Pengetahuan Mahasiswa Kepanitraan Klinik Terhadap Pencegahan Terjadinya Dry Socket Di Departemen Bedah Mulut FKG USU

(1)

PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITRAAN KLINIK

TERHADAP PENCEGAHAN TERJADINYA DRY SOCKET

DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT

FKG USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

VENTI TRINANDA 100600017

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014 


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2014

Venti Trinanda

Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket

di Departemen Bedah Mulut FKG USU. xi + 38 halaman

Dry socket merupakan komplikasi setelah pencabutan gigi atau disebut juga alveolar osteitis. Gambaran klinis dari dry socket adalah terjadinya nekrosis atau disintegrasi dari pembentukan bekuan darah yang biasanya terjadi 2-4 hari setelah pencabutan gigi, disertai dengan halitosis serta nyeri dengan intensitas yang bervariasi. Dry socket dapat dicegah dengan melakukan teknik pencabutan yang baik, penggunaan obat kumur khlorheksidin 0,2%, penggunaan anastesi yang cukup dan sterilisasi alat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa kepanitraan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada periode Desember 2013- Maret 2014, sebanyak 69 orang. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel sebanyak 69 orang. Hasil penelitian menunjukkan persentase tertinggi tingkat pengetahuan baik (68%). Pengetahuan responden masih kurang pada bakteri penyebab terjadinya dry socket (3%). Pengetahuan pencegahan terjadinya dry socket oleh mahasiswa kepanitraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU termasuk baik, diharapkan mahasiswa kepanitraan klinik dapat mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan terbaru tentang dry socket.


(3)

 

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan Di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 19 Mei 2014

Pembimbing : Tanda Tangan

Abdullah Oes, drg

NIP : 19450208 196701 1 001

     


(4)

 

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 19 Mei 2014

TIM PENGUJI KETUA : Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Abdullah Oes, drg

2. Indra Basar Siregar, drg., M.kes 3. Isnandar, drg., Sp.BM

     


(5)

 

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini selesai disusun dalam rangka memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda Drs.Irfan Soaduon dan Ibunda Mahnidar Azwarni, S.Ag atas segala pengorbanan, doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis. Terima kasih kepada abanghanda Ricky Fadlan, ST, kakanda Vebby Irmananda, S.farm, dan adinda Viny Nanda Ramora yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.

2. Abdullah, drg selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dukungan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi sampai selesai.

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Teman-teman terbaikku, Asma Ulhusna, S.KG, Irma Harfianty, S.KG, Siti Amaliyah, S.KG, Novi Dara, S.KG, Nirwana Dewi, Chintya pratiwi, Mayrida Vita, dan Jannah Keman yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

6. Teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Rizky Puspita, Erwinda Lina A, Ghina Addina, Prasad, Putri Sitinjak dan teman-teman lain serta seluruh teman stambuk 2010 atas dukungan, saran, dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik untuk kedepannya sehingga menjadi lebih baik. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat digunakan dan memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Medan, 19 Mei 2014 Penulis,

(Venti Trinanda) NIM : 100600017


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan penelitian ... 3

1.4 Manfaat penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ... 4

2.2 Pencabutan Gigi ... 5

2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi ... 6

2.2.1.1 Indikasi ... 6

2.2.1.2 Kontraindikasi ... 7

2.3 Perawatan Pasca Pencabutan ... 8

2.4 Proses Penyembuhan Soket ... 8

2.5 Komplikasi Pasca Pencabutan ... 11

2.6 Dry Socket ... 12

2.6.1 Etiologi ... 12

2.6.2 Gambaran Klinis ... 13

2.6.3 Patofisiologi ... 14

2.6.4 Insidens ... 15


(8)

2.6.6 Pencegahan ... 18

2.6.7 Penatalaksanan ... 20

2.7 Kerangka Teori ... 22

2.8 Kerangka Konsep ... 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 24

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2.1 Tempat Penelitian ... 24

3.2.2 Waktu Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel ... 24

3.3.1 Populasi Penelitian ... 24

3.3.2 Sampel Penelitian ... 24

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional ... 25

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 26

3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 26

3.6.1 Pengolahan Data ... 26

3.6.2 Analisis Data ... 26

3.7 Pengukurana Data ... 26

BAB 4 Hasil Penelitian 4.1 Gambaran Responden ... 28

4.2 Pengetahuan responden tentang pencegahan terjadinya dry socket ... 28

BAB 5 Pembahasan ... 31

BAB 6 Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Variabel dan Defenisi operasional ... 25 2. Kategori nilai pengetahuan ... 27 3. Karakteristik responden mahasiswa kepanitraan klinik ... 28 4. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang pencegahan terjadinya

dry socket setelah pencabutan gigi ... 29 5. Kategori pengetahuan responden tentang pengetahuan terjadinya


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penyembuhan soket pasca pencabutan ... 11 2. Gambaran klinis dry socket ... 12

3. Patofisiologis dry socket ... 15 4. Grafik distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang pencegahan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Kuesioner Pengetahuan Mahasiswa Kepanitraan Klinik Terhadap Pencegahan Dry Socket

di Departemen Bedah Mulut FKG USU, Desember 2013 – Maret 2014 3. Hasil Perhitungan

                                         


(12)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2014

Venti Trinanda

Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket

di Departemen Bedah Mulut FKG USU. xi + 38 halaman

Dry socket merupakan komplikasi setelah pencabutan gigi atau disebut juga alveolar osteitis. Gambaran klinis dari dry socket adalah terjadinya nekrosis atau disintegrasi dari pembentukan bekuan darah yang biasanya terjadi 2-4 hari setelah pencabutan gigi, disertai dengan halitosis serta nyeri dengan intensitas yang bervariasi. Dry socket dapat dicegah dengan melakukan teknik pencabutan yang baik, penggunaan obat kumur khlorheksidin 0,2%, penggunaan anastesi yang cukup dan sterilisasi alat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa kepanitraan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada periode Desember 2013- Maret 2014, sebanyak 69 orang. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel sebanyak 69 orang. Hasil penelitian menunjukkan persentase tertinggi tingkat pengetahuan baik (68%). Pengetahuan responden masih kurang pada bakteri penyebab terjadinya dry socket (3%). Pengetahuan pencegahan terjadinya dry socket oleh mahasiswa kepanitraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU termasuk baik, diharapkan mahasiswa kepanitraan klinik dapat mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan terbaru tentang dry socket.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Melakukan pencabutan gigi merupakan hal yang biasa bagi seorang dokter gigi. Pencabutan gigi bisa berhasil dilakukan, akan tetapi dapat juga mengalami kesulitan yang kemudian menimbulkan komplikasi pasca pencabutan gigi.

Ada beberapa hal yang dialami pasien pasca pencabutan gigi, seperti perdarahan, rasa sakit, edema dan dry socket. Dry socket merupakan komplikasi penyembuhan luka dari pencabutan gigi yang paling sering terjadi. Hal ini dapat terjadi karena tidak terbentuknya bekuan darah normal sehingga menyebabkan terbukanya tulang alveolar.1,2

Dry socket merupakan komplikasi setelah pencabutan gigi atau bedah minor. Dry socket

disebut juga alveolar osteitis, osteitis local, alveoalgia, alveolitis sicca dolorosa, alveolitis necrotic, localized osteomyelitis, dan alveolitis fibrinolytic.2,3 Gambaran klinis dari dry socket

adalah terjadinya nekrosis atau disintegrasi dari pembentukan bekuan darah yang biasanya terjadi 2-4 hari setelah pencabutan gigi, disertai dengan halitosis serta nyeri dengan intensitas yang bervariasi.2-6,18,21

Ada beberapa penyebab terjadinya dry socket, yaitu trauma selama pencabutan gigi dan berkurangnya perdarahan yang diakibatkan karena penggunaan anastetikum dengan epinephrin atau bahan vasokonstriktor yang berlebihan. Selain itu, penyebab dry socket

adalah terjadinya infeksi pada soket gigi setelah pencabutan gigi, adanya tulang yang tajam, hilangnya blood clot, merokok dan melakukan irigasi yang tidak adekuat pasca operasi.4,5,7

Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengatakan bahwa untuk menurunkan terjadinya insidensi dry socket, yaitu dengan menggunakan obat kumur antiseptik, agen antifibrinolitik, antibiotik steroid, intraalveolar dressing dan medikamen. Untuk penanganan

dry socket dapat dilakukan dengan mengirigasi soket bekas pencabutan yang berguna untuk mengangkat jaringan nekrotik dan kemudian meletakkan intraalveolar dressing. Sebagai tambahan, untuk terapi lokal dapat diberikan obat-obatan yang sesuai dengan indikasi nyeri yang dialami oleh pasien.2,4

Penelitian yang dilakukan oleh Mohammed et al pada tahun 2011, bahwa dari 1305 kasus pencabutan gigi, terdapat kasus dry socket sebanyak 3,2%, dimana prevalensi kasus dry socket dengan pencabutan tanpa operasi sebanyak 1,7% dan kasus dry socket dengan pencabutan operasi sebanyak 1,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Khatab U et al pada tahun


(14)

2008-2011, bahwa dry socket dapat terjadi sebanyak 0,5%-5% pada kasus pencabutan gigi dan sebanyak 1%-37,5% pada kasus pembedahan molar 3 atau odontektomi, dimana berdasarkan jenis kelamin laki -laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan persentase pada laki-laki 53% dan perempuan 47,6%, sedangkan untuk berdasarkan rahang, bahwa dry socket lebih tinggi pada rahang bawah yaitu 73,3% dan rahang atas yaitu 26,7%, dan berdasarkan umur pasien persentase lebih tinggi pada umur 31-40 yaitu sebanyak 36,6%.7,9

Penelitian yang dilakukan oleh Kasumaningrum A pada tahun 2008 di RSGM-P FKG UI, bahwa sebanyak 828 kasus pencabutan gigi terdapat 0,6% kasus dry socket.21

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahahan terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Alasan peneliti memilih subjek ini adalah karena mahasiswa kepanitraan klinik nantinya akan menjadi dokter gigi yang mungkin akan mendapatkan kasus dry socket. Oleh karena itu sebaiknya mahasiswa kepanitraan mengetahui pencegahan terjadinya dry socket.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas maka rumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya

dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU

2. Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat memberi gambaran mengenai pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU.

2. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswa kepanitraan klinik dalam perawatan pasca pencabutan gigi sebagai bentuk upaya yang efektif untuk mencegah terjadinya dry socket selanjutnya di Departemen Bedah Mulut FKG USU.


(15)

3. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti dan sebagai bahan perbandingan antara praktek dan teori.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain kognitif yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan.12,13

Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu :12

1. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap suatu rangsangan tertentu. Oleh karena itu, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang ‘tahu’ tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai dengan penggunaan kata kerja diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, misalnya dapat menyusun,


(17)

merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori yang telah ada.

6. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada, misalnya dapat membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan memalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.12,13,14

2.2 Pencabutan Gigi

Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang pencabutan, atau secara transalveolar. Pencabutan ataupun dengan secara pembedahan melibatkan jaringan keras dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, serta hubungan gerakan lidah dan rahang. Definisi pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit dengan gigi utuh dan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik di masa mendatang.1,5

Pada tindakan pencabutan gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip keadaan steril dan prinsip-prinsip pembedahan. Untuk pencabutan lebih dari satu gigi secara bersamaan tergantung pada keadaan umum penderita serta keadaan infeksi yang ada ataupun yang mungkin akan terjadi.8

Pencabutan gigi dengan pembedahan harus dilakukan apabila pencabutan dengan biasa tidak mungkin dilakukan, atau apabila gigi tersebut impaksi (terpendam). Prinsip-prinsip pembedahan biasanya relatif sama, diawali dengan pembuatan flep, di teruskan pengambilan tulang kemudian pengambilan gigi. Gigi dapat diambil secara utuh atau separasi. Pada akhir prosedur ini jaringan lunak dikembalikan ke tempatnya dan dilakukan jahitan. 1,10,11

Pembedahan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar terhindar dari efek samping/komplikasi yang tidak diinginkan seperti perdarahan, edema, trismus, dry socket dan masih banyak lagi. Dokter gigi harus mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang ia lakukan merupakan suatu tindakan yang ideal, dan untuk mencapai tujuan itu dokter gigi


(18)

harus menyesuaikan tekniknya agar dapat menghadapi kesulitan-kesulitan dan komplikasi yang mungkin timbul akibat pencabutan dari tiap gigi.1-3,8

2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi 2.2.1.1 Indikasi

Ada beberapa indikasi dilakukannya tindakan pencabutan gigi. Indikasi dilakukan pencabutan gigi adalah pada gigi supernumerary, gigi impaksi, gigi yang diduga sebagai fokal infeksi, gigi yang mengalami nekrosis, infeksi periapikal yang tidak dapat dilakukan terapi endodontik, gigi yang terlibat kista dan tumor, dan gigi sulung yang persistensi.5,18 Selain itu tindakan pencabutan gigi juga dapat dilakukan pada gigi yang sehat dengan tujuan memperbaiki maloklusi untuk kepentingan perawatan orthodontik dan prostodonsia.5

Sedangkan menurut Starhak (1980) dan Kruger (1974), indikasi dilakukan pencabutan gigi adalah sebagai berikut :5,18

1. Gigi dengan patologis pulpa, baik akut ataupun kronik, yang tidak mungkin dilakukan terapi endodontik harus dicabut.

2. Gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa penyakit pulpa atau periodontal.

3. Penyakit periodontal yang terlalu parah untuk dilakukan perawatan merupakan indikasi. Pertimbangan ini juga meliputi keinginan pasien untuk kooperatif dalam rencana perawatan total dan untuk meningkatkan oral hygiene sehingga menghasilkan perawatan yang bermanfaat.

4. Gigi malposisi.

5. Gigi yang mengalami trauma harus dicabut untuk mencegah kehilangan tulang yang lebih besar lagi.

6. Beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut untuk mengurangi kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak menyatunya rahang.

7. Keperluan ortodontik (misalnya gigi premolar) dan keperluan prostetik.

2.2.1.2 Kontraindikasi


(19)

1. Faktor lokal

Perikoronitis akut pada molar 3 dengan fasial selulitis, gingivitis, stomatitis, sinusitis akut maksila pada molar dan premolar atas.

2. Faktor sistemik

a. Diabetes melitus tidak terkontrol.

b. Kelainan darah ( hemofili, leukemia, anemia). c. Kehamilan pada trimester ke-1 dan trimester ke-3. d. Kelainan kardiovaskular ( hipertensi).

e. Pasien dengan kelainan hati (hepatitis).

2.3 Perawatan Pasca Pencabutan

Berdasarkan prosedur setelah dilakukan pencabutan gigi, ada beberapa hal yang harus di instruksikan kepada pasien, sebagai berikut :1,5

1. Pasien dianjurkan beristirahat setelah pencabutan gigi.

2. Untuk mengontrol perdarahan, gigit tampon, kasa atau kapas 30 menit – 1 jam setelah pencabutan.

3. Untuk menghilangkan rasa sakit resepkan analgesik. 4. Resepkan antibiotik bila di butuhkan.

5. Anjurkan makan makanan yang lunak, tidak panas, dan tidak pedas. 6. Jangan sering meludah di jam-jam pertama pasca pencabutan. 7. Jangan menghisap daerah bekas pencabutan.

8. Jangan sikat gigi di sekitar bekas pencabutan.

9. Jika terjadi pembengkakan, lakukan kompres dingin.

10. Jika dilakukan penjahitan instruksikan pasien untuk kembali lagi setelah satu minggu untuk membuka jahitan.

2.4 Proses Penyembuhan Soket

Proses perbaikan jaringan setelah terjadi luka secara fisiologi terdiri dari tiga fase yaitu: 1. Fase inflamasi/fase reaktif

Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-lima, dan terdiri atas fase vaskuler dan seluler. Pada fase vaskuler, pembuluh darah yang ruptur pada luka akan


(20)

menyebabkan perdarahan dan tubuh akan mencoba menghentikannya melalui vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus, dan reaksi homeostasis. Pada fase ini terjadi aktivitas seluler yaitu dengan pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan debris pada luka. Beberapa jam setelah luka, terjadi invasi sel inflamasi pada jaringan luka. Sel polimorfonuklear (PMN) bermigrasi menuju daerah luka dan setelah 24-48 jam terjadi transisi sel PMN menjadi sel mononuklear atau makrofag yang merupakan sel paling dominan pada fase ini selama lima hari dengan jumlah paling tinggi pada hari ke-dua sampai hari ke-tiga. Pada fase ini, luka hanya dibentuk oleh jalinan fibrin yang sangat lemah. Setelah proses inflamasi selesai, maka akan dimulai fase proliferasi pada proses penyembuhan luka.1,23

2. Fase proliferasi

Fase ini disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga yang ditandai dengan deposisi matriks ekstraselular, angiogenesis, dan epitelisasi. Fibroblas memproduksi matriks ekstraselular, kolagen primer, dan fibronektin untuk migrasi dan proliferasi sel. Fibroblas berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino-glisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Proses angiogenesis juga terjadi pada fase ini yang ditandai dengan terbentuknya formasi pembuluh darah baru dan dimulainya pertumbuhan saraf pada ujung luka. Pada saat ini, keratinosit berproliferasi dan bermigrasi dari tepi luka untuk melakukan epitelisasi menutup permukaan luka, menyediakan barier pertahanan alami terhadap kontaminan dan infeksi dari luar. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal, terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses ini baru terhenti ketika sel epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka dan dengan pembentukan jaringan granulasi, maka proses fibroplasia akan berhenti dan dimulailah proses pematangan dalam fase remodeling.1,23

3. Fase remodeling/fase pematangan

Fase ini merupakan fase terakhir dari proses penyembuhan luka pada jaringan lunak dan kadang-kadang disebut fase pematangan luka. Pada fase ini terjadi perubahan bentuk, kepadatan, dan kekuatan luka. Selama proses ini, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, lemas, dan mudah digerakkan dari dasarnya. Terlihat pengerutan maksimal dari luka, terjadi


(21)

peningkatan kekuatan luka, dan berkurangnya jumlah makrofag dan fibroblas yang berakibat terhadap penurunan jumlah kolagen. Secara mikroskopis terjadi perubahan dalam susunan serat kolagen menjadi lebih terorganisasi. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir apabila semua tanda radang sudah hilang. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang abnormal karena adanya proses penyembuhan.1,23

Penyembuhan pada soket pencabutan hampir sama dengan penyembuhan secara umum, hanya saja ada sedikit karakteristik khusus karena melibatkan tulang dan jaringan lunak. Tahap penyembuhan dari soket setelah pencabutan adalah :17,19

1. Sesaat setelah dilakukan pencabutan akan terjadi pembentukan bekuan darah pada soket alveolar. Selama 24-48 jam setelah pencabutan terjadi dilatasi pembuluh darah, migrasi leukemik, dan pembentukan lapisan fibrin.

2. Minggu pertama setelah pencabutan bekuan darah akan membentuk tahanan sementara, dimana pada saat yang sama sel-sel inflamasi melakukan migrasi. Epitel dipinggir luka mulai tumbuh, osteoklas menumpuk pada puncak tulang alveolar yang akan menyebabkan resopsi tulang serta terjadi angiogenesis pada sisa ligamen periodontal.

3. Pada minggu kedua setelah pencabutan, pembuluh darah yang baru mulai masuk kedalam bekuan darah, trabekula osteoid meluas dari alveolar ke bekuan darah, serta resorbsi margin kortikal soket alveolar terlihat lebih jelas.

4. Minggu ketiga setelah pencabutan, soket telah terisi jaringan granulasi, epitel permukaan telah terbentuk sempurna, dan remodeling tulang terus berlanjut sampai beberapa minggu berikutnya. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan penyembuhan tulang secara total akan selesai 4-6 bulan setelah pencabutan.

Dan apabila pada proses penyembuhan tersebut, tidak terbentuknya bekuan darah akan menyebabkan terjadinya dry socket dan memperlambat penyembuhan soket.


(22)

Gambar 1. Penyembuhan soket pasca pencabutan24

2.5 Komplikasi Pasca Pencabutan

Komplikasi pasca pencabutan adalah suatu respon pasien tertentu yang dianggap sebagai kelanjutan abnormal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit, edema dan dry socket. Tetapi apabila berlebihan maka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk komplikasi.1-8,17,21

Komplikasi-komplikasi lain yang mungkin terjadi yaitu kegagalan dalam anastesi dan mencabut gigi baik dengan tang atau dengan bein, fraktur dari gigi maupun mahkota yang dicabut, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksila, fraktur gigi tetangga, fraktur mandibula, perforasi sinus maksilaris, dan laserasi.1,21

Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi setelah pencabutan gigi. Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada 12-24 jam pertama setelah pencabutan atau pembedahan gigi. 1,7,17,21

Rasa sakit pada seseorang selalu merasa berbeda, dimana rasa sakit tersebut memiliki ambang atau tingkatan yang berbeda tiap manusia. Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara pemberian obat terhadap pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi sangat mengganggu. 1,21

Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan pembedahan gigi, serta merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap cedera. Edema adalah reaksi individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu mengakibatkan derajat pembengkakan yang sama baik pada pasien yang sama atau pasien yang berbeda. Usaha-usaha untuk mengontrol edema mencakup termal (dingin), fisik (penekanan), dan obat-obatan.1,21


(23)

2.6 Dry Socket

Dry socket merupakan komplikasi umum setelah pencabutan gigi, terbukanya dinding soket disebabkan adanya gangguan pembentukan bekuan darah normal yang terjadi pada tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid sehingga menyebabkan terjadinya infeksi. Peradangan akut tulang lapisan soket disebabkan oleh invasi mikroba pada soket, penghalang pelindung alami terhadap invasi adalah bekuan darah yang mengisi soket segera setelah ekstraksi.1-9,15-20,23

Dry socket ini juga dikenal dengan nama lain alveolar osteitis, localized alveolitis, alveolitis sicca dolorosa, localized osteitis, postoperative osteitis, localized acute osteomyelitis dan fibrinolytic alveolitis.2,6,16,24

Gambar 2. Gambaran klinis dry socket25

2.6.1 Etiologi

Etiologi dry socket merupakan multifaktorial dan masih belum jelas diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi. Etiologi yang diketahui adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang sudah terbentuk. Faktor-faktor penyebab peningkatan aktifitas fibrinolisis ini antara lain anastesi yang mengandung vasokonstriktor yang berlebihan menyebabkan suplai darah terhalang ke tulang dan daerah pencabutan sehingga bekuan darah sulit terbentuk, obat-obatan sistemik, aktivator cairan tubuh, aktivator jaringan dan bakteri yang menghasilkan rasa nyeri, bau mulut, dan rasa tidak enak. Fibrinolisis terbagi dua yaitu tanpa bakteri dan keterlibatan bakteri,yaitu:1,4,11,22,23


(24)

Kerusakan bekuan darah disebabkan oleh mediator yang keluar selama inflamasi, mediator ini secara langsung atau tidak langung mengaktifkan plasminogen kedalam darah. Ketika mediator dikeluarkan oleh sel tulang alveolar yang mengalami trauma, plasminogen berubah menjadi plasmin dan menyebabkan kerusakan pada bekuan darah dengan memisahkan benang-benang fibrin. Perubahan ini terjadi pada proaktivator selular atau plasma dan aktivator lainnya.11,22

b. Fibrinolisis dengan keterlibatan bakteri

Sebuah penelitian mengemukakan bahwa anaerob penyebab dari terjadinya dry socket

yang dilihat dari aktifitas fibrinolitik dari Treponema denticola yang menyebabkan penyakit periodontal. Actinomyces viscosus and Streptococcus mutans dapat memperlambat penyembuhan pasca pencabutan gigi. Beberapa spesies bakteri mensekresikan pirogen yang menjadi aktivator tidak langsung dari fibrinolisis in vivo. Ketika diinjeksi pirogen intravena didapatkan hasilnya bahwa hal tersebut meningkatkan aktivitas fibrinolitik.11,22,24

