BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Untuk Pembuatan Gigitiruan - Pengaruh Penambahan NaCl dan Garam Dapur terhadap Perubahan Dimensi Gips Tipe III pada Pembuatan Model Kerja Gigitiruan

TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Model Untuk Pembuatan Gigitiruan

  Model gigitiruan merupakan replika jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut pasien yang digunakan sebagai media untuk menentukan diagnosis, menjelaskan rencana perawatan dan proses perawatan kepada pasien, serta media pembuatan gigitiruan sehingga model gigitiruan merupakan media yang menghubungkan prosedur klinis yang dilakukan dokter gigi dan prosedur laboratoris yang dilakukan oleh dokter gigi atau laboran.

  3

  2.2 Jenis Model Untuk Pembuatan Gigitiruan

2.2.1 Model Studi

  a. Lokasi gigi, kontur, dan hubungan dataran oklusal

  b. Kontur linggir yang tersisa, ukuran, dan konsistensi mukosa

  2,3,19

  Kegunaan model studi yaitu:

  3,19

  a. Memberikan gambaran keadaan jaringan keras dan lunak rongga mulut pasien dalam bentuk tiga dimensi.

  b. Media untuk mempelajari hubungan oklusal dari lengkung rahang pasien.

  c. Media untuk mempelajari ukuran gigi, posisi gigi, bentuk gigi, dan hubungan rahang pasien.

  d. Media untuk mempelajari jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut pasien dari pandangan lingual saat gigi oklusi.

  Model studi merupakan replika jaringan rongga mulut pasien yang digunakan oleh dokter gigi untuk mengamati dan mempelajari keadaan rongga mulut pasien sehingga model studi harus dapat mencakup beberapa hal penting, yaitu:

  c. Anatomi rongga mulut yang berguna untuk perluasan basis gigitiruan (vestibulum, trigonum retromolar, pterigomaxillary notch, palatum keras dan palatum lunak, dasar mulut, dan frenulum). dilakukan perawatan dan setelah dilakukan perawatan.

  f. Media untuk menjelaskan keadaan pasien.

  g. Rekam medis legal mengenai keadaan lengkung rahang pasien untuk keperluan asuransi, gugatan hukum, dan forensik. Gips tipe II umumnya digunakan sebagai bahan membuat model studi.

2.2.2 Model Kerja

  Model kerja umumnya terbuat dari dental stone atau gips tipe III yang memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan selama prosedur laboratoris karena

  3,7 digunakan sebagai media pembuatan gigitiruan.

2.3 Gips

  Gips merupakan mineral yang terdapat di alam yang digunakan sebagai bahan

  3

  cetak sejak tahun 1844 dan sebagai bahan model sejak tahun 1756. Alasan utama penggunaan gips pada bidang kedokteran gigi yaitu karena gips merupakan bahan yang mudah dimodifikasi secara kemis atau fisis untuk tujuan yang berbeda. Gips yang digunakan pada kedokteran gigi merupakan gips yang mengandung kalsium

  o o o

  sulfat dihidrat (CaSO H

  • O) kemudian dipanaskan pada temperatur 110 -120 C (230

  4

  2 o

  250

  F) untuk mengeluarkan air dari kristalisasi sehingga menghasilkan kalsium sulfat hemihidrat (CaSO

  4 ½H

2 O) dalam bentuk bubuk, dan saat bubuk gips (kalsium sulfat

  hemihidrat) dicampur dengan air, terjadi reaksi balik secara kimia yaitu kalsium

  3,5,20

  sulfat hemihidrat berubah kembali menjadi kalsium sulfat dihidrat. Terdapat dua metode pengapuran gips, yaitu untuk menghasilkan α-hemihidrat dan β-hemihidrat.

  o

  Pengapuran gips pada temperatur 125 C akan menghasilkan kristal yang padat, kurang berporus, dan kristal dengan bentuk prismatik, yang disebut dengan α-kalsium

  2,3,5 sulfat hemihidrat yang digunakan sebagai bahan pembuatan model kerja. o

  Pengapuran gips pada temperatur 115 C akan menghasilkan hemihidrat yang berporus, relatif kecil, dan kristal yang tidak teratur, disebut dengan β-kalsium sulfat

  2,3,5 hemihidrat yang digunakan sebagai bahan pembuatan model studi.

