Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013
DOSIS ANESTESI LOKAL OLEH MAHASISWA
KEPANITERAAN KLINIK DI DEPARTEMEN
BEDAH MULUT FKG USU TAHUN 2013
SKRIPSI
Oleh: LUSIANA S NIM: 090600095
PEMBIMBING:
OLIVIA AVRIYANTI HANAFIAH, drg., SP. BM GEMA NAZRI YANTI, drg., M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2013
Lusiana Simangunsong
Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun 2013.
xi + 45 halaman
Popularitas anestesi lokal yang makin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kategori pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa kepaniteraan klinik yang sedang berada di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada bulan Mei tahun 2013, yaitu 38 orang. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu sebanyak 38 orang. Hasil penelitian menunjukkan persentase kategori pengetahuan tertinggi pada kategori cukup (44,7%) dan perilaku pada kategori kurang (68,4%). Pengetahuan responden masih kurang pada defenisi anestesi secara umum (34,2%) dan dosis maksimum mepivacain (13,1%). Dari segi perilaku, hanya 44,73% responden yang melihat efek samping setelah penyuntikan dan tidak ada satu orangpun responden yang menghitung dosis anestesi yang harus diberikan,
(3)
menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal dan menggunakan dosis yang telah dihitung sebelumnya. Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU masih termasuk rendah, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku responden terhadap pentingnya penghitungan dosis anestesi lokal sebelum pencabutan gigi.
(4)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji
Medan, 08 Juli 2013
Pembimbing: Tanda Tangan
1. OLIVIA AVRIYANTI HANAFIAH, drg., Sp.BM 1………
NIP. 19730422 199802 2 001
2. GEMA NAZRI YANTI, drg., M.Kes 2………
(5)
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim pengu ji pada tanggal 08 Juli 2013
TIM PENGUJI
KETUA : Hendry Rusdy, drg., M.Kes, Sp.BM ANGGOTA : 1. Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM
2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM 3. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes
(6)
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini selesai disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada dosen pembimbing skripsi yaitu Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing pertama, Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing penulis demi selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Bilmar Simangunsong, SH dan Ibunda tercinta Rotua Sianturi S.Pd yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan serta segala bantuan baik berupa moril maupun materil yang tidak terbatas oleh penulis. Selanjutnya penulis mengucap terima kasih kepada :
1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Seluruh staf pengajar dan laboran Departemen Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Rehulina Ginting, drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalankan akademik.
4. Adik-adikku tersayang Tumpal R Simangunsong, Tumpak F Simangunsong, Miranda Simangunsong atas kasih sayang, doa, dukungan serta pengorbanan untuk kebahagiaan penulis.
5. Teman-teman terbaikku Hefni Fadilah Rambe S.KG, Selly Rahmadani Lubis, Nora N Ritonga, Yudhistria Sihombing, Juliana Sari,S.KG, Lili Haryati Hsb, S.KG, Syarifah Harahap, S.KG Nabilah Khairiyyah, S.KG, Ikhrima Daulay, S.KG,
(7)
Vivi Zayanti, S.KG, Karsa Rajagukguk yang selalu memberi dukungan dan semangat serta selalu ceria menjalani hari bersama-sama.
6. Teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Kak Lili Mulia Ningsih, Nurhasanah dan teman – teman yang lain serta seluruh teman mahasiswa stambuk 2009 atas dukungan, saran dan bantuannya kepada penulis.
7. Teman-teman terdekatku Tony Gabrielli Saragih, Hans Noel Panjaitan, Steven Handerson Rajagukguk atas dukungan dan semangat untuk kebahagiaan penulis.
Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik untuk kedepannya sehingga menjadi lebih baik. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat digunakan dan memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Medan, 08 Juli 2013 Penulis,
(Lusiana S) NIM : 090600095
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI...