2.6.2 Gambaran Klinis

Gambaran klinis yang sering terjadi pada dry socket adalah :10,11,21,24

1. Dry socket biasanya muncul pada hari ke 2-4 setelah pencabutan gigi, nyeri hebat yang menyebar sampai ke telinga

2. Hilangnya bekuan darah pada soket bekas pencabutan dan biasanya dipenuhi oleh debris 3. Pada soket bekas pencabutan, tulang alveolar sekitar diselimuti oleh lapisan jaringan nekrotik berwarna kuning keabu-abuan

4. Inflamasi margin gingiva disekitar soket bekas pencabutan

5. Mukosa sekitar biasanya berubah warna menjadi kemerahan dibanding jaringan sekitarnya

6. Demam ringan 7. Halitosis

2.6.3 Patofisiologi

Dry Socket terjadi karena meningkatnya aktifitas dari fibrinolitik yang menjadi faktor etiologi dry socket. Hasil pengamatan Birn pada jurnal “Review Artice Alveolar Osteitis : a Comprehensive Review of Concepts and Controversies”, terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolitik pada alveolus dengan dry socket dibandingkan dengan alveolus normal. Birn juga menyatakankan bahwa lisis total atau partial dan hancurnya bekuan darah disebabkan oleh


(25)

pelepasan mediator selama inflamasi oleh aktivitas plasminogen direct (fisiologik) dan indirect (nonfisiologik) kedalam darah. Plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang menyebabkan pecahnya bekuan darah oleh disentegrasi fibrin. 17,30

Rasa sakit yang khas pada dry socket berhubungan dengan pembentukan senyawa kinin di dalam alveolus. Kinin mengaktifkan terminal nervus primer afferen yang peka terhadap mediator inflamasi dan substansi allogenik lainnyayang pada konsentrasi 1ng/ml dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Plasminogen menyebabkan perubahan kallikrein menjadi kinin di dalam sumsum tulang alveolar. Sehingga, adanya plasmin menjelaskan kemungkinan terjadinya dry socket dengan berbagai aspek (seperti neuralgia dan disintegrasi bekuan darah).17,30

Pada penelitian Nitzan dalam jurnal “Modern Concepts in Understanding and Management of the Dry Socket Syndrome : Comprehensive Review of the Literature” menyatakan bahwa Treponema denticola diketahui berkembang biak dan menghancurkan bekuan darah tanpa menghasilkan gejala klinis yang khas pada infeksi, seperti kemerahan, bengkak atau terbentuknya pus dan sebelumnya telah diisolasi dari dry socket. Treponema denticola merupakan bakteri anaerob yang berimplikasi pada penyakit periodontal dan dapat menghasilkan bau busuk yang khas dari dry socket dan Treponema denticola ini juga menunjukkan aktivitas fibrinolitik seperti plasmin sedangkan bakteri rongga mulut lainnya pada umumnya hanya memiliki aktivitas yang minim.4,17,24


(26)

2.6.4 Insidensi

Penelitian yang dilakukan oleh Khatab U et al (2008-2011), bahwa dry socket dapat terjadi sebanyak 0,5%-5% pada kasus pencabutan gigi dan sebanyak 1%-37,5% pada kasus pembedahan molar 3 atau odontektomi, dimana berdasarkan jenis kelamin laki -laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan persentase pada laki-laki 53% dan perempuan 47,6%, sedangkan untuk berdasarkan rahang, bahwa dry socket lebih tinggi pada rahang bawah sebanyak 73,3% dan rahang atas sebanyak 26,7%, dan berdasarkan umur pasien persentase lebih tinggi pada umur 31-40 yaitu sebanyak 36,6%.9

Penelitian yang dilakukan oleh Kasumaningrum A pada tahun 2008 di RSGM-P FKG UI, bahwa sebanyak 828 kasus pencabutan gigi terdapat 0,6% kasus dry socket.21

2.6.5 Faktor Resiko

1. Trauma pada saat pencabutan

Peningkatan terjadinya dry socket dapat di sebabkan oleh pencabutan gigi yang sulit dan trauma pada saat pencabutan. Dry socket lebih sering terjadi pada pencabutan gigi molar terutama pada molar ketiga mandibula. Trauma bedah yang cukup besar menyebabkan tulang alveolar melepaskan aktivator-aktivator jaringan dan merubah plasminogen menjadi plasmin yang menghancurkan bekuan fibrin sehingga menghasilkan soket yang kering dan rasa nyeri.4,11,17

2. Usia

Sebagian besar literatur mengatakan bahwa dry socket jarang terjadi di masa kecil dan insiden yang meningkat pada usia yang berkelanjutan. Penelitian Khitab U (2012) mengemukakan bahwa 2,2% pada kelompok usia 11-20 tahun, 22,2% pada kelompok usia 21-30 tahun, 36,6% pada usia kelompok 31-40 tahun, 16,7% pada kelompok usia 41-50%, 13,4% pada kelompok usia 51-60 tahun, dan 8,9% pada kelompok usia lanjut. Banyaknya terjadi pada usia 31-40 tahun tersebut dikarenakan pembentukan tulang alveolar sudah sempurna dan banyak terjadi penyakit periodontal sehingga adanya trauma pencabutan yang kemungkinan menimbulkan terjadinya dry socket.7

3. Jenis kelamin dan penggunaan kontrasepsi

Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan angka prevalensi terjadinya dry socket

yang menggambarkan pada wanita lebih besar dibandingkan pada pria. Penggunaan tablet kontrasepsi menunjukkan peningkatan terhadap terjadinya dry socket. Hal ini disebabkan


(27)

karena di dalam tablet kontrasepsi terdapat estrogen yang memiliki peranan terhadap terjadinya dry socket sehingga mengakibatkan tingginya level plasminogen dalam darah dan menstimulasi aktivitas fibrinolisis. Aktivitas fibrinolisis meningkat maksimum pada pertengahan siklus tablet kontrasepsi dan menurun mendekati normal pada masa tidak aktif sebab siklus penggunaan tablet kontrasepsi dijadwalkan selama 21 hari dengan diikuti masa aktif selama 7 hari. Pada hari 2-3 setelah penggunaan tablet kontrasepsi dihentikan maka siklusnya akan terjadi penurunan. Oleh karena itu, resiko terjadinya dry socket pasien yang mengkonsumsi tablet kontrasepsi dapat diperkecil jika melaksanakan pencabutan gigi pada minggu terakhir dari siklus yaitu pada hari 22-28.17,21,25

4. Kebiasaan merokok

Menurut penelitian bahwa merokok mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya dry socket. Hal ini dikarenakan masuknya benda asing yang mengkontaminasi daerah pencabutan sehingga melarutkan bekuan darah dari alveolus dan menghambat penyembuhan sebab bahan-bahan yang terkandung dalam rokok dapat menimbulkan masalah terhadap mekanisme pembekuan darah yang terjadi. Bahan dasar rokok adalah tembakau, yang mengandung tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Pasca pencabutan gigi, pasien yang merokok menunjukkan keterlambatan dalam penyembuhan luka. Pada nikotin kemungkinan akan mengganggu suplai oksigen yang menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan melalui efek vasokonstriksi. Nikotin juga dapat meningkatkan viskositas darah yang disebabkan oleh aktivitas fibrinolitik yang menurun dan augmentasi daya lekat platelet. Selain nikotin, karbon monoksida dalam rokok dapat menyebabkan putusnya aliran oksigen ke jaringan, sehingga menyebabkan turunnya jumlah hemoglobin oksigenasi dalam aliran darah. Serta pada hidrogen sianida juga telah diketahui merupakan komponen dalam rokok yang dapat merusak metabolisme oksigen seluler dan menyebabkan oksigen yang membahayakan bagi jaringan.4,17,26,30

