Pengaruh Paparan Media Internet dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Bebas Pada Remaja SMA XYZ Tahun 2012

(1)

PENGARUH PAPARAN MEDIA INTERNET DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA

SMA XYZ TAHUN 2012

TESIS

Oleh

HOTMELIA DAMANIK 107032164/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF THE EXPOSURE OF INTERNET MEDIA AND PEERGROUP ON FREE SEX BEHAVIOR IN THE TEENAGERS

AT SMA XYZ IN 2012

THESIS

By

HOTMELIA DAMANIK 107032189/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH PAPARAN MEDIA INTERNET DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA

SMA XYZ TAHUN 2012

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HOTMELIA DAMANIK 107032164/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH PAPARAN MEDIA INTERNET DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP

PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMA XYZ TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Hotmelia Damanik Nomor Induk Mahasiswa : 107032164

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D) (dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 17 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PAPARAN MEDIA INTERNET DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA

SMA XYZ TAHUN 2012

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

(Hotmelia Damanik) 107032164/IKM


(7)

ABSTRAK

Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya kecenderungan meningkatnya penderita IMS, penderita HIV/AIDS, dan kasus Aborsi. Data BKKBN tahun 2010 bahwa 51% remaja di Jabodetabek, 54% di Surabaya, 47% di Bandung dan 52% di Medan telah melakukan hubungan seks pranikah. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seks bebas pada remaja dan faktor yang diduga berpengaruh yaitu paparan media internet dan teman sebaya.

Jenis penelitian ini adalah observasional dan indepth interview dengan desain potong lintang (cross sectional). Lokasi penelitian adalah SMA X, berdasarkan alasan belum pernah dilakukan penelitian tentang seks pranikah di sekolah ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 - Juli 2012. Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 2 SMA XYZ yang berjumlah 40 orang, sedangkan sampel sebanyak 37 siswa yang pernah atau sedang berpacaran. Untuk informan sebanyak 4 siswa terdiri dari 1 perempuan dan 3 orang laki-laki. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian dengan menggunakan uji regresi logistik menunjukkan bahwa perilaku seks bebas remaja dengan pacarnya sebagian besar responden sudah dalam kategori berat (56,8%). Variabel yang berpengaruh terhadap perilaku seks bebas remaja di SMA XYZ yaitu menonton video porno dengan koefisien regresi=4,029, sig.=0,005, dan nilai Exp(β)=56,189), sedangkan konformitas dengan koefisien regresi=3,242, sig.=0,014, dan nilai Exp(β)=25,590) dan nilai konstanta sebesar -4,193. Ramalan probabilitas dengan prediktor 1 (buruk), bahwa remaja yang terpapar menonton film porno, dan mendapatkan tekanan dari teman sebaya memiliki probabilitas berperilaku seks bebas sebesar 95,60%, sedangkan dengan prediktor 0 (baik) sebesar 1,49%.

Disarankan kepada guru biologi, guru olahraga dan guru agama memberikan materi pendidikan seks yang benar pada siswa. Semua guru disarankan memberikan tugas-tugas dengan mencari bahan-bahan dari sumber internet, sehingga siswa terbiasa menggunakan internet untuk kepentingan pelajaran di sekolah.


(8)

ABSTRACT

Free sex behavior phenomenon in teenagers has resulted in the tendency of people with sexual transmitted infection, people with HIV/AIDS, and abortion cases. The data issued by the National Family Planning coordinating board (BKKBN) in 2010 showed that 51% of the teenagers in Jabodetabek, 54% in Surabaya, 47% in Bandung and 52% in Medan have had premarital sex. There are many factors causing the incident of free marital sex and the factors suspected to have had influenced the incident of premarital sex are the exposure of internet media and their peers.

The purpose of this observational study with cross-sectional design conducted at SMA XYZ from February to July 2012 was to study the premarital sex practices at this high school because this kind of study has never been conducted at this high school before. The population of this study was 40 Grade II male and female students of SMA XYZ and 37 of them who have had dated or are dating were selected to be the samples for this study. The informants for this study comprised 1 (one) female and 3 (three) male students. The data for this study were obtained through in-depth interviews. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of this logistic regression test study showed that the free sex behavior practiced by most of the respondents with their boy/girlfriends has belonged to severe category (56,8%). The variables with influenced the incident of free sex behavior in the teenagers at SMA XYZ were watching porn movies with regression coefficient = 4.029; sig. = 0,005; and Exp. Value (β)= 56.189, whereas conformity with regression coefficient= 3.242; sig. = 0,014; and Exp. Value (β)= 25.590, and the constant value of -4.193. The result of probability prediction test with predictor 1 (poor) showed that the probability of the teenagers exposed to the porn media and under the pressure of their peers to have free sex behavior was 95.60%, while the result with predictor 0 (good) was 1.49%.

The teachers of biology, sport and religion are suggested to provide their students with the proper sex education materials. All teachers are suggested to ask their students to do assignments and look for materials from the internet that the students are familiar with using the internet to meet their school needs.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala KasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Paparan Media Internet dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Bebas Pada Remaja SMA XYZ Tahun 2012.”

Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya tesis ini.

6. dr.Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku Pembimbing Kedua, yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan dalam penulisan tesis ini.


(10)

7. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

8. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Seluruh keluarga tercinta, orang tua, mertua, suami, dan anak-anakku tersayang yang selalu memberikan motivasi, dukungan pada penulis dalam penyusunan tesis ini.

10.Seluruh teman-teman satu angkatan Kespro A, B, C yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini, juga teman-teman satu bimbingan Kak Ros, Basaria, Sabet, Elipona, ayo terus semangat.

11.Sahabat-sahabatku Only, Pirma Uli, Jeng Yufdel, tetap sabar, sabar, sabar dan tetap semangat, semua akan indah pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, Juli 2012 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hotmelia Damanik, perempuan, berumur 39 tahun, lahir tanggal 27 September 1973, beragama Kristen, tinggal di Jalan Bukit Barisan II No. 51 Medan. Penulis merupakan anak pasangan dari Alm. Josep Damanik, dan Damaronim Saragih. Penulis telah menikah dengan Nardo Girsang, dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Wira, Naulia, Nardia.

Jenjang pendidikan formal penulis mulai di SD GKPS I Pematang Siantar pada tahun 1980 dan tamat pada tahun 1986. Pada tahun 1989, penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 8 Pematang Siantar. Pada tahun 1992, penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Pendidikan Keperawatan (SPK) Depkes RI Medan, dan pada tahun 1993 menyelesaikan pendidikan Program D-I Kebidanan (PBB) di Nias. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan D-III Kebidanan Poltekkes Medan. Pada tahun 2009, penulis menyelesaikan pendidikan D-IV Bidan Pendidik Poltekes Medan. Pada tahun 2010-2012 penulis menempuh pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pengalaman bekerja penulis yaitu pada tahun 1994-2000, penulis bertugas sebagai Bidan di Desa Purba Sipinggan Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun. Pada tahun 2000 sampai dengan sekarang, penulis bekerja sebagai Staf Puskesmas Glugur Darat dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS).


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 9

1.3.Tujuan Penelitian ... 9

1.4.Hipotesis ... 10

1.5.Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Konsep Dasar Remaja ... 11

2.2. Perilaku Seks Bebas ... 16

2.3. Paparan Media Internet ... 23

2.4. Teman Sebaya ... 32

2.5. Pengaruh Paparan Media Internet dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Bebas ... 37

2.6. Landasan Teori ... 43

2.7. Kerangka Konsep ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47

3.1. Jenis Penelitian ... 47

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.3. Populasi dan Sampel ... 48

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 49

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 51

3.6. Metode Pengukuran ... 53


(13)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 59

4.1. Analisis Univariat ... 59

4.2. Analisis Bivariat ... 66

4.3. Analisis Multivariat ... 70

4.4. Hasil Wawancara ... 73

BAB 5. PEMBAHASAN ... 86

5.1. Perilaku Seks Bebas Remaja SMA XYZ ... 86

5.2. Pengaruh Paparan Media Internet terhadap Perilaku Seks Bebas Remaja ... 94

5.3. Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Bebas Remaja ... 105

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

6.1. Kesimpulan ... 112

6.2. Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 116 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner ... 50 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 57 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Identitas di SMA XYZ Tahun

2012 ... 60 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Mengakses Internet

di SMA XYZ Tahun 2012 ... 60 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Durasi Mengakses Internet di

SMA XYZ Tahun 2012 ... 61 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Keterpaparan Menonton

Video Porno di Internet di SMA XYZ Tahun 2012 ... 61 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Keterpaparan Melihat Gambar

Porno di SMA XYZ Tahun 2012 ... 62 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keterpaparan Membaca Cerita

Porno di SMA XYZ Tahun 2012 ... 62 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Konformitas Teman Sebaya di

SMA XYZ Tahun 2012 ... 63 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Adaptasi Teman Sebaya di

SMA XYZ Tahun 2012 ... 63 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Organisme (Perhatian,

Pengertian, Penerimaan) di SMA XYZ Tahun 2012 ... 64 4.10. Distribusi Jawaban Responden tentang Perilaku Seks Bebas di SMA

XYZ Tahun 2012 ... 66 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Seks Bebas di SMA


(15)

4.12. Tabulasi Silang Pengaruh Paparan Media Internet terhadap

Perilaku Seks Bebas di SMA XYZ Tahun 2012 ... 69 4.13. Tabulasi Silang Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks

Bebas di SMA XYZ Tahun 2012 ... 71 4.14. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda ... 73 4.15. Nilai Probabilitas Remaja Melakukan Perilaku Seks Bebas ... 73


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Teori SOR ... 44 2.2. Kerangka Konsep ... 46


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian 2. Pedoman Wawancara 3. Uji Validitas Data

4. Output SPSS Uji Validitas Kuesioner 5. Reliabilitas Kuesioner

6. Master Data

7. Keluaran (Output) SPSS 8. Surat-Surat Penelitian


(18)

ABSTRAK

Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya kecenderungan meningkatnya penderita IMS, penderita HIV/AIDS, dan kasus Aborsi. Data BKKBN tahun 2010 bahwa 51% remaja di Jabodetabek, 54% di Surabaya, 47% di Bandung dan 52% di Medan telah melakukan hubungan seks pranikah. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seks bebas pada remaja dan faktor yang diduga berpengaruh yaitu paparan media internet dan teman sebaya.

Jenis penelitian ini adalah observasional dan indepth interview dengan desain potong lintang (cross sectional). Lokasi penelitian adalah SMA X, berdasarkan alasan belum pernah dilakukan penelitian tentang seks pranikah di sekolah ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 - Juli 2012. Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 2 SMA XYZ yang berjumlah 40 orang, sedangkan sampel sebanyak 37 siswa yang pernah atau sedang berpacaran. Untuk informan sebanyak 4 siswa terdiri dari 1 perempuan dan 3 orang laki-laki. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian dengan menggunakan uji regresi logistik menunjukkan bahwa perilaku seks bebas remaja dengan pacarnya sebagian besar responden sudah dalam kategori berat (56,8%). Variabel yang berpengaruh terhadap perilaku seks bebas remaja di SMA XYZ yaitu menonton video porno dengan koefisien regresi=4,029, sig.=0,005, dan nilai Exp(β)=56,189), sedangkan konformitas dengan koefisien regresi=3,242, sig.=0,014, dan nilai Exp(β)=25,590) dan nilai konstanta sebesar -4,193. Ramalan probabilitas dengan prediktor 1 (buruk), bahwa remaja yang terpapar menonton film porno, dan mendapatkan tekanan dari teman sebaya memiliki probabilitas berperilaku seks bebas sebesar 95,60%, sedangkan dengan prediktor 0 (baik) sebesar 1,49%.

Disarankan kepada guru biologi, guru olahraga dan guru agama memberikan materi pendidikan seks yang benar pada siswa. Semua guru disarankan memberikan tugas-tugas dengan mencari bahan-bahan dari sumber internet, sehingga siswa terbiasa menggunakan internet untuk kepentingan pelajaran di sekolah.


(19)

ABSTRACT

Free sex behavior phenomenon in teenagers has resulted in the tendency of people with sexual transmitted infection, people with HIV/AIDS, and abortion cases. The data issued by the National Family Planning coordinating board (BKKBN) in 2010 showed that 51% of the teenagers in Jabodetabek, 54% in Surabaya, 47% in Bandung and 52% in Medan have had premarital sex. There are many factors causing the incident of free marital sex and the factors suspected to have had influenced the incident of premarital sex are the exposure of internet media and their peers.

The purpose of this observational study with cross-sectional design conducted at SMA XYZ from February to July 2012 was to study the premarital sex practices at this high school because this kind of study has never been conducted at this high school before. The population of this study was 40 Grade II male and female students of SMA XYZ and 37 of them who have had dated or are dating were selected to be the samples for this study. The informants for this study comprised 1 (one) female and 3 (three) male students. The data for this study were obtained through in-depth interviews. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of this logistic regression test study showed that the free sex behavior practiced by most of the respondents with their boy/girlfriends has belonged to severe category (56,8%). The variables with influenced the incident of free sex behavior in the teenagers at SMA XYZ were watching porn movies with regression coefficient = 4.029; sig. = 0,005; and Exp. Value (β)= 56.189, whereas conformity with regression coefficient= 3.242; sig. = 0,014; and Exp. Value (β)= 25.590, and the constant value of -4.193. The result of probability prediction test with predictor 1 (poor) showed that the probability of the teenagers exposed to the porn media and under the pressure of their peers to have free sex behavior was 95.60%, while the result with predictor 0 (good) was 1.49%.

The teachers of biology, sport and religion are suggested to provide their students with the proper sex education materials. All teachers are suggested to ask their students to do assignments and look for materials from the internet that the students are familiar with using the internet to meet their school needs.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya kecenderungan meningkatnya pelaku seks pranikah, penderita HIV/AIDS, dan kasus Aborsi. Fenomena ini mengejutkan semua pihak termasuk orang tua. Betapa remaja yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa ada beban moral. Kesucian yang diagung-agungkan sebagai bukti keperjakaan bagi lelaki dan keperawanan bagi perempuan hanya untuk malam pengantin menjadi sebuah dongeng masa lalu.

Perilaku seks bebas terjadi akibat pergaulan remaja sekarang sangat memprihatinkan. Sikap remaja sekarang cenderung permisif (serba boleh) terhadap perilaku seks bebas. Melakukan seks tidak lagi dipandang tabu meski usia masih belasan tahun. Mereka melakukan itu demi kesenangan, meski ada pula yang sebagian melakukannya untuk beberapa lembar uang. Pada sebagian remaja yang menjadi pelacur, kecenderungan menjual diri tidak dilakukan di lokalisasi pelacuran tetapi dilakukan melalui koneksi antar teman sehingga sulit diperoleh data yang pasti tentang jumlah remaja yang menjadi pelacur. Para remaja yang menjual diri tersebut ada juga yang berstatus sebagai pelajar (Nugraha, 2003).

Sebuah survey yang dilakukan oleh Youth Risk Behavior Survei (YRBS) secara Nasional di Amerika Serikat pada tahun 2006 mendapati bahwa 47,8% pelajar


(21)

yang duduk di kelas 9-12 telah melakukan hubungan seks pranikah, 35% pelajar SMA telah aktif secara seksual (Daili, 2009).

Jones (2005), mengatakan dalam 20 tahun terakhir terdapat peningkatan jumlah remaja putri yang berhubungan seks pranikah seperti di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Sekitar 17% remaja putri berhubungan seks pranikah sebelum usia 16 tahun dan ketika usia 19 tahun, tiga perempat remaja putri satu kali melakukan seks pranikah.

Sementara untuk kasus Aborsi memperlihatkan kecenderungan yang meningkat juga. World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 20 juta kejadian aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) di dunia, 9,5% (19 dari 20 juta tindakan aborsi tidak aman) diantaranya terjadi di negara berkembang. Sekitar 13% dari total perempuan yang melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian. Resiko kematian akibat aborsi yang tidak aman di wilayah Asia diperkirakan 1 berbanding 3.700 dibanding dengan aborsi yang aman. Di wilayah Asia Tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahun, dan sekitar 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia, dimana 2.500 di antaranya berakhir dengan kematian, angka aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta pertahun. Sekitar 750.000 diantaranya dilakukan oleh remaja (Soetjiningsih, 2004).

Menurut sebuah laporan, setiap tahun telah terjadi 1,5 juta kasus aborsi di Amerika Serikat, ratusan ribu di negara-negara Eropa, dan lebih dari 2 juta di kawasan Asia. Di Jepang, sejak 1972, tercatat rata-rata 1,5 juta kasus aborsi setiap


(22)

tahun. Dengan mengacu pada angka-angka tersebut, setiap tahun sedikitnya tercatat 40 sampai 60 juta kasus aborsi di seluruh dunia (Gunawan, 2009).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2007, bahwa setiap tahun terdapat sekitar 210 juta ibu yang hamil di seluruh dunia. Dari angka tersebut, 46 juta diantaranya melakukan aborsi, dan hampir setengahnya dilakukan dengan cara yang tidak aman (sekitar 20 juta). Akibatnya, terdapat 70.000 kematian ibu melakukan aborsi tidak aman setiap tahun, sementara 4 juta lainnya mengalami kesakitan (Sinaga, 2007).

Selain aborsi, kasus HIV/AIDS beberapa tahun belakangan ini banyak terjadi pada remaja. Menurut WHO (2007) jumlah penderita HIV/AIDS di dunia ada sebanyak 33.300.000 dan di Asia ada sebanyak 4.900.000 kasus. Dari jumlah tersebut sebanyak 1,5 juta penderita tertular melalui penyalahgunaan obat (jarum suntik) dan pekerja seks komersial. Pada tahun 2008, di negara Cina diperkirakan penderita HIV/AIDS sebanyak 430.000 kasus, di Taiwan sebanyak 6.000 kasus, dan di Malaysia sebanyak 797 kasus laporan Bappennas dan UNDP, virus HIV/AIDS diperkirakan telah menginfeksi antara 172.000-219.000 orang (Purwaningsih, 2010).

Remaja Indonesia dewasa ini tampak lebih bertoleransi terhadap gaya hidup seks bebas. Hal ini ditunjukkan oleh fakta yang terjadi pada remaja Indonesia seperti yang diungkapkan dalam sebuah artikel di website BKKBN yang berjudul “Tiap Tahun 15 juta Remaja Melahirkan” bahwa pada tahun 2006, sekitar 15% dari remaja


(23)

usia 10-24 tahun di Indonesia yang jumlahnya mencapai 62 juta jiwa telah melakukan hubungan seks di luar nikah.

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 tercatat 4,2% dari remaja telah melakukan hubungan seks sebelum mereka menikah dan data menunjukkan bahwa para remaja melakukan seks untuk pertama kali dalam usia relatif muda. Sebagian besar atau 70,2% dilakukan oleh remaja berusia antara 15-19 tahun dan 24,4%, remaja usia 20-24 tahun. Meskipun demikian, 5,4% remaja yang berusia 10-14 tahun juga ada dalam kelompok dimaksud.

Menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2010), diketahui sebanyak 51% remaja di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (JABODETABEK) telah melakukan hubungan seks pranikah. Dari kota-kota lain di Indonesia juga didapatkan data remaja yang sudah melakukan seks pranikah tercatat 54% di Surabaya, 47% di Bandung dan 52% di Medan.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Asfriyati (2005), tentang masalah kehamilan pranikah pada remaja di Kota Medan ditinjau dari kesehatan reproduksi diketahui sekitar 5,5 – 11% remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun. Menurut Tukiran dkk (2010) Faktor teman menjadi salah satu indicator yang mendorong remaja melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dan mengakui mereka mempunyai teman yang sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah sebanyak 53,7%.

Parawansa (2000) dalam Qomariah (2002) menyatakan bahwa jumlah aborsi di Indonesia dilakukan oleh 2 juta orang tiap tahun, dari jumlah itu, 70.000 dilakukan


(24)

oleh remaja putri yang belum menikah. Menurut Nugraha, (2002) bahwa tiap tahun jumlah wanita yang melakukan aborsi sebanyak 2,5 juta.

Hasil penelitian yang dilakukan Utomo (2001) di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia tahun 2000, menyimpulkan bahwa di Indonesia terjadi 43 aborsi per 1000 kelahiran hidup. Ia juga menyampaikan bahwa sebagian besar aborsi adalah aborsi yang disengaja, ada 78% wanita di perkotaan dan 40% di pedesaan yang melakukan aborsi dengan sengaja.

Valentino (2005) menyatakan bahwa tingkat aborsi (pengguguran kandungan) di kalangan remaja di tanah air tidak berbeda dengan angka-angka yang disebutkan di atas, dimana diperkirakan dari hasil survey dan penelitian pada tahun 2005 masih cukup tinggi hingga mencapai 30%. Atau mencapai dua juta orang/tahun, dan 30% diantaranya atau 600 ribu orang dari kalangan remaja. Tingginya tingkat aborsi yang dilakukan kalangan remaja terjadi akibat perilaku hubungan seksual sebelum menikah, bahkan banyak juga remaja yang terjangkit berbagai jenis penyakit menular seksual (PMS).

Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2002 penderita HIV/AIDS ada sebanyak 110.000 dan pada 2006 naik menjadi 193.000 dan pada tahun 2007-2008 jumlah kasus ini ditaksir menjadi 270.000 orang. Salah satu penyebab peningkatan ini adalah perilaku seks bebas yang didominasi oleh kelompok usia remaja (Depkes RI, 2008). Disamping itu, moral anak-anak dalam hubungan seksual telah memasuki tahap yang mengkhawatirkan. Lebih dari 60% remaja SMP dan SMA Indonesia, sudah tidak perawan lagi (Depkes 2008).


(25)

Berdasarkan hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada tahun 2007 diperoleh pengakuan remaja bahwa : Sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks, 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan, 21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi. Dari 2 juta wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja perempuan, 97% pelajar SMP dan SMA mengaku suka menonton film porno.

Hal demikian juga berlaku di Indonesia, di mana media elektronik telah merambah kehidupan sehingga seorang anak Sekolah Dasar (SD) sudah memiliki Handphone (HP) atau Blackberry (BB) bahkan ada yang memiliki Jaringan sosial Facebook walaupun dengan memalsukan identitas umur. Kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh teknologi komunikasi dalam akses internet, memungkinkan seseorang tidak perlu ke warnet untuk mengakses internet, cukup dari sebuah HP, ataupun BB maka situs porno di internet dapat diakses. Di samping itu juga, pesatnya pertumbuhan warung internet (warnet) yang buka 24 jam perhari memberikan ruang dan tempat bagi remaja untuk mengekspresikan diri melalui media internet. Hurlock (2003) menyebutkan bahwa remaja lebih tertarik kepada materi seks yang berbau porno dibandingkan dengan materi seks yang dikemas dalam bentuk pendidikan.

Berdasarkan hasil penelitian Qomariyah (2002) penggunaan internet pada kalangan remaja dapat disimpulkan. Pertama, usia responden saat pertama kali mengenal dan menggunakan internet ialah 12 tahun. Rata-rata saat itu mereka telah memasuki kelas VII SMP, dimana tugas-tugas sekolah yang diberikan mulai


(26)

mengharuskan mereka mencari sumber atau bahan-bahannya di internet sehingga mereka dituntut harus bisa menggunakan internet. Berdasarkan aspek intensitas penggunaan internet, sebagian besar remaja lebih sering mengakses internet di warnet meskipun di sekolah mereka terdapat fasilitas internet yang dapat dimanfaatkan secara free (baik di laboratorium komputer atau perpustakaan sekolah). Dari jumlah waktu penggunaan internet per bulan menunjukkan bahwa pada umumnya kalangan remaja di perkotaan yang sering mengakses internet di rumah termasuk dalam kategori heavy users (pengguna internet yang menghabiskan waktu lebih dari 40 jam per bulan). Sedangkan remaja yang sering mengakses internet di warnet dan memanfaatkan wifi area publik sebagai tempat akses internet mereka dikategorikan sebagai medium users (pengguna internet yang menghabiskan waktu antara 10 sampai 40 jam per bulan).

Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, informasi dari media massa yang paling cepat adalah internet. Banyak hal yang dapat diketahui dari internet, tidak hanya hal yang positif tetapi juga hal negatif. Ribuan situs yang dibuat orang setiap hari, tidak hanya situs-situs yang menampilkan informasi penting tentang keadaan dunia saat ini tetapi juga situs-situs yang berkaitan dengan nafsu syahwat yaitu situs porno yang mudah diakses siapa saja. Walaupun Departemen Komunikasi dan Informasi mengambil kebijakan dengan memblokir situs-situs porno tersebut, tetapi karena jumlahnya yang jutaan tetap saja situs-situs porno tersebut tetap dapat diakses oleh pengguna internet termasuk para remaja yang akan


(27)

berdampak terhadap terjadinya kasus-kasus seksual yang tidak bertanggung jawab seperti pemerkosaan dan lain-lain (Gultom, 2011).

Banyaknya kasus-kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh remaja akibat rangsangan dari media massa seperti internet, televisi, film, majalah, dan lain-lain, sehingga perilaku seks pranikah semakin meningkat, angka kejadian aborsi tinggi, dan penularan HIV/AIDS juga meningkat. Maka sangat penting untuk mengetahui seberapa besar pengaruh internet terhadap seks bebas. Selain internet ditemukan juga bahwa pengaruh teman sebaya sangat penting di dalam mempengaruhi remaja dalam melakukan seks bebas.

Penelitian Kardawati dkk. (2008) tentang sikap remaja terhadap perilaku seks bebas; dipengaruhi oleh orang tua atau teman sebaya? Hasilnya menunjukkan persepsi komunikasi orang tua-anak tidak mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seks bebas (p<0.05), sedangkan interaksi teman sebaya mempengaruhi dengan sangat signifikan (p < 0.01). Artinya dalam hal ini teman sebaya sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja.

Menurut Papalia (2009) setidaknya ada 2 (dua) aspek dalam interaksi teman sebaya, adapun aspek-aspek interaksi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Tuntutan Konformitas, Penyesuaian diri terhadap teman (adaptasi).

Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 2003).


(28)

Studi pendahuluan yang penulis lakukan di SMA XYZ khususnya pada kelas 2 bahwa beberapa siswa sering cabut (bolos) dari sekolah dan berada di warnet pada jam sekolah hingga sore bahkan malam hari. Kecenderungan remaja di warnet yaitu lebih banyak waktunya untuk bermain game online dan membuka situs porno dibandingkan mencari informasi yang bermanfaat atau berguna sesuai dengan materi pelajaran di sekolah. Beberapa siswa melakukan aktivitas tersebut (berinternet) secara individu, tetapi beberapa siswa yang lain melakukan secara berkelompok (teman sebaya). Hasil wawancara dengan 2 orang siswa yang ikut berkelompok tersebut mengapa melihat situs porno bersama dengan teman, mereka mengatakan kalau dia mengikuti teman lainnya yang sudah terbiasa membuka situs-situs khusus untuk orang dewasa tersebut.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Paparan Media Internet dan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seks Bebas Pada Remaja Kelas 2 SMA XYZ Tahun 2012”.

1.2. Permasalahan

Bagaimana pengaruh paparan media internet dan teman sebaya terhadap perilaku seks bebas pada Kelas 2 SMA XYZ Tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh paparan media internet dan teman sebaya terhadap perilaku seks bebas pada remaja kelas 2 SMA XYZ tahun 2012.


(29)

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh paparan media internet dan teman sebaya terhadap perilaku seks bebas pada remaja kelas 2 SMA XYZ tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi khususnya perilaku seksual remaja dan meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian.

b. Bagi Yayasan Pendidikan SMA XYZ, hasil penelitian ini sebagai masukan dalam upaya meningkatkan pendidikan bagi remaja sebagai generasi muda dalam memanfaatkan internet dan televisi sebagai sumber informasi kesehatan yang benar termasuk memberikan pendidikan tentang pertemanan sebaya yang benar dan sehat.

c. Bagi Pemerintah dalam mengambil kebijakan mengingat ke depan Medan mengarah ke era globalisasi sehingga perlu adanya suatu usaha untuk mengantisipasi terhadap muatan seksual dari media massa dan pengaruh teman sebaya.

d. Bagi pihak lain sebagai studi perbandingan untuk dijadikan pengkajian yang lebih mendalam terhadap pengaruh paparan media internet dan teman sebaya terhadap perilaku seks bebas.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Remaja 2.1.1.

Masa remaja adalah masa peralihan dimana terjadi perubahan secara fisik dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003). Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik (Sarwono, 2006). Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa

Pengertian Remaja

perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Muangman (1980) dalam Sarwono (2006) mendefinisikan remaja berdasarkan definisi konseptual World Health Organization

1.

(WHO) yang mendefinisikan remaja berdasarkan 3 (tiga) kriteria, yaitu : biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

2.

Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual

3.

Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa

Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.


(31)

2.1.2 Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2003), antara lain

1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.

2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.

4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.

5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.

6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kaca mata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan


(32)

orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.

7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan di dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.

2.1.3 Tahap Perkembangan Masa Remaja

Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12–21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah masa remaja akhir (Monks, et al. 2006).

Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap perkembangan yaitu :

1. Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: a. Lebih dekat dengan teman sebaya


(33)

b. Ingin bebas

c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak 2. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain

a. Mencari identitas diri

b. Timbulnya keinginan untuk kencan c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam

d. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak e. Berkhayal tentang aktifitas seks

3. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain a. Pengungkapan identitas diri

b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya c. Mempunyai citra jasmani dirinya

d. Dapat mewujudkan rasa cinta e. Mampu berpikir abstrak 2.1.4 Perkembangan fisik

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut


(34)

Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2002) disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah :

1) Remaja laki-laki Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia antara 10-15 tahun.

2) Remaja perempuan

Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.

b. Ciri-ciri seks sekunder

Menurut Sarwono (2011), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut :

1) Remaja laki-laki

a) Bahu melebar, pinggul menyempit

b) Pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan kaki c) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal

d) Produksi keringat menjadi lebih banyak 2) Remaja perempuan

a) Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.


(35)

b) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif lagi.

c) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.

d) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

2.2 Perilaku Seks Bebas 2.2.1 Pengertian Perilaku

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua:

a. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.


(36)

b. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Skinner dalam Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon, respon dibedakan menjadi dua respon :

1) Respondent response atau reflexive response, ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relatif tetap. Responden respon (Respondent behaviour) mencakup juga emosi respon dan emotional behaviour.

2) Operant response atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforsing stimuly atau reinforcer. Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu. Aspek-aspek dalam diri individu yang sangat berperan/ berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono, 2006).


(37)

2.2.2 Perilaku Seks Bebas pada Remaja

Menurut Sarwono (2006), perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Stuart dan Sundeen (1999), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan di tempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing (Mu’tadin, 2002).

Menurut Irawati (2002) remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse). Perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri.

2.2.3 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja

Perkembangan fisik termasuk organ seksual yaitu terjadinya kematangan serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada laki-laki maupun pada perempuan yang akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan. Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya


(38)

peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh factor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2003).

Remaja perempuan lebih memperlihatkan bentuk tubuh yang menarik bagi remaja laki-laki, demikian pula remaja pria tubuhnya menjadi lebih kekar yang menarik bagi remaja perempuan (Rumini dan Sundari, 2004). Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka timbul pula dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2004).

Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada remaja laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual dari pada remaja perempuan. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan adanya perbedaan sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-laki. Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap ”benar” apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai ataupun saling terikat. Mereka sering merasionalisasikan tingkah laku seksual mereka dengan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan bahwa remaja perempuan,


(39)

lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa alasan utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta (Santrock, 2003).

2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Bebas

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro (2006) tentang faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah, (1) faktor-faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), (2) faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu).

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 450 sampel tentang perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun mengungkapkan 64% remaja mengakui secara sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai dan moral agama. Sedangkan 31% menyatakan bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah biasa atau sudah wajar dilakukan tidak melanggar nilai dan moral agama. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman agama berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah remaja (Media Indonesia, 27 Januari 2005).

Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Syafrudin, 2008). Beberapa kajian


(40)

menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Saifuddin dan Hidayana, 1999).

Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan “melarikan diri“ dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak (Rohmahwati, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja paling tinggi hubungan antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi (Soetjiningsih, 2006). Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa, tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan (Sarwono, 2006).


(41)

2.2.5 Dampak Perilaku Seks Bebas Remaja

Perilaku seks bebas dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut :

a. Dampak psikologis

Dampak psikologis dari perilaku seks bebas pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

b. Dampak Fisiologis

Dampak fisiologis dari perilaku seks bebas tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

c. Dampak sosial

Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seks bebas yang dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2011).

d. Dampak fisik

Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2011) adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.


(42)

2.3.1. Pengertian Media

Pengertian media sangatlah luas, demikian juga fungsi dan penerapannya. Jika dikaitkan dan diterpakan dengan pendidikan yang batasannya telah disebutkan di atas, maka media dapat diartikan sebagai berikut. Gagne (1970) menyebutkan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Contohnya, buku, film, kaset, dan film bingkai (Notoatmodjo, 2007).

Dengan memperhatikan pendapat Gagne dan Briggs tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa media merupakan alat dan bahan fisik yang terdapat di lingkungan siswa untuk menyajikan pesan kegiatan pembelajaran (proses kegiatan belajar-mengajar) sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar. Akan tetapi, dalam peristilahan dan lingkungan istilah “media” terdapat beberapa istilah lain yang mengiringinya atau berhubungan yang dapat disimpulkan sebagai unsur-unsur dari media. Seperti yang dijelaskan oleh Notoatmodjo (2007) unsur-unsur media adalah sebagai berikut:

Orang (man) : Istilah yang telah diketahui semua orang. Dalam pendidikan, mencakup guru, orangtua, tenaga ahli, dan sebagainya. Bahan (materials) : Istilah ini biasa disebut dengan istilah perangkat lunak

atau software yang terkandung pesan-pesan yang perlu disajikan baik dengan alat penyaji atau pun tidak. Seperti buku, modul, film bingkai, audio, dan sebagainya.


(43)

Alat (device) : Istilah ini biasa disebut dengan perangkat keras atau hardware yang digunakan untuk menyajikan pesan. Contohnya, proyektor film, film bingkai, video tape, pesawat radio, TV, dan sejenisnya.

Teknik (technique) : Istilah ini ditunjukkan pada prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan alat, bahan, orang, dan lingkungan dalam rangka menyajikan pesan tersebut. Contohnya, teknik demonstrasi, kuliah, ceramah, tanya-jawab, dan sejenisnya.

Lingkungan (setting) : Istilah ini menunjukkan pada tempat yang memungkinkan terjadinya proses belajar-mengajar antara siswa dan guru. Contohnya, gedung sekolah, kelas, perpustakaan, laboratorium, dan sejenisnya .

Jadi, dapat dikatakan bahwa unsur-unsur media pendidikan meliputi orang (unsur orang) yang menggunakan dan menggerakkan media dari suatu sumber (unsur bahan) yang akan disampaikan kepada penerima dengan menggunakan sebuah alat perantara (unsur alat) yang akan menyampaikan pesan tersebut disertai suatu teknik atau strategi-strategi tertentu (unsur strategi) di suatu tempat tertentu yang selanjutnya disebut dengan unsur lingkungan. Oleh karena, seperti yang disebutkan sebelumnya, media merupakan sarana interaksi antara seorang pendidik dengan peserta didik, maka seorang guru atau pendidik hendaknya mengetahui seluk- beluk dan manfaat


(44)

media agar dapat berlangsungnya komunikasi dan interaksi dalam proses kegiatan pembelajaran dengan efektif dan efisien.

Menurut Hamalik (2011) bahwa guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang media yang meliputi :

1. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.

2. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan 3. Seluk-beluk proses belajar

4. Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan 5. Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran 6. Pemilihan dan penggunaan media pendidikan

7. Beberapa jenis alat dan teknik media pendidikan 8. Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran

9. Usaha inovasi dalam media pendidikan wawasan pengetahuan dan konsep-konsep pembelajaran dalam segala macam hal dapat kita peroleh dari media massa. Seiring dengan banyaknya media yang bermunculan mulai dari radio, majalah, televisi, tabloid, televisi kabel, buku, spanduk, billboard, poster dan lain-lain. Semuanya memberikan sebuah masukkan pengetahuan baru baik itu negatif maupun positif. Namun tujuannya tetap sama yaitu sebagai media pembelajaran dan pendidikan yang cukup mudah untuk diakses.

Fungsi berbagai media di luar sekolah bagi para pelajar tentunya sebagai bahan tambahan pengetahuan yang tidak mereka dapat di sekolah. Oleh sebab itu


(45)

guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai media yang cukup, meliputi hal-hal di bawah ini:

1. Media merupakan alat komunikasi untuk mendapatkan proses belajar yang lebih efektif

2. Fungsi media untuk lebih mencapai tujuan dengan tepat 3. Seluk beluk proses pendidikan

4. Hubungan antara metode pembelajaran dan pendidikan 5. Nilai dan manfaat yang didapat dari pengajaran

6. Pemilihan dan penggunaan media yang sesuai

7. Inovasi dalam media pendidikan yang harus dilakukan agar media bisa bekerja sesuai dengan fungsinya dan mengarah pada tujuan tepat yang telah ditetapkan, yaitu :

a. Proses pemilihan dan penyaringan media yang baik bagi para siswa sekolah. Jangan sampai mereka menyerap semua pesan dari media yang ada karena tidak semua pesan itu positif bagi mereka

b. Proses pendekatan dan konsultasi agar siswa mau bertanya dan tidak malu untuk meminta penjelasan pada gurunya

c. Kerjasama yang baik antara siswa dan guru untuk melakukan seleksi media terpercaya

d. Pembahasan yang tepat terhadap isi pesan dalam media tertentu supaya semua siswa tidak salah mengerti apa sebenarnya inti dan makna di baliknya


(46)

e. Hubungkan komputer-komputer yang dimana menggunakan suatu TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol). Menurut Turban (2009), internet adalah sebuah interkoneksi jaringan yang besar dari jaringan-jaringan komputer dan komputer-komputer tersebut.

f. Pengarahan pada orangtua di rumah mengenai pesan yang tertera di media supaya anak yang membacanya akan mengerti bahwa pesan itu sesuai untuknya atau tidak.

2.3.2 Pengertian Internet

Menurut Moore et al. (1991) dalam Herring, Susan C. (1996) internet mengacu pada suatu sistem internasional yang menghubungkan komputer di seluruh penjuru dunia, lewat saluran telepon, satelit, dan sistem komunikasi lainnya guna melakukan pertukaran informasi. Internet singkatan dari Interconnection Networking. Jaringan dari kumpulan jaringan. Diartikan sebagai sebuah jaringan komputer dalam skala global/mendunia. Jaringan komputer ini berskala internasional yang dapat membuat masing-masing komputer saling berkomunikasi. Network ini membentuk jaringan inter-koneksi (Inter-connected network) yang terhubung melalui protokol TCP/IP. Internet dikembangkan dan diuji coba pertama kali pada tahun 1969 oleh US Department of Defense dalam proyek ARPAnet.

Quarterman dan Mitchell (dalam Herring, Susan C. 1996) membagi manfaat internet dalam empat kategori, yaitu:


(47)

1. Internet sebagai media komunikasi, merupakan manfaat internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia.

2. Media pertukaran data, dengan menggunakan email, newsgroup, FTP dan WWW (World Wide Web-jaringan situs-situs web) para pengguna internet di seluruh dunia dapat salingbertukar informasi dengan cepat dan murah.

3. Media untuk mencari informasi atau data, perkembangan internet yang pesat, menjadikan WWW sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat. 4. Manfaat komunitas, internet membentuk masyarakat baru yang beranggotakan

para pengguna internet dari seluruh dunia. Dalam komunitas ini pengguna internet dapat berkomunikasi, mencari informasi, berbelanja, melakukan transaksi bisnis, dan sebagainya. Karena sifat internet yang mirip dengan dunia kita sehari-hari, maka internet sering disebut sebagai cyberspace atau virtual world (dunia maya). 2.6.3. Intensitas Penggunaan Internet

Menurut Horrigan dalam Qomariah (2002), terdapat dua hal mendasar yang harus diamati untuk mengetahui intensitas penggunaan internet seseorang, yakni frekuensi internet yang sering digunakan dan lama menggunakan tiap kali mengakses internet yang dilakukan oleh pengguna internet. The Graphic, Visualization & Usability Center, the Georgia Institute of Technology (dalam Surya: 2002) menggolongkan pengguna internet menjadi tiga kategori dengan berdasarkan intensitas internet yang digunakan:


(48)

1) Heavy users (lebih dari 40 jam per bulan).

2) Medium users (antara 10 sampai 40 jam per bulan) 3) Light users (kurang dari 10 jam per bulan)

2.3.4. Kepentingan Penggunaan Internet

Horrigan dalam Qomariah (2002) menggolongkan aktivitas-aktivitas internet yang dilakukan para pengguna internet menjadi empat kelompok kepentingan penggunaan internet, yaitu:

1. Email(electronic mail)

2. Aktivitas kesenangan (Fun activities) yaitu aktivitas yang sifatnya untuk kesenangan atau hiburan, seperti: online untuk bersenang-senang, klip video/ audio, pesan singkat, mendengarkan atau download musik, bermain game, atau chatting.

3. Kepentingan informasi (Information utility) yaitu aktivitas internet untuk mencari informasi, seperti: informasi produk, informasi travel, cuaca, informasi tentang film, musik, buku, berita, informasi sekolah, informasi kesehatan, pemerintah, informasi keuangan, informasi pekerjaan, atau informasi tentang politik.

4. Transaksi (Transaction), yaitu aktivitas transaksi (jual beli) melalui internet, seperti: membeli sesuatu, memesan tiket perjalanan, atau online banking.

Tidak berbeda jauh dengan yang dikemukakan Horrigan di atas, Wayne Buente dan Alice Robbin (2000) dalam Qomariah (2002) lebih lanjut juga melakukan studi atau investigasi tentang trend aktivitas-aktivitas informasi internet warga Amerika antara Maret 2000 hingga Nopember 2004 dan telah berhasil


(49)

mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas internet menjadi empat dimensi kepentingan penggunaan internet. Dimensi-dimensi ini adalah informasi (information utility), kesenangan (leisure/fun activities), komunikasi (communication), dan transaksi (transaction).

2.3.5. Situs Porno

Situs (homepage) merupakan sebuah menu yang disajikan dalam sebuah program internet yang merupakan halaman depan dari sebuah alamat informasi. Sedangkan porno diartikan sebagai segala sesuatu baik gambar maupun tulisan yang isinya tidak senonoh atau cabul. Jadi, situs porno adalah salah satu menu yang disajikan pada program internet berupa film (gambar bergerak dan bersuara), gambar dan tulisan yang isinya tidak senonoh atau cabul merangsang gairah seks yang mengaksesnya (Muslim, 2007).

Adapun efek yang ditimbulkan dari situs porno, yaitu: (Fadhila, 2008).

1. Dalam kegiatan belajar di sekolah, situs porno membuat turunnya konsentrasi belajar siswa, karena setelah melihat situs porno remaja jadi lebih suka berkhayal. 2. Dari segi finansial, remaja akan menghabiskan banyak waktu untuk mengakses

situs porno tersebut yang secara otomatis akan meningkatkan biaya akses internet. 3. Pornografi merusak perkembangan kepribadian remaja. Jika stimulus (pendorong) awal adalah foto, remaja akan terkondisikan untuk terangsang dengan foto-foto. Jika ini terjadi beberapa kali, besar kemungkinan akan menjadi permanen. Akibatnya, remaja tersebut akan tumbuh menjadi orang yang susah membangun


(50)

hubungan yang normal dengan lawan jenis yang normal, tanpa pengaruh foto-foto porno.

4. Situs porno mendorong terjadinya perilaku seksual menyimpang pada remaja. 5. Pornografi di internet dapat menyebabkan tindakan kriminal

2.3.6. Paparan Media Internet pada Remaja

Salah satu wujud perkembangan teknologi komunikasi yang paling canggih adalah internet. Internet merupakan hubungan antar berbagai jenis komputer dan jaringan di dunia yang berbeda sistem operasi maupun aplikasinya dimana hubungan tersebut memanfaatkan kemajuan media komunikasi yaitu TCP (Transmission Control Protocol) dan IP (Internet Protocol) sehingga dapat menjangkau jutaan orang di seluruh dunia. Internet memiliki beberapa paparan jenis layanan antara lain: E-Mail, Internet Relay Chat, Usenet, News Group, File Transfer Data Protocol, Telnet, Bulletin Board Service, World Wide Web (WWW), Internet Telephone, Internet Fax dan yang baru-baru ini muncul Game Online dan sebagainya (Sidarta, 2006).

Meskipun paparan tersebut masih merupakan hal yang relatif baru tidak diragukan lagi bahwa kehadiran dan pertumbuhan teknologi internet menjadi salah satu fenomena sosial yang paling menarik perhatian saat ini di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Kini semakin banyak orang yang memanfaatkan internet untuk bermacam kebutuhan, selain telah secara revolusioner mengubah metode komunikasi massa dan penyebaran data atau informasi. Internet telah membuktikan dirinya sebagai medium berjangkauan massal yang fleksibel yang dengan mudah bisa mengintegrasikan seluruh media massa konvensional seperti media cetak dan


(51)

audio visual bahkan tradisi lisan sekalipun. Sejalan dengan perkembangan di Indonesia sejak tahun 1995, penyedia layanan internetpun berkembang pesat sehingga makin mempopulerkan pengguna internet baik di kalangan peneliti, pengajar, pelajar maupun mahasiswa yang umumnya memanfaatkan untuk menelusuri literatur berkomunikasi dengan rekan sejawat juga mungkin untuk mencari hiburan.

2.4. Teman Sebaya 2.4.1. Definisi

Teman sebaya adalah anak- anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2003). Salah satu fungsi teman sebaya adalah untuk memberikan berbagai informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.

Dalam perbincangan sehari-hari, topik seksualitas bukanlah topik yang umum dibicarakan, tidak terkecuali dalam perbincangan antara orang tua dan anak. Padahal menurut Sarwono (2006), komunikasi orang tua dan anak dapat menentukan seberapa besar kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan seksual, semakin rendah komunikasi tersebut, maka akan semakin besar anak tersebut melakukan tindakan seksual. Rice (1999) dalam Sarwono (2011), menjelaskan bahwa pada usia remaja, kebutuhan emosional individu beralih dari orang tua kepada teman sebaya. Pada masa ini, teman sebaya juga merupakan sumber informasi. Tidak terkecuali dalam perilaku seksual, sayangnya informasi yang diberikan oleh teman sebaya cenderung salah.


(52)

Teman sebaya memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja, tidak terkecuali dalam hal seksualitas. Newcomb, Huba, and Hubler (1986) dalam Hurlock (2003), mengatakan bahwa perilaku seksual juga dipengaruhi secara positif orang teman sebaya yang juga aktif secara seksual. Jika seorang remaja memiliki teman yang aktif secara seksual maka akan semakin besar pula kemungkinan remaja tersebut untuk juga aktif secara seksual mengingat bahwa pada usia tersebut remaja ingin diterima oleh lingkungannya.

Teman sebaya mendukung sebagai agen sosialisasi melalui reinforcement (penguatan), modelling, tekanan langsung terhadap perilaku sosial anak untuk memenuhi tuntutan konformitas. Konformitas teman sebaya lebih erat pada awal masa remaja. Tapi bagaimanapun juga, teman sebaya jarang menuntut konformitas total, dan tekanan teman sebaya kebanyakan terfokus pada waktu yang singkat dan masalah harian seperti pakaian serta selera musik. Mereka tidak memiliki konflik yang menggunakan nilai orang dewasa. Dibandingkan teman sebaya, orangtua memiliki pengaruh yang lebih pada hal-hal yang mendasar seperti penanaman nilai dan rencana pendidikan

Remaja berusaha menemukan konsep dirinya di dalam kelompok sebaya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak berbahayanya bagi


(53)

perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak dapat terlepas dari kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya hidup kelompoknya.

Remaja teman sebaya dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikaitkan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, et al. 2006). Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock, 2003).

2.4.2 Karakteristik Teman Sebaya

Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek :

1. Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi ukuran tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya ciri-ciri sekunder.


(54)

2. Psikomotor, gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan serta aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.

3. Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik, dan estetik.

4. Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.

5. Perilaku kognitif

a. Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas.

b. Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat. c. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menunjukkan

kecenderungan-kecenderungan yang lebih jelas. 6. Moralitas

a. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.

b. Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.


(55)

c. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.

7. Perilaku keagamaan

a. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis.

b. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.

c. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.

8. Kognitif, emosi, afektif, dan kepribadian

a. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi diri) menunjukkan arah kecenderungannya.

b. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti.

c. Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.

d. Kecenderungan ke arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religious), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.


(56)

2.5. Pengaruh Paparan Media Internet dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Bebas

2.5.1 Pengaruh Paparan Media Internet terhadap Perilaku Sex Bebas 2.5.1.1. Frekuensi

Berdasarkan teori User and Gratification yang menyatakan bahwa secara aktif mencari media tertentu, menggunakan internet untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu dan muatan (isi) tertentu untuk menghasilkan kepuasan (atau hasil) dalam jangka waktu tertentu adalah kebutuhan yang dihubungkan dengan memperoleh informasi atau pengetahuan, kesenangan, status, memperkuat hubungan dan pelarian (West and Turner, 2008 dalam Kusumaardhiati, 2011).

a. Intensitas penggunaan yakni terdapat dua hal mendasar yang harus diamati untuk mengetahui intensitas penggunaan internet seseorang, yakni keaktifan berdasarkan frekuensi internet yang sering digunakan dan lama menggunakan setiap kali mengakses internet.

b. Motif kesenangan yaitu aktifitas internet yang bersifat hiburan dan lebih banyak berorientasi pada kegiatan yang menyenangkan, menghabiskan waktu, pelarian dan mendatangkan kenikmatan serta relaksasi.

Salah satu variabel yang mempengaruhi akses internet adalah frekuensi (Stylianou & Jackson, 2007). Frekuensi mengacu pada pengertian seberapa sering atau berapa kali seseorang menggunakan internet. Frekuensi terkait dengan penggunaan internet dalam suatu periode tertentu. Tidak begitu berbeda dengan durasi, frekuensi pun juga diduga dipengaruhi oleh motif menggunakan internet,


(57)

jaringan hubungan internet dan biaya penggunaan internet. Seperti halnya durasi, frekuensi juga merupakan experiential elements dalam penggunaan internet. Jika frekuensi mengakses internet dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap pengguna maka semakin sering pengguna mengakses situs tertentu maka akan mempengaruhi perilakunya (Kusumaardhiati, 2011).

2.5.1.2. Durasi

Miyazaki and Fernandez (2001) menggunakan salah satu experiential elements ini untuk mengevaluasi perilaku berbelanja online pada penelitiannya di Amerika Serikat. Durasi penggunaan interent mengacu pada lamanya seseorang menggunakan internet. Durasi diduga juga dipengaruhi oleh motif seseorang dalam menggunakan internet, jaringan hubungan internet (internet network), dan biaya penggunaan internet. Motif mengacu pada tujuan mengakses internet. Apabila motif terpenuhi, maka durasi penggunaan internet pun akan lebih lama. Jaringan internet mengacu pada lamanya proses pada internet untuk mengakses informasi yang diinginkan atau dibutuhkan pengguna. Dalam hal biaya, penggunaan internet di rumah atau di warung internet (warnet) memerlukan biaya yang tidak sedikit. Semakin besar durasi penggunaan, maka semakin besar pula biaya penggunaan internet. Tetapi jika durasi dikaitkan dengan apa yang diakses di internet semakin lama seorang pengguna mengakses internet maka akan mempengaruhi pola perilakunya (Kusumaardhiati, 2011).


(58)

2.5.1.3. Menonton Video Porno

Paparan media internet dalam penelitian ini diartikan sebagai kegiatan menerima (menonton, melihat, membaca) pesan media secara pasif maupun aktif yang terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media, media yang dikonsumsi atau media secara keseluruhan.

Masa remaja sebagai masa storm and stress dapat menimbulkan kesulitan dan frustrasi dalam periode kehidupan remaja dengan banyaknya tekanan yang dialami mulai dari lingkungan keluarga, sekolah maupun dari teman. Semua hal yang dapat menyebabkan frustasi tersebut – terutama frustasi agresi dan hormon seksual yang sedang meningkat - dapat dilepaskan di dunia internet dengan mengakses situs dan film-film (video) porno untuk memuaskan kebutuhan berekspresi, eksplorasi dan eksperimen. Dengan mengakses video porno, akan mempengaruhi perilaku seksual remaja yaitu dengan berupaya meniru adegan-adegan yang ditontonnya dalam video tersebut (Paat, 2006).

Hasil Penelitian Muslim (2005) terhadap kebiasaan 87 pengunjung Warnet Triple G-II Medan terhadap materi film (video) porno yaitu menyatakan sering sebanyak 41 orang (47,13%), menyatakan kadang-kadang sebanyak 32 orang (36,78%), menyatakan tidak pernah sebanyak 11 orang (12,64%), dan menyatakan sangat sering 3 orang (3,45%).

2.5.1.4. Melihat Gambar Porno

Tersedianya materi-materi porno di dunia maya dengan segala kemudahan mengaksesnya, dapat menjadi tempat pelarian remaja dari ketegangan mental dan


(59)

dapat memperkuat pola perilaku yang mengarah pada kecanduan. Hal ini disebabkan karena gambar-gambar erotis atau porno dapat meningkatkan neurotransmitter ketika terjadi rangsangan seksual yang menghasilkan efek menyenangkan sehingga menimbulkan kecenderungan untuk diulang kembali yang secara psikologis dapat menimbulkan adiksi atau kecanduan (Paat, 2006).

Penelitian Muslim (2005) terhadap kebiasaan 87 pengunjung Warnet Triple G-II Medan terhadap materi gambar porno yaitu menyatakan sering sebanyak 47 orang (54,02%), menyatakan sangat sering sebanyak 20 orang (22,99%), menyatakan kadang-kadang sebanyak 19 orang (21,84%), dan menyatakan tidak pernah yaitu 1 orang (1,15%).

2.5.1.5. Membaca Cerita Porno

Cerita porno atau cerita seks yaitu karya pencabulan yang mengangkat cerita dari berbagai versi hubungan seksual yang disajikan dalam bentuk narasi ataupun pengalaman pribadi secara detail dan vulgar, sehingga si pembaca merasa ia menyaksikan sendiri, mengalami atau melakukan sendiri peristiwa hubungan-hubungan seks tersebut. Pornografi yang mempertontonkan gambar telanjang dan cerita-cerita tentang hubungan seksual dengan tujuan tidak untuk menjelaskan secara benar fungsi alat kelamin, melainkan lebih untuk membuat pembaca khususnya remaja berkhayal melakukan adegan seperti yang diceritakan dalam cerita tersebut (Bungin, 2003).

Penelitian Muslim (2005) terhadap kebiasaan 87 pengunjung Warnet Triple G-II Medan terhadap materi cerita porno yaitu menyatakan sangat sering sebanyak 39


(60)

orang (44,83%), menyatakan sering sebanyak 23 orang (26,44%), menyatakan kadang-kadang sebanyak 15 orang (17,24%), dan menyatakan tidak pernah yaitu 10 orang (11,49%).

2.5.2 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Bebas

Faktor yang juga diasumsikan sangat mendukung remaja untuk melakukan hubungan seks bebas (free sex) adalah konformitas remaja pada kelompoknya di mana konformitas tersebut memaksa seorang remaja harus melakukan hubungan seks. Santrock (2003) mengatakan, bahwa konformitas kelompok bisa berarti kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh kelompoknya tersebut. Sarwono (2011) menjelaskan karena kuatnya ikatan emosi dan konformitas kelompok pada remaja, maka biasanya hal ini sering dianggap juga sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja yang buruk. Apabila lingkungan peer remaja tersebut mendukung untuk dilakukan seks bebas, serta konformitas remaja yang juga tinggi pada peer-nya, maka remaja tersebut sangat berpeluang untuk melakukan seks bebas (Cynthia, 2007).

2.5.2.1. Konformitas

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Condry, Simon, & Bronffenbrenner, 1968 (Santrock, 2003) menyatakan bahwa bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Selama satu minggu, remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan teman sebayanya daripada waktu dengan orang tuanya.


(61)

2.5.2.2. Adaptasi

Teman sebaya dapat memberi pengaruh positif atau negatif pada remaja. Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan resiko remaja menjadi nakal pula (Santrock 2003). Remaja menjadi nakal karena mereka tersosialisasi dan beradaptasi ke dalam kenakalan, terutama oleh kelompok pertemanan (Rice dan Dolgin, 2008). Sebaliknya secara positif, menurut Vembriarto dalam Bantarti (2000) kelompok teman sebaya adalah tempat terjadinya proses belajar sosial atau adaptasi, yakni suatu proses dimana individu mengadopsi dan beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan, sikap, gagasan, keyakinan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat, dan mengembangkannya menjadi suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya

Pada masa remaja, individu mulai merasakan identitas dirinya (ego), di mana dirinya adalah manusia unik yang sudah siap masuk ke dalam peran tertentu di tengah masyarakat. Pada masa inilah individu mulai menyadari sifat-sifat yang melekat dalam dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan yang dikejar di masa depan, kekuatan dan keinginan mengontrol nasibnya sendiri. Inilah masa atau tahap Identitas versus Kekacauan Identitas, seperti dikemukakan Erikson (1983), pada tahap ini ego memiliki kapasitas untuk memilih dan mengintegrasikan bakat, kemampuan, dan ketrampilan-ketrampilan dalam melakukan identifikasi dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial, serta menjaga pertahanan dirinya terhadap berbagai ancaman dan kecemasan. Melalui proses tersebut remaja akhirnya mampu memutuskan impuls-impuls, kebutuhan-kebutuhan, dan peranan-peranan manakah yang paling cocok dan efektif bagi diri mereka. Semua ciri tersebut dipilih dan dihimpun pada


(62)

masa remaja, untuk kemudian nantinya diintegrasikan dalam rangka membentuk identitas psikososial sebagai orang dewasa (Supratiknya, 1993).

Teman sebaya merupakan acuan penting bagi remaja untuk dapat melewati dengan baik masa-masa sulit pada periode transisi dan pembentukan identitas tersebut. Dalam pergaulan sehari-hari, remaja sangat terikat pada kelompok sebayanya, dimana semua tindakan atau perbuatan perlu memperoleh dukungan dan persetujuan sebayanya. Dikemukakan oleh Ballantine dalam Bantari (2000) bahwa ikatan ini sangat kuat, sehingga para sosiolog sering mengelompokkannya dalam kebudayaan khusus remaja (youth sub-culture), dimana di dalamnya mereka memiliki ungkapan-ungkapan dan bahasa yang khas, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma tersendiri.

2.6 Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada Teori Skinner 1938 dalam Notoatmodjo, (2010) yang terdiri dari Stimulus, Organisme. dan Respons (SOR). Di mana stimulus berupa rangsangan yang datang dari luar seperti mendengar, melihat, membaca, menonton, berfikir, berteman. Organisme akan memberi perhatian, pengertian, persepsi dan penerimaan terhadap stimulus. Akhirnya reaksi Organisme disebut dengan respons berupa perilaku yang dibedakan dalam perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Asumsi dasar dari model ini adalah: media menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap organisme. Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Hubungan SOR ini digambarkan sebagai berikut :


(1)

Tabel Silang Membaca Cerita Porno * Perilaku Seks Bebas

Crosstab

perilaku seks bebas

Total ringan berat

membaca cerita porno

tidak terpapar Count 11 7 18

% within membaca cerita porno

61.1% 38.9% 100.0%

% of Total 29.7% 18.9% 48.6%

terpapar Count 5 14 19

% within membaca cerita porno

26.3% 73.7% 100.0%

% of Total 13.5% 37.8% 51.4%

Total Count 16 21 37

% within membaca cerita porno

43.2% 56.8% 100.0%

% of Total 43.2% 56.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 4.560a 1 .033

Continuity Correctionb 3.252 1 .071

Likelihood Ratio 4.658 1 .031

Fisher's Exact Test .049 .035

Linear-by-Linear Association 4.436 1 .035 N of Valid Cases 37

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.78. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

Tabel Silang Konformitas * Perilaku Seks Bebas

Crosstab

perilaku seks bebas

Total ringan berat

konformitas lemah Count 13 2 15

% within konformitas 86.7% 13.3% 100.0%

% of Total 35.1% 5.4% 40.5%

kuat Count 3 19 22

% within konformitas 13.6% 86.4% 100.0%

% of Total 8.1% 51.4% 59.5%

Total Count 16 21 37

% within konformitas 43.2% 56.8% 100.0% % of Total 43.2% 56.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 19.381a 1 .000

Continuity Correctionb 16.520 1 .000 Likelihood Ratio 21.309 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 18.857 1 .000 N of Valid Cases 37

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.49. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

adaptasi * perilaku seks bebas

Crosstab

perilaku seks bebas

Total ringan berat

adaptasi lemah Count 15 4 19

% within adaptasi 78.9% 21.1% 100.0%

% of Total 40.5% 10.8% 51.4%

kuat Count 1 17 18

% within adaptasi 5.6% 94.4% 100.0%

% of Total 2.7% 45.9% 48.6%

Total Count 16 21 37

% within adaptasi 43.2% 56.8% 100.0%

% of Total 43.2% 56.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 20.285a 1 .000

Continuity Correctionb 17.405 1 .000 Likelihood Ratio 23.334 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 19.737 1 .000 N of Valid Cases 37

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.78. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

Regresi Logistik

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 37 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 37 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 37 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

ringan 0

berat 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted perilaku seks bebas

Percentage Correct ringan berat

Step 0 perilaku seks bebas ringan 0 16 .0

berat 0 21 100.0

Overall Percentage 56.8

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


(5)

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables frek 10.087 1 .001

dur 10.856 1 .001

vid_por 22.588 1 .000

gam_por 5.515 1 .019

cer_por 4.560 1 .033

konf 19.381 1 .000

adapt 20.285 1 .000

Overall Statistics 28.452 7 .000

Block 1: Method = Forward Stepwise (Conditional)

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 25.598 1 .000

Block 25.598 1 .000

Model 25.598 1 .000

Step 2 Step 7.386 1 .007

Block 32.984 2 .000

Model 32.984 2 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 25.017a .499 .670

2 17.631b .590 .791

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001. b. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted perilaku seks bebas

Percentage Correct ringan berat

Step 1 perilaku seks bebas ringan 13 3 81.3

berat 1 20 95.2

Overall Percentage 89.2

Step 2 perilaku seks bebas ringan 15 1 93.8

berat 3 18 85.7

Overall Percentage 89.2


(6)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a vid_por 4.462 1.208 13.635 1 .000 86.667 Constant -2.565 1.038 6.109 1 .013 .077 Step 2b vid_por 4.029 1.440 7.832 1 .005 56.189

konf 3.242 1.324 5.994 1 .014 25.590

Constant -4.193 1.549 7.324 1 .007 .015 a. Variable(s) entered on step 1: vid_por.

b. Variable(s) entered on step 2: konf.

Model if Term Removeda

Variable

Model Log Likelihood

Change in -2

Log Likelihood df

Sig. of the Change

Step 1 vid_por -26.217 27.416 1 .000

Step 2 vid_por -16.497 15.364 1 .000

konf -13.608 9.585 1 .002

a. Based on conditional parameter estimates

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 1 Variables frek 1.338 1 .247

dur 3.854 1 .050

gam_por .944 1 .331

cer_por 1.389 1 .239

konf 9.650 1 .002

adapt 8.157 1 .004

Overall Statistics 13.900 6 .031

Step 2 Variables frek .297 1 .586

dur 1.317 1 .251

gam_por 1.696 1 .193

cer_por .887 1 .346

adapt 2.156 1 .142