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
(9)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan ... 6
2.2 Perilaku ... 7
2.3 Defenisi Anestesi Lokal... .... 8
2.4 Jenis Obat Anestesi Lokal ... 8
2.5 Dosis Maksimum Pemberian Anestesi Lokal ... 12
2.6 Efek Samping Anestesi Terhadap Pasien ... 14
2.7 Komplikasi Setelah Pemberian Anestesi ... 15
2.7.1 Komplikasi Lokal ... 16
2.7.2 Komplikasi Sistemik ... 21
2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25
3.3 Populasi dan Sampel ... 25
3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 26
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 28
3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 28
3.7 Aspek Pengukuran... 28
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Responden ... 30
4.2 Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Pada Pencabutan Gigi ... 30
4.3 Perilaku Responden Tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Pada Pencabutan Gigi ... 32
(10)
BAB 5 PEMBAHASAN ... 37
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 42 6.2 Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rekomendasi Dosis Maksimum Penggunaan Anestesi Lokal dengan
Vasokonstriktor ... 14
2 . ... Variabel dan Definisi Operasional ... 26
3. ... Kategori Nilai Pengetahuan ... 29
4. ... Kategori Nilai Perilaku ... 29
5. ... Karakteristik Responden Mahasiswa Kepaniteraan Klinik ... 30
(12)
6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan
Anastesi Lokal Pada Pencabutan Gigi (n=38) ... 31
7. Kategori Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Dosis Anastesi
Lokal Pada Pencabutan Gigi (n=38) ... 31
8. Distribusi Frekuensi Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis
Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n=38) ... 33
9. Kategori Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis Anastesi Lokal
pada Pencabutan Gigi (n=38) ... 34
10. Alasan Responden Tidak Melakukan Perilaku Penggunaan Dosis
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
(15)
1 Daftar Riwayat Hidup
2 Kuesioner Pengetahuan dan Prilaku Penggunaan Dosis Anastesi Lokal Oleh Mahasiswa Kemitraan Klinik Bedah Mulut FKG USU
(16)
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2013
Lusiana Simangunsong
Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun 2013.
xi + 45 halaman
Popularitas anestesi lokal yang makin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kategori pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa kepaniteraan klinik yang sedang berada di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada bulan Mei tahun 2013, yaitu 38 orang. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu sebanyak 38 orang. Hasil penelitian menunjukkan persentase kategori pengetahuan tertinggi pada kategori cukup (44,7%) dan perilaku pada kategori kurang (68,4%). Pengetahuan responden masih kurang pada defenisi anestesi secara umum (34,2%) dan dosis maksimum mepivacain (13,1%). Dari segi perilaku, hanya 44,73% responden yang melihat efek samping setelah penyuntikan dan tidak ada satu orangpun responden yang menghitung dosis anestesi yang harus diberikan,
(17)
menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal dan menggunakan dosis yang telah dihitung sebelumnya. Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU masih termasuk rendah, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku responden terhadap pentingnya penghitungan dosis anestesi lokal sebelum pencabutan gigi.
(18)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Rasa sakit dapat diredakan melalui terputusnya perjalanan neural pada berbagai tingkatan dan melalui cara-cara yang dapat memberikan hasil permanen atau sementara. Dalam kedokteran gigi sering digunakan anestesi lokal untuk melakukan suatu prosedur operasi atau ekstraksi gigi.1
Menurut Surjadi K, anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestesi lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.2
Setiap dokter gigi di Kanada menyuntikkan sekitar 1.800 kartrid dari anestesi lokal pertahunannya, dan telah diperkirakan bahwa lebih dari 300 juta kartrid yang diberikan oleh dokter gigi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Oleh karena itu, semua dokter gigi harus memiliki keahlian dalam anestesi lokal.3
Alvarez RG et al. melakukan penelitian mengenai pengetahuan penggunaan anestesi lokal pada tahun 2009 di National University of Mexicopada 244 mahasiswa kedokteran gigi yang diuji dengan 11 pertanyaan mengenai pengetahuan anestesi lokal di klinik seperti penggunaan dosis yang tepat, kemungkinan efek samping dan toksisitas yang mungkin terjadi. Dari hasil penelitian tersebut, 81,56% responden menjawab pertanyaan dengan kurang memuaskan. Hasil yang kurang memuaskan ini menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang penggunaan anestesi lokal.4
Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Foley J. et al. di Rumah Sakit Gigi Dundee (United Kingdom) terhadap 24 responden yang terdiri dari 5 orang mahasiswa kedokteran gigi, 8 orang mahasiswa kepaniteraan klinik, dan 11 orang