  

stone, dan bahan tanam berdasarkan sifat fisiknya. Perbedaan utama pada sifat fisik

  gips yaitu tergantung pada variasi ukuran, bentuk, dan porositas bubuk gips yang

  3 dihasilkan dari proses pengapuran yang berbeda.

2.3.1 Tipe – tipe Gips

  Berdasarkan spesifikasi ADA (American Dental Association) No. 25, gips dapat diklasifikasikan menjadi:

  1. Tipe I (Impression Plaster) Digunakan untuk mencetak daerah edentulous dan perbaikan gigitiruan. Gips tipe ini memiliki konsistensi yang lebih kental sehingga gips sulit mengalir keluar

  8

  dari sendok cetak saat dimasukkan kedalam mulut. Plaster cetak jarang digunakan lagi sebagai bahan cetak dalam kedokteran gigi karena telah digantikan oleh bahan

  3,5 yang kurang kaku seperti hidrokoloid dan elastomer.

  2. Tipe II (Model Plaster) Gips tipe II umunya digunakan sebagai bahan membuat model studi dan bahan

  3,5

  tanam untuk mengisi kuvet dalam pembuatan gigitiruan. Gips tipe II dihasilkan dari gips yang dipanaskan pada suhu 110ºC-120ºC sehingga menghasilka n senyawa β- hemihidrat yang porus, mempunyai bentuk yang sangat tidak teratur dan jarak antar

  8 partikel yang besar yang menyebabkan reaksi pengerasan memerlukan banyak air.

  3. Tipe III (Dental Stone) Gips tipe III dihasilkan dari gips yang dipanaskan pada temperatur 125ºC dibawah tekanan atmosfer sehingga mengalami dehidrasi dan kandungan airnya akan berkurang, setelah melalui proses dehidrasi, maka akan dihasilkan seny awa α- hemihidrat yang lebih padat, bentuknya teratur, kurang porus, dan kristal dengan bentuk prismatik. Karakteristik yang dimiliki oleh α-hemihidrat menyebabkan gips ini membutuhkan jumlah air yang lebih sedikit dan memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan dengan gips tipe II, sehingga gips tipe III sering digunakan sebagai

  2,3,5

  bahan pembuatan model kerja. Gips tipe III awalnya berwarna putih sehingga sulit dibedakan dengan gips tipe I dan II sehingga pabrik biasanya memberi warna warna pada gips tidak menentukan kualitas gips. Berdasarkan spesifikasi ADA No.25, setting ekspansi gips tipe III setelah 2 jam pengerasan yaitu sebesar 0,00% -

  3,5 0,20% dan besar rasio W/P, yaitu sebesar 28-30 ml air/100 gr gips.

  4. Tipe IV (Dental Stone, High Strength) Gips tipe IV digunakan sebagai bahan pembuatan die stone, terdiri dari partikel

  α-hemihidrat jenis Densite yang berbentuk kuboidal serta daerah permukaan yang lebih kecil dibandingkan gips tipe III. Pada pencampuran gips tipe IV ini penggunaan air lebih sedikit dibandingkan dengan gips tipe III sehingga memiliki kekuatan dan kekerasan yang cukup untuk tahan terhadap daya abrasi saat penggunaan instrumen

  3,5 yang tajam serta memiliki setting ekspansi yang minimal.

  5. Tipe V (Dental Stone, High Strength, High Expansion) Gips tipe V merupakan gips yang memiliki ekspansi yang lebih besar yaitu

  4

  sekitar 0,1%-0,3%. Ekspansi pengerasan pada gips tipe V ini ditingkatkan karena logam campur yang baru, seperti basis logam, memiliki pengerutan pengecoran yang lebih besar dibandingkan logam campur mulia konvensional sehingga dibutuhkan ekspansi yang lebih besar pada stone yang digunakan untuk die untuk mengimbangi

  3,5 pengerutan pemadatan logam campur.

  4,5

  Kekuatan kompresi Kekuatan gips umumnya dinyatakan dengan istilah kekuatan kompresi, yang diartikan sebagai kemampuan gips untuk menahan tekanan hingga fraktur.

  0.10 34.5 5000

  V. Dental stone,

  high strength, high expansion

  0.18 – 0.22 12±4

  0.10

  0.30 48.3 7000

  Karakteristik gips meliputi: a.

  5 Kekuatan gips dipengaruhi oleh bentuk kristal, porositas kristal, dan rasio W/P.

  0.22 – 0.24 12±4

  3 Peningkatan

  porositas pada partikel mengakibatkan penggunaan air menjadi lebih banyak untuk mengubah hemihidrat menjadi dihidrat sehingga produk gips yang dihasilkan akan semakin lemah kekuatannya.

  3,5 b.

  Setting time Waktu pengerasan gips dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu initial setting

  time dan final setting time. Initial setting time merupakan interval antara waktu

  pencampuran gips dan waktu ketika adonan tidak dapat lagi dituangkan ke dalam

  master mold sehingga initial setting time identik dengan waktu kerja dari gips. Secara

  klinis, initial setting time dapat diamati saat adonan sudah kehilangan kilapnya, hal

  0.00

  high strengths

  Jenis gips Rasio W:P Setting

  impression

  time (min)

  2-Hr setting

  expansion (%)

  1-Hr compressive

  strength

  Min Max (MPa) (psi)

  I. Plaster,

  0.40 – 0.75 4±1

  IV. Dental stone,

  0.00

  0.15 4.0 580

  II. Plaster, model 0.45 – 0.50 12±4

  0.00

  0.30 3.0 1300

  III. Dental stone 0.28 – 0.30 12±4

  0.00

  0.20 20.7 3000

2.3.2. Karakteristik Gips

  menyebabkan partikel hemihidrat menarik permukaan air. Initial setting time berkisar diantara 8 – 16 menit dari waktu pencampuran air dan bubuk gips sesuai dengan spesifikasi ADA No. 25. Final setting time dapat didefinisikan sebagai waktu konversi hemihidrat menjadi dihidrat secara sempurna atau secara klinis produk gips dapat dikeluarkan dari master mold dan dapat dimanipulasi tanpa terjadi distorsi atau

  2,3 fraktur.

  c.

  Setting ekspansi Selama proses pengerasan gips, seluruh tipe gips secara alamiah akan mengalami ekspansi, namun hal ini harus dihindari semaksimal mungkin dalam pembuatan model karena dapat mempengaruhi perubahan dimensi model gips. Cara yang paling efektif dalam mengontrol setting ekspansi adalah dengan penambahan bahan kimia, ekspansi dapat dikurangi dengan menambahkan K

  2 SO 4, NaCl atau

  boraks. Menurut Noort (2007) penambahan NaCl mempunyai pengaruh menurunkan

  20 setting ekspansi dengan menyediakan lokasi tambahan untuk pertumbuhan kristal.

  d.

  Perubahan dimensi Perubahan dimensi pada gips merupakan hasil dari proses ekspansi selama pengerasan gips yang disebabkan oleh hasil dari pertumbuhan kristal gips yang saling

  20,21

  mendorong keluar. Gips mengalami ekspansi selama proses pengerasannya, hal ini dapat diartikan bahwa model akan berukuran sedikit lebih besar dari hasil cetakan dan hal ini mempengaruhi perubahan dimensi dari model gips.

2.4 Perubahan Dimensi Gips

  perubahan dimensi model gips merupakan perubahan ukuran pada model gips selama proses pengerasannya, biasanya dinyatakan sebagai persentase dari panjang

  2

  semula atau volume. Ekspansi massa gips dapat dideteksi selama perubahan dari partikel hemihidrat menjadi partikel dihidrat. Perubahan dimensi dipengaruhi oleh

  

setting ekspansi dan ekspansi higroskopis. Setting ekspansi dapat dijelaskan

  berdasarkan mekanisme kristalisasi yang digambarkan sebagai suatu pertumbuhan kristal –kristal dihidrat dari nukleus yang saling berikatan satu dengan yang lainnya. kristal ini saling menimpa satu sama lain dan mencoba untuk mendorong kristal yang lain agar terpisah sehingga terjadi ekspansi selama proses pengerasan yang dapat

  

20

menyebabkan perubahan dimensi pada gips.

  Dimensi merupakan parameter atau pengukuran yang dibutuhkan untuk mendefenisikan sifat-sifat suatu objek, yaitu ukuran seperti panjang, lebar, dan tinggi, serta bentuk. Perubahan dimensi dapat diukur secara volumetrik dan linear yang biasanya dinyatakan dalam presentase panjang atau volume akhir dibandingkan dengan panjang atau volume-volume dari suatu objek. Perubahan dimensi linear lebih mudah dan sederhana untuk diukur dibandingkan dengan perubahan dimensi

  2 volumetrik.

  Pengukuran perubahan dimensi menggunakan travelling microscope. Setiap sampel dilakukan tiga pengukuran, yaitu pengukuran panjang garis cd-c’d’ pada garis A, pengukuran panjang garis cd-c’d’ pada garis B, dan pengukuran panjang garis cd- c’d’ pada garis C.

  Gambar 1. Garis pada ruled block Hasil pengukuran dijumlahkan kemudian didapatkan rata-ratanya. Hasil rata-

  2

  rata dari setiap sampel dimasukkan ke dalam rumus, yaitu: l

  

1 – l x 100 = %

  l0 l = rata-rata panjang garis pada setiap sampel (mm)

  1

  l = panjang garis pada stainless steel die (mm)

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Dimensi Gips Tipe III

  2.5.1 Suhu Ruangan dan Suhu Air

  Perubahan suhu ruangan dan suhu air dapat memberikan pengaruh pada gips selama proses pengerasan. Peningkatan suhu ruangan dan suhu air dapat menyebabkan pergerakan ion kalsium dan ion sulfat meningkat sehingga setting time menjadi lebih singkat. Peningkatan suhu ruangan yang berawal 20ºC menjadi 37ºC dapat meningkatkan kecepatan reaksi pengerasan sehingga setting time menjadi lebih singkat dan setting ekspansi menjadi lebih besar, tetapi suhu yang meningkat diatas 37ºC menyebabkan setting time menjadi lebih lama, serta setting ekspansi menjadi lebih kecil. Peningkatan suhu air (tidak melebihi 37.5ºC) yang digunakan sebagai campuran gips dapat mempersingkat setting time, tetapi jika suhu air diatas 37.5ºC

  2,3,5 dapat memberikan efek retarder pada pengerasan gips.

  2.5.2 Rasio W/P

  Rasio W/P merupakan faktor penting dalam mempengaruhi sifat fisik dan sifat kimia dari produk akhir gips, misalnya semakin besar rasio W/P maka setting ekspansi menjadi lebih kecil karena semakin meningkat rasio W/P maka semakin sedikit nukleus kristalisasi per unit volum yang ada dan karena dapat dianggap bahwa ruangan antar nukleus lebih besar pada keadaan tersebut, maka pertumbuhan interaksi

  3,5 kristal-kristal dihidrat akan semakin sedikit, demikian juga dorongan keluar.

  Sebaliknya, penurunan rasio W/P dapat menyebabkan setting ekspansi menjadi lebih besar karena kandungan air menjadi lebih sedikit sehingga jarak antar kristal menjadi lebih dekat, dan hal tersebut menyebabkan dorongan antar kristal menjadi lebih

  3,5

  besar. Oleh karena itu rasio air dan bubuk perlu diperhatikan sesuai dengan aturan

  5 pabrik, contohnya rasio W/P untuk gips tipe III yaitu 28-30 ml air/100 gr gips. Metode pengadukan yang tepat adalah dengan penyediaan air yang sudah diukur terlebih dahulu kemudian diikuti dengan penambahan bubuk yang telah ditimbang secara bertahap. Adonan gips diaduk selama kurang lebih 15 detik dengan kecepatan pengadukan 120 rpm menggunakan spatula dan diikuti dengan pengadukan

  4,5,22 mekanik selama 20-30 detik dengan kecepatan 450 rpm menggunakan mixer.

  Sebagian kristal gips terbentuk langsung ketika gips berkontak dengan air. Begitu pengadukan dimulai, pembentukan kristal ini meningkat. Pada saat yang sama, kristal-kristal tersebut diputuskan oleh spatula dan didistribusikan merata dalam adukan dengan hasil pembentukan lebih banyak nukleus kristalisasi. Dalam jangka limitnya, semakin lama pengadukan maka akan meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. Akibatnya, jalinan ikatan kristalin yang terbentuk akan semakin banyak, pertumbuhan internal dan dorongan keluar dari kristal-kristal dihidrat meningkat. Hal inilah yang menyebabkan setting ekspansi gipsum meningkat

  3,5 sejalan dengan semakin lamanya waktu pengadukan.

  2.5.4 Retarder Retarder merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gips dan

  berguna untuk memperlambat setting time. Beberapa contoh retarder adalah NaCl >

  5,23

  20%, natrium sulfat > 3,4%, asetat, boraks, dll. Menurut Noort (2007) dan Manappallil (2008) penambahan retarder seperti boraks dapat mengurangi ekspansi dengan mengubah bentuk kristal dihidrat. Kristal akan menjadi pendek dan datar dan

  13,20 mencegah pertumbuhan lebih lanjut sehingga dapat mengurangi ekspansi gips.

  2.5.5 Akselerator Akselerator merupakan bahan kimia yang dapat mempercepat setting time.

  Penambahan akselerator membuat dihidrat kurang larut dibandingkan hemihidrat yang menyebabkan reaksi pengerasan bergerak menuju dihidrat sehingga reaksi

  2

  pengerasan menjadi lebih cepat. Penambahan bahan akselerator juga mempunyai pengaruh untuk menurunkan nilai setting ekspansi dengan cara mengubah bentuk

  2,3,5

  Na2SO4 3,4%, K SO dengan konsentrasi di atas 2%. Menurut Anusavice (2003)

  2

  4

  5

setting ekspansi gips dapat dikurangi dengan penambahan NaCl. Menurut Soratur

  (2002) penambahan bahan kimia seperti kalium sulfat dapat mengurangi ekspansi dengan membawa perubahan dalam bentuk kristal kristal dihidrat. Kristal akan menjadi lebih pendek, tipis, dan datar dan juga dengan menyebabkan tingkat awal

  13

  kristalisasi begitu cepat sehingga ekspansi berkurang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kumar (2012), kelompok gips yang direndam dengan slurry water memiliki nilai perubahan dimensi yang paling kecil dibandingkan dengan kelompok lain, yaitu gips yang direndam dengan 0,525% sodium hypochlorite dan 2%

  

glutaradehyde . Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Langgeng (2013) pSada

  pemakaian slurry water, air bersih dan aquadestilata menunjukkan pada kelompok dengan pemakaian slurry water memiliki nilai perubahan dimensi paling besar dan perubahan dimensi paling kecil terdapat pada kelompok gips dengan penambahan

  33 aquadestilata.

2.6 Natrium Klorida (NaCl)

  Sebagai komponen utama pada garam dapur, NaCl banyak digunakan oleh masyarakat dalam pengolahan makanan dan bahan baku dalam berbagai industri kimia. NaCl adalah garam yang berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih yang paling berperan penting dalam salinitas laut dan dalam cairan ekstraseluler dari

  25

  banyak organisme multiseluler. Beberapa sifat garam adalah dapat berbentuk kristal atau bubuk putih dengan system isomeric berbentuk kubus, larut dalam air, tidak berbau dan mempunyai sifat higroskopik sehingga mampu menyerap air pada kelembaban 75%. Garam mengandung dua zat kimia, yakni natrium dan klorida yang keduanya merupakan zat yang sangat dibutuhkan tubuh. Natrium sangat berguna untuk nutrisi bagi sel tubuh dan mengatur tekanan darah dan membantu sistem saraf, sedangkan klorida merupakan zat yang membantu pembentukan asam di lambung yang berguna untuk membunuh bakteri sekaligus membantu proses pencernaan

  26

  makanan. NaCl murni dalam sediaan farmasi merupakan kristal yang berbentuk

  17 dalam Farmakope Indonesia edisi III tahun 1979 minimal sebesar 99,5%.

  33 Tabel 2. NaCl Natrium klorida

   58.44 gr/mol

  Penampilan Tidak berwarna/berbentuk kristal putih

  3 2.16 gr/cm

   801 °C (1074 K) 1465 °C (1738 K)

   35.9 gr/100 mL (25 °C)

2.6.1 NaCl 2%

  Penggunaan NaCl sebagai akselerator membawa dampak yang signifikan dalam pembuatan model gigitiruan, hal ini dikarenakan NaCl dapat menyebabkan penurunan setting time. NaCl selain merupakan bahan kimia yang dapat mempercepat

  

initial setting time dan final setting time hingga 50% juga mempunyai pengaruh

  terhadap setting ekspansi dan perubahan dimensi gips. Menurut Anusavice (2003), Noort (2007) dan Bonsor (2013) penambahan NaCl memiliki pengaruh dalam pembentukan kristal sehingga mengurangi interaksi kristal untuk saling mendorong

  5,20,34

  terpisah. NaCl 2% didefenisikan sebagai 2 gr NaCl/100 ml air. Secara umum, NaCl bertindak sebagai aselerator pada konsentrasi 1 sampai 10% namun konsentrasi NaCl yang paling umum digunakan dan memberikan setting time tercepat, yaitu 210

  14 detik adalah 2%.

2.6.2 Garam Dapur

  Jenis NaCl yang beredar di pasaran saat ini ada beberapa macam, diantaranya adalah garam murni keluaran pabrikan yang dibuat untuk kebutuhan bahan kimia, laboratorium kesehatan, dan industri. Jenis garam NaCl lainnya adalah garam dapur

  17

  yang sudah dikenal masyarakat luas sebagai bumbu dapur dan pengawet. Selain itu garam dapur merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia dan mempunyai kegunaan utama sebagai pencegah gejala kekurangan iodium yang dapat mengakibatkan beberapa penyakit seperti gondok, masalah kelenjar tiroid, dan

  26

  penurunan mental. Menurut Standar Nasional Indonesia nomor 01-3556-2000 garam beriodium adalah garam dapur yang mengandung komponen utama NaCl 94,7%, air maksimal 7% dan kalium iodat (KIO ) 30mg/kg, serta senyawa-senyawa

  3

  lain seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), raksa (Hg), dan arsen (As) dalam jumlah yang

  28,29 sangat kecil.

  Pembuatan garam dapat dilakukan dengan beberapa kategori berdasarkan perbedaan kandungan NaCl nya sebagai unsur utama garam. Jenis garam dapat dibagi dalam beberapa kategori seperti; kategori baik sekali, baik dan sedang. Dikatakan baik sekali jika mengandung kadar NaCl >95%, baik jika kadar NaCl 90-95%, dan sedang jika kadar NaCl antara 80-90% tetapi yang diutamakan adalah yang

  27

  kandungan garamnya di atas 95%. Pembuatan garam dapur dapat dilakukan melalui proses multiple-effect evaporation, oven pan evaporation, dan evaporasi matahari. proses pembuatan garam yang penguapannya di proses dengan menggunakan tenaga matahari (solar evaporation) merupakan proses paling tradisional dan dinilai masih

  15 waktu sekarang.

  Evaporasi matahari (solar evaporation) dimulai dengan mengumpulkan air laut ke suatu kolam seperti tambak di tepi pantai kemudian dengan bantuan sinar matahari, air laut diuapkan hingga kristal NaCl-nya tertinggal di tambak. Kemudian para petani garam mengumpulkan kristal kristal tersebut untuk dicuci ulang agar bersih, lalu dijemur kembali. Proses pencucian pada garam dapur ini dilakukan berulang kali hingga kotorannya benar-benar hilang dan menghasilkan butiran-

  16

  butiran kecil garam. Garam yang dihasilkan dari proses penguapan air laut dengan tenaga matahari ini sangat bergantung pada luas areanya dengan kondisi air laut yang rata-rata mengandung garam sekitar 3,7%. Garam terdiri dari senyawa kimia dengan bagian terbesar terdiri dari natrium klorida (NaCl) dengan pengotor terdiri dari kalsium sulfat (CaSO

  4 ), Magnesium sulfat (MgSO 4 ), Magnesium klorida (MgCl 2 ),

  dan lain-lain. Apabila air laut diuapkan maka akan dihasilkan kristal garam, yang biasa disebut garam krosok. Untuk meningkatkan kualitas garam dapur dapat dilakukan dengan cara kristalisasi bertingkat, rekristalisasi, dan pencucian garam. Cara lain untuk meningkatkan kualitas garam adalah pemurnian dengan penambahan bahan pengikat pengotor. Tanpa adanya proses pemurnian maka garam dapur yang dihasilkan melalui penguapan air laut masih bercampur dengan senyawa lain yang

  28 terlarut.

  Proses pengolahan garam pada industri kecil dan menengah umumnya menggunakan proses pencucian dan pengeringan. Pencucian garam dilakukan dengan memakai larutan jenuh garam (brine) yang digunakan berulang kali, tujuannya untuk menghilangkan kotoran dari permukaan garam, sedangkan proses pengeringan

  30

  bertujuan untuk mengurangi kadar air. Proses pencucian dan pengeringan yang dilakukan di industri garam yang ada di Indonesia saat ini ternyata belum cukup mampu menghasilkan garam dengan kualitas yang baik sehingga stabilitas iodiumnya rendah. Hal ini disebabkan pencucian dan pengeringan yang dilakukan hanya bertujuan meningkatkan tampilan fisik garam, belum sampai pada cara menghilangkan zat pengotor higroskopis (senyawa Ca dan Mg) dan zat-zat pereduksi produk garam konsumsi yang dihasilkan industri garam memiliki stabilitas iodium

  30 yang rendah.

  Akselerator NaCl 2%

  Garam Dapur 2% Kandungan air tidak bertambah saat dicampur dengan gips

  Kristal dihidrat saling berdekatan Dorongan dan tekanan menghasilkan ekspansi masa keseluruhan

  Terjadi dorongan antar kristal Garam

  Penambahan NaCl 2% dapat mengurangi setting ekspansi Terdapat kandungan H

  2 O

  (minimal 94,7% NaCl) Kandungan air lebih banyak saat dicampur dengan gips

  Jarak antara kristal dihidrat menjadi lebih besar Dorongan antar kristal berkurang

  Ekspansi tidak terlalu besar Kandungan NaCl murni

  (100% NaCl) Model Kerja

  Sebagai katalis inti kristalisasi Berdasarkan rumusan di atas maka dapat disusun hipotesis penelitian, yaitu : 1.

  Ada pengaruh penambahan NaCl 2% dan garam dapur 2% terhadap perubahan dimensi gips tipe III.

Dokumen yang terkait

Perbedaan Kekuatan Kompresi Gipsum Tipe III Pabrikan, Gipsum Tipe III Daur Ulang Dengan dan Tanpa Penambahan Larutan Garam Dapur 1,5% Sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

4 50 70

Pengaruh Penambahan NaCl dan Garam Dapur terhadap Perubahan Dimensi Gips Tipe III pada Pembuatan Model Kerja Gigitiruan

1 57 70

Pengaruh Penambahan Larutan Garam Dapur dan NaCl 2% terhadap Setting Time dan Kekuatan Kompresi Gips Tipe III sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

2 72 81

Perbedaan Perubahan Dimensi pada Gipsum Tipe III Komersial Dengan Gipsum Tipe III Daur Ulang Sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

6 109 66

Pengaruh Pemakaian Slurry Water Dan Air Bersih Terhadap Kekuatan Kompresi Dan Perubahan Dimensi Gips Tipe III Pada Pembuatan Model Kerja Gigitiruan

4 75 79

Pengaruh Penambahan Larutan Garam Dapur Dan Nacl 2%Terhadap Setting Time Dan Kekuatan Kompresi Gips Tipe Iii Sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

10 57 81

Perbedaan Kekuatan Kompresi Gips Tipe III Pabrikan dan Daur Ulang untuk Pembuatan Model Kerja

0 30 62

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gipsum - Perbedaan Kekuatan Kompresi Gipsum Tipe III Pabrikan, Gipsum Tipe III Daur Ulang Dengan dan Tanpa Penambahan Larutan Garam Dapur 1,5% Sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

0 0 17

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbedaan Kekuatan Kompresi Gipsum Tipe III Pabrikan, Gipsum Tipe III Daur Ulang Dengan dan Tanpa Penambahan Larutan Garam Dapur 1,5% Sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

0 0 7

Perbedaan Kekuatan Kompresi Gipsum Tipe III Pabrikan, Gipsum Tipe III Daur Ulang Dengan dan Tanpa Penambahan Larutan Garam Dapur 1,5% Sebagai Bahan Model Kerja Gigitiruan

0 0 15