BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

  Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain kognitif yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui

  12,13 proses pendidikan.

  12 Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu : 1.

  Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap suatu rangsangan tertentu. Oleh karena itu, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang ‘tahu’ tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

  2. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  3. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  4. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai dengan penggunaan kata kerja diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

  5. Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori yang telah ada.

  6. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada, misalnya dapat membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya.

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan memalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat disesuaikan dengan

  12,13,14 tingkatan-tingkatan di atas.

2.2 Pencabutan Gigi

  Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang pencabutan, atau secara transalveolar. Pencabutan ataupun dengan secara pembedahan melibatkan jaringan keras dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, serta hubungan gerakan lidah dan rahang. Definisi pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit dengan gigi utuh dan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak

  

1,5

terdapat masalah prostetik di masa mendatang.

  Pada tindakan pencabutan gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip keadaan steril dan prinsip-prinsip pembedahan. Untuk pencabutan lebih dari satu gigi secara bersamaan tergantung pada keadaan umum penderita serta keadaan infeksi yang ada ataupun yang

  8 mungkin akan terjadi.

  Pencabutan gigi dengan pembedahan harus dilakukan apabila pencabutan dengan biasa tidak mungkin dilakukan, atau apabila gigi tersebut impaksi (terpendam). Prinsip-prinsip pembedahan biasanya relatif sama, diawali dengan pembuatan flep, di teruskan pengambilan tulang kemudian pengambilan gigi. Gigi dapat diambil secara utuh atau separasi. Pada akhir

  1,10,11 prosedur ini jaringan lunak dikembalikan ke tempatnya dan dilakukan jahitan.

  Pembedahan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar terhindar dari efek samping/komplikasi yang tidak diinginkan seperti perdarahan, edema, trismus, dry socket dan masih banyak lagi. Dokter gigi harus mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang ia lakukan merupakan suatu tindakan yang ideal, dan untuk mencapai tujuan itu dokter gigi harus menyesuaikan tekniknya agar dapat menghadapi kesulitan-kesulitan dan komplikasi

  1-3,8 yang mungkin timbul akibat pencabutan dari tiap gigi.

2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi

2.2.1.1 Indikasi

  Ada beberapa indikasi dilakukannya tindakan pencabutan gigi. Indikasi dilakukan pencabutan gigi adalah pada gigi supernumerary, gigi impaksi, gigi yang diduga sebagai fokal infeksi, gigi yang mengalami nekrosis, infeksi periapikal yang tidak dapat dilakukan

  5,18 terapi endodontik, gigi yang terlibat kista dan tumor, dan gigi sulung yang persistensi.

  Selain itu tindakan pencabutan gigi juga dapat dilakukan pada gigi yang sehat dengan tujuan

  5 memperbaiki maloklusi untuk kepentingan perawatan orthodontik dan prostodonsia.

  Sedangkan menurut Starhak (1980) dan Kruger (1974), indikasi dilakukan

  5,18

  pencabutan gigi adalah sebagai berikut : 1.

  Gigi dengan patologis pulpa, baik akut ataupun kronik, yang tidak mungkin dilakukan terapi endodontik harus dicabut.

  2. Gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa penyakit pulpa atau periodontal.

  3. Penyakit periodontal yang terlalu parah untuk dilakukan perawatan merupakan indikasi. Pertimbangan ini juga meliputi keinginan pasien untuk kooperatif dalam rencana perawatan total dan untuk meningkatkan oral hygiene sehingga menghasilkan perawatan yang bermanfaat.

  4. Gigi malposisi.

  5. Gigi yang mengalami trauma harus dicabut untuk mencegah kehilangan tulang yang lebih besar lagi.

  6. Beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut untuk mengurangi kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak menyatunya rahang.

  7. Keperluan ortodontik (misalnya gigi premolar) dan keperluan prostetik.

2.2.1.2 Kontraindikasi

  18 Ada beberapa kontraindikasi untuk dapat dilakukannya tindakan pencabutan gigi:

  1. Faktor lokal Perikoronitis akut pada molar 3 dengan fasial selulitis, gingivitis, stomatitis, sinusitis akut maksila pada molar dan premolar atas.

2.3 Perawatan Pasca Pencabutan

  5. Anjurkan makan makanan yang lunak, tidak panas, dan tidak pedas.

  Fase inflamasi/fase reaktif Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-lima, dan terdiri atas fase vaskuler dan seluler. Pada fase vaskuler, pembuluh darah yang ruptur pada luka akan

  Proses perbaikan jaringan setelah terjadi luka secara fisiologi terdiri dari tiga fase yaitu: 1.

  10. Jika dilakukan penjahitan instruksikan pasien untuk kembali lagi setelah satu minggu untuk membuka jahitan.

  9. Jika terjadi pembengkakan, lakukan kompres dingin.

  8. Jangan sikat gigi di sekitar bekas pencabutan.

  7. Jangan menghisap daerah bekas pencabutan.

  6. Jangan sering meludah di jam-jam pertama pasca pencabutan.

  4. Resepkan antibiotik bila di butuhkan.

  2. Faktor sistemik a. Diabetes melitus tidak terkontrol.

  3. Untuk menghilangkan rasa sakit resepkan analgesik.

  2. Untuk mengontrol perdarahan, gigit tampon, kasa atau kapas 30 menit – 1 jam setelah pencabutan.

  Pasien dianjurkan beristirahat setelah pencabutan gigi.

  1,5 1.

  Berdasarkan prosedur setelah dilakukan pencabutan gigi, ada beberapa hal yang harus di instruksikan kepada pasien, sebagai berikut :

  e. Pasien dengan kelainan hati (hepatitis).

  d. Kelainan kardiovaskular ( hipertensi).

  c. Kehamilan pada trimester ke-1 dan trimester ke-3.

  b. Kelainan darah ( hemofili, leukemia, anemia).

2.4 Proses Penyembuhan Soket

  menyebabkan perdarahan dan tubuh akan mencoba menghentikannya melalui vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus, dan reaksi homeostasis. Pada fase ini terjadi aktivitas seluler yaitu dengan pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan debris pada luka. Beberapa jam setelah luka, terjadi invasi sel inflamasi pada jaringan luka. Sel polimorfonuklear (PMN) bermigrasi menuju daerah luka dan setelah 24-48 jam terjadi transisi sel PMN menjadi sel mononuklear atau makrofag yang merupakan sel paling dominan pada fase ini selama lima hari dengan jumlah paling tinggi pada hari ke-dua sampai hari ke-tiga. Pada fase ini, luka hanya dibentuk oleh jalinan fibrin yang sangat lemah. Setelah proses inflamasi selesai, maka akan dimulai fase

  1,23 proliferasi pada proses penyembuhan luka.

  2. Fase proliferasi Fase ini disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga yang ditandai dengan deposisi matriks ekstraselular, angiogenesis, dan epitelisasi. Fibroblas memproduksi matriks ekstraselular, kolagen primer, dan fibronektin untuk migrasi dan proliferasi sel. Fibroblas berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino-glisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Proses angiogenesis juga terjadi pada fase ini yang ditandai dengan terbentuknya formasi pembuluh darah baru dan dimulainya pertumbuhan saraf pada ujung luka. Pada saat ini, keratinosit berproliferasi dan bermigrasi dari tepi luka untuk melakukan epitelisasi menutup permukaan luka, menyediakan barier pertahanan alami terhadap kontaminan dan infeksi dari luar. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal, terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses ini baru terhenti ketika sel epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka dan dengan pembentukan jaringan granulasi, maka proses fibroplasia akan berhenti dan

  1,23 dimulailah proses pematangan dalam fase remodeling.

  3. Fase remodeling/fase pematangan Fase ini merupakan fase terakhir dari proses penyembuhan luka pada jaringan lunak dan kadang-kadang disebut fase pematangan luka. Pada fase ini terjadi perubahan bentuk, kepadatan, dan kekuatan luka. Selama proses ini, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, lemas, dan mudah digerakkan dari dasarnya. Terlihat pengerutan maksimal dari luka, terjadi peningkatan kekuatan luka, dan berkurangnya jumlah makrofag dan fibroblas yang berakibat terhadap penurunan jumlah kolagen. Secara mikroskopis terjadi perubahan dalam susunan serat kolagen menjadi lebih terorganisasi. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir apabila semua tanda radang sudah hilang. Tubuh berusaha menormalkan

  1,23 kembali semua yang abnormal karena adanya proses penyembuhan.

  Penyembuhan pada soket pencabutan hampir sama dengan penyembuhan secara umum, hanya saja ada sedikit karakteristik khusus karena melibatkan tulang dan jaringan lunak.

  17,19

  Tahap penyembuhan dari soket setelah pencabutan adalah : 1.

  Sesaat setelah dilakukan pencabutan akan terjadi pembentukan bekuan darah pada soket alveolar. Selama 24-48 jam setelah pencabutan terjadi dilatasi pembuluh darah, migrasi leukemik, dan pembentukan lapisan fibrin.

  2. Minggu pertama setelah pencabutan bekuan darah akan membentuk tahanan sementara, dimana pada saat yang sama sel-sel inflamasi melakukan migrasi. Epitel dipinggir luka mulai tumbuh, osteoklas menumpuk pada puncak tulang alveolar yang akan menyebabkan resopsi tulang serta terjadi angiogenesis pada sisa ligamen periodontal.

  3. Pada minggu kedua setelah pencabutan, pembuluh darah yang baru mulai masuk kedalam bekuan darah, trabekula osteoid meluas dari alveolar ke bekuan darah, serta resorbsi margin kortikal soket alveolar terlihat lebih jelas.

  4. Minggu ketiga setelah pencabutan, soket telah terisi jaringan granulasi, epitel permukaan telah terbentuk sempurna, dan remodeling tulang terus berlanjut sampai beberapa minggu berikutnya. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan penyembuhan tulang secara total akan selesai 4-6 bulan setelah pencabutan.

  Dan apabila pada proses penyembuhan tersebut, tidak terbentuknya bekuan darah akan menyebabkan terjadinya dry socket dan memperlambat penyembuhan soket.

  24 Gambar 1. Penyembuhan soket pasca pencabutan

2.5 Komplikasi Pasca Pencabutan

  Komplikasi pasca pencabutan adalah suatu respon pasien tertentu yang dianggap sebagai kelanjutan abnormal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit, edema dan dry socket. Tetapi apabila berlebihan maka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi

  1-8,17,21 atau termasuk komplikasi.

  Komplikasi-komplikasi lain yang mungkin terjadi yaitu kegagalan dalam anastesi dan mencabut gigi baik dengan tang atau dengan bein, fraktur dari gigi maupun mahkota yang dicabut, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksila, fraktur gigi tetangga, fraktur

  1,21 mandibula, perforasi sinus maksilaris, dan laserasi.

  Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi setelah pencabutan gigi. Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada 12-24 jam pertama setelah

  1,7,17,21 pencabutan atau pembedahan gigi.

  Rasa sakit pada seseorang selalu merasa berbeda, dimana rasa sakit tersebut memiliki ambang atau tingkatan yang berbeda tiap manusia. Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara pemberian obat terhadap pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi,

  1,21 terutama sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi sangat mengganggu.

  Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan pembedahan gigi, serta merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap cedera. Edema adalah reaksi individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu mengakibatkan derajat pembengkakan yang sama baik pada pasien yang sama atau pasien yang berbeda. Usaha-usaha untuk mengontrol

  1,21 edema mencakup termal (dingin), fisik (penekanan), dan obat-obatan.

2.6 Dry Socket

  merupakan komplikasi umum setelah pencabutan gigi, terbukanya dinding

  Dry socket

  soket disebabkan adanya gangguan pembentukan bekuan darah normal yang terjadi pada tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid sehingga menyebabkan terjadinya infeksi. Peradangan akut tulang lapisan soket disebabkan oleh invasi mikroba pada soket, penghalang pelindung alami terhadap invasi adalah bekuan darah yang

  1-9,15-20,23 mengisi soket segera setelah ekstraksi.

  Dry socket ini juga dikenal dengan nama lain alveolar osteitis, localized alveolitis,

alveolitis sicca dolorosa, localized osteitis, postoperative osteitis, localized acute

2,6,16,24 osteomyelitis dan fibrinolytic alveolitis.

  25 Gambar 2. Gambaran klinis dry socket

2.6.1 Etiologi

  Etiologi dry socket merupakan multifaktorial dan masih belum jelas diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi. Etiologi yang diketahui adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang sudah terbentuk. Faktor-faktor penyebab peningkatan aktifitas fibrinolisis ini antara lain anastesi yang mengandung vasokonstriktor yang berlebihan menyebabkan suplai darah terhalang ke tulang dan daerah pencabutan sehingga bekuan darah sulit terbentuk, obat-obatan sistemik, aktivator cairan tubuh, aktivator jaringan dan bakteri yang menghasilkan rasa nyeri, bau mulut, dan rasa tidak

  1,4,11,22,23

  enak. Fibrinolisis terbagi dua yaitu tanpa bakteri dan keterlibatan bakteri,yaitu: a.

  Fibrinolisis tanpa keterlibatan bakteri Kerusakan bekuan darah disebabkan oleh mediator yang keluar selama inflamasi, mediator ini secara langsung atau tidak langung mengaktifkan plasminogen kedalam darah. Ketika mediator dikeluarkan oleh sel tulang alveolar yang mengalami trauma, plasminogen berubah menjadi plasmin dan menyebabkan kerusakan pada bekuan darah dengan memisahkan benang-benang fibrin. Perubahan ini terjadi pada proaktivator selular atau

  11,22 plasma dan aktivator lainnya.

  b.

  Fibrinolisis dengan keterlibatan bakteri Sebuah penelitian mengemukakan bahwa anaerob penyebab dari terjadinya dry socket yang dilihat dari aktifitas fibrinolitik dari Treponema denticola yang menyebabkan penyakit periodontal. Actinomyces viscosus and Streptococcus mutans dapat memperlambat penyembuhan pasca pencabutan gigi. Beberapa spesies bakteri mensekresikan pirogen yang menjadi aktivator tidak langsung dari fibrinolisis in vivo. Ketika diinjeksi pirogen intravena

  11,22,24 didapatkan hasilnya bahwa hal tersebut meningkatkan aktivitas fibrinolitik.

  2.6.2 Gambaran Klinis 10,11,21,24

  Gambaran klinis yang sering terjadi pada dry socket adalah : 1. Dry socket biasanya muncul pada hari ke 2-4 setelah pencabutan gigi, nyeri hebat yang menyebar sampai ke telinga

  2. Hilangnya bekuan darah pada soket bekas pencabutan dan biasanya dipenuhi oleh debris 3.

  Pada soket bekas pencabutan, tulang alveolar sekitar diselimuti oleh lapisan jaringan nekrotik berwarna kuning keabu-abuan

  4. Inflamasi margin gingiva disekitar soket bekas pencabutan 5.

  Mukosa sekitar biasanya berubah warna menjadi kemerahan dibanding jaringan sekitarnya

  6. Demam ringan 7.

  Halitosis

2.6.3 Patofisiologi

  Dry Socket terjadi karena meningkatnya aktifitas dari fibrinolitik yang menjadi faktor

  etiologi dry socket. Hasil pengamatan Birn pada jurnal “Review Artice Alveolar Osteitis : a Comprehensive Review of Concepts and Controversies”, terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolitik pada alveolus dengan dry socket dibandingkan dengan alveolus normal. Birn juga menyatakankan bahwa lisis total atau partial dan hancurnya bekuan darah disebabkan oleh pelepasan mediator selama inflamasi oleh aktivitas plasminogen direct (fisiologik) dan indirect (nonfisiologik) kedalam darah. Plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang

  17,30 menyebabkan pecahnya bekuan darah oleh disentegrasi fibrin.

  Rasa sakit yang khas pada dry socket berhubungan dengan pembentukan senyawa kinin di dalam alveolus. Kinin mengaktifkan terminal nervus primer afferen yang peka terhadap mediator inflamasi dan substansi allogenik lainnyayang pada konsentrasi 1ng/ml dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Plasminogen menyebabkan perubahan kallikrein menjadi kinin di dalam sumsum tulang alveolar. Sehingga, adanya plasmin menjelaskan kemungkinan terjadinya dry socket dengan berbagai aspek (seperti neuralgia dan disintegrasi

  17,30 bekuan darah).

  Pada penelitian Nitzan dalam jurnal “Modern Concepts in Understanding and Management of the Dry Socket Syndrome : Comprehensive Review of the Literature” menyatakan bahwa Treponema denticola diketahui berkembang biak dan menghancurkan bekuan darah tanpa menghasilkan gejala klinis yang khas pada infeksi, seperti kemerahan, bengkak atau terbentuknya pus dan sebelumnya telah diisolasi dari dry socket. Treponema

  

denticola merupakan bakteri anaerob yang berimplikasi pada penyakit periodontal dan dapat

  menghasilkan bau busuk yang khas dari dry socket dan Treponema denticola ini juga menunjukkan aktivitas fibrinolitik seperti plasmin sedangkan bakteri rongga mulut lainnya

  4,17,24 pada umumnya hanya memiliki aktivitas yang minim.

  17 Gambar 3. Patofisiologi dry socket

  2.6.4 Insidensi

  Penelitian yang dilakukan oleh Khatab U et al (2008-2011), bahwa dry socket dapat terjadi sebanyak 0,5%-5% pada kasus pencabutan gigi dan sebanyak 1%-37,5% pada kasus pembedahan molar 3 atau odontektomi, dimana berdasarkan jenis kelamin laki -laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan persentase pada laki-laki 53% dan perempuan 47,6%, sedangkan untuk berdasarkan rahang, bahwa dry socket lebih tinggi pada rahang bawah sebanyak 73,3% dan rahang atas sebanyak 26,7%, dan berdasarkan umur pasien

  9 persentase lebih tinggi pada umur 31-40 yaitu sebanyak 36,6%.

  Penelitian yang dilakukan oleh Kasumaningrum A pada tahun 2008 di RSGM-P FKG

  21 UI, bahwa sebanyak 828 kasus pencabutan gigi terdapat 0,6% kasus dry socket.

  2.6.5 Faktor Resiko 1.

  Trauma pada saat pencabutan Peningkatan terjadinya dry socket dapat di sebabkan oleh pencabutan gigi yang sulit dan trauma pada saat pencabutan. Dry socket lebih sering terjadi pada pencabutan gigi molar terutama pada molar ketiga mandibula. Trauma bedah yang cukup besar menyebabkan tulang alveolar melepaskan aktivator-aktivator jaringan dan merubah plasminogen menjadi plasmin yang menghancurkan bekuan fibrin sehingga menghasilkan soket yang kering dan rasa

  4,11,17 nyeri.

  2. Usia Sebagian besar literatur mengatakan bahwa dry socket jarang terjadi di masa kecil dan insiden yang meningkat pada usia yang berkelanjutan. Penelitian Khitab U (2012) mengemukakan bahwa 2,2% pada kelompok usia 11-20 tahun, 22,2% pada kelompok usia 21-30 tahun, 36,6% pada usia kelompok 31-40 tahun, 16,7% pada kelompok usia 41-50%, 13,4% pada kelompok usia 51-60 tahun, dan 8,9% pada kelompok usia lanjut. Banyaknya terjadi pada usia 31-40 tahun tersebut dikarenakan pembentukan tulang alveolar sudah sempurna dan banyak terjadi penyakit periodontal sehingga adanya trauma pencabutan yang

  7 kemungkinan menimbulkan terjadinya dry socket.

  3. Jenis kelamin dan penggunaan kontrasepsi Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan angka prevalensi terjadinya dry socket yang menggambarkan pada wanita lebih besar dibandingkan pada pria. Penggunaan tablet kontrasepsi menunjukkan peningkatan terhadap terjadinya dry socket. Hal ini disebabkan karena di dalam tablet kontrasepsi terdapat estrogen yang memiliki peranan terhadap terjadinya dry socket sehingga mengakibatkan tingginya level plasminogen dalam darah dan menstimulasi aktivitas fibrinolisis. Aktivitas fibrinolisis meningkat maksimum pada pertengahan siklus tablet kontrasepsi dan menurun mendekati normal pada masa tidak aktif sebab siklus penggunaan tablet kontrasepsi dijadwalkan selama 21 hari dengan diikuti masa aktif selama 7 hari. Pada hari 2-3 setelah penggunaan tablet kontrasepsi dihentikan maka siklusnya akan terjadi penurunan. Oleh karena itu, resiko terjadinya dry socket pasien yang mengkonsumsi tablet kontrasepsi dapat diperkecil jika melaksanakan pencabutan gigi pada

  17,21,25 minggu terakhir dari siklus yaitu pada hari 22-28.

  4. Kebiasaan merokok Menurut penelitian bahwa merokok mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya dry socket. Hal ini dikarenakan masuknya benda asing yang mengkontaminasi daerah pencabutan sehingga melarutkan bekuan darah dari alveolus dan menghambat penyembuhan sebab bahan-bahan yang terkandung dalam rokok dapat menimbulkan masalah terhadap mekanisme pembekuan darah yang terjadi. Bahan dasar rokok adalah tembakau, yang mengandung tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Pasca pencabutan gigi, pasien yang merokok menunjukkan keterlambatan dalam penyembuhan luka. Pada nikotin kemungkinan akan mengganggu suplai oksigen yang menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan melalui efek vasokonstriksi. Nikotin juga dapat meningkatkan viskositas darah yang disebabkan oleh aktivitas fibrinolitik yang menurun dan augmentasi daya lekat platelet. Selain nikotin, karbon monoksida dalam rokok dapat menyebabkan putusnya aliran oksigen ke jaringan, sehingga menyebabkan turunnya jumlah hemoglobin oksigenasi dalam aliran darah. Serta pada hidrogen sianida juga telah diketahui merupakan komponen dalam rokok yang dapat merusak metabolisme oksigen seluler dan menyebabkan oksigen yang

  4,17,26,30 membahayakan bagi jaringan.

  5. Gigi yang dicabut Pembedahan molar tiga mandibular relatif sulit dilakukan dan memakan waktu yang lama, sehingga kemungkinan memicu terjadinya dry socket. Hal ini disebabkan tulang mandibula yang padat dan vaskularisasi nya lebih sedikit dari pada maksila sehingga pencabutan gigi geligi mandibula biasanya lebih sulit dibandingkan gigi geligi maksila dan gaya berat menyebabkan soket pada mandibula lebih cenderung untuk terkontaminasi

  21,25 terhadap sisa-sisa makanan.

  6. Penggunaan anastesi lokal

  Penggunaan anastesi lokal lebih meningkat resiko terjadinya dry socket dibandingkan dengan anastesi umum, jenis bahan anastesi lokal juga berpengaruh. Dengan menggunakan

  

xylocaine yang mengandung vasokonstriktor (bahan adrenalin) dapat menyebabkan

  11.17 kemungkinan terjadinya terjadinya dry socket lebih besar dibanding dengan citanest.

7. Oral higien yang buruk

  Peranan mikroorganisme pada pasien dengan oral hygiene yang buruk dan adanya inflamasi secara signifikan dapat meningkatkan insidens terjadinya dry socket. Sebuah teori mengemukakan bahwa adanya mikroorganisme dalam flora normal mulut dapat

  4,11,17,21 menyebabkan luka pencabutan gigi terinfeksi.

2.6.6 Pencegahan

  Ada beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya dry socket adalah : a. Pencabutan gigi pada waktu yang tepat

  Melakukan pencabutan gigi pada saat adanya inflamasi sangat tidak dianjurkan karena akan menimbulkan komplikasi pasca pencabutan, seperti terjadinya dry socket. Hal ini terjadi karena pada dinding alveolus terdapat jaringan yang meradang sehingga menghalangi suplai darah ke tulang dan daerah pencabutan. Untuk itu ada baiknya menunda pencabutan gigi

  2,3,15 terlebih dahulu sampai inflamasi sembuh dan memberikan obat-obatan.

  b.

  Teknik pencabutan yang tepat Sebuah teori menyatakan bahwa trauma yang besar terhadap tulang dapat merusak tulang alveolar sehingga resistensi terhadap infeksi menurun dan enzim bakteri menghancurkan bekuan darah. Pada kasus yang sukar pencabutan gigi dengan pembukaan flep dapat

  3,15,20,25 meminimalkan trauma sehingga penyembuhan primer akan lebih cepat terjadi.

  c.

  Sterilisasi alat yang baik Mensterilkan alat-alat sebelum melakukan pencabutan sangat penting, seperti skapel, elevator, tang, dan jarum jahit dapat berpotensi terhadap terjadinya infeksi. Sebab alat-alat ini berkontak langsung dengan jaringan lunak, tulang, darah, dan saliva. Jika pada saat melakukan tindakan alat tersebut dalam keadaan tidak steril kemungkinan akan terjadi kontaminasi oleh mikroorganisme yang terdapat pada alat dengan darah dan saliva pada daerah pencabutan gigi. Oleh karena itu, sebaiknya alat-alat dalam keadaan steril sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga memperkecil terjadinya dry

  2,3,15,20,25 socket setelah pencabutan gigi.

  d.

  Anastesi yang cukup pada pasien

  Dengan menggunakan anastesi yang mengandung vasokonstriktor dapat mengurangi perdarahan pada saat pencabutan atau pembedahan, menghasilkan daerah kerja yang darahnya sedikit dan anastesi yang lama. Akan tetapi apabila jumlah anastesi dengan vasokonstriktor terlalu banyak sehingga dapat mengurangi suplai darah ke tulang daerah pencabutan sehingga menghilangkan bekuan darah yang mengakibatkan kuman-kuman masuk ke dalam alveolus. Oleh karena itu, sebaiknya jumlah anastesi dengan vasokonstriktor diberikan dengan dosis yang cukup, agar alveolus tidak kering dan tidak menimbulkan rasa

  15,19,20 nyeri yang hebat pasca pencabutan.

  e.

  Penggunaan antibiotik Penggunaan antibiotik dapat mencegah luka pencabutan gigi terinfeksi dan terkontaminasi baik yang ada di rongga mulut maupun dari alat-alat yang digunakan. Dengan menggunakan antibiotik efektif untuk mencegah dry socket. Biasanya dengan menggunakan

  3,15,20 bubuk, suspensi, atau dengan diletakan di kasa.

  f.

  Penggunaan klorheksidin Penggunaan klorheksidin baik dengan obat kumur atau irigasi efektif mengurangi soket yang kering. Dengan menggunakan klorheksidin 0,2% dapat mencegah gangguan bakteri dari membran sel serta efektif melawan berbagai bakteri gram (-) dan gram (+) yang dapat

  3,4,11,30 mengakibatkan terjadinya dry socket.

  g.

  Penggunaan saline isotonik (NaCl 0,9%) Dengan menggunakan saline isotonik (NaCl 0,9%) pada pencabutan gigi dapat membebaskan rongga mulut secara menyeluruh dari bakteri yang merupakan faktor terjadinya dry socket. Larutan saline isotonik ini tidak menghambat penyembuhan, dan tidak

  3,19,28 menyebabkan alergi pada soket pencabutan.

  Penatalaksaan 26,27,29

  Perawatan dry socket karena adanya lisis pada fibrin, yaitu : a. Fibrinolisis keterlibatan bakteri 1.

  Pertama soket diirigasi dengan larutan saline dengan tujuan untuk membersihkan sisa jaringan nekrotik pada soket bekas pencabutan gigi. Soket tidak boleh di kuretase sampai ke tulang bagian dalam, karena dapat mengenai tulang yang terbuka dan meningkatkan rasa sakit pada pasien. Soket yang diirigasi dengan larutan saline sebaiknya disedot dengan hati-hati agar bagian yang utuh dapat dipertahankan.

2. Buatlah pendarahan pada soket untuk merangsang terjadinya bekuan darah.

  3. Letakkan alvogyl pada soket bekas pencabutan gigi. Kandungan alvogyl yaitu iodoform dapat memberikan efek antimikroba, eugenol atau benzokain dapat memberikan efek analgesik saat dimasukkan ke dalam soket dan butamben dapat memberikan anastesi moderate yang efektif. Penggunaan obat lain yaitu meletakkan kasa yang telah diberi iodoform dimasukkan ke dalam soket bekas pencabutan gigi. Kandungan pada obat tersebut eugenol atau benzokain yang dapat menurunkan rasa sakit pada pasien.

4. Kasa diganti setiap hari untuk 3-6 hari ke depan, tergantung keparahan rasa sakit oleh pasien. Untuk penggantian kasa sebaiknya diirigasi terlebih dahulu dengan larutan saline.

  5. Jika rasa sakit pasien sudah berkurang, kasa dapat dilepas karena apabila kasa diletakkan terlalu lama pada soket akan bertindak sebagai benda asing dan penyembuhan soket akan lebih lama.

  6. Setelah kasa dilepas instruksikan pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan pemberian obat non steroid anti inflamasi (NSAID) analgesik, jika pasien tidak ada kontraindikasi dalam riwayat medis.

  b.

  Fibrinolisis tanpa keterlibatan bakteri, yaitu: Dengan meresepkan multivitamin yang dapat meningkatkan imunitas dan daya tahan tubuh pasien seperti vitamin c. Vitamin c dapat menjaga dan meningkatkan sistem imun tubuh, vitamin c juga suatu benteng pertahanan tubuh yang memiliki tugas menghalangi serta memusnahkan virus dan bakteri yang membahayakan tubuh.

2.6 Kerangka Teori

  Perawatan Pasca Pencabutan Pencabutan Proses Penyembuhan

  

   

  Komplikasi Dry Socket

  Patofisiologi Etiologi Penatalaksanaan

  Gambaran Klinis

  Faktor Resiko

  Insidens Pencegahan

2.7 Kerangka Konsep

  Pengetahuan Mahasiswa Kepanitraan Klinik Pencegahan terjadinya

  Departemen Bedah Mulut Dry Socket FKG USU

   Defenisi  Etiologi  Gambaran Klinis  Patofisiologi  Pencegahan

               

Dokumen yang terkait

Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013

5 72 69

Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU

0 77 53

Pengetahuan Mahasiswa Kepanitraan Klinik Terhadap Pencegahan Terjadinya Dry Socket Di Departemen Bedah Mulut FKG USU

5 110 54

Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Tentang Anestetikum Lokal

6 75 49

Tingkat Pengetahuan penggunaan Antibiotik Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU Periode september 2013 – maret 2014

4 77 84

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015

2 58 54

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Prevalensi fraktur akar gigi anterior berdasarkan umur dan jenis kelamin yang dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2010-2012

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Tingkat Pengetahuan Tentang Penjahitan Luka Pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode 8-31 Oktober 2014

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nervus Trigeminus - Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Trigeminal Neuralgia Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Januari 2015-Februari 2015

0 0 34