(19)
dokter gigi mengenai pengetahuan penggunaan anastesi lokal. Dari hasil penelitian didapat seluruh responden mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai penggunaan dosis maksimum yang ideal untuk anestesi lokal.5
Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan ester dan golongan amida. Ester adalah golongan yang mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya cepat hilang. Amida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya lama.6
Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di Indonesia untuk golongan ester adalah prokain, sedangkan golongan amida adalah lidokain, bupivakain, artikain, mepivakain. Idealnya, suntikan harus diikuti segera dengan timbulnya efek anestesi lokal. Bila anestesi lokal digunakan dalam dosis yang tepat, maka akan menimbulkan efektivitas yang konsisten.1
Hasil percobaan menunjukkan bahwa waktu timbul rata-rata setelah anestesi infiltrasi dengan lidokain 2% (20 mg per 1 ml) dan larutan adrenalin 1:80.000 adalah sekitar 1 menit 20 detik. Larutan adrenalin 1:80.000 diartikan, bahwa ada 1 gram (atau 1000 mg) obat yang terdapat pada 80.000 ml larutan. Sehingga larutan 1:80.000 mengandung 1000 mg dalam 80.000 ml larutan atau 80 mg/ml. Larutan lidokain menimbulkan durasi anestesi terlama, diikuti secara berurutan oleh larutan yang mengandung prilokain, prokain dan mepivakain.1,6
Penelitian yang dilakukan di Klinik Gigi Dentes Yogyakarta oleh Wulandari NM (2008) mengenai evaluasi penggunaan obat anestesi dan analgesik pada pasien bedah mulut, menunjukkan bahwa penggunaan obat anestesi lokal jenis articain HCl 4% dengan epinefrin sebanyak 97%, sedangkan jenis Lidokain HCl 2% dengan epinefrin sebanyak 3%.7
Di Jerman dan Kanada, artikain menjadi anestesi lokal yang paling sering digunakan untuk menggantikan lidokain. Oleh karena kapasitasnya yang tinggi saat berdifusi, infiltrasi maksila dengan menggunakan artikain memberikan efek anestesi pada palatum durum dan jaringan lunak, sehingga tidak perlu lagi melakukan infiltrasi palatal atau blok saraf. Douglas Robertson dkk menyimpulkan bahwa aplikasi satu ampul artikain 4% (40 mg per 1 ml) dengan epinefrin 1 : 100.000
(20)
(terdapat obat epinefrin 100 mg/ml) untuk infiltrasi bukal gigi molar satu dan anestesi pulpa pada gigi-gigi posterior rahang bawah, secara signifikan bekerja lebih baik dibanding dengan aplikasi satu ampul lidokain 2% dengan epinefrin 1 : 100.000.6
Menurut Ellis, F.R, adrenalin sering ditambahkan ke larutan anestesi lokal untuk mengurangi aliran darah lokal, sehingga memperpanjang kerja. Kokain berbeda dari obat lain karena ia mempunyai sifat vasokonstriktor. Vasokonstriktor yang biasa digunakan adalah adrenalin 1:200.000 konsentrasi akhir. Larutan 20 ml lidokain 1% (10 mg per 1 ml) mengandung 200 mg.8
Stanley M. dkk, melakukan penelitian untuk membandingkan keamanan dan efektifitas dari artikain HCL 4% dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 dan lidokain 2% dengan konsentrasi epinefrin 1: 100.000. Hasilnya menunjukkan bahwa artikain HCL 4% dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 dapat ditoleransi dengan baik oleh subyek, efektif dalam mencegah timbulnya nyeri selama prosedur perawatan gigi, memiliki mula kerja yang cepat dan durasi anestesi yang lama, sehingga aman untuk digunakan pada praktek kedokteran gigi.6
Menurut Dr. Haas, mepivakain dan prilokain dapat digunakan untuk prosedur perawatan yang singkat, terutama yang melibatkan blok mandibula dimana vasokonstriktor kurang penting. Obat ini juga dapat digunakan ketika epinefrin harus dihindari seperti pada pasien dengan penyakit jantung iskemik atau infark miokard. Bupivakain dapat digunakan ketika perawatan memerlukan durasi yang panjang terutama perawatan di rahang bawah.3 Artikain mempunyai cincin thiopene yang mudah larut dalam lemak, sehingga meningkatkan mula kerja obat, memperpanjang waktu absorbsi sistemik, dan dengan resiko toksis yang rendah. Dalam melakukan anestesi, operator haruslah melakukannya secara hati-hati, karena dapat menyebabkan terjadinya komplikasi. Setiap dokter gigi diharapkan selalu menggunakan larutan anestesi lokal dengan dosis yang tepat dan teknik yang tepat sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.6
Sejauh ini penelitian mengenai pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi belum pernah dilakukan, sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui
(21)
pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013. Mahasiswa kepaniteraan klinik dijadikan sampel penelitian karena sebagian dari tindakan yang mereka lakukan pada masa sekarang, akan dilakukan juga ketika sudah menjadi dokter gigi nantinya, sehingga apabila pada saat melakukan evaluasi terdapat tindakan medis yang masih belum sesuai prosedur, diharapkan tindakan tersebut dapat diperbaiki.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU 2013.