5. Gigi yang dicabut

Pembedahan molar tiga mandibular relatif sulit dilakukan dan memakan waktu yang lama, sehingga kemungkinan memicu terjadinya dry socket. Hal ini disebabkan tulang mandibula yang padat dan vaskularisasi nya lebih sedikit dari pada maksila sehingga pencabutan gigi geligi mandibula biasanya lebih sulit dibandingkan gigi geligi maksila dan gaya berat menyebabkan soket pada mandibula lebih cenderung untuk terkontaminasi terhadap sisa-sisa makanan.21,25


(28)

Penggunaan anastesi lokal lebih meningkat resiko terjadinya dry socket dibandingkan dengan anastesi umum, jenis bahan anastesi lokal juga berpengaruh. Dengan menggunakan

xylocaine yang mengandung vasokonstriktor (bahan adrenalin) dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya terjadinya dry socket lebih besar dibanding dengan citanest.11.17

7. Oral higien yang buruk

Peranan mikroorganisme pada pasien dengan oral hygiene yang buruk dan adanya inflamasi secara signifikan dapat meningkatkan insidens terjadinya dry socket. Sebuah teori mengemukakan bahwa adanya mikroorganisme dalam flora normal mulut dapat menyebabkan luka pencabutan gigi terinfeksi.4,11,17,21

2.6.6 Pencegahan

Ada beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya dry socket adalah : a. Pencabutan gigi pada waktu yang tepat

Melakukan pencabutan gigi pada saat adanya inflamasi sangat tidak dianjurkan karena akan menimbulkan komplikasi pasca pencabutan, seperti terjadinya dry socket. Hal ini terjadi karena pada dinding alveolus terdapat jaringan yang meradang sehingga menghalangi suplai darah ke tulang dan daerah pencabutan. Untuk itu ada baiknya menunda pencabutan gigi terlebih dahulu sampai inflamasi sembuh dan memberikan obat-obatan.2,3,15

b. Teknik pencabutan yang tepat

Sebuah teori menyatakan bahwa trauma yang besar terhadap tulang dapat merusak tulang alveolar sehingga resistensi terhadap infeksi menurun dan enzim bakteri menghancurkan bekuan darah. Pada kasus yang sukar pencabutan gigi dengan pembukaan flep dapat meminimalkan trauma sehingga penyembuhan primer akan lebih cepat terjadi.3,15,20,25

c. Sterilisasi alat yang baik

Mensterilkan alat-alat sebelum melakukan pencabutan sangat penting, seperti skapel, elevator, tang, dan jarum jahit dapat berpotensi terhadap terjadinya infeksi. Sebab alat-alat ini berkontak langsung dengan jaringan lunak, tulang, darah, dan saliva. Jika pada saat melakukan tindakan alat tersebut dalam keadaan tidak steril kemungkinan akan terjadi kontaminasi oleh mikroorganisme yang terdapat pada alat dengan darah dan saliva pada daerah pencabutan gigi. Oleh karena itu, sebaiknya alat-alat dalam keadaan steril sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga memperkecil terjadinya dry socket setelah pencabutan gigi.2,3,15,20,25


(29)

Dengan menggunakan anastesi yang mengandung vasokonstriktor dapat mengurangi perdarahan pada saat pencabutan atau pembedahan, menghasilkan daerah kerja yang darahnya sedikit dan anastesi yang lama. Akan tetapi apabila jumlah anastesi dengan vasokonstriktor terlalu banyak sehingga dapat mengurangi suplai darah ke tulang daerah pencabutan sehingga menghilangkan bekuan darah yang mengakibatkan kuman-kuman masuk ke dalam alveolus. Oleh karena itu, sebaiknya jumlah anastesi dengan vasokonstriktor diberikan dengan dosis yang cukup, agar alveolus tidak kering dan tidak menimbulkan rasa nyeri yang hebat pasca pencabutan.15,19,20

e. Penggunaan antibiotik

Penggunaan antibiotik dapat mencegah luka pencabutan gigi terinfeksi dan terkontaminasi baik yang ada di rongga mulut maupun dari alat-alat yang digunakan. Dengan menggunakan antibiotik efektif untuk mencegah dry socket. Biasanya dengan menggunakan bubuk, suspensi, atau dengan diletakan di kasa.3,15,20

f. Penggunaan klorheksidin

Penggunaan klorheksidin baik dengan obat kumur atau irigasi efektif mengurangi soket yang kering. Dengan menggunakan klorheksidin 0,2% dapat mencegah gangguan bakteri dari membran sel serta efektif melawan berbagai bakteri gram (-) dan gram (+) yang dapat mengakibatkan terjadinya dry socket.3,4,11,30

g. Penggunaan saline isotonik (NaCl 0,9%)

Dengan menggunakan saline isotonik (NaCl 0,9%) pada pencabutan gigi dapat membebaskan rongga mulut secara menyeluruh dari bakteri yang merupakan faktor terjadinya dry socket. Larutan saline isotonik ini tidak menghambat penyembuhan, dan tidak menyebabkan alergi pada soket pencabutan.3,19,28

Penatalaksaan

Perawatan dry socket karena adanya lisis pada fibrin, yaitu26,27,29 : a. Fibrinolisis keterlibatan bakteri

1. Pertama soket diirigasi dengan larutan saline dengan tujuan untuk membersihkan sisa jaringan nekrotik pada soket bekas pencabutan gigi. Soket tidak boleh di kuretase sampai ke tulang bagian dalam, karena dapat mengenai tulang yang terbuka dan meningkatkan rasa sakit pada pasien. Soket yang diirigasi dengan larutan saline sebaiknya disedot dengan hati-hati agar bagian yang utuh dapat dipertahankan.


(30)

3. Letakkan alvogyl pada soket bekas pencabutan gigi. Kandungan alvogyl yaitu iodoform dapat memberikan efek antimikroba, eugenol atau benzokain dapat memberikan efek analgesik saat dimasukkan ke dalam soket dan butamben dapat memberikan anastesi moderate yang efektif. Penggunaan obat lain yaitu meletakkan kasa yang telah diberi iodoform dimasukkan ke dalam soket bekas pencabutan gigi. Kandungan pada obat tersebut eugenol atau benzokain yang dapat menurunkan rasa sakit pada pasien.

4. Kasa diganti setiap hari untuk 3-6 hari ke depan, tergantung keparahan rasa sakit oleh pasien. Untuk penggantian kasa sebaiknya diirigasi terlebih dahulu dengan larutan saline. 5. Jika rasa sakit pasien sudah berkurang, kasa dapat dilepas karena apabila kasa diletakkan terlalu lama pada soket akan bertindak sebagai benda asing dan penyembuhan soket akan lebih lama.

6. Setelah kasa dilepas instruksikan pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan pemberian obat non steroid anti inflamasi (NSAID) analgesik, jika pasien tidak ada kontraindikasi dalam riwayat medis.

b. Fibrinolisis tanpa keterlibatan bakteri, yaitu:

Dengan meresepkan multivitamin yang dapat meningkatkan imunitas dan daya tahan tubuh pasien seperti vitamin c. Vitamin c dapat menjaga dan meningkatkan sistem imun tubuh, vitamin c juga suatu benteng pertahanan tubuh yang memiliki tugas menghalangi serta memusnahkan virus dan bakteri yang membahayakan tubuh.


(31)

2.6 Kerangka Teori

Perawatan Pasca Pencabutan Pencabutan

Proses Penyembuhan

   Komplikasi

Dry Socket

Patofisiologi Etiologi

Penatalaksanaan Gambaran

Klinis

Faktor Resiko

Insidens


(32)

2.7 Kerangka Konsep

             

Pengetahuan Mahasiswa Kepanitraan Klinik Departemen Bedah Mulut

FKG USU

Pencegahan terjadinya

Dry Socket

 Defenisi

 Etiologi

 Gambaran Klinis

 Patofisiologi


(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif, maksudnya adalah suatu penelitian yang tujuan utamanya mendeskripsikan atau menggambarkan pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU jalan Alumni no.2 USU, Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014..

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa kepanitraan klinik di Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU.

3.3.2 Sampel Penelitian

Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling atau sampel jenuh dimana sampel merupakan seluruh populasi, maka seluruh mahasiswa kepanitraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tahun 2013-2014 sebanyak 69 orang yaitu pada periode 2 Desember 2013 sampai 8 Februari 2014 berjumlah 12 orang, periode 6 Januari 2014 sampai 15 Maret 2014 berjumlah 14 orang, periode 24 Februari 2014 sampai 03 Mei 2014 berjumlah 19, dan periode 3 Maret 2014 sampai 10 Mei 2014 berjumlah 24 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah mahasiswa kepanitraan klinik yang bersedia.


(34)

2.6 Variabel dan Defenisi Operasional

Tabel 1. Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel Penelitian Definisi Operasional

Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil ‘tahu’ dari responden tentang defenisi dry socket,

etiologi dry socket, gambaran klinis dry socket, patologis dry socket, pencegahan

dry socket, dan penata laksanaan pasien

dry socket.

Dry Socket Komplikasi setelah pencabutan gigi, karena tidak terbentuknya bekuan darah normal sehingga menyebabkan terbukanya tulang alveolar.

Gambaran Klinis Dry socket biasanya timbul 2-4 hari setelah pencabutan disertai nyeri yang hebat, bekuan darahnya tidak sempurna, inflamasi margin ginggiva, warna menjadi kemerahan, dan halitosis.

Pencegahan Ada beberapa pencegahan terjadinya dry

socket setelah pencabutan yaitu : pencabutan gigi pada waktu yang tepat, teknik pencabutan, sterilisasi alat, anastesi yang cukup, penggunaan antibiotik sistemik, penggunaan antibiotik lokal, penggunaan klorheksidin, penggunaan asam polilaktik, dan saline isotonik.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang setuju untuk berpatisipasi dalam penelitian ini dan diisi secara langsung oleh responden.


(35)

3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dari hasil penelitian dilakukan secara komputerisasi menggunakan Microsoft Excel dan Microsoft Word.

3.6.2 Analisis Data

Data yang telah diperolah dihitung dalam bentuk persentase. Hasil dari data di sajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk melihat tingkat pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU.

3.7 Pengukuran Data

Pengetahuan responden terhadap pencegahan terjadinya dry socket diukur melalui 10 pertanyaan. Pertanyaan dengan jawaban benar dengan nilai 1 dan pertanyaan yang dengan jawaban salah nilai 0. Sehingga nilai tertinggi responden dari 10 pertanyaan adalah 10. Kemudian jumlah skor setiap responden dihitung dengan rumus:26

P = Persentase

F = Jumlah jawaban yang benar N = Jumlah soal

Tabel 2. Kategorik Nilai Pengetahuan (Mahfoedz,2009)

Alat Ukur Hasil Ukur Katagori Penilaian Skor

Kuesioner (10 pertanyaan)

Jawaban tidak tepat = 0

Jawaban yang tepat = 1

Baik : jawaban benar 76%-100% dari seluruh pertanyaan.

8-10

Cukup : jawaban benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan.

5-7

Kurang : jawaban benar 0%-55% dari seluruh pertanyaan.

<5


(36)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Dari tabel 3, responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20,3% dan berjenis kelamin perempuan 79,7%.

Table 3. Karakteristik responden mahasiswa kepanitraan klinik

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki Perempuan

14 55

20,3% 79,7%

Total 69 100%

4.2 Pengetahuan Responden tentang Pencegahan terjadinya dry socket setelah

pencabutan gigi

Pengetahuan responden tentang pencegahan terjadinya dry socket setelah pencabutan gigi termasuk kategori baik (76% - 100%) dalam defenisi dry socket, nama lain dari dry socket, waktu timbulnya gejala dry socket, etiologi dry socket, efeksamping penggunaan dosis anastesi dengan vasokonstriktor yang berlebihan terhadap dry socket, penggunaan khlorheksidin 0,2% sebagai pencegahan terjadinya dry socket, dan perawatan pada pasien dry socket. Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (56% - 75%) dalam gambaran klinis dry socket. Sedangkan pengetahuan responden termasuk kategori kurang (0% - 55%) dalam bakteri yang menyebabkan terjadinya dry socket (Tabel.4).


(37)

Tabel 4. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang pencegahan terjadinya dry socket setelah pencabutan gigi

Pengetahuan Responden

Tahu Tidak Tahu

Jumlah % Jumlah %

Defenisi dry socket 64 92,75% 5 7,25%

Nama lain dari dry socket 63 91,30% 6 8,70%

Waktu timbulnya gejala dry socket 63 91,30% 6 8,70%

Etiologi terjadinya dry socket 60 86,96% 9 13,04%

Gambaran Klinis dari dry socket 39 56,52% 30 43,48% Bakteri yang mengakibatkan

terjadinya dry socket 21 30,43% 48 69,57%

Etiologi dry socket dengan adanya

peningkatan aktivitas fibrinolisis 61 88,41% 8 11,59% Efek samping penggunaan anastesi

dengan vasoksontriktor yang berlebih terhadap terjadinya dry socket

63 91,30% 6 8,70%

Kegunaan khlorheksidin 0,2% sebagai pencegahan terjadinya dry socket

58 84,06% 11 15,94%

Perawatan pada pasien dry socket 69 100% 0 0%

Hasil penelitian tentang pengetahuan pencegahan terjadinya dry socket setelah pencabutan gigi di dapat persentase tertinggi pada kategori berpengatahuan baik yaitu 68%, sedangkan berpengetahuan cukup yaitu 29% dan berpengetahuan kurang yaitu 3% (Tabel 5).


(38)

Tabel 5 Grafik 5. Kategori pencabuta Katego Baik Cukup Kuran Total 1. Distribus socke

2

pengetahua an gigi ori k p ng l si frekuensi

et setelah pe

29%

an responde

pengetahua encabutan g

3%

en tentang p

Jumlah 47 20 2 69 an responde igi

%

pencegahan

en tentang p

68

n terjadinya Persen 68% 29% 3% 100 pencegahan

%

a dry socket

ntase % % % 0% terjad Baik Cuku Kuran

t setelah

inya dry

p ng


(39)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian tentang pengetahuan terhadap pencegahan terjadinya dry socket setelah pencabutan gigi menunjukkan 92,75% responden mengetahui defenisi dry socket yaitu terbukanya dinding soket disebabkan adanya gangguan pembentukan bekuan darah normal yang terjadi pada tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid sehingga menyebabkan terjadinya infeksi.1,9,15 Sebanyak 91,30% responden mengetahui nama lain dry socket, hanya beberapa orang yang tidak mengetahuinya. Hal ini tergolong pada kategori baik karena seorang mahasiswa kepanitraan klinik sebaiknya mengetahui salah satu dari beberapa nama lain dari dry socket. Ini mungkin disebabkan karena pada masa perkuliahan, sehingga responden sudah mendapat teori mengenai nama lain dari dry socket.

Dry socket mempunyai nama lain, alveolar osteitis, locolized osteitis, posfoperatif osteitis, localized acute osteomyelitis dan fibrinolitic.2,6,16,24

Pengetahuan responden terhadap waktu timbulnya gejala terjadinya dry socket sudah tergolong baik, yaitu 91,30%. Pengetahuan ini baik mungkin disebabkan karena pengalaman responden selama berada di klinik. Menurut Khitab Umur et all, tanda gejala terjadinya dry socket ketika pasien datang ke klinik dengan keluhan merasa sakit dan bau tidak enak yang berasal dari bekas pencabutan gigi, biasanya ini terjadi 2-4 hari setelah pencabutan gigi dan dapat berlangsung selama beberapa hari.7 Hasil penelitian juga menunjukkan baik tentang etiologi dry socket secara keseluruhan yaitu 86,96% dan pada etiologi dry socket dengan aktivitas fibrinolisis dengan keterlibatan bakteri sebanyak 88,41%. Hal ini menunjukkan bahwa responden telah mengetahui etiologi dry socket, dimana terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang sudah terbentuk. Selain itu juga dapat diakibatkan adanya infeksi pada soket gigi setelah pencabutan gigi, tulang yang tebal, dan hilangnya blood clot.4,7,23

Hampir seluruh responden mengetahui etiologi peningkatan fibrinolisis dengan keterlibatan bakteri yang dapat memperlambat dan menghalangi penyembuhan luka pada daerah pencabutan gigi. Akan tetapi hanya 30,13% responden yang mengetahui bakteri yang terdapat pada dry socket. Hal ini termasuk pada kategori kurang. Rendahnya persentase tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan responden mengenai bakteri yang menyebabkan terjadinya dry socket. Menurut Nitzan, Treponema denticola diketahui berkembangbiak dan menghancurkan bekuan darah tanpa menghasilkan gejala klinis yang


(40)

khas pada infeksi, seperti kemerahan, bengkak, atau terbentuknya pus dan sebelumnya telah diisolasi anaerob yang berimplikasi pada penyakit periodontal dan dapat menghasilkan bau busuk yang khas dari dry socket. Treponema denticola menunjukkan aktvitas fibrinolisis seperti plasmin, sedangkan bakteri rongga mulut lainnya pada umumnya hanya memiliki aktivitas yang sedikit.4,22,24

Dari keseluruhan responden, 56,52% responden mengetahui gambaran klinis dry socket. Hal ini menunjukkan bahwa responden dikategorikan cukup tentang pengetahuan gambaran klinis. Pengetahuan ini mungkin disebabkan karena responden hanya menerima teori gambaran klinis pada saat perkuliahan. Sebaiknya mahasiswa kepanitraan klinik lebih mengetahui gambaran klinis dari dry socket karena dengan mengetahui gambaran klinis dapat melakukan diagnosa bahwa pasien tersebut mengalami dry socket. Gambaran klinis dari dry socket yaitu dengan adanya nyeri hebat hingga ke telinga pada 2-4 hari setelah pencabutan gigi, inflamasi margin gingiva di sekitar soket bekas pencabutan, sekitar mukosa biasanya berubah warna menjadi kemerahan, pasien mengalami demam ringan dan halitosis.10,11,21,24

Hasil penelitian menunjukkan 91,30% responden mengetahui efek samping penggunaan anastesi dengan vasokonstriktor yang berlebihan terhadap terjadinya dry socket yang tergolong baik. Hal ini menunjukkan bahwa responden memahami etiologi dry socket, dimana terjadinya peningkatan aktifitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang sudah terbentuk. Faktor-faktor penyebab peningkatan aktivitas fibrinolisis salah satunya yaitu anastesi mengandung vasokonstriktor yang berlebihan menyebabkan suplai darah terhalang ke tulang dan daerah pencabutan sehingga menghilangkan bekuan darah yang mengakibatkan kuman-kuman masuk ke dalam alveolus.4,11,22

Hasil penelitian juga menunjukkan 84,06% responden mengetahui kegunaan khlorheksidin 0,2% sebagai pencegahan terjadinya dry socket tergolong baik. Menurut J.Jabbar, penggunaan antimikroba lokal dengan obat kumur seperti khlorheksidin dapat mengontrol infeksi. Berkumur-kumur sebelum dan sesudah tindakan dengan khlorheksidin 0,2% menunjukkan penurunan terjadi frekuensi dry socket. Kemungkinan terjadi karena penggunaan jumlah bakteri aerob dan anaerob pada saliva setelah berkumur khlorheksidin.3,4,11,30

Pengetahuan responden 100% menunjukkan bahwa responden mempunyai kategori baik pada pengetahuan perawatan pasien dry socket (tabel 4). Perawatan pasien dry socket ada 2, yaitu perawatan terjadinya lisis pada fibrin dengan keterlibatan bakteri dan perawatan dengan lisis pada fibrin tanpa keterlibatan bakteri. Pada pasien dry socket dengan lisis pada fibrin dengan keterlibatan bakteri, perawatan terbarunya yaitu diawali dengan soket diirigasi larutan


(41)

saline untuk membersihkan sisa jaringan nekrotik pada soket bekas pencabutan gigi, kemudian membuat pendarahan pada soket untuk merangsang terjadinya bekuan darah, lalu meletakkan alvogyl pada soket bekas pencabutan gigi, kandungan alvogyl yaitu iodoform dapat memberikan efek anti mikroba, eugenol atau benzokain dapat memberikan efek analgesik saat dimasukkan ke dalam soket dan butamben dapat memberikan anastesi moderate yang efektif, pasien sebaiknya diinstruksikan untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan pemberi obat non steroid anti inflamasi (NSAID) jika pasien tidak ada kontraindikasi dalam riwayat medis.1,27,29

Perawatan yang lama pada pasien dry socket dengan lisis keterlibatan bakteri diawali dengan irigasi bagian yang terkena dry socket dengan larutan saline, kemudian buat pendarahan pada soket gigi, tempatkan kasa yang telah diberi iodoform kedalam soket, dimana kandungan obat ini dapat menurunkan rasa sakit pada pasien, kasa diganti setiap hari untuk 3-6 hari tergantung keparahan rasa sakit pasien, setelah rasa sakit pasien berkurang sebaiknya kasa dilepas karena dapat menghambat penyembuhan soket, dan pasien sebaiknya diinstruksikan untuk menjaga kebersihan rongga mulut, dan meresepkan analgesik-anti inflamasi.1,26

Perawatan pasien dry socket dengan lisis fibrin yang tidak keterlibatan bakteri dapat meresepkan multivitamin agar meningkatkan imunitas dan daya tahan tubuh pasien seperti vitamin c yang dapat meningkatkan sistem imun tubuh dan vitamin c juga suatu sistem pertahanan tubuh yang memiliki tugas menghalangi serta memusnahkan virus dan bakteri yang membahayakan tubuh.1,27,29

Keterbatasan penelitian ini, tidak ditemui perbandingan penelitian tentang pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket. Sehingga peneliti tidak dapat membandingkan hasil penelitian di klinik FKG USU dengan hasil penelitian yang lainnya.


(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Desember 2013-Maret 2014 tentang defenisi dry socket, nama lain dari dry socket, waktu timbulnya gejala dry socket, etiologi dry socket, etiologi dry socket dengan adanya peningkatan fibrinolisis dengan bakteri, efeksamping penggunaan anastesi dengan vasokonstriktor yang berlebihan terhadap dry socket, penggunaan khlorheksidin 0,2% sebagai pencegahan terjadinya dry socket,dan perawatan pada pasien dry socket termasuk pada kategori baik 68%.

2. Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Periode Desember 2013-Maret 2014 tentang gambaran klinis dry socket, termasuk pada kategori cukup 29%.

3. Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Periode Desember 2013-Maret 2014 tentang bakteri yang menyebabkan terjadinya dry socket

termasuk pada kategori kurang 3%.

4. Pada hasil penelitian, terlihat bahwa pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik periode Desember 2013-Maret2014 terhadap pencegahan terjadinya dry socket termasuk pada kategori baik.

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada Departeman untuk memberikan himbauan kepada mahasiswa kepanitraan klinik yang akan memasuki klinik tentang pentingnya pengetahuan tentang dry socket dan pencegahan dry socket, serta mahasiswa di minta untuk sering mengulangi materi perkuliahannya.

2. Diharapkan kepada mahasiswa kepanitraan klinik agar meningkatkan dan mengaktualisasikan pengetahuan tentang dry socket.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa: Purwanto, Basoeseno. Jakarta: ECG, 1996:29-100.

2. Hoaglin D, Lines G. Prevention of localized osteitis in mandibular third-molar sites using platelet-rich fibrin. Int J Dent 2013.

3. Sabur J.J, B.D.S. The effect chlorhexidine mouth washed on the incidence of dry socket following teeth extraction. J bagh college dentistry 2011 ; vol 23(2): 84-86.

4. Noroozi A, DDS, Philbert. Modern concepts in understanding and management of the “dry socket” syndrome comprehensive riview of the literature. Int J Dent 2009;107:30-35.

5. Hollins C. Levison’s textbook for dental nurses.10th ed: Hongkong, Graphicraft Limited,2008:328-30.

6. Navas R, Mendoza M. Case report: Late complicatoin of dry socket treatment. Int J Dent 2010.

7. Khitab U, Khan A, Shah S. Clinic characteristic and treatment of dry socket a study. Pakistan oral & dental journal 2012;vol 32(2):206-9.

8. Partbasaratbi K, Smith A, Cbandu A. Factor affecting incidence of dry socket: a prospective communiy-based study. J oral maxillofac surg 2011;vol69:1880-84.

9. Mohammad H, Abu MH, Abu RO. Dry socket: Clinical picture, and risk factor in a palestinian dental teaching. The open dentistry journal 2011;vol:5:7-12.

10. Eshghpour M, Moradi A, Nejat A. Dry socket following tooth extraction in an iranian dental center: incidence and risk factors. JDMT 2013; vol 2(3):86-91.

11. Sheikh MA, Kiyani A, Mehdi A, Musharaf Q. Pathogenesis and management of dy socket ( alveolar osteotis ). Pakistan oral and dental jurnal 2010;30(2): 323-6.

12. Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC, 2009: 1, 18-19.

13. Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2003: 127-132. 14. Notoatmodjo S. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta, 2007:

143-9.

15. Channar K, Dall A, Memon A, Lal R. Prevention of alveolar osteitis in surgical removal of lower third molar. Pakistan oral & dental journal 2013;vol:33(2): 244-48.


(44)

16. Coulthard P, et al. Oral and maxillofacial surgary, radiography, pathology and oral medicine. China: Elsevior Limited,2009:70-72.

17. Munot N, Karnure M. Review on coventional and novel techniques for treatment of alveolar osteitis. Asian journal of pharmaceutic and clinical research 2013; vol:6(3):13-17.

18. Howe G.Pencabutan gigi geligi. Sianita ed:2 Jakarta:EGC, 1995:108-11.

19. Agrawal A, Singh N, Singhal A. Oxidized cellulose foam in prevention of alveolar osteitis. J Dent Med Sciences 2012; 22(22): 26-28.

20. Daly B, Sharlf MO,Newton T. Preventive and treatment of dry socket. Evidence-based dentistry 2013; 14: 13-14.

21. Ksusumaningrum A. Frekuensi distribusi edema dan dry socket pasca ekstraksi pada pasien usia 17-76 tahun di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran gigi Universitas Indonesia. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia, 2008. 22. Cardoso C, Rodrigues M, Junior O, Garlet G, Carvalbo P. Clinical concepts of dry

socket. J oral maxillofac surg 2010; vol:68: 1922-32.

23. Sugiaman V. Peningkatan penyembuhan Luka di mukosa oral melalui pemberian Aloa Vera (Linn.) secara topikal. JKM 2011;Vol:11(1): 70-79.

24. Anonymus. Hemostatis pasca ekstraksi gigi

<http://www.scribd.com/doc/126116778/Hemostasis-Paska-Extraksi-Gigi-docx> 08 desember 2013.

25. Machfoedz I. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Fitramaya, 2009: 125-6.

26. Petrson, et al. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4ed. New Delhi India: Mosby, 2003: 236-7.

27. Bagheri C. S, Jo. C. Clinical Review of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelpia USA: Mosby, 2008: 94-95.

28. Samir W, et al. Effect of Various Dally Consumption Agents on Tooth Extraction Wound Healing: Radiographic and Histological Experimental Study. J American Science 2011;vol7(12):389

29. Dr.Bowe C.D,Dr.Rogers S.S. Thr management of dry socket/alveolitis. JIDA 2011;vol57(6):305.

30. Kolokythas A, Olech E, Miloro M. Review Artice Alveolar Osteitis : a Comprehensive Review of Concepts and Controversies. Int J.Dent 2010;10.


(45)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Venti Trinanda

Tempat/ Tanggal Lahir : Sibuhuan / 12 September 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Karya Wisata Perumahan Johor Indah Permai 1 Blok 2 No.18 Medan Johor

Orangtua

Ayah : Drs. Irfan Soaduon Ibu : Mahnidar Azwarni, S.Ag Riwayat Pendidikan

1996-1998 : TK Al-Musyarofah, Padangsidempuan 1998-2004 : SD Negeri 15, Padangsidempuan 2004-2007 : MTSN 1, Padangsidempuan 2007-2010 : MAN 2, padangsidempuan

2010-2014 : S-1 Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan

               


(46)

Lampiran 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nomor : Tanggal :

PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITRAAN KLINIK TERHADAP PENCEGAHAN TERJADINYA DRY SOCKET

DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU

PETUNJUK PENGISIAN :

1. Pengisian kuesioner dilakukan oleh mahasiswa kepanitraan klinik yang sedang berada di Klinik Bedah Mulut FKG USU pada periode 2 Desember 2013 - 8 Februari 2014 dan periode 6 Januari – 15 Maret 2014.

2. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan melingkari jawaban yang dianggap benar.

3. Semua pertanyaan harus dijawab.

4. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.


(47)

LINGKARI JAWABAN PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA 1. Menurut anda, apakah defenisi dry socket ?

a. Infeksi tulang karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi dan tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum.

b. Terbukanya dinding soket disebabkan adanya gangguan pembentukan bekuan darah normal yang terjadi pada tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid sehingga menyebabkan terjadinya infeksi.

c. Suatu kejadian yang sangat komplek yang melibatkan struktur tulang, jaringan lunak dalam rongga mulut serta keseluruhan tubuh. 2. Menurut anda, apakah nama lain dari dry socket ?

a. Alveolar osteitis b. Osteomyelitis

c. Infeksi tulang

3. Menurut anda, kapan timbulnya gejala dry socket ? a. Langsung setelah pencabutan gigi

b. 4-6 hari setelah pencabutan gigi c. 2-4 hari setelah pencabutan gigi

4. Menurut anda, apa yang menjadi etiologi terjadinya dry socket ?

a. Terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang telah terbentuk.

b. Infeksi yang disebabkan oleh penyebaran melalui darah dari fokus infeksi.

c. Jamur yang menyebar di rongga mulut setelah dilakukannya pencabutan gigi.


(48)

5. Menurut anda, bagaimana gambaran klinis dari dry socket ? a. Mukosa berwarna merah muda

b. Nyeri

c. Adanya Stomatitis

6. Menurut anda, apa nama bakteri yang menyebabkan terjadinya dry socket ?

a. Treponema denticola b. Staphylococus aureus c. Pseudomonas

7. Menurut anda, pada etiologi terjadinya dry socket dengan peningkatan aktivitas fibrinolisis apa yang sering terjadi ?

a. Fibrinolisis dengan keterlibatan bakteri b. Fibrinolisis tanpa keterlibatan bakteri c. Semua jawaban salah

8. Menurut anda, apakah efek samping penggunaan anastesi yang berlebihan terhadap terjadinya dry socket ?

a. Dapat menghalangi suplai darah ke tulang dan daerah pencabutan sehingga menghilangkan bekuan darah yang mengakibatkan kuman-kuman masuk ke dalam alveolus

b. Terasa kebas pada pasien

c. Mempercepat suplai darah ke tulang dan daerah pencabutan

9. Menurut anda, apakah kegunaan khlorheksidin 0,2% sebagai pencegahan terjadi dry socket ?

a. Terbentuknya bekuan fibrin

b. Penyembuhan luka pencabutan gigi

c. Mencegah gangguan bakteri dari membran sel

10.Menurut anda, perawatan apa yang diberikan kepada pasien dry socket?

     


(49)

     

                               


(50)

(51)

       

         

                               


(52)

       

       

                               


(53)

         

                               


(54)

(1)

     

                           


(2)

(3)

       

         

                           


(4)

                                               


(5)

         

                           


(6)