BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Media Sosial dan Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas pada Siswa SMA Negeri 1 Bandar Kabupaten Simalungun Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

  Masa remaja adalah masa peralihan dimana terjadi perubahan secara fisik dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003). Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik (Sarwono, 2011). Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2007) bahwa adolescence diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

  Muangman (1980) dalam Sarwono (2011) mendefinisikan remaja berdasarkan defenisi konseptual World Health Organization (WHO) yang mendefinisikan remaja berdasarkan 3 (tiga) criteria, yaitu: biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

  1. Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual

  2. Remaja adalah suatu masa ketiaka individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa

3. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial- ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative lebih mandiri.

2.1.2 Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode

  sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2003), antara lain:

  1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.

  2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak- kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya

  3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi, perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai- nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.

4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.

  5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut

  6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistic. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.

  7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaaan pada usia sebelumnya dan di dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, meggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

  Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.

2.1.3 Tahap Perkembangan Masa Remaja

  Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antar umur 12 – 21 tahun, dengan pembagian usia 12 – 15 tahun adalah remaja awal, 15 – 18 tahun adalah remaja pertengahan, 18 – 21 tahun adalah masa remaja akhir (Monks, et al. 2006).

  Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap perkembangan yaitu :

1. Masa remaja awal (12 – 15 tahun), dengan ciri khas antara lain:

  a. Lebih dekat dengan teman sebaya

  b. Ingin bebas

  c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir abstrak

2. Mencari identitas diri a.

  Timbulnya keinginan untuk kencan b. Mempunyai rasa cinta yang mendalam c. Mengembangkan kemampuan berfikir abstrak d. Berkhayal tentang aktifitas seks e. Masa remaja akhir (18 – 21 tahun), dengan ciri khas antara lain: 3. Pengungkapan identitas diri a. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya b. Mempunyai citra jasmani dirinya c. Dapat mewujudkan rasa cinta d. Mampu berfikir abstrak e.

2.1.4 Perkembangan Fisik

  Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut.

  Ciri-ciri seks primer a. Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2002) disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah:

  1. Remaja laki-laki Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki- laki usia antara 10-15 tahun.

  2. Remaja perempuan Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi).

  Menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah. Ciri-ciri seks sekunder b. Menurut Sarwono (2011), ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut:

  1. Remaja laki-laki

  a. Bahu melebar, pinggul menyempit

  b. Pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan kaki c. Kulit menjadi lebih kasar dan tebal

  d. Produksi keringat menjadi lebih banyak

2. Remaja perempuan

  a. Pinggul lebar, bulat, dan membesar, putih susu membesar dan menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat. b. Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif lagi.

  c. Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.

d. Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

2.2 Perilaku Seks Bebas

2.2.1 Pengertian Perilaku

  Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua:

a. Perilaku tertutup (Covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.

  Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (Overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakn nyata atau terbuka.

  Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Skinner dalam Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon, respon dibedakan menjadi dua respon :

1) Respondent response atau reflexive response, ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relative tetap.

  Responden respon (Respondent behavior) mencakup juga emosi respon dan emotional behavior.

  2) Operant response atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini disebut

  

reinforcing stimuly atau reinforcer. Proses pembentukan atau perubahan

  perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu. Aspek-aspek dalam diri individu yang sangat berperan/berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono, 2006).

   Perilaku Seks Bebas pada Remaja

  Menurut Sarwono (2011), perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Stuart dan Sundeen (1999), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan di tempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing (Mu’tadin, 2002).

  Daniawati dalam Utari (2012) menyatakan remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitive, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual

  

intercourse). Perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat

mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri.

  L”Engle et.al. dalam Tjiptaningrum (2009) mengatakan bahwa perilaku seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan; 3) menghayal; 4) berpegangan tangan. Yang termasuk dalam seksual sedang mencakup: 1) berciuman kening dan pipi; 2)memeluk, sedangkan yang termasuk dalam kategori berat adalah: 1) berciuman bibir/mulut dan lidah; 2) meraba dan mencium bagian sensitive seperti payudara, alat kelamin; 3) menempelkan atau menggesekkan alat kelamin; 4) oral seks; 5) berhubungan seksual (senggama).

   Perkembangan Perilaku Seks Bebas Remaja

  Perkembangan fisik termasuk organ seksual yaitu terjadinya kematangan serta peningkatan kadar hormone reproduksi atau hormone seks baik pada laki-laki maupun pada perempuan yang akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan. Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minta remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh factor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2007).

  Remaja perempuan lebih memperlihatkan bentuk tubuh yang menarik bagi remaja laki-laki, demikian pula remaja laki-laki tubuhnya menjadi kekar yang menarik bagi remaja perempuan (Rumini dan Sundari, 2004). Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka timbul pula dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang- kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2004).

  Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada remaja laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual dari pada remaja perempuan. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap “benar” apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai ataupun saling terikat. Mereka sering merasionalisasikan tingkah laku seksual mereka dengan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan bahwa remaja perempuan, lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa alas an utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta (Santrock, 2007).

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Bebas

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dwi PutriApriyanthi(2011) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah, (1) faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), (2) faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu).

  Berdasarkan hasil penelitianKristyJuing (2004)sebanyak 450 sampel tentang perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun mengungkapkan 64% remaja mengakui secara sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai dan moral agama. Sedangkan 31% menyatakan bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah biasa atau sudah wajar dilakukan dan tidak melanggar nilai dan moral agama. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman Januari 2005).

  Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media sosial (Gultom, 2011). Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi.

  Remaja seringkali memeperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Soetjiningsih, 2006).

  Faktor lingkungan yang sangat mendukung perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak dan sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan akan “melarikan diri” dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak (Rumini dan Sundari S, 2004)

  Faktor-faktor pendukung perilaku seks bebas pada remaja yang paling tinggi adalah hubungan antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi (Soetjiningsih, 2006). Beberapa faktor lain yang memdukung perilaku seksual pada remaja adalah perubahan tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan (Sarwono, 2011).

  Perilaku seks bebas dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut : a. Dampak psikologis

  Dampak psikologis dari perilaku seks bebas pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

  b. Dampak fisiologis Dampak fisiologis dari perilaku seks bebastersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

  c. Dampak sosial Dampak sosial yang timbul akibat perilakuseks bebas yang dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2011).

  d. Dampak fisik Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2011) adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.

2.3.1 Defenisi

  Menurut “What is”, media sosial adalah “saluran komunikasi online kolektif yang didedikasikan untuk input, interaksi berbagai konten, dan kolaborasi berbasis masyarakat”. Situs web dan aplikasi yang didedikasikan untuk forum, microblogging, jaringan sosial, bookmark sosial, kurasi sosial, dan wiki adalah salah satu jenis media sosial (Laksono, dkk, 2014).

  Social media atau dalam Bahasa Indonesia disebut media sosial adalah media

  yang didesain untuk mempermudah interaksi sosial yang bersifat interaktif atau dua arah. Media sosial berbasis pada tegnologi internet yang mengubah pola penyebaran informasi dari yang sebelumnya bersifat satu ke banyak audiens, banyak audiens ke banyak audiens (Paramitha, 2011).

  Menurut Juju (2010), Media sosial adalah sebuat media online yang memungkinkan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan suatu karya. Dewasa ini jenis media sosial yang berkembang saat ini antara lain Facebook, Twitter, Google+, Tumblr, Youtube, Blogger, dan lain lain.

  Media sosial mengusung kombinasi antara ruang lingkup elemen dunia maya, dalam produk-produk layanan online seperti blog, forum diskusi, chat rooms, email, website dan juga kekuatan komunitas yang dibangun melalui jejaring sosial. Juju juga mengatakan bahwa apa yang disampaikan dalam media sosial memberikan efek kekuatan (power) tersendiri karena berbasis pembangunannya berupa teknologi dan juga berbagai media interaksi yang dikomunikasikan dalam teks, gambar, audio, terus terkoneksi, berkomunikasi bahkan saling berbagi (sharing).

  Media sosial dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian besar, yaitu: Social Networks, media sosial untuk bersosialisasi dan berinteraksi (Facebook, 1. Myspace, Hi5, Linked in, Bebo, dan sebagainya) Discuss, media sosial yang memfasilitasi sekelompok orang untuk melakukan 2. obrolan dan diskusi (Google Talk, Yahoo! M, Skype, Phorum, dan sebagainya) Share, media sosial yang memfasilitasi kita untuk saling berbagi file, video, 3. music (Youtube, Slideshare, Feedback, Flickr, Crowdstorm, dan sebagainya) Publish, (Wordpress, Wikipedia, Blog, Wikia, Digg, dan sebagainya) 4. Social Game, media sosial berupa game yang dapat dilakukan atau dimainkan 5. bersama-sama (Koongregate, Doof, Pogo, Café.com, dan sebagainya) MMO (Kartrider, Warcraft, Neopets, Conan, dan sebagainya) 6. Virtual Worlds (Habbo, Imvu, Starday, dan sebagainya) 7. Livecast (Y! Live, Blog TV, Justin TV, Listream TV, Livecastr, dan 8. sebagainya) Livestream (Socializr, Friendsfreed, dan sebagainya) 9.

  10. Micro Blog (Twitter, Plurk, Pownce, Ttwirxr, Plazes, Tweetpeek, dan sebagainya)

   Karakteristik Media Sosial

  Media sosial paling baik dipahami sebagai sekelompok jenis baru media online dengan karakteristik sebagai berikut:

  1. Partisipasi Media sosial mendorong kontribusi dan umpan balik dari semua orang yang tertarik. Ini mengaburka batas antara media dan khalayak

  2. Keterbukaan Kebanyakan layanan media sosial yang terbuka untuk umpan balik dan partisipasi. Mereka mendorong voting, komentar dan berbagi informasi.

  Hamper tidak ada hambatan untuk mengakses dan memanfaatkan kontensandi melindungi konten disukai

  3. Percakapan Sedangkan media tradisional adalah tentang “broadcast” (konten ditransmisikan atau didistribusikan kepada khalayak) media sosial lebih baik dilihat sebagai dua arah percakapan.

  4. Komunitas Media sosial memungkinkan masyarakat untuk membentuk cepat dan berkomunikasi secara efektif. Masyarakat berbagi kepentingan bersama, seperti kecintaan terhadap fotografi, isu politik, acara TV favorit, atau bahkan masalah seks. dari penggunaan media sosial adalah mendorong remaja untuk melakukan free sex. Penelitian yang dilakukan Carthi (2009), menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan seksual pada seseorang banyak diperoleh dari media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Youtube. Rasa keingintahuan remaja yang begitu besar akan mendorong remaja untuk lebih jauh mengakses informasi seks dan melakukan berbagai percobaan sesuai dengan informasi yang didapatkannya.

  Setiap remaja kini dapat menciptakan akun pribadi mereka sendiri di Facebook, Twitter, dan Youtube dan dapat dengan mudah mengakses informasi tentang seks di media sosialnya. Saat ini handphone menjadi sarana yang sangat sering digunakan remaja untuk menggunakan jejaring sosial.

  Selain itu media juga dapat digunakan sebagai alat interaksi antar individu seperti anatara remaja dengan teman sebaya diantarannya dengan lawan jenisnya.

  Kegiatan saling merangsang juga dapat terjadi melalui chat room antar remaja dengan pacar. Hal ini dapat mendorong untuk terjadinya seks bebas.

  Media sosial juga memiliki peran sebagai kontrol sosial. Kontrol sosial oleh media sosial ini begitu ekstenstif dan efektif yang memiliki kekuatan sangat besar.

  Media sosial dapat mengubah opini individu serta menghaluskan paksaan sehingga tampak sebagai bujukan. Video-video porno sudah sangat mudah diakses melalui media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial mengakibatkan pergeseran nilai seks yang ada dalam masyarakat.

   Teman Sebaya

2.4.1 Defenisi

  Teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Salah satu fungsi teman sebaya adalah untuk memberikan berbagai informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.

  Dalam perbincangan sehari-hari, topik seksualitas bukanlah topik yang umum dibicarakan, tidak terkecuali dalam perbincangan antara orang tua dan anak.

  Padahal menurut Sarwono (2011), komunikasi orang tua dan anak dapat menentukan seberapa besar kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan seksual, semakin rendah komunikasi tersebut, maka akan semakin besar kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan seksual. Rice (1999) dalam Sarwono (2011), menjelaskan bahwa pada usia remaja, kebutuhan emosional individu beralih dari orang tua kepada teman sebaya. Pada masa ini, teman sebaya juag merupakan sumber informasi. Tidak terkecuali dalam perilaku seksual, sayangnya informasi yang diberikan oleh teman sebaya cenderung salah. Teman sebaya memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja, tidak terkecuali dalam hal seksualitas. Newcomb, Huba, and Hubler (1986) dalam Hurlock (2003), mengatakan bahwa perilaku seksual juga dipengaruhi secara positif oleh teman sebaya yang juga aktif secara seksual. Jika seorang remaja memiliki teman yang aktif secara seksual maka akan semakin besar pula kemungkinan remaja tersebut untuk juga aktif secara seksual mengingat bahwa pada usia tersebut remaja ingin diterima oleh lingkungannya.

  (penguat), modelling, tekanan langsung terhadap perilaku sosial anak untuk memenuhi tuntutan konformitas. Konformitas teman sebaya lebih erat pada awal masa remaja. Tapi bagaimanapun juga, teman sebaya jarang menuntut konformitas total, dan tekanan teman sebaya kebanyakan terfokus pada waktu yang singkat dan masalah harian seperti pakaian serta selera musik. Mereka tidak memiliki konflik yang menggunakan nilai orang dewasa. Dibandingkan teman sebaya, orangtua memiliki peran yang lebih pada hal-hal yang mendasar seperti penanaman nilai dan rencana pendidikan.

  Remaja berusaha menemukan konsep dirinya di dalam kelompok sebaya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa.

  Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seuisianya. Inilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak dapat terlepas dari kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya hidup kelompoknya.

  Remaja teman sebaya dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikaitkan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18 – 21 tahun (Monks, et al.2006). Masa remaja tersebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock, 2003).

2.4.2 Karakteristik Teman Sebaya

  Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek :

  1. Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi ukuran tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya ciri-ciri sekunder.

2. Psikomotorik, gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan secara aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.

  3. Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing, menggemari literature yang bernafaskan dan mengandung segi erotic, fantastic, dan estetik.

  4. Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.

5. Perilaku kognitif

  a. Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relative terbatas.

  b. Kecakapan dasar intelektual menjalani lajuperkembangan yng terpesat.

  c. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menunjukkan kecenderungan- kecenderungan yang lebih jelas.

6. Moralitas

  a. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.

  b. Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau system nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.

  c. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.

7. Perilaku keagamaan

  a. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptic.

  b. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.

  c. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.

8. Kognitif, emosi, afektif, dan kepribadian

a. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi diri) menunjukkan arah kecenderungannya.

  b. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labih dan belum terkendali seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti.

  c. Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk kepribadiannya.

  d. Kecenderungan kearah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomi, estetis, sosial, politis, dan religious), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.

2.4.3 Konformitas

  Santrock (2007) mengatakan, bahwa konformitas kelompok bisa berarti kondisi dimana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh kelompoknya tersebut. Sarwono (2011) menjelaskan karena kuatnya ikatan emosi dan konformitas kelompok pada remaja, maka biasanya hal ini sering dianggap juga sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja yang buruk.

  Apabila lingkungan peer remaja tersebut mendukung untuk dilakukan seks bebas, serta konformitas remaja yang juga tinggi pada peer-nya, maka remaja tersebut sangat berpeluang untuk melakukan seks bebas (Cynthia, 2007).

  1968 (Santrock, 2007) menyatakan bahwa bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Selama satu minggu, remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan teman sebayanya daripada waktu dengan orang tuanya.

  Skala konformitas dengan perilaku seks bebas diukur berdasarkan aspek-aspek konformitas yang disusun oleh Wiggins dkk (1994) yaitu menuruti keinginan kelompok dan internalisasi. Ringan beratnya perilaku seks bebas dapat diketahui berdasarkan skor total yang diperoleh dari skala konformitas terhadap perilaku seks bebas. Semakin tinggi skor, maka semakin kuat hubungan konformitas teman sebaya terhadap perilaku seks bebas.

2.4.4 Adaptasi

  Adaptasi adalah proses penyesuaian diri responden dengan remaja lain (teman sebaya). Teman sebaya dapat memberi pengaruh positif atau negative pada remaja.

  Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan resiko remaja menjadi nakal pula (Santrock 2007). Remaja menjadi nakal karena mereka tersosialisasi dan beradaptasi ke dalam kenakalan, terutama oleh kelompok pertemanan (Rice dan Dolgin, 2008).

  Sebaliknya secara positif, menurut Vembriarto dalam Bantarti (2000) kelompok teman sebaya adalah tempat terjadinya proses belajar sosial atau adaptasi, yakni suatu proses dimana individu mengadopsi dan beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan, sikap, gagasan, keyakinan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat, dan mengembangkannya menjadi suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya. dirinya adalah manusia unik yang sudah siap masuk ke dalam peran tertentu di tengah masyarakat. Pada masa inilah individu mulai menyadari sifat-sifat yang melekat dalam dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan yang dikejar di masa depan, kekuatan dan keinginan mengontrol nasibnya sendiri.

  Inilah masa atau tahap Identitas versus Kekacauan Identitas, seperti dikemukakakan Erikson (1983), pada tahap ini ego memiliki kapasitas untuk memiliki dan mengintegrasikan bakat, kemampuan, dan ketrampila-ketrampilan dalam melakukan identifikasi dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial, serta menjaga pertahanan dirinya terhadap berbagai ancaman dan kecemasan.

  Melalui proses tersebut remaja akhirnya mampu memutuskan impuls-impuls, kebutuhan-kebutuhan, dan peranan-peranan manakah yang paling cocok dan efektif bagi diri mereka. Semua ciri tersebut dipilih dan dihimpun pada masa remaja, untuk kemudian nantinya diitegrasikan dalam rangka membentuk identitas psikososial sebagai orang dewasa (Supratiknya, 1993).

  Teman sebaya merupakan acuan penting bagi remaja untuk dapat melewati dengan baik masa-masa sulit dan periode transisi dan pembentukan identitas tersebut.

  Dalam pergaulan sehari-sehari, remaja sangat terikat pada kelompok sebayanya, dimana semua tindakan atau perbuatan perlu memperoleh dukungan dan persetujuan sebayanya. Dikemukakan oleh Ballatine dalam Bantari (2000) bahwa ikatan ini sangat kuat, sehingga para sosiolog sering mengelompokkannya dalam kebudayaan ungkapan dan bahasa yang khas, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma tersendiri.

  Skala adapatasi dengan perilaku seks bebas diukur berdasarkan aspek-aspek adapatsi yang disusun oleh Wiggins dkk (1994) yaitu kemampuan penyesuaian diri dan pengakuan dari kelompok. Ringan beratnya perilaku seks bebas dapat diketahui berdasarkan skor total yang diperoleh dari skala adaptasi terhadap perilaku seks bebas. Semakin tinggi skor, maka semakin kuat hubungan adapatasi teman sebaya terhadap perilaku seks bebas

2.5 Kerangka Konsep

  Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat disusun kerangka Konsep Penelitian sebagai berikut :

  Variabel Independen Variabel Antara Variabel Dependen Perhatian

1. Media Sosial

  • Pengertian (Facebook, Twitter,

PERILAKU SEKS

  • BEBAS

  Youtube, dll)

  • Penerimaan

  2. Teman Sebaya (peer group)

   Konformitas  Adaptasi Keterangan :

  = Diteliti

  • = Tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Konsep sosial (Faceboo, Twitter, Youtube) dan Teman sebaya (konformitas dan adaptasi) akan mendapat perhatian kemudian dimengerti dan diterima oleh individu. Setelah itu individu akan mengolah stimulus (media sosial, teman sebaya) tersebut sehingga terjadi keinginan untuk bertindak (seks bebas).

Dokumen yang terkait

Hubungan Iklan Rokok, Uang Saku Dan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Merokok Pada Siswa Sma Negeri 2 Medan Tahun 2014

1 49 218

Hubungan Media Sosial dan Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas pada Siswa SMA Negeri 1 Bandar Kabupaten Simalungun Tahun 2014

1 65 109

Pengaruh Teman Sebaya dan Sumber Informasi Terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Siswa SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012

4 61 208

Pengaruh Paparan Media Internet dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Bebas Pada Remaja SMA XYZ Tahun 2012

6 96 167

Pengaruh Penggunaan Media Sosial Terhadap Perilaku Seks Pada Pelajar Raksana 1 Medan Tahun 2014

29 128 112

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Tentang PerilakuMerokok Siswa Laki-Laki SMA Negeri 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Aceh Pada Tahun 2015

0 0 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi (Communication) - Hubungan Komunikasi Orangtua dan Anak Serta Kontrol Diri Siswa dengan Perilaku Seks Pranikah di SMA Prayatna Medan

0 0 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Defenisi Remaja - Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seks Pranikah Remaja di SMA Negeri 5 Pematangsiantar Tahun 2015

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklan 2.1.1. Pengertian Iklan. - Hubungan Iklan Rokok, Uang Saku Dan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Merokok Pada Siswa Sma Negeri 2 Medan Tahun 2014

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Hubungan Iklan Rokok, Uang Saku Dan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Merokok Pada Siswa Sma Negeri 2 Medan Tahun 2014

0 0 7