2. Bagaimanakah perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU 2013.
3. Bagaimanakah alasan dari perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU 2013.
I.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU 2013.
2. Untuk mengetahui perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU 2013
(22)
3. Untuk mengetahui alasan dari perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU 2013.
I.4. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat penelitian ini antara lain:
1. Sebagai evaluasi pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU 2013.
2. Sebagai perbaikan pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU 2013.
3. Sebagai tambahan referensi dan masukan di Klinik Bedah Mulut FKG USU. 4. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti, dan sebagai bahan perbandingan antara praktek dan teori yang ada.
(23)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).9 Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan hal kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu:10
a. Tahu (know)
Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, misalnya mengingat atau mengingat kembali suatu objek atau rangsangan tertentu.
b. Memahami (comprehension)
Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk tertentu yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
(24)
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.9
2.2 Perilaku
Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).10 Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi suatu perilaku, terjadi proses yang berurutan dalam orang itu, yakni: 10
a. Awareness (kesadaran)
Seseorang menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu. b. Interest (tertarik)
Seseorang mulai tertarik kepada stimulus dan sikap sudah mulai terbentuk. c. Evaluation (mempertimbangkan)
Seseorang mempertimbangkan baik buruk dari stimulus kepada dirinya. Hal ini berarti sikap orang itu sudah lebih baik.
d. Trial (mencoba)
Seseorang telah mulai mencoba perilaku baru. e. Adoption (adopsi)
Seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung, yakni dengan mengamati tindakan atau kegiatan responden.10
(25)
2.3 Defenisi Anestesi Lokal
Istilah anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu an = tidak, tanpa; aesthetos = persepsi, kemampuan untuk merasa. Secara umum anestesi adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan, persepsi temperatur, tekanan dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi motorik ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya.
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap bagian susunan saraf. Pemberian anestesi lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Paralisis saraf oleh anestetik lokal bersifat reversibel, tanpa merusak serabut atau sel saraf.11 Menurut Surjadi K, anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestesi lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.2
Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu bagian tubuh yang dihasilkan oleh agen topikal-diterapkan atau disuntikkan tanpa menekan tingkat kesadaran.13 Larutan anestesi lokal yang ideal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen, memiliki batas keamanan yang luas, mula kerja harus sesingkat mungkin, durasi kerja harus cukup lama, larut dalam air, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.6,11,12
2.4 Jenis obat anestesi lokal
Berikut ini merupakan pembagian anestesi lokal secara garis besar, yaitu:
I. Golongan obat anestesi lokal berdasarkan senyawa kimia dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan ester dan golongan amida.
a. Golongan Ester
Golongan ester merupakan golongan yang mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya cepat hilang. Golongan ester (-CO-) yaitu:2
(26)
1. Kokain
2. Benzokain (ametikain) 3. Prokain (novokain) 4. Tetrakain (pontokain) 5. Kloroprokain (nesakain)
b. Golongan Amida
Golongan Amida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya lama. Berikut ini merupakan pembagian jenis anestesi lokal berdasarkan golongan amida (-NCH-):2
1. Lidokain (xylokain, lignokain) 2. Mepivakain (karbokain) 3. Prilokain (sitanes) 4. Bupivakain (markain) 5. Etidokain (duranes) 6. Artikain
7. Dibukain (nuperkain) 8. Ropivakain (naropin)
9. Levobupivakain (chirocaine).
Perbedaan senyawa kimia ini direfleksikan dalam perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan golongan amide terutama melalui degradasi enzimatis di hati.6
II. Klasifikasi anestesi lokal berdasarkan potensi dan lama kerja dibagi menjadi 3 group, yaitu: 14
a. Group I memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat (Short – Acting) Contoh : Prokain dan kloroprokain.
b. Group II memiliki potensi dan lama kerja sedang (Medium – Acting) Contoh : Lidokain, mepivakain dan prilokain.
(27)
Contoh : Tetrakain, bupivakain dan etidokain.
III. Klasifikasi anestesi lokal berdasarkan mula kerjanya, dapat dibagi menjadi: a. Mula kerja relatif cepat
Contoh : Kloroprokain, lidokain, mepivakain, prilokain dan etidokain. b. Mula kerja sedang
Contoh : Bupivakain c. Mula kerja lambat Contoh : Prokain dan tetrakain
Obat-obat anestesi lokal terdiri dari: 1. Kokain
Merupakan zat anestesi lokal yang didapat dari alam. Saat ini penggunaan kokain sudah mulai jarang karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi, iritasi jaringan, kestabilan larutan dalam air rendah dan dapat menyebabkan kecanduan berat. Pemakaiannya terbatas pada anestesi topikal pada bidang THT dan bidang kedokteran mata.1,11,15
2. Prokain
Merupakan zat anestetik sintesis. Selama lebih dari 50 tahun prokain merupakan obat terpilih untuk anestesi lokal. Namun sekarang penggunaan prokain kurang diminati lagi, disebabkan masa kerjanya yang singkat dan daya penetrasinya yang kurang baik. Prokain dijadikan sebagai standar bagi anestesi lokal lainnya. Prokain banyak digunakan pada anestesi infiltrasi, blok saraf, anestesi intravaskular dan anestesi epidural.1,11,15
3. Tetrakain
Merupakan turunan prokain. Kekuatannya 10 kali lebih kuat dari prokain, masa anestesinya lebih panjang dan tetrakain dapat digunakan dengan aman. Dengan zat anestetik ini para ahli anestesi dapat memperoleh anestesi spinal yang aman dan bisa diramalkan sebelumnya. Tetrakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf, anestesi topikal, epidural dan spinal.1,11,15
(28)
4. Lignokain (Lidokain)
Lidokain adalah derivat yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi. Lidokain dapat menimbulkan anestesi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada prokain.1,11,15
Penambahan vasokonstriktor pada larutan lignokain 2% akan dapat menambah durasi anastesi pulpa dari 5-10 menit menjadi 1-1,5 jam menjadi 3-4 jam. Jadi, obat ini sering dikombinasikan dengan adrenalin (1:80.000 atau 1:100.000). Lidokain selain digunakan untuk anestesi infiltrasi atau regional juga dapat digunakan sebagai agen anestesi topikal. Untuk tujuan inilah, lidokain dipasarkan baik dalam bentuk agar viskous 2% atau salep 5% atau semprotan cair 10%. 1
5. Mepivakain (Carbocaine)
Mepivakain termasuk derivat amida yang sifat farmakologinya mirip lidokain. Dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anastesi infiltrasi atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anastesi topikal. Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi yang lebih ringan daripada lignokain tetapi biasanya mepivakain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1:80.000.1 Mepivakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blokade saraf regional dan anestesi spinal.11
Mepivakain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3% tanpa penambahan vasokonstriktor, untuk mendapatkan kedalaman dan durasi anastesi pada pasien tertentu dimana pemakaian vasokontriktor merupakan kontraindikasi. Larutan seperti ini dapat menimbulkan anastesi pulpa yang berlangsung antara 20-40 menit dan anastesi jaringan lunak berdurasi 2-4 jam.1
6. Artikain
Artikain memiliki cincin thiophene sebagai pengganti ikatan benzene, yang berperan dalam meningkatkan liposolubilitas atau kelarutan yang tinggi terhadap lemak. Hal ini sangat penting, sebab semakin tinggi solubilitas suatu zat terhadap lemak, maka semakin tinggi pula potensi dan kemampuan difusi zat tersebut pada daerah terinjeksi dan zat tersebut memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk menembus membran lipid dari epineuria.6
(29)
7. Prilokain
Prilokain merupakan derivat amida yang mempunyai formula kimia dan farmakologinya mirip dengan lidokain dan mepivakain, tetapi awal kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain.11 Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam hidroklorida dengan nama dagang citanest dan dapat digunakan untuk anastesi infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk anestesi topikal.1,15
Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lidokain namun anastesi yang ditimbulkan tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lidokain dan biasanya termetabolisme dengan lebih cepat.1
8. Bupivakain
Merupakan turunan dari mepivakain dengan kekuatan 3 kali lebih kuat. Masa kerjanya panjang sehingga digunakan untuk operasi yang membutuhkan waktu yang lama. Digunakan untuk anestesi infiltrasi, epidural dan spinal.1
9. Etidokain
Merupakan zat anestetik lokal yang terbaru. Kekuatan 4 kali lidokain. Zat anestetik ini masa kerjanya panjang dan digunakan untuk anestesi epidural.1
2.5 Dosis Maksimum Pemberian Anastesi Lokal
Dosis maksimum untuk anestesi lokal adalah antara 70 mg sampai 500 mg untuk berat badan pasien rata-rata 70 kg. Pemberian dosis maksimum tergantung pada usia, berat badan dan kesehatan pasien, jenis larutan yang digunakan, dan apakah vasokonstriktor digunakan atau tidak. Agen-agen anestesi didistribusikan dalam konsentrasi yang sesuai dengan toksisitas sehingga anestesi memproduksi kualitas. Obat analgetik lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk tiap jenis obat analgetik lokal dicantumkan dosis maksimumnya.16
(30)
1. Lignokain (Lidokain)
Dosis total lignokaian jangan lebih dari 200 mg. Penambahan vasokonstriktor akan meningkatkan dosis total menjadi 350 mg serta memperlambat absorpsi. Pada prakteknya, dosis ini sama dengan dosis dewasa 8-10, jauh melebihi dosis yang biasa digunakan pada satu kunjungan, karena dosis satu ampul katrid biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional.1
Dosis maksimum yang dianjurkan untuk lidokain di negara-negara Eropa adalah 200 mg tanpa epinefrin (European Pharmacopoeia) dan di Amerika Serikat adalah 300 mg. Dosis lidokain ini mungkin tidak cukup untuk prosedur anestesi regional pada orang dewasa. Dalam kedua Eropa dan Amerika Serikat, 500 mg lidokain diperbolehkan jika ditambahkan epinefrin (5g/mL).17
Malamed menganjurkan dosis lidokain 2,0 mg/Ib (4,4 mg/kg) dengan atau tanpa zat vasokonstriktor yang ditambahkan, dosis jangan melebihi 300 mg untuk lidokain tanpa vasokonstriktor.16,19
2. Mepivakain
Dosis yang digunakan jangan melebihi dosis maksimal 5 mg/kg berat badan. Satu ampul katrid biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional. Biasanya mepivakain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1:80.000.1 Menurut Malamed, dosis untuk mepivakain adalah 2,0 mg/Ib (4,4 mg/kg) dosis jangan melebihi dari 300 mg.16
3. Artikain
Untuk orang dewasa sehat, dosis umum yang direkomendasikan adalah 20-100 mg artikain HCl dalam 2,5 ml untuk infiltrasi, 20-136 mg artikain HCl dalam 0,5-3,4 ml untuk blok saraf, dan 40-204 mg artikain HCl dalam 1,0-5,1 ml untuk prosedur bedah mulut. Dosis maksimum artikain HCl yang diberikan secara infiltrasi submukosa atau blok saraf tidak boleh melebihi 7 mg/kg (0,175 ml/kg).6,16,18
4. Bupivakain
Dosis yang diijinkan untuk penggunaan bupivakain adalah 150-175 mg. Rekomendasi irasional untuk bupivakain adalah diterbitkan maksimum dosis 150 mg untuk levobupivakain, meskipun levobupivakain jelas kurang beracun dibanding
(31)
bupivakain. Menurut malamed, dosis untuk bupivakain adalah 0,6 mg/Ib atau 1,3 mg/kg berat badan untuk pasien dewasa dengan dosis maksimum tidak lebih dari 90 mg.16
5. Prilokain
Menurut Malamed, dosis untuk prilokain adalah 2,7 mg/Ib atau 6,0 mg/kg berat badan untuk pasien dewasa, dengan dosis maksimum 400 mg. Prilokain biasanya digunakan untuk mendapatkan anestesi infiltrasi dan blok. Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan lignokain.16,18,19
6. Etidokain
Dosis untuk etidokain adalah 3,6 mg/Ib atau 8,0 mg/kg berat badan untuk pasien dewasa, dengan dosis maksimum jangan melebihi 400 mg.16
Tabel 1. Rekomendasi dosis maksimum penggunaan anestesi lokal dengan vasokonstriktor13,16,17
Obat Dosis Maksimum
Artikain
Bupivakain Lidokain Mepivakain Prilokain Etidokain
7 mg/kgBB (hingga 500 mg) 5 mg/kgBB pada anak-anak
1,3 mg/kgBB (hingga 90 mg) 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg) 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg) 6 mg/kgBB (hingga 400 mg)
8 mg/kgBB (hingga 400mg)
2.6 Efek samping anestesi terhadap pasien
Tujuan dosis maksimum penggunaan anestesi lokal dibuat untuk mencegah terjadinya pemberian obat anestesi dalam jumlah yang berlebihan. Yang bisa mengakibatkan keracunan sistemik. Biasanya, rekomendasi dalam bentuk jumlah total obat, misalnya 200 mg atau 300 mg untuk lidokain pada orang dewasa. Baru-baru ini, jumlah obat permassa tubuh pasien telah diberikan refrensi obat kepada
(32)
dokter sebagai contoh, dalam kasus bupivakain, 2 mg / kg (FASS Swedia 2004, Pharmaca Phennica, Finlandia 2004).17
Dalam hal ini, pemilihan anastesi lokal juga perlu dipertimbangkan. Lidokain dan golongan amida aman dan efektif. Efek keracunan dan alergi sangat jarang terjadi dan hampir tidak ada. Walaupun demikian, lidokain relatif tidak efektif tanpa penambahan vasokonstriktor, sementara yang lain seperti prilokain dapat menahan rasa sakit dalam jangka waktu yang pendek tanpa bantuan apa-apa. Vasokonstriktor seperti adrenalin dan nonadrenalin, memberikan pengaruh pada system jantung, yang lebih beracun dari anastesi lokal itu sendiri. Nonadrenalin dapat menyebabkan hipertensi yang berbahaya, tidak memiliki keuntungan dan tidak seharusnya digunakan. Oleh karena itu kita harus menghindari anastesi lokal yang mengandung vasokonstriktor pada pasien penderita jantung dan hipertensi. Karena adanya bahaya utama dari adrenalin yang jika masuk ke sirkulasi bagian-bagian penting, dapat menyebabkan meningkatnya rangsangan jantung dan detakan jantung.22
Semua anestesi lokal merangsang SSP (Sistem Saraf Pusat). Secara umum, semakin kuat suatu anestesi lokal maka semakin mudah menimbulkan kejang. Perangsang yang berlebihan dapat menimbulkan depresi dan kematian akibat kelumpuhan nafas. Gejala awal toksisitas SSP dapat berupa kelelahan, ansietas, pusing, pengliahatan buram, tremor, depresi dan mengantuk. Anestesi lokal juga dapat mempengaruhi sambungan saraf-otot, yaitu menyebabkan berkurangnya respon otot atas rangsangan saraf.6
Selain itu, pengaruh utama anestesi lokal pada miokard (sistem karidovaskular) adalah menyebabkan penurunan eksitabilitas, kecepatan konduksi, dan kekuatan kontraksi. Efek anestesi lokal pada sistem kardiovaskular baru terlihat sesudah obat mencapai kadar sistemik yang tinggi, dan sudah menimbulkan efek pada SSP.6
2.7 Komplikasi Setelah pemberian Anestesi
Dokter gigi harus tetap mengingat bahwa setiap suntikan dari berjuta-juta suntikan yang dilakukannya, dapat menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan dan bahkan membahayakan, dan harus diambil langkah-langkah tertentu untuk
(33)
memastikan bahwa mereka benar-benar menguasai pengetahuan dan cara mendiagnosa serta menangani masalah secara efektif pada situasi tersebut.1
Pada pemberian anestesi lokal, terdapat komplikasi yang mungkin saja terjadi. Komplikasi yang disebabkan oleh pemberian anestesi lokal dibagi menjadi dua, komplikasi lokal dan komplikasi sistemik. Komplikasi lokal merupakan komplikasi yang terjadi pada sekitar area injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan komplikasi yang melibatkan respon sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi lokal.16
2.7.1. Komplikasi Lokal
Komplikasi lokal terdiri dari kegagalan untuk mendapatkan efek anestesi, sakit selama dan setelah penyuntikan, pembentukan haematoma pada daerah penyuntikan, kepucatan, trismus, paralisa wajah, patahnya jarum, infeksi, trauma pada bibir, gangguan visual, parastesi.
1. Kegagalan untuk mendapat efek anastesi.
Insidens ini cenderung makin berkurang dengan makin terampil dan makin berpengalamannya dokter gigi, namun kegagalan ini merupakan masalah selama pemakaian anestesi lokal.1
Kegagalan untuk mendapat efek anestesi dapat dihindari karena hal ini sering kali disebabkan oleh teknik yang salah, sehingga menyebabkan jumlah larutan anestesi lokal yang didepositkan di dekat saraf terlalu sedikit atau menyebabkan larutan anestesi terdeposit di pembuluh darah. Pada kasus seperti ini, anestesi biasanya dapat diperoleh dengan mengulang suntikan setelah memeriksa landmark anatomi dan setelah meninjau ulang teknik suntikan yang digunakan.1
Kegagalan untuk mendapat efek anastesi juga disebabkan karena penggunaan larutan yang sudah kadaluarsa. Oleh karena itu, dokter gigi harus terlebih dahulu memastikan bahwa stok kartrid anastesi belum kedaluwarsa dan menggunakannya dengan benar.1 Kegagalan anestesia pada injeksi mandibular dapat disebabkan karena: (1) injeksi terlalu rendah sehingga terletak di bawah lingula mandibula, (2)
(34)
terlalu dalam yaitu masuk ke glandula parotis, (3) terlalu superficial (masuk ke spatium pterygomandibularis), (4) terlalu tinggi (mencapai collum mandibulae), (5) terlalu jauh ke lingual (ke dalam m. Pterygoideus medialis).22
2. Sakit selama dan setelah penyuntikan.
Tajamnya jarum merupakan faktor penting dan karena itulah, perlu dipastikan bahwa dokter gigi hanya menggunakan jarum disposable berkualitas tinggi yang dipasarkan oleh industri farmasi yang sudah ternama. Bila jaringan tegang dan ujung yang tajam dari jarum diinsersikan tegak lurus terhadap mukosa, penetrasi dapat terjadi segera. Tindakan lain yang dapat memperkecil rasa tidak enak meliputi menghangatkan larutan dan menyuntikkannya perlahan-lahan.1
Sakit dapat ditimbulkan dari penyuntikan larutan nonisotonik atau larutan yang sudah terkontaminasi. Pengunaan kartrid yang tepat akan dapat meniadakan kemungkinan ini. Pemberian suntikan blok gigi inferior kadang-kadang menyebabkan pasien mengalami sakit neuralgia yang hebat pada jaringan yang disuplai oleh saraf tersebut. Simtom ini merupakan indikator bahwa jarum sudah menembus selubung saraf dan harus segera ditarik keluar. Bila dokter gigi tetap bersikeras untuk mendepositkan larutan anastesi pada situasi seperti ini, akan terjadi gangguan sensasi labial yang berlangsung cukup lama. Digunakannya tekanan yang cukup besar untuk mendepositkan larutan pada jaringan resisten juga akan menimbulkan rasa sakit, dan karena itu harus dihindari sebisa mungkin.1,20,23
3. Pembentukan haematoma pada daerah penyuntikan.
Karena jaringan lunak rongga mulut mempunyai cukup banyak pembuluh vaskular maka tidak jarang ujung jarum suntik secara tak disengaja menembus pembuluh darah. Berbagai penelitian yang menggunakan teknik aspirasi menyatakan bahwa insidens kekeliruan ini bervariasi antara 2-11%. Kesalahan ini paling sering terjadi bila digunakan blok gigi superior posterior. Hal ini umumnya disebabkan oleh struktur dan posisi pleksus venosusu pterigoid yang bervariasi, atau kadang-kadang pembuluh dapat terjebak di antara tulang dan tertusuk jarum selama penyuntikan blok gigi inferior atau infraorbital.1,20,21
(35)
Kesalahan ini umumnya akan menimbulkan perdarahan jaringan dengan disertai pembentukan haematoma dan merupakan predisposing dari resiko suntikan intravaskular. Perdarahan dari pleksus venosus pterigoid akan menimbulkan pembengkakan yang dramatik dan berlangsung cepat pada pipi diikuti dengan perubahan warna kulit di atas daerah tersebut karena pecahnya pigmen-pigmen darah yang berlangsung dalam waktu 24-48 jam.1
Perdarahan dari pleksus venosus infraorbital juga akan menimbulkan konsekuen serupa dan mata sembab. Pasien harus diberi tahu bahwa perdarahan akan terhenti secara spontan, pembengkakan biasanya akan mengecil dalam waktu 24-48 jam, dan perubahan warna juga akan hilang. Banyak pasien yang merasa tidak enak akibat efek iritasi yang mengenai daerah di ruang jaringan dan karena itu, efek ini harus diberitahukan terlebih dahulu. Perdarahan ke ruang pterigo-mandibula karena suntikan gigi inferior biasanya tidak segera terjadi dan pasien sering kali datang kembali ke dokter gigi setelah 1-2 hari dengan keluhan trismus.1
Bila dokter gigi menganggap bahwa haematoma kemungkinan akan terinfeksi, ia harus segera memberikan terapi antibiotik tanpa melihat letak daerah beku darah, apakah vaskