFIT PENGHASIL HORMON IAA (INDOLE ACETIC ACID) DARI AKAR TANAMAN PADI (Oryza sativa L.)

Kategori : SKRIPSI

Nama : MUSTIKA WILDASARI SIREGAR

Nomor Induk Mahasiswa : 050805043

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Desember 2009

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

(Yurnaliza, S.Si, M.Si) (Dra. Nunuk Priyani, M,Sc) Nip. 19710718 199903 2 001 Nip.19640428 199603 2 001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. NIP. 19640409 199403 1 003


(4)

PERNYATAAN

ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN BAKTERI ENDOFIT PENGHASIL HORMON IAA (Indole Acetic Acid) DARI AKAR TANAMAN PADI

(Oryza sativa L.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa hasil penelitian ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2009

MUSTIKA WILDASARI SIREGAR 050805043


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberi anugerah berupa nikmat iman, islam, rezeki, dan hidayah dalam kehidupan ini serta kesehatan dalam penelitian ini. Semoga ilmu yang hamba peroleh Engkau berkahi dan dapat bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akherat. Shalawat beriring salam dihadiahkan kepada Baginda RASULLALLAH SAW yang membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang lebih baik. Semoga kelak hamba termasuk ummatmu yang Engkau beri syafaat.

Ucapan terima kasih dan rasa sayang yang sungguh luar biasa ananda haturkan kepada Ibunda Masitah Manik, BA atas kasih sayang, doa, dukungan kesabaran dan pengorbanan yang begitu luar biasa terhadap ananda. Ibunda adalah seorang Ibu yang tegar di setiap kondisi apapun, seorang ibu yang sigap ketika ananda sakit dan seseorang yang takkan letih mendidik ananda sampai kapanpun. Terima kasih kepada Ayahanda Abdul Khalik Siregar, SE atas atas kasih sayang, doa, dukungan dan pengorbanan kepada ananda sehingga ananda dapat terus semangat dalam menjalani hidup ini. Ayahanda adalah seseorang yang selalu mengingatkan ananda untuk selalu rendah hati dan tidak takabur dengan sesuatu yang ananda peroleh serta sabar dalam menghadapai segala rintangan.

Pada kesempatan ini, saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc selaku pembimbing pertama dan Ibu Yurnaliza, S.Si, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, waktu dan perhatian dalam penelitian ini. Terima kasih kepada Bapak Prof. Erman Munir; Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc; DR Syafruddin Ilyas, M.Biomed; Ibu Elimasni, S.Si, M.Si; dan semua dosen di Departemen Biologi yang tidak bisa saya sebut satu persatu adalah dosen-dosen terhebat yang dikirim ALLAH SWT kepada saya. Dosen-dosen di Departemen Biologi ibarat padi yang semakin masak semakin merunduk karena memiliki gelar dan ilmu yang kompeten di bidangnya tetapi selalu rendah hati serta memiliki etos kerja yang tinggi dalam dunia pendidikan. Saya bangga dididik oleh Bapak dan Ibu, semoga kelak saya dapat menjadi ilmuan seperti kalian. Ucapan terima kasih juga ditujukan untuk Bapak Prof. Dwi Suryanto Selaku ketua Departemen Biologi, yang begitu dekat dengan semua mahasiswa dan aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Terima kasih karena Bapak membuka pikiran saya untuk lebih terpacu dan tidak mudah menyerah. Terima kasih kepada Bapak Riyanto Sinaga, S.Si, M.Si selaku Dosen Wali atas kesabaran dalam memberikan nasehat kepada saya. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan pegawai FMIPA USU atas jasa-jasanya.

Terima kasih kepada tiga tokoh inspirasi saya Novryanti Sidabutar, S.Kep.NS kakak yang selalu mendukung dan menaikkan semangat adik ketika hampir menyerah. Kedua Abang saya Syahril Riyanto Sidabutar, SE.AK dan Hamdan Syahputra Sidabutar, AMD yang memberi semangat dan contoh yang baik buat adik. Semoga adik dapat mengikuti jejak kesuksesan kalian bertiga. Terima kasih kepada sahabat-sahabat karib Irma, Shintya, Ayu, Ratih, Noni, Amal, Dedek, Inur, Ulfa, Sari, Sitoh, Herlina, Bunga, Putri, Yeyen, Rina, Sela, Irwan, Kiki, Akbar, Fadlan, Yandi, Hendra, iv


(6)

Andre, Arsyad, Danu, Rahmad Dayat, Mad Akbar, Mustafa, Bayonta dan Arif atas nasihat, semangat, dukungan, doa yang tulus dan ukhuwah yang begitu manis. Terima kasih buat sahabat sekaligus patner kerja dalam bidang Mikrobiologi Gustin Khairani Batubara, Ummi Mardhiah Batubara dan Maysarah Bakri atas kasih sayang, pertolongan, pengertian, serta kesetiaan dalam suka dan duka selama penelitian. Terima kasih buat lelaki tangguh di Mikrobiologi Kabul Warsito, S.Si; Irfan, S.Si dan Effendi, S.Si yang telah banyak membantu penulis. Terima kasih kepada Nikma, Dwi Ratna, Susi, Wulan, Widya, Putri, Fifi, Dini, Andini, Sri Zulyani, Masrayanti, Seneng, Fatimah, Diana, Santi Siagian, Ruth, Kalista, Simlah, Sarmut, Juned, Rico, Misran, Fitria, Nia, Winda, Elfrida, Erni dan teman-teman stambuk Biologi 05 atas senyuman, tangisan, perjuangan dan semangat dalam mencapai gelar S.Si ini.

Ucapan terima kasih kepada yang telah dan masih menjadi penasehat spiritual kak Ona, Kak Lisa dan kak Nita yang telah membuka pikiran untuk selalu bersikap positif atas rencana yang lebih baik dari ALLAH SWT yang akan diberikan kepada adik. Terima kasih kepada kak Ansen dan kak Siti selaku kakak asuh selama duduk di bangku perkuliahan yang telah banyak memberi dukungan dan bantuan. Terima kasih kepada kak Netti, kak Chika, kak Diah, bang Ginta, bang Kiki, kak Lidya Sari, kak Tika, kak Dewi, Kak Asni, Kak Icha selaku asisten Mikrobiologi terdahulu, bang Yopi, kak Irin, kak Irma, kak Isah, kak Tela, dan kak Ligus atas semangatnya. Terima kasih kepada adik Dayat dan Titi yang telah memberi semangat dan keceriaan di rumah. Terima kasih kepada Aini dan Ummi selaku adik asuh, Ami, Jane, Yayan, Ika, Nikma, Nana, Widya, Yanti, Ria, Asril, Resti, Nila, Dwi Putri dan adik-adik stambuk 07 yang telah banyak memberi senyuman, semangat dan doanya. Terima kasih kepada seluruh anggota Microbiology Study Club (MSC) dan Inkubator Science (Inkubs_Usu) atas kerja samanya dan dukungannya. Terima kasih buat seluruh keluarga yang selalu ada dan setia dalam suka dan duka. Penulis sayang kepada kalian semua.

Penulis sadar akan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis memohon saran dan kritik dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya dan dapat menjadi acuan penulisan karya ilmiah. Semoga ALLAH SWT selalu memberi kelimpahan rahmad dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Medan, Desember 2009


(7)

ABSTRAK

Penelitian Isolasi dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil IAA (Indole Acetic Acid) dari Akar Tanaman Padi (Oryza sativa L.) dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Kimia Kuantitatif, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bakteri endofit penghasil hormon IAA dari akar padi dan untuk mengetahui kemampuannya dalam perkecambahan padi. Isolat telah dikarakterisasi morfologi, biokimia dan diuji kemampuannya dalam menghasilkan hormon IAA yang telah dianalisis secara kolorimetri. Konsentrasi IAA tertinggi diperoleh sebanyak 1,090 ppm oleh isolat Bj 2. Pengujian secara in vivo dilakukan dengan perendaman kecambah ke dalam suspensi bakteri. Perendaman kecambah ke dalam suspensi bakteri mampu mempengaruhi pertumbuhan kecambah padi. Bakteri Md 1 menunjukkan hasil terbaik dengan panjang kecambah 25,58 cm; panjang akar 10,48 cm dan berat basah kecambah 0,2 g.

Kata kunci: Bakteri Endofit, IAA, Akar Padi


(8)

ISOLATION AND ABILITY TEST OF ENDOPHYTIC BACTERIA PRODUCING IAA (INDOLE ACETIC ACID) HORMONE FROM PADDY

ROOTS (Oryza sativa L.)

ABSTRACT

Research on Isolation and Ability Test of Endophytic Bacteria Producing IAA (Indole Acetic Acid) Hormone from Paddy Roots (Oryza sativa L.) has been carried out in the Laboratory of Microbiology, Faculty of Mathematic and Natural Science and Laboratory Quantitative Chemistry, Faculty of Pharmacy, University of Sumatera Utara. The objective of this research was to isolate endophytic bacteria producing IAA hormone from paddy roots and their role in promoting germinated paddy. The isolates were morphological and biochemically characterized and the ability test of producing IAA was analyzed by colorimetric. The highest IAA concentration was obtained by the isolate of Bj2 which 1,090 ppm. Meanwhile in vivo test was done using sprout soaked with bacterial suspension. Soaking sprouts into bacterial suspension could potentially enhance of growth of paddy sprouts. Isolate Md 1 has showed best result with sprout height was 25,58 cm; root length 10,48 cm and sprout weight 0,2 g.

Key words: Endophytic Bacteria, IAA, Paddy Roots .


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Lampiran ix

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Hipotesis 3

1.5 Manfaat 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Bakteri Endofit 4

2.2 Auksin 6

2.3 Peranan Auksin 6

2.4 Bakteri Penghasil Auksin 7

2.5 Jalur Biosintesis IAA pada Bakteri 8

Bab 3. Bahan dan Metoda

3.1 Bahan 10

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Isolasi Bakteri Endofit 10

3.2.2 Pembuatan Kurva Standar 11

3.3.3 Kemampuan Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Padi dalam

Menghasilkan IAA Secara In vitro 11

3.3.4 Introduksi Bakteri Endofit Penghasil IAA Pada Kecambah Padi 12

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Endofit Penghasil IAA dari Akar

Tanaman Padi 13

4.2 Kemampuan Bakteri Endofit dari AkarTanaman Padi dalam

Menghasilkan IAA Secara In vitro 14

4.3 Introduksi Bakteri Endofit Penghasil IAA Pada Kecambah Padi 17

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 20

Daftar Pustaka 21

Lampiran 25


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Pembuatan Media Pertumbuhan 25

Lampiran B. Persamaan Garis Kurva Standar IAA 26 Lampiran C. Data Pengamatan Nilai Absorban Setiap Isolat 28 Lampiran D. Data Pengamatan Terhadap Tinggi Tanaman, Panjang Akar, 29

dan Berat Basah Kecambah Padi


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Bakteri Endofit 13

Tabel 2. Pertumbuhan Jumlah Koloni Bakteri Endofit Penghasil IAA 16 Tabel 3. Pengukuran Perkecambahan Tanaman Padi 17 (Oryza sativa L.)

Tabel 4. Nilai Persamaan Garis Regresi Kurva Standar IAA 26 Tabel 5. Analisis Konsentrasi IAA Secara In vitro dengan

Metode Kolorimetri 27


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Biosintesis IAA dari Azospirillum brasilense. 9 Gambar 2. Histogran Analisis Konsentrasi IAA Secara In virto 15 Gambar 3. Kecambah Padi yang Diintroduksi Bakteri Endofit Penghasil IAA 19 dan Tanpa Introduksi (Kontrol).

Gambar 4. Persamaan Garis Kurva Standar. 26

Gambar 5. Kecambah Padi Pada Media Agar Steril (a) 30 dan IAA Sintesis dengan Penambahan Reagen Salkowski (b).

Gambar 6. Mikro sentrifugator (a) dan Spektrofotometer (b). 30 Gambar 7. Isolat Awal Bakteri Endofit dari Lokasi Medan (a) dan Binjai (b) 30 Gambar 8. Biakan murni Bj 2 (a) dan Biakan Murni Md 2 (b). 31 Gambar 9. Kultur Cair Tanpa Inokulasi Bakteri (a) dan Kultur Cair Bakteri 31

dengan Waktu Inkubasi Dua Hari (b), Empat Hari (c), dan Enam Hari (d)

Gambar 10. Supernatan yang Telah diberi Reagen Salkowski (a) 31 dan Tanpa Reagen Salkowski (b).


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup di dalam jaringan tanaman selama periode tertentu dari siklus hidupnya. Bakteri endofit dapat membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Dalam satu jaringan tanaman kemungkinan ditemukan beberapa jenis mikroba endofit (Strobel et al, 2003). Bakteri endofit dapat diisolasi dari jaringan tanaman dan ditumbuhkan pada medium fermentasi tertentu. Di dalam medium fermentasi tersebut bakteri endofit umumnya dapat menghasilkan senyawa sejenis yang terkandung pada tanaman inang dengan bantuan aktivitas suatu enzim (Hasanuddin, 2003). Bakteri endofit mempunyai potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai penghasil metabolit sekunder seperti yang terkandung di dalam tanaman inangnya (Simanjuntak et al, 2002). Asal isolat bakteri endofit, jenis bakteri dan kondisi perakaran tanaman inang akan menyebabkan kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan suatu senyawa metabolit sekunder. Hampir semua tanaman vascular memiliki endofit. Endofit masuk ke dalam jaringan tanaman umumnya melalui akar atau bagian lain dari tanaman (Carrol, 1988). Pada situasi ini tanaman merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme endofit dalam melengkapi siklusnya (Clay, 1988).

Beberapa bakteri endofit dapat menghasilkan hormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Salah satu hormon yang dihasilkan oleh mikroba endofit adalah IAA (Indole Acetic Acid) atau yang lebih dikenal dengan sebutan auksin. Auksin berperan sebagai hormon pemacu tumbuh pada tanaman dan biasanya ditemukan pada jaringan meristem (Spaepen et al, 2007). Bakteri endofit tersebut dapat diisolasi dari beberapa tanaman vascular salah satunya adalah tanaman padi


(14)

(Oryza sativa L.) yang digunakan sebagai tanaman pertanian di Indonesia. Padi merupakan tanaman turun temurun yang diwariskan oleh nenek moyang dan menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia. Umur tanaman padi yang sangat lama memungkinkan bakteri endofit masuk ke dalam jaringan tanaman padi tersebut dan menetap serta menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan & Zhou, 2001 dalam Radji, 2005). IAA yang dihasilkan oleh bakteri dalam tanaman meningkatkan jumlah rambut akar dan akar lateral tanaman (Okan & Kapulnik, 1986). Hormon yang dihasilkan oleh bakteri akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Hormon IAA ini mampu mensintesis substansi yang secara biologis dapat meningkatkan perkecambahan biji, tinggi dan pertumbuhan tanaman (Berkum dan Bohlool, 1980).

Bakteri endofit yang diperoleh dari tanaman ini dapat menjadi produk alternatif yang ramah lingkungan karena pertanian modern saat ini sangat bergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia diantaranya pupuk sintetis, fungisida dan pestisida. Bahan-bahan kimia tersebut baik disadari maupun tidak telah mengakibatkan tekanan pada lingkungan. Kesadaran akan dampak negatif dari penggunaan bahan-bahan kimia tersebut, didukung dengan adanya perkembangan di bidang bioteknologi, telah mendorong berkembangnya produk-produk alternatif yang ramah lingkungan termasuk didalamnya produk bakteri penghasil senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di masa mendatang, industri-industri pertanian semakin dituntut untuk menggunakan sistem organik dalam setiap aktivitasnya, sehingga produk bakteri penghasil hormon pertumbuhan tanaman yang ramah lingkungan memiliki peluang besar yang menjanjikan (Aryanta et al, 2005). Kultur bakteri penghasil fitohormon yang menguntungkan dalam peningkatan pertumbuhan tanaman dapat dijadikan produk-produk alternatif yang ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada penggunaan bahan-bahan kimia, penggunaan pestisida dan dapat meningkatkan produk hasil panen (Aryantha et al, 2004).


(15)

1.2Permasalahan

Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup dan dapat membentuk koloni di dalam jaringan tanaman. Satu jenis jaringan tanaman kemungkinan ditemukan beberapa bakteri endofit dan bakteri endofit tersebut dapat mengandung senyawa bioaktif yang sama dengan tanaman inangnya. Senyawa bioaktif tersebut dapat berupa hormon pertumbuhan. Salah satu hormon yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman adalah IAA. Beberapa bakteri endofit diduga menghasilkan hormon IAA. Bakteri endofit yang menghasilkan hormon IAA khususnya di Indonesia masih sedikit dieksplorasi dan diketahui kemampuannya dalam menghasilkan IAA sehingga perlu dilakukan penelitian yang berkesinambungan untuk melihat seberapa besar kemampuannya dalam menghasilkan IAA dan hubungannya dalam proses pertumbuhan tanaman tersebut.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat bakteri endofit dari tanaman padi dalam menghasilkan hormon IAA dan untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri endofit dalam merangsang perkecambahan padi.

1.4Hipotesis

Beberapa jenis bakteri endofit adalah penghasil hormon IAA yang mampu menginduksi pertumbuhan tanaman padi.

1.5Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi untuk masyarakat, petani, instansi pertanian dan penelitian selanjutnya.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Endofit

Bakteri endofit merupakan sumber keanekaragaman genetik yang kaya dan dapat diandalkan, dengan sumber berbagai jenis baru yang belum dideskripsikan (Prasetyoputri & Ines, 2006). Bakteri endofit pertama kali dilaporkan oleh Darnel et al pada tahun 1904. Sejak itu, definisi mikroba endofit telah disepakati sebagai mikroba yang hidup di dalam jaringan internal tumbuhan hidup tanpa menyebabkan efek negatif langsung yang nyata. Sifat mikroba endofit yang tidak berdampak negatif pada jaringan tumbuhan menunjukkan kemungkinan adanya hubungan simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dan inangnya (Stone et al, dalam Strobel & Daisy, 2003).

Mikroorganisme disebut sebagai endofit jika berada dalam tubuh tumbuhan setidaknya satu bagian dari siklus hidupnya, sehingga mikroorganisme ini tidak hanya numpang lewat atau menyebabkan penyakit (patogen). Mikroba endofit yang umum ditemukan adalah berupa bakteri dan jamur namun jamur lebih sering diisolasikan. Beberapa pihak bahkan berspekulasi bahwa masih dimungkinkan adanya beberapa jenis bakteri endofit lain, seperti ricketsia, dan archaebacteria. Karena tumbuh dalam jaringan tanaman, dimana tanaman yang satu tentunya berbeda dengan tanaman lainnya, maka tempat hidup bakteri sangat unik sifatnya. Bahkan, fisiologi tumbuhan tinggi termasuk yang berasal dari spesies yang sama akan beda di lingkungan yang berbeda. Karena itu keanekaragaman bakteri endofit sangatlah tinggi. Berdasarkan pertimbangan tersebut endofit dapat menjadi sumber berbagai metabolit sekunder baru yang berpotensi untuk dikembangkan dalam bidang medis, pertanian, dan industri (Prasetyoputri & Ines, 2006).


(17)

Tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa bakteri endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam bakteri endofit sepanjang waktu evolusinya (Tan & Zhou, 2001 dalam Radji, 2005). Sejumlah mikroba endofit yang telah berhasil diisolasi dari bagian dalam beberapa tanaman pangan, yaitu pada tanaman padi, jagung, sorgum dan tebu (James dan Olivares, 1996). Ada beberapa bakteri penghasil hormon IAA yang terdapat pada tanaman tertentu dan menghasilkan fitohormon yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman tersebut (Hoflich, 1995 dalam Aryantha, 2005). Tumbuhan yang telah diteliti bakteri endofitnya masih sedikit. Oleh karena itu, masih ada banyak kesempatan untuk menemukan berbagai jenis, taksa endofit baru (Prasetyoputri & Ines, 2006).

Bakteri endofit dapat menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang langka dan penting bagi tumbuhan inangnya, maka kebutuhan untuk menumbuhkan tumbuhan yang masa hidupnya panjang dan mungkin termasuk langka akan berkurang dan keanekaragaman hayati dunia juga terlindungi. Bakteri digunakan sebagai sumber suatu produk hayati akan memudahkan proses dan mengurangi biaya produksi, sehingga pada akhirnya menghasilkan produk dengan harga lebih murah (Tan & Zhou, 2001 dalam Radji, 2005). Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder (Radji, 2005).

Banyak penelitian yang mempelajari tentang kemampuan mikroba endofit berada di dalam tumbuhan dan hubungannya dengan inang. Endofit ini di dalam tanaman berada di ruang antarsel. Endofit awalnya, ada di luar tubuh tanaman yang kemudian masuk jika terjadi luka pada tanaman. Jika sudah berada dalam tanaman, endofit akan menetap. Endofit berkembang biak di dalam tanaman tanpa menyebabkan penyakit bagi tanaman inangnya. Belum ada penelitian khusus tentang cara metabolisme bakteri endofit dan kemampuan bakteri endofit menetap selamanya di tanaman. Masih belum ada penelitian yang membuktikan apakah endofit memiliki spesifikasi tertentu, misalnya apakah satu endofit selalu muncul pada jenis tumbuhan yang sama di tempat yang berbeda. Banyak faktor luar seperti curah hujan dan polusi yang mempengaruhi populasi endofit dalam tanaman (Prasetyoputri & Ines, 2006).


(18)

2.2 Auksin

Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA=Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Auksin atau dikenal juga dengan (AIA) Asam Indol Asetat (yaitu sebagai auksin utama pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auksin (analog) tetapi mempunyai aktivitas lebih kecil dari IAA seperti IAN (Indolaseto nitril), TpyA (asam indol piruvat) dan IAAId (Indol Asetat Dehid). Proses biosintesis auksin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner et al, 1991). Auksin diproduksi dalam jaringan merismatik yang aktif (yaitu tunas, daun muda dan buah). Kemudian auksin menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan parenkhim (Rismunandar, 1988).

2.3 Peranan Auksin

Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa protein (Darnell et al, 1986). Fungsi auksin menurut Averi (1937) dalam Wilkins (1989), adalah menyebabkan terjadinya pembelahan sel pada lapisan kambium. Pada konsentrasi auksin optimum, sel-sel penyusun kambium aktif membelah dan terbentuk lapisan xilem yang cukup tinggi. Menurut Gardner et al, (1991), efek seluler auksin meliputi peningkatan dalam sintesis nukleotida DNA dan RNA, pada akhirnya peningkatan sintesis protein dan produksi enzim, peningkatan pertukaran proton, muatan membran dan pengambilan kalium, serta berpengaruh terhadap reaksi fitokrom dengan cahaya merah dan cahaya merah jauh.

Heddy (1986), menyatakan bahwa auksin mendorong pembelahan sel dengan cara mempengaruhi dinding sel. Lebih jelas diuraikan oleh Catala et al (2000), menyatakan bahwa adanya induksi auksin dapat mengaktivasi pompa proton (ion H+) yang terletak pada membran plasma sehingga menyebabkan pH pada bagian dinding


(19)

sel lebih rendah dari biasanya, yaitu mendekati pH pada membran plasma (sekitar pH 4,5 dari normal pH 7). Aktifnya pompa proton tersebut dapat memutuskan ikatan hidrogen diantara serat selulosa dinding sel. Putusnya ikatan hidrogen menyebabkan dinding mudah merenggang sehingga tekanan dinding sel akan menurun dan dengan demikian terjadilah pelenturan sel, pH rendah juga dapat mengaktivasi enzim tertentu pada dinding sel yang dapat mendegradasi bermacam-macam protein atau konstituen polisakarida yang menyebar pada dinding sel yang lunak dan lentur, sehingga pemanjangan dan pembesaran sel dapat terjadi.

2.4 Bakteri penghasil Auksin

Kelompok bakteri yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman secara langsung adalah kelompok penghasil zat pengatur tumbuh. Kelompok ini berperan penting pada pertanian di wilayah tropis. Azospirillum mempunyai kemampuan menambat nitrogen baik sebagai mikroorganisme yang hidup bebas atau berasosiasi dengan perakaran tanaman pangan seperti padi dan jagung (Dobereiner & Day, 1976). Beberapa strain bakteri dari genus Azospirillum memiliki kemampuan phytostimulatori (merangsang pertumbuhan tanaman). Hal ini disebabkan karena bakteri tersebut mampu memproduksi fitohormon, yaitu IAA (Lestari et al., 2007).

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa respon tanaman yang disebabkan oleh adanya faktor lain selain fiksasi N2 diantaranya adalah pengaruh hormon yang mampu mengubah metabolisme dan pertumbuhan tanaman (Lestari et al, 2007). Strain-strain Azospirillum yang mampu memproduksi IAA tinggi dalam kulturnya sangat mempengaruhi morfologi tanaman, meningkatkan pertumbuhan akar tanaman dan dapat memodifikasi proses pertumbuhan inang (Jain & Patriquin 1985 dalam Lestari et al., 2007). Azospirillum ini dapat tumbuh pada media yang memiliki komposisi seperti triptofan (Akbari et al., 2007).

Azospirillum mampu meningkatkan hasil panen tanaman pada berbagai jenis tanah dan iklim dan menurunkan kebutuhan pupuk nitrogen sampai 35%. Inokulasi Azospirillum lipoferum pada tanaman jagung menyebabkan peningkatan hasil panen 7


(20)

sekitar 10%. Di samping itu, Azospirillum dapat meningkatkan jumlah serabut akar padi, tinggi tanaman, dan menambah konsentrasi fitohormon asam indol asetat (AIA) dan asam indol butirat (AIB) bebas di daerah perakaran. Azospirillum Brasilense memberi pengaruh terhadap perkembangan akar gandum (Bottini et al, 1989; Okon et al, 1988; Barbieri et al, 1986; Barbieri & Galli, 1993 dalam Lestari et al, 2007). Azospirillum yang menghasilkan IAA mampu mempercepat pertumbuhan tanaman, perkembangan akar lateral, merangsang kerapatan dan panjang rambut akar, yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan serapan hara pada tanaman padi sehingga meningkatkan tinggi tanaman padi dan menjadikan bakteri ini berfungsi sebagai pupuk bakteri (Lestari et al, 2007).

Beberapa mikroorganisme tanah yang menghasilkan IAA seperti Azospirillum sp., Enterobacter sp., Azotobacter sp., Klebsiella sp., Alcaligenes faecalis, Azoarcus sp., Serratia sp., Cyanobacteria dan bakteri sulfur dapat mendorong pertumbuhan tanaman (Rubio et al, 2000). Azotobacter chroococcum, A. vinelandii dan A. paspali mampu menghasilkan auksin (Azcon & Barea, 1975). Efek Azotobacter dalam meningkatkan biomassa akar disebabkan oleh penghasilan asam indol asetat di daerah perakaran. Hal ini didukung bukti bahwa eksudat akar mengandung triptofan atau senyawa serupa yang dapat digunakan oleh mikroorganisme tanah untuk memproduksi asam indol asetat (Dewan & Subba Rao, 1979). Bakteri tersebut dapat diisolasi dari akar padi. Identifikasi dengan menggunakan metode kalorimeter, densitomery dan bioassays dapat mengidentifikasi bakteri penghasil hormon IAA (Rubio et al, 2000). Bakteri endofit penghasil IAA yang berhasil diisolasi dari akar tanaman adalah Agrobacterium tumafaciens dan Azotobacter vinelandii (Khan & Sharon, 2008).

2.5 Jalur Biosintesis IAA pada Bakteri

Jalur indole-3-acetamide (IAM) adalah jalur biosintesis yang terdapat dalam bakteri. Jalur ini terdiri dari dua langkah adalah yang pertama triptophan dikonversikan ke IAM oleh enzim trytophan-2-monooxygenase (IaaM), dikode oleh gen IaaM. Langkah kedua IAM dikonversi menjadi IAA oleh enzim IAM hydrolase (IaaH), dikode oleh


(21)

gen IaaH. Jalur IAM ini spesifik ditemukan pada bakteri bukan pada tanaman. Jalur indole-3-piruvat (IPyA) diperkirakan menjadi jalur utama untuk biosintesis IAA pada tanaman. Namun, enzim dan gen yang berperan dalam jalur ini, belum teridentifikasi pada tanaman. Pada bakteri, produksi IAA melalui jalur IPyA telah diketahui. Langkah pertama jalur ini adalah konversi tryptophan ke IPyA oleh aminotransferase (transaminasi). Jalur IPyA adalah dekarboksilase untuk indole-3-asetaldehida (IAAId) oleh indole-3-piruvat dekarboksilase (IPDC). Pada langkah terakhir IAAId dioksidasi menjadi IAA (Gambar 1) (Spaepen et al., 2007).

Gambar 1. Biosintesis IAA dari Azospirillum brasilense


(22)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Bahan

Bahan yang dipakai pada penelitian ini adalah akar tanaman padi, biji padi, fungisida (agrep), larutan tween 80%, alkohol 70%, larutan sodium hipoklorit 5%, akuades, media pertumbuhan, media Luria Bertani cair, larutan Mc Farland dan reagen Salkowski (Lampiran A, hal. 25).

3.2 Metoda Kerja

3.2.1 Isolasi bakteri endofit

Bakteri endofit diisolasi dari akar tanaman padi yang telah dibersihkan dengan air mengalir selama 20 menit. Permukaan akar tanaman padi disterilkan dengan merendamnya berturut-turut di dalam larutan alkohol 70% selama 2 menit, larutan hipoklorit 5 % selama 5 menit dan alkohol 70% selama 30 detik, kemudian dibilas dengan akuades steril sebanyak dua kali (Radu & Kqueen, 2002). Akar yang telah steril dihaluskan dengan lumpang secara aseptis, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi akuades steril dengan perbandingan 1:10 dan dibuat pengenceran sampai 103. Suspensi cair tersebut diambil sebanyak 1 ml dan disebarkan pada media pertumbuhan dengan metode cawan sebar dan diinkubasi selama 24 jam Isolat yang diperoleh disubkultur dan dibuat biakan murninya. Isolat tersebut dikarakterisasi morfologi koloni, bentuk sel, pewarnaan gram, dan uji biokimianya yang terdiri dari uji sitrat, gelatin, katalase, TSIA dan pati (Lay, 1994).


(23)

3.2.2 Pembuatan Kurva Standart IAA (Aryantha et al., 2004).

IAA sintesis ditimbang sebanyak 0,001 gram dan dilarutkan kedalam 100 ml akuades. IAA sintesis dimasukkan ke dalam labu takar dan dibuat pengenceran dengan konsentrasi 0; 0,1; 0,4; 0,8; 1,2; 1,4 ppm. Setiap konsentrasi diambil 2 ml dan ditambahkan 1 ml pereaksi Salkowski, kemudian dihomogenkan selama 30 menit sampai 60 menit dan absorbansinya diukur dengan spektrofotometer (λ= 530 nm).

3.2.3 Kemampuan Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Padi dalam

Menghasilkan IAA secara In vitro dan Pertumbuhan Koloni Bakteri

Untuk mengetahui kemampuan bakteri endofit dalam menghasilkan IAA, dilakukan dengan mengkulturkan isolat yang diperoleh ke dalam media Luria Bertani cair + L-tryptophan. Biakan isolat diambil sebanyak 3 ml dengan kekeruhan setara Mc Farland (Bresson dan Borges, 2004), kemudian dimasukkan ke dalam 30 ml media Luria Bertani cair + L-tryptophan. Kultur dishaker selama enam hari pada suhu 280 C dan dengan kecepatan 150 rpm. Setiap dua hari sekali cairan kultur yang telah dishaker diambil sebanyak 0,1 ml untuk menghitung jumlah koloni dengan metode SPC (standart plate count) (Lay, 1994) dan dihitung jumlah CFU (colony forming units) dan diambil sebanyak 3 ml untuk menghitung kadar IAA yang dihasilkan oleh bakteri endofit. Cairan kultur tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 25 menit. Supernatan yang diperoleh, kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi steril dan diuji kemampuannya dalam menghasilkan IAA dengan metode kolorimetri dengan pemberian reagen Salkowski (Patten dan Glick, 2002) dengan perbandingan 2:1 (supernatan:salkowski) (Zahir et al, 1997). Campuran tersebut diinkubasi selama 60 menit dan absorbannya diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 530 nm. Konsentrasi IAA dari setiap isolat dapat diketahui dengan cara memasukkan nilai absorban supernatan ke persamaan garis kurva standart IAA yang telah diperoleh.


(24)

3.2.4 Introduksi Bakteri Endofit Penghasil IAA Pada Kecambah Padi

Introduksi bakteri endofit dilakukan pada kecambah tanaman padi yang steril. Untuk mendapatkan kecambah steril maka biji padi ditumbuhkan dalam media agar steril. Biji padi dibersihkan permukaannya terlebih dahulu dengan cara dicuci di bawah air mengalir selama lima menit, kemudian direndam di dalam botol yang berisi Agrep (fungisida) dan ditambahkan dua tetes larutan tween 80%, kemudian dishaker selama 30 menit dengan kecepatan 120 rpm. Biji yang telah dishaker dicuci dengan akuades steril, kemudian disterilkan dengan larutan kloroks 10 % dengan dishaker selama 15 menit dan dicuci kembali dengan akuades steril sebanyak tiga kali. Biji tersebut direndam kembali dengan larutan kloroks 5 % dengan dishaker selama 15 menit, kemudian dicuci dengan akuades steril sebanyak tiga kali. Tahapan terakhir, biji direndam di dalam alkohol 70 % selama satu menit dan dibilas dengan akuades steril (Suryowinoto, 1996). Biji padi yang telah steril ditanam ke dalam media agar. Biji tersebut ditumbuhkan selama satu minggu dan diletakkan pada ruangan yang kurang cahaya, kemudian kecambah muda dipindahkan ke dalam wadah steril. Kecambah tersebut direndam ke dalam suspensi biakan yang telah disetarakan kekeruhannya dengan larutan Mc Farland (108 sel/ml) selama dua jam. Kecambah yang direndam dengan akuades digunakan sebagai kontrol, masing-masing perlakuan diulang sebanyak enam kali. Setiap kecambah yang telah direndam dalam suspensi biakan ditanam pada media tanah steril di dalam polybag. Kecambah yang tumbuh diamati setelah dua minggu. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, panjang akar dan berat basah kecambah.


(25)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Endofit Penghasil IAA dari Akar Tanaman Padi (Oryza sativa L).

Isolat bakteri endofit dari akar tanaman padi pada dua lokasi berbeda diperoleh sebanyak 12 isolat yaitu 7 dari Medan (Md) dan 5 dari Binjai (Bj). Setiap isolat memiliki karakter morfologi koloni, bentuk sel, gram, motilitas dan sifat biokimia yang berbeda. Isolat yang diperoleh menunjukkan bentuk koloni circular, irregular dan filamentus. Tepi yang bervariasi dengan didominansi oleh elevasi flat. Koloni bakteri berwarna putih, krem, kuning dan orange. Bakteri endofit yang diperoleh lebih dominan gram positif dan hanya dua isolat yang gram negatif. Sel yang berbentuk basil lebih dominan dibanding bentuk coccus. Semua bakteri bersifat motil, katalase bersifat negatif dan sebagian dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, menghidrolisa gelatin, menghidrolisa pati serta memfermentasi gula (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Bakteri Endofit

Isolat Morfologi Gram Bentuk

sel

Motilitas Uji Biokimia

Bentuk Tepi Elevasi Warna S G P TSIA K

Md 1 Circular Undulate Flat Krem Positif Basil Pedang - - - Glukosa -

Md 2 Circular Undulate Flat Orange Negatif Basil Berjonjot + - - Glukosa -

Md 3 Circular Entire Flat Krem Positif Basil Berjonjot - - - Glukosa -

Md 4 Circular Entire Flat Putih Positif Basil Pedang + - - - -

Md 5 Irregular Curled Convex Krem Positif Basil Bertonjol + - - Glukosa -

Md 6 Irregular Undulate Umbonate Putih Positif Basil Pedang - - - Glukosa -

Md 7 Irregular Lobate Convex Krem Positif Basil Berjonjot - - - Glukosa -

Bj 1 Irregular Lobate Raised Putih Positif Coccus Pedang - + - Laktosa

Sukrosa -

Bj 2 Circular Entire Flat Kuning Negatif Coccus Pedang + + - Laktosa

Sukrosa -

Bj 3 Circular Entire Flat Putih Positif Coccus Pedang + + - Laktosa

Sukrosa -

Bj 4 Irregular Undulate Flat Putih Positif Basil Berjonjot - - + Laktosa Sukrosa

-

Bj 5 Filamen Filamentus Flat Putih Positif Basil pedang + - + Laktosa

Sukrosa -


(26)

Mikroorganisme dapat dikarakterisasi dengan menumbuhkannya di suatu media tumbuh dan merangsangnya untuk berkembang biak setelah periode inkubasi. Pada media padat, pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan bentuk koloni yang berbeda seperti circular, irregular dan lain sebagainya. Satu spesies ditandai dengan satu bentuk koloni, tepi, elevasi dan warna (Case & Johnson, 1984). Pewarnaan dengan menggunakan zat warna bertujuan untuk melihat bentuk sel bakteri dan menggolongkannya ke dalam kelompok bakteri gram positif dan negatif. Metabolisme merupakan reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada makhluk hidup seperti halnya bakteri. Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari interaksi metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-reagen kimia. Selain itu dilihat dari kemampuannya menggunakan senyawa tertentu sebagai sumber karbon dan sumber energi (Lay, 1994).

4.2 Kemampuan Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Padi dalam Menghasilkan IAA secara In vitro dan Pertumbuhan Koloni Bakteri.

Kedua belas isolat endofit yang diperoleh mampu menghasilkan IAA dengan konsentrasi yang bervariasi. Isolat Md dan Bj diperoleh dari tanaman padi yang varietasnya sama yaitu IR64 tetapi waktu pengambilan akarnya berbeda. Isolat Md diambil dari akar tanaman padi yang telah panen sedangkan isolat Bj diambil dari akar tanaman padi yang dua minggu lagi masa panen. Hal ini yang mungkin menyebabkan variasi konsentrasi hormon IAA yang dihasilkan oleh bakteri endofit sehingga mengalami kenaikan dan penurunan dari hari kedua sampai hari keenam. Bakteri tersebut juga diduga memiliki kemampuan yang cepat dalam mensintesis triptofan menjadi IAA sehingga kadar IAA tertinggi didapat pada hari kedua. Bakteri lain, Bj 2 dan Bj 3 memiliki kemampuan yang lebih lambat dalam mensintesis triptofan sehingga konsentrasi IAA tertinggi baru didapat pada hari keenam. Disamping itu, perbedaan asal isolat dan jenis isolat tersebut menyebabkan konsentrasi IAA bervariasi. Pada hari kedua konsentrasi IAA tertinggi sebanyak 1,002 ppm oleh isolat Md 1 dan terendah sebanyak 0,207 ppm oleh isolat Bj 2. Pada hari keempat konsentrasi IAA tertinggi sebanyak 1,050 ppm oleh isolat Bj 2 dan terendah sebanyak


(27)

0,374 ppm oleh isolat Md 1. Pada hari keenam konsentrasi IAA tertinggi sebanyak 1,090 ppm oleh isolat Bj 2 dan terendah sebanyak 0,110 ppm oleh Isolat Md 1 (Tabel 5, hal. 27). Ketiga isolat ini yang akan diintroduksi ke kecambah padi disebabkan karena memiliki kemampuan yang cepat dan yang lambat dalam menghasilkan IAA.

Gambar 2. Histogram Analisis Konsentrasi IAA Secara In vitro.

IAA diproduksi pada fase eksponensial. Produksi IAA akan meningkat seiring umur bakteri sampai fase stasioner (Tien et al, 1979 dalam Lestari et al, 2007). Hal ini berarti bakteri Md 1 sampai Md 7 telah mengalami fase lag, eksponensial, stasioner dan kematian sehingga mengalami penurunan konsentrasi IAA sedangkan Bj 1 sampai Bj 5 masih sampai pada fase stasioner sehingga terus mengalami kenaikan konsentrasi IAA dari hari ke-2 sampai ke-6. Konsentrasi IAA yang dihasilkan oleh bakteri endofit pada penelitian ini lebih tinggi dari konsentrasi yang diperoleh oleh El-Tarabily et al yaitu 13,25 μg/ml sampai 28,62 μg/ml dengan waktu inkubasi 5 hari tanpa penambahan triptofan tetapi menggunakan media glucose peptone broth (GPB). Ahmad et al (2005), memperoleh konsentrasi IAA dari 1,47 μg/ml sampai 11,88 μ/ml dengan waktu inkubasi 15 hari di dalam media Nutrient Broth dan 10,4 μ/ml sampai 28,3 μ/ml dengan waktu inkubasi 7 hari di dalam media Nutrient Broth dengan penambahan satu mg triptofan. Leveau & Lindow (2005), melaporkan bahwa dengan penambahan 4,5 mM triptofan ke dalam media maka konsentrasi IAA semakin meningkat setiap dua jam sekali. Patten & Glick (2001), melaporkan bahwa dengan


(28)

penambahan konsentrasi triptofan yang bervariasi dapat menghasilkan konsentrasi IAA yang berbeda dan semakin tinggi konsentrasi triptofan maka konsentrasi IAA yang dihasilkan juga tinggi. Penambahan 5 mM L-triptofan menghasilkan konsentrasi IAA yang bervariasi untuk setiap jenis bakteri dan menyebabkan konsentrasi IAA tersebut menurun dengan waktu inkubasi yang berbeda. Pada inkubasi 72 jam dengan konsentrasi IAA tertinggi sebanyak 297 ppm dan terendah sebanyak 11 ppm (Akbari et al., 2007). Biosintesis IAA oleh mikroba dapat ditingkatkan dengan penambahan triptofan eksogenus sebagai prekursor (Arsyad et al dalam Kresnawaty et al., 2008). Bakteri yang menghasilkan IAA dapat ditumbuhkan di dalam media pertumbuhan yang mengandung triptofan yang penting dalam pembentukan IAA (Bric et al, 1991). Bakteri yang mengandung IAA tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penghasil senyawa metabolit sekunder seperti yang terkandung di dalam tanaman inangnya (Simanjuntak et al, 2002). Bakteri endofit dapat menghasilkan hormon yang merupakan senyawa metabolit sekunder yang mirip dengan tanaman inangnya (Tan & Zou, 2001).

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan bakteri endofit menunjukkan jumlah koloni yang berbeda. Bakteri endofit yang diperoleh mengalami kenaikan jumlah koloni dari hari kedua sampai hari keenam (Tabel 2) dari jumlah awal ≈107 sel/ml.

Tabel 2. Pertumbuhan Jumlah Koloni Bakteri Endofit Penghasil IAA

Isolat Hari ke-2

(CFU/ml)

Hari ke-4 (CFU/ml)

Hari ke-6 (CFU/ml)

Md 1 1,06x1011 1,09x1013 0,88 x 1015

Md 2 1,07x1011 1,06x1013 1,12 x 1015

Md 3 0,92x1011 1,22x1013 1,01 x 1015

Md 4 1,01x1011 1,21x1013 1,03x 1015

Md 5 1,05x1011 1,02x1013 1,08 x 1015

Md 6 1,17x1011 1,21x1013 1,01 x 1015

Md 7 1,08x1011 1,07x1013 1,04 x 1015

Bj 1 1,25x1011 0.62x1013 0,31 x 1015

Bj 2 1,03x1011 0,51 x 1013 0,25 x 1015

Bj 3 1,06x1011 0,53 x 1013 0,26 x 1015

Bj 4 1,12x1011 0,56 x 1013 0,28 x 1015


(29)

Bakteri tersebut menggunakan nutrisi yang ada di dalam media dan menggunakan hormon yang dihasilkannya untuk dipakai kembali pada proses pertumbuhan. Selain ketersediaan nutrisi, pertumbuhan sel dipengaruhi oleh keadaan dan jumlah sel awal ketika diinokulasikan ke media serta jenis bakteri tersebut (Lay & Hastowo, 1992). Produksi IAA mengalami penurunan dan jumlah koloni meningkat hal ini berarti setelah periode kenaikan IAA beberapa nutrisi dalam medium mengalami penurunan. Jadi bakteri masih mampu memproduksi IAA dan secara simultan bakteri juga mengkonsumsi IAA meskipun medium pertmbuhan sudah miskin nutrisi (Lestari et al, 2007). IAA disintesis sebagai metabolit sekunder yang dihasilkan dalam kondisi pertumbuhan bakteri suboptimal atau saat tersedia prekursor asam amino triptofan (TRP) (Lucyanie, 2009).

4.3 Introduksi Bakteri endofit dalam Mendukung Perkecambahan Tanaman Padi (Oryza sativa L.).

Hasil introduksi ketiga bakteri endofit Bj 2, Bj 3 dan Md 1 menunjukkan kemampuan bakteri endofit dalam mendukung perkecambahan tanaman padi. Bakteri tersebut juga memperlihatkan perbedaan pertumbuhan dengan kecambah yang tidak diintroduksi oleh bakteri (kontrol) (Gambar 2). Bakteri yang cepat menghasilkan IAA secara in vitro menunjukkan hasil terbaik dari bakteri yang lambat menghasilkan IAA (Tabel 5, hal. 32) setelah diitroduksikan pada kecambah padi secara in vivo yaitu Md 1 dengan tinggi tanaman 25, 58 cm; panjang akar 10, 48 cm dan berat basah 0,2 g dan Bj 2 dengan tinggi tanaman 14,08 cm; panjang akar 7, 36 cm dan berat basah 0,13 g (Tabel 3).

Tabel 3. Pengukuran Perkecambahan Tanaman Padi (Oryza sativa L.)

Isolat TT (cm) PA (cm) BB (g)

Md 1 25,58 10,48 0,2

Bj 2 14,08 7,36 0,13

Bj 3 21,68 8,65 0,15

Kontrol 15,61 5,48 0,1

Keterangan: TT = tinggi tanaman PA = panjang akar BB = berat basah


(30)

Kemampuan bakteri Md 1 dalam menghasilkan IAA dengan cepat pada hari kedua menunjukkan pertambahan tinggi tanaman tertinggi, panjang akar terpanjang dan berat basah terberat ketika diintroduksikan ke kecambah padi. Hal ini berarti pada fase pertumbuhan dibutuhkan kadar auksin dengan konsentrasi tertentu untuk mendorong pembelahan sel di daerah meristematik ujung akar dan ujung batang untuk menghasilkan tinggi tanaman tertinggi, panjang akar terpanjang dan berat basah terberat (Podesta et al., 2008). Setiap fase pertumbuhan dibutuhkan kadar hormon dengan konsentrasi yang berbeda (Wattimena, 2001 dalam Podesta et al., 2008). Kadar IAA dengan konsentrasi yang tepat dapat merangsang pembelahan sel (Krishnamoorthy, 1981 dalam Podesta et al., 2008). Semakin tinggi kadar IAA yang digunakan, semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman (Sumiasri & Ninik, 2001).

Bakteri endofit penghasil IAA yaitu Bacillus brasilensis, Herbaspirillum seropedicae dan H. mutant setelah diinokulasikan ke plantlets padi dan dengan waktu inkubasi 15 hari mununjukkan perbedaan terhadap panjang akar, jumlah rambut akar dan berat tanaman dari tanaman kontrol (Padua et al, 2005). Bakteri yang menghasilkan kadar IAA tertinggi menunjukkan hasil yang paling tinggi juga setelah diuji pada kecambah gandum dibandingkan bakteri yang menghasilkan kadar IAA rendah (Akbari et al., 2007). Penambahan bakteri dan triptofan secara bersamaan ke dalam jaringan tanaman menghasilkan tinggi dan berat tanaman semakin meningkat (Khalid, et al., 1999). IAA yang dihasilkan oleh bakteri tersebut dimanfaatkan oleh tanaman dan akan mengalami proses metabolisme di dalam tubuh tanaman sehingga membantu dalam proses pertambahan tinggi, panjang akar dan berat basah tanaman (Spaepen et al., 2007).

IAA termasuk fitohormon golongan auksin alami dan berperan sebagai zat pemacu pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan sintesis DNA dan RNA, serta meningkatkan pertukaran proton (Aslamsyah, 2002 dalam Kresnawaty et al, 2008). Auksin berperan sebagai hormon pemacu tumbuh pada tanaman. Auksin merupakan salah satu dari kelompok hormon tanaman seperti indolasetat yang berfungsi untuk merangsang pembesaran sel, sintesis DNA kromosom, serta


(31)

pertumbuhan sepanjang aksis longitudinal tanaman. Pengaruh auksin exsogenous pada tanaman memberikan jarak pertumbuhan dari efek positif sampai efek negatif. Akibatnya, tanaman berfungsi memproduksi ketersediaan kwantitas IAA dan kepekaan jaringan tanaman untuk mengubah konsentrasi IAA (Spaepen et al., 2007). IAA juga penting dalam mengontrol proses fisiologis termasuk pembesaran dan pembelahan sel, diferensiasi jaringan, dan respon terhadap cahaya dan gravitasi (Taiz & Zeiger, 1998; Woodward & Bartel, 2005; Teale et al., 2006 dalam Spaepen et al., 2007). Lestari et al (2007), melaporkan bahwa dengan inokulasi bakteri penghasil IAA dapat meningkatkan tinggi dan mendorong pertumbuhan awal tanaman padi. Panjang akar padi juga menunjukkan pengaruh lebih tinggi dari yang tanpa inokulasi bakteri.

Gambar 3. Kecambah padi yang telah diintroduksi dengan bakteri endofit penghasil IAA dan tanpa introduksi (kontrol)


(32)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Dua belas isolat bakteri endofit penghasil hormon IAA yang telah diisolasi dari akar tanaman padi (Oryza sativa L.) memiliki karakteristik morfologi koloni, gram, bentuk sel, motilitas, sifat kimia, dan konsentrasi hormon IAA yang bervariasi.

b. Isolat Bj 2 memiliki kemampuan tertinggi sebanyak 1,090 ppm dan Md 1 memiliki kemampuan terendah sebanyak 0,110 ppm dalam menghasilkan IAA secara in vitro.

c. Secara in vivo isolat Md 1 menunjukkan hasil terbaik dalam mempengaruhi pertumbuhan kecambah padi.

5.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya diharapkan bakteri yang telah diperoleh diidentifikasi lebih lanjut sehingga nama jenis bakteri diketahui dan dilakukan pengujian bakteri tersebut terhadap pertumbuhan tanaman lain yang bukan inangnya.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F., L. Ahmad. & M. S. Khan. 2005. Indole Acetic Acid Production by the Indigenous Isolates of Azotobacter and Fluorescent Pseudomonas in The Presence and Absence Of Tryptofan. Turk. J Biol. 29 : 29- 34.

Akbari, G. A., S.M. Arab, H.A. Alikhani, Allahdadi. & M.H. Arzanesh. 2007. Isolation and Selection of Indigenous Azospirillum spp. and The IAA of Superior Strains Effects on Wheat Roots. World Journal of Agricultural Sciences. 3 (4): 523-529.

Aryantha, I.NY.P., P.L. Dian. & P.D.P Nurmi. 2005. Mikroba Penghasil Fitohormon. Departemen Biologi: FMIPA ITB.

Aryantha, I.NY.P., P.L Dian. & P.D.P Nurmi. 2004. Potensi Isolat Bakteri Penghasil IAA dalam Peningkatan Pertumbuhan Kecambah Kacang Hijau Pada Kondisi Hidroponik. Mikrobiologi Indonesia. 9 (2): 43-46.

Azcon, R. & J.M. Barea. 1975. Synthesis of Auxins, Gibberellins and Cytokinins by Azotobacter vinelandii and Azotobacter beijerinckii Related to Effects Produced on Tomato Plants. Plant and Soil. 43: 609-619

Berkum, V.P. & B.B. Bohlool. 1980. Evaluation of Nitrogen Fixation by Bacteria in Association with Roots of Tropical Grasses. Microbiol Rev. 44 (3): 491-517.

Bresson, W. & M.T. Borges. 2004. Delivery Methods for Introducing Endophitic Bacteria into Maize. Biocontrol. 49: 315-322.

Bric., J.M, M.B. Richard. & E.S. Sara. 1991. Rapid In Situ Assay for Indole Acetic Acid Production by Bacteria Immobilized on a Nitrocelluse Membrane. Applied and Environmental Microbiology. 57 (2): 535-538.

Carrol, G.C. 1988. Fungal Endophytes in Stem and Leaves from Latent Atgogens to Mutualistic Symbiont. Ecology. 69: 2-9.

Case, C.L. & T.R. Johnson. 1984. Laboratory Experiment in Microbiology The Benjamin. Menlo Park California: Cummings Publishing Company, Inc.

Catala, C., J.K.C. Rose. & A.B. Bennett. 2000. Auksin-Regulated Genes Encoding Cell Wall-Modifying Proteins are Expressed During Early Tomato Fruit Growth Plant. Physiology. 122 : 527-534.


(34)

Clay, K. 1988. Fungal Endophytes of Grasses: A Defensive Mutualism Between Plants and Fungi. Ecology. 69 (1): 10-16.

Darnell, J. & H. Lodish. 1986. Molecular Cell Biology. New York: Scientific American Books, Inc.

Dewan, G.I & N.S. Subba Rao. 1979. Seed Inoculation with Azospirillum brasilense and Azotobacter chroococcum and The Root Biomass of Rice (Oryza sativa

L.). Plant and Soil. 53: 295-302

Dobereiner, J. & J.M. Day. 1976. “Associative Symbioses in Tropical gasses: Chatacterization of Microorganism and Dinitrogen-fixing Sites”. In Newton, W.E. and Nyman, C.j. (Eds). Proccedings of the 1st Internatioanal Symposium on N2 Fixation. P. 518-538. Pullman: Washington State University Press. El-tarabily, K.A., A.H. Nassar. & K. Sivasithamparam. Promotion of Plant Growth by

an Auxin-Producing Isolate of The Yeast Williopsis saturnus Endophytic in Maize Roots. College of Science. 6: 60-69.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, L. Roder. & Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah Gerawati Susilo dan Pendamping Subiyanto. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press.

Gordon, S.A. & R.P. Weber. 1951. Colimetric Estimation of Indol Acetic Acid. Plant Physiol. 26: 192-195.

Hasanuddin, M.S. 2003. Peningkatan Peranan Mikroorganisme dalam Sistem Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Terpadu. Medan: Usu Digital Library.

Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. Jakarta: Rajawali.

James, E.K. & F.L. Oliveres. 1997. Infection and Colonization of Sugar Cane and Other Graminaceous Plants by Endophytic Diazotrophs. Critical Reviews in Plant Science. 17: 77-119.

Khalid, M., Z.A. Zahir., A. Waseem. & M. Arshad. 1999. Azotobacter and L-Tryptophan Application for Improving Wheat Yield. Pakistan Journal of Biological Sciences. 2 (3): 739-742

Khan, Z. & L.D. Sharon. 2008. Characterization of Bacterial Endophytes of Sweet Potato Plants. Plant Soil. 10: 1-10.

Kresnawaty, I., A. Syeda., Suharyanto. & P. Tri. 2008. Optimisasi dan Pemurnian IAA yang Dihasilkan Rhizobium sp. dalam Medium Serum Lateks dengan Suplementasi Triptofan dari Pupuk Kandang. Menara Perkebunan. 76(2): 74-82.


(35)

Lay, B.W. & Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Edisi Pertama. Cetakan I. Jakarta: Rajawali.

Lestari, P., N.S Dwi. & I.R. Eny. 2007. Pengaruh Hormon Asam Indol Asetat yang Dihasilkan Azospirillum sp. Terhadap Perkembangan Akar Padi. Jurnal AgroBiogen. 3(2):66-72.

Leveau, J.H.J. & S.E. Lindow. 2005. Utilization of The Plant Hormone Indole-3-Acetic Acid for Growth by Psedomonas putida Strain 1290. Applied and Environmental Microbiology. 71 (5): 2365-2371.

Lucyanie, D. 2009. Pengaruh Penambahan Bahan Organik yang Mengandung Triptofan (TRP) terhadap Produksi Asam Indol Asetat (AIA) oleh Azospirillum spp. Strain Lokal. Skripsi. Bandung : ITB.

Okon, Y. & Y. Kapulnik. 1986. Development and Function of Azospirillum Inoculated Roots. Plant Soil. 90: 3-16.

Patten, C. L. & B.R. Glick. 2002. Role of Pseudomonas putida Indole Acetic Acid in Development of The Host Plant Root System. Applied and Environmental Microbiology. 68 (8): 3795-3801.

Padua, V.L.M., H.P. Masuda., H.M. Alves., K.D. Schwarez. & V.L.D. Baldani. 2005. Effect of Endophytic Bacterial Indole-Acetic Acid (IAA) on Rice Development. Rio de Jeneiro-RJ.

Podesta, F., U. Kalsum & E. Mareza. 2008. Kajian Konsentrasi ZPT 2,4-D terhadap Viabilitas dan Pertumbuhan Benih Beberapa Genotipe Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). Akta Agrosia. 1 (1): 19-24.

Prasetyoputri, A. & A. Ines. 2003. Mikroba Endofit: Sumber Molekul Acuan Baru Yang Berpotensi . BioTrends. 1 (2): 13-15.

Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2 (3): 118-121.

Radu, S. & C.Y. Kqueen. 2002. Preliminary Screening of Endophytic Fungi from Medicinal Plants in Malaysia or Antimicrobial and Antitumor Activity. Malaysian Journal of Medical Science. 9 (2): 23-33.

Rismunandar, 1988. Hormon Tumbuhan dan Ternak. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Rubio, M.G.T., A.V.P Sandra., B.C. Jaime. & M.N. Patricia. 2000. Isolation of Enterobacteria, Azotobacter sp. And Pseudomonas sp., Producers of Indole-3-Acetic Acid and Siderophores from Colombian Rice Rzizosphere. Revista Latinoamericana de Microbiologia. 42: 171-176.


(36)

Simanjuntak,P., P. Titi., Bustanussalam., P. Titik., W. Sumedi. & S. Hirotaka. 2002. Isolasi dan Kultivasi Mikroba Endofit Penghasil Senyawa Alkaloid Kinkona dari Cinchona spp. Mikrobiologi Indonesia. 7 (2): 27-30.

Spaepen, S., V. Jos. & R. Roseline. 2007. Indole-3-Acetic Acid in Microbial and Microorganism Plant Signaling. Departemen of Microbial and Molecular Systems. Centre of Microbial and Plant Genetics: Belgium.

Strobel, G. A. & B. Daisy, 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their Natural Products. Microbiology and Molecular Biology. 419-502.

Sumiasri, N. & S. Ninik. 2001. Tanggap Stek Cabang Bambu Betung (Dendrocalamus asper) Pada Penggunaan Berbagai Dosis Hormon IAA dan IBA. Jurnal Natur Indonesia. 3 (2): 121-128.

Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Yogyakarta. Kanisius.

Tan, R.X. & W.X Zou. 2001. Endophytes A Rich Source of Functional Metabolites. Nat prod. Rep. 18: 448-459.

Wilkins, M.B. 1989. Fisiologi Tumbuhan. Cetakan Kedua. Jakarta: Bina Aksara.

Zahir, Z. A., S. A. Abbas., M. Khalid. & M. Arshad. 2000. Substrate Dependent Microbially Derived Plant Hormones for Improving Growth of Maize Seedlings. Pakistan Journal of Biological Science. 3(2): 289- 29.


(37)

LAMPIRAN A: PEMBUATAN MEDIA PERTUMBUHAN, REAGEN SALKOWSKI DAN LARUTAN MC FARLAND

a. Media Pertumbuhan (Bric et al, 1991).

Yeast extract 5 g + agar 20 g + Nacl 5 g + Trypton 10 g + NaCl 0,5 g + 5 mM L-Tryptopan dilarutkan dalam 1 liter aquades dan diukur pH sampai 7,5 jika belum mencapai ditambahkan NAOH lalu di autoklaf.

b. Media Luria Bertani Cair (Bric et al, 1991).

Yeast extract 5 g + Nacl 5 g + Trypton 10 g + NaCl 0,5 g + 5 mM L-Tryptopan dilarutkan dalam 1 liter aquades dan diukur pH sampai 7,5 jika belum mencapai ditambahkan NAOH lalu di autoklaf.

c. Pembuatan reagen Salkowski (Gordon & Weber, 1951).

150 ml H2SO4 + 250 ml aquades + 7,5 ml FeCl3 6 H2O

d. Komposisi Larutan Mc Farland (Bresson dan Borges, 2004).

H2SO4 1% 9,5 ml + BaCl 1,175 % 0,5 ml


(38)

LAMPIRAN B: PENENTUAN KURVA STANDAR IAA (INDOLE ACETIC ACID)

Gambar 4. Persamaan Garis Kurva Standar IAA

Nilai absorban dari setiap konsentrasi dimasukkan ke dalam tabel yang akan ditentukan persamaan kurva standarnya.

Tabel 4. Nilai Persamaan Garis Regresi Kurva Standar IAA

x y x2 y2 xy

0,1 0,021 0,01 0,000441 0,0021

0,4 0,151 0,16 0,022801 0,0604

0,8 0,344 0,64 0,118336 0,2752

1,2 0,516 1,44 0,266256 0,6192

1,4 0,611 1,96 0,373321 0,8554

Σx= 3,9 Σy= 1,643 Σx2

= 4,21 Σy2=0,781155 Σxy= 1,8123

= 0,78 = 0, 3286

Untuk mencari persamaan garis regresi kurva maka nilai absorban (y) dari setiap konsentrasi IAA (x) dimasukkan ke dalam rumus:


(39)

= 0,999

a =

= 0,3286- 0,454 (0,78) = - 0,025

y = a + bx y = bx – a

Sehingga diperoleh persamaan garis kurva standar adalah y = 0, 454 x – 0,025

Untuk mencari konsentrasi sampel, substitusikan nilai absorban dari setiap sampel ke persamaan garis kurva standar diatas.

Tabel 5. Analisis Konsentrasi IAA Secara In vitro dengan Metode Kolorimetri

Isolat Konsentrasi IAA(ppm)

Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-6

Md 1 1,002 0,374 0,110

Md 2 0.616 0,594 0,577

Md 3 0,982 0,640 0,389

Md 4 0,843 0,396 0.352

Md 5 0,878 0,618 0,281

Md 6 0,931 0,411 0,266

Md 7 0,566 0,411 0,398

Bj 1 0,539 0,713 0,821

Bj 2 0,207 1,050 1.090

Bj 3 0,266 0,786 1,044

Bj 4 0,248 0,566 0,696

Bj 5 0,257 0,596 0,700


(40)

LAMPIRAN C: DATA PENGAMATAN NILAI ABSORBAN SETIAP ISOLAT Tabel 6. Pengukuran Nilai Absorban Setiap Isolat

Isolat Absorbansi hari ke-2

Rata-rata

Absorbansi hari ke-4

Rata-rata

Absorbansi hari ke-6

Rata-rata

U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3

Md 1 0,439 0,368 0,484 0,430 0,144 0,146 0,147 0,145 0,025 0,027 0,025 0,025

Md 2 0,256 0,255 0,256 0,255 0,245 0,245 0,246 0,245 0,381 0,087 0,244 0,237

Md 3 0,421 0,421 0,421 0,421 0,271 0,253 0,275 0,266 0,152 0,152 0,152 0,152

Md 4 0,314 0,412 0,350 0,358 0,155 0,155 0,156 0,155 0,123 0,126 0,158 0,135

Md 5 0,385 0,257 0,481 0,374 0,257 0,255 0,256 0,256 0,104 0,103 0,103 0.103

Md 6 0,347 0,419 0,430 0,398 0,150 0,149 0,189 0,162 0,098 0,096 0,096 0,096

Md 7 0,202 0,197 0,297 0,232 0,162 0,162 0,162 0,162 0,156 0,156 0,156 0,156

Bj 1 0,036 0,075 0,550 0,220 0,311 0,303 0,285 0,299 0,378 0,315 0,352 0,348

Bj 2 0,079 0,065 0,091 0,069 0,526 0,406 0,424 0,452 0,517 0,467 0,427 0,470

Bj 3 0,025 0,091 0,092 0,078 0,319 0,390 0,287 0,332 0,416 0,459 0,472 0,449

Bj 4 0,066 0,120 0,080 0,088 0,222 0,229 0,247 0,232 0,332 0,256 0,286 0,291

Bj 5 0,015 0,212 0,051 0,082 0,217 0,226 0,295 0,246 0,275 0,265 0,340 0,293


(41)

LAMPIRAN D: DATA PENGAMATAN TERHADAP TINGGI, PANJANG AKAR DAN BERAT BASAH KECAMBAH PADI Tabel 7. Pengukuran Terhadap Tinggi, Panjang Akar, dan Berat Basah Kecambah Padi

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Panjang Akar (cm) Berat Basah (gr)

U 1 U 2 U 3 U 4 U 5 U 6 U 1 U 2 U 3 U 4 U 5 U 6 U 1 U 2 U 3 U 4 U 5 U 6

Kontrol 15,5 16 15,5 15,5 15,5 15,5 5 5 6 5 6 6 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

15,5 16 15,5 16 15,5 15,5 5 5 6 5 5 6 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

15,5 16 15,5 15,5 15,5 16 6 5 6 5 6 6 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Rata-rata 15,5 16 15,5 15,6 15,5 15,6 5,3 5 6 5 5,6 6 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Total Rata-rata

15,61 5,48 0,1

Md 1 26 24,5 25 26 26 26 11 9 11 11 11 11 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

26 24,5 25 26 26 26 11 8 9 11 11 11 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

26 24,5 25 26 26 26 11 11 9 11 11 11 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

26 24,5 25 26 26 26 11 9,3 9,6 11 11 11 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

25,58 10,48 0,2

Bj 2 15 14 15 15 15 14,5 7 7 8 7 8 7 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1

14 9 15 15 15,5 15 7 7 8 7 8 7 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

15 9 13 15 15 15 8 7 8 8 7 7 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,2

Rata-rata 14,6 10,6 14,3 15 15,16 14,83 7,3 7 8 7,3 7,6 7 0,16 0,13 0,13 0,13 0,1 0,13

Total Rata-rata

14,08 7,36 0,13

Bj 3 16,5 23 22 23 22 24 8 12 8 8 8 8 0,2 0,15 0,15 0,15 0,15 0,2

15 23 22 23 22 24 8 8 8 8 8 12 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15

15 23 24 23 22 24 8 8 8 8 8 12 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,1

Rata-rata 15,5 23 22,6 23 22 24 8 9,3 8 8 8 10,6 0,16 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15

Total Rata-rata

21,68 8,65 0,15


(42)

LAMPIRAN E. DOKUMENTASI PENELITIAN

a b

Gambar 5. Kecambah Padi Pada Media Agar Steril (a) dan IAA Sintesis dengan Penambahan Reagen Salkowski (b).

a b

Gambar 6. Mikro Sentrifugator (a) dan Spektrofotometer (b).

a b

Gambar 7. Isolat Awal Bakteri Endofit dari Lokasi Medan (a) dan Binjai (b).

Md 7

Md 3 Md 4

Bj 5


(43)

a b Gambar 8. Biakan Murni Bj 2 (a) dan Biakan Murni Md 2 (b).

a b c d

Gambar 9. Media Cair yang Belum Diinokulasi Bakteri Endofit (a), Kultur Bakteri dengan Waktu Inkubasi Dua Hari (b), Empat Hari (c), dan Enam Hari (d).

a b

Gambar 10. Supernatan yang Telah Diberi Reagen Salkowski (a) dan Tanpa Reagen Salkowski (b).

a b

Gambar 11. Uji Biokimia, Uji TSIA (a) dan Uji Sitrat (b).


(1)

LAMPIRAN B: PENENTUAN KURVA STANDAR IAA (INDOLE ACETIC ACID)

Gambar 4. Persamaan Garis Kurva Standar IAA

Nilai absorban dari setiap konsentrasi dimasukkan ke dalam tabel yang akan ditentukan persamaan kurva standarnya.

Tabel 4. Nilai Persamaan Garis Regresi Kurva Standar IAA

x y x2 y2 xy

0,1 0,021 0,01 0,000441 0,0021

0,4 0,151 0,16 0,022801 0,0604

0,8 0,344 0,64 0,118336 0,2752

1,2 0,516 1,44 0,266256 0,6192

1,4 0,611 1,96 0,373321 0,8554

Σx= 3,9 Σy= 1,643 Σx2

= 4,21 Σy2=0,781155 Σxy= 1,8123 = 0,78 = 0, 3286

Untuk mencari persamaan garis regresi kurva maka nilai absorban (y) dari setiap konsentrasi IAA (x) dimasukkan ke dalam rumus:


(2)

= 0,999

a =

= 0,3286- 0,454 (0,78) = - 0,025

y = a + bx y = bx – a

Sehingga diperoleh persamaan garis kurva standar adalah y = 0, 454 x – 0,025

Untuk mencari konsentrasi sampel, substitusikan nilai absorban dari setiap sampel ke persamaan garis kurva standar diatas.

Tabel 5. Analisis Konsentrasi IAA Secara In vitro dengan Metode Kolorimetri

Isolat Konsentrasi IAA(ppm)

Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-6

Md 1 1,002 0,374 0,110

Md 2 0.616 0,594 0,577

Md 3 0,982 0,640 0,389

Md 4 0,843 0,396 0.352

Md 5 0,878 0,618 0,281

Md 6 0,931 0,411 0,266

Md 7 0,566 0,411 0,398

Bj 1 0,539 0,713 0,821

Bj 2 0,207 1,050 1.090


(3)

LAMPIRAN C: DATA PENGAMATAN NILAI ABSORBAN SETIAP ISOLAT Tabel 6. Pengukuran Nilai Absorban Setiap Isolat

Isolat Absorbansi hari ke-2 Rata-rata

Absorbansi hari ke-4 Rata-rata

Absorbansi hari ke-6 Rata-rata

U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3

Md 1 0,439 0,368 0,484 0,430 0,144 0,146 0,147 0,145 0,025 0,027 0,025 0,025

Md 2 0,256 0,255 0,256 0,255 0,245 0,245 0,246 0,245 0,381 0,087 0,244 0,237

Md 3 0,421 0,421 0,421 0,421 0,271 0,253 0,275 0,266 0,152 0,152 0,152 0,152

Md 4 0,314 0,412 0,350 0,358 0,155 0,155 0,156 0,155 0,123 0,126 0,158 0,135

Md 5 0,385 0,257 0,481 0,374 0,257 0,255 0,256 0,256 0,104 0,103 0,103 0.103

Md 6 0,347 0,419 0,430 0,398 0,150 0,149 0,189 0,162 0,098 0,096 0,096 0,096

Md 7 0,202 0,197 0,297 0,232 0,162 0,162 0,162 0,162 0,156 0,156 0,156 0,156

Bj 1 0,036 0,075 0,550 0,220 0,311 0,303 0,285 0,299 0,378 0,315 0,352 0,348

Bj 2 0,079 0,065 0,091 0,069 0,526 0,406 0,424 0,452 0,517 0,467 0,427 0,470

Bj 3 0,025 0,091 0,092 0,078 0,319 0,390 0,287 0,332 0,416 0,459 0,472 0,449

Bj 4 0,066 0,120 0,080 0,088 0,222 0,229 0,247 0,232 0,332 0,256 0,286 0,291

Bj 5 0,015 0,212 0,051 0,082 0,217 0,226 0,295 0,246 0,275 0,265 0,340 0,293


(4)

LAMPIRAN D: DATA PENGAMATAN TERHADAP TINGGI, PANJANG AKAR DAN BERAT BASAH KECAMBAH PADI Tabel 7. Pengukuran Terhadap Tinggi, Panjang Akar, dan Berat Basah Kecambah Padi

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Panjang Akar (cm) Berat Basah (gr)

U 1 U 2 U 3 U 4 U 5 U 6 U 1 U 2 U 3 U 4 U 5 U 6 U 1 U 2 U 3 U 4 U 5 U 6

Kontrol 15,5 16 15,5 15,5 15,5 15,5 5 5 6 5 6 6 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

15,5 16 15,5 16 15,5 15,5 5 5 6 5 5 6 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

15,5 16 15,5 15,5 15,5 16 6 5 6 5 6 6 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Rata-rata 15,5 16 15,5 15,6 15,5 15,6 5,3 5 6 5 5,6 6 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Total Rata-rata

15,61 5,48 0,1

Md 1 26 24,5 25 26 26 26 11 9 11 11 11 11 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

26 24,5 25 26 26 26 11 8 9 11 11 11 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

26 24,5 25 26 26 26 11 11 9 11 11 11 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

26 24,5 25 26 26 26 11 9,3 9,6 11 11 11 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

25,58 10,48 0,2

Bj 2 15 14 15 15 15 14,5 7 7 8 7 8 7 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1

14 9 15 15 15,5 15 7 7 8 7 8 7 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

15 9 13 15 15 15 8 7 8 8 7 7 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,2

Rata-rata 14,6 10,6 14,3 15 15,16 14,83 7,3 7 8 7,3 7,6 7 0,16 0,13 0,13 0,13 0,1 0,13

Total Rata-rata

14,08 7,36 0,13

Bj 3 16,5 23 22 23 22 24 8 12 8 8 8 8 0,2 0,15 0,15 0,15 0,15 0,2

15 23 22 23 22 24 8 8 8 8 8 12 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15

15 23 24 23 22 24 8 8 8 8 8 12 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,1

Rata-rata 15,5 23 22,6 23 22 24 8 9,3 8 8 8 10,6 0,16 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15

Total Rata-rata


(5)

LAMPIRAN E. DOKUMENTASI PENELITIAN

a b

Gambar 5. Kecambah Padi Pada Media Agar Steril (a) dan IAA Sintesis dengan Penambahan Reagen Salkowski (b).

a b

Gambar 6. Mikro Sentrifugator (a) dan Spektrofotometer (b).

a b

Gambar 7. Isolat Awal Bakteri Endofit dari Lokasi Medan (a) dan Binjai (b).

Md 7

Md 3 Md 4

Bj 5

Bj 2


(6)

a b Gambar 8. Biakan Murni Bj 2 (a) dan Biakan Murni Md 2 (b).

a b c d

Gambar 9. Media Cair yang Belum Diinokulasi Bakteri Endofit (a), Kultur Bakteri dengan Waktu Inkubasi Dua Hari (b), Empat Hari (c), dan Enam Hari (d).

a b

Gambar 10. Supernatan yang Telah Diberi Reagen Salkowski (a) dan Tanpa Reagen Salkowski (b).


Dokumen yang terkait

Isolasi dan Uji Antifungi Bakteri Endofit Tanaman Padi (Oryza sativa L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Rhizoctonia solani

8 155 55

Seleksi Bakteri Penambat Nitrogen Dan Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) dan Uji Potensinya Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max L.)

7 118 60

Isolasi Dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) Dari Akar Tanaman Jagung (Zea mays L.)

3 56 50

Uji Nematisidal Jamur Endofit Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Nematoda Puru Akar (Meloidogyne SPP.)

4 41 58

Uji Antagonisme Jamur Endofit Dari Tanaman Padi Terhadap Cercospora oryzae Miyake dan Curvularia lunata (Wakk) Boed. di Laboratorium

4 59 94

UJI POTENSI BAKTERI ENDOFIT DARI BEBERAPA JENIS JAGUNG SEBAGAI PENAMBAT NITROGEN DAN PENGHASIL HORMON IAA (Indole Acetic Acid)

0 21 19

KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT PENGHASIL FITOHORMON IAA (INDOLE ACETIC ACID) DARI KULIT BATANG TUMBUHAN RARU (COTYLELOBIUM MELANOXYLON).

0 10 22

Uji Pelarutan Fosfat, Produksi Siderofor dan Identifikasi Bakteri Penghasil IAA (Indole Acetic Acid) yang Diisolasi dari Rizosfer Padi.

0 0 5

UJI AKTIVITAS BAKTERI RIZOSFER DAN ENDOFIT ASAL TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) DARI SAWAH ORGANIK KECAMATAN SAMBI DAN MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI DALAM MENGHASILKAN HORMON INDOLE ACETIC ACID (IAA).

0 0 15

Seleksi Bakteri Penambat Nitrogen Dan Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) dan Uji Potensinya Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max L.)

0 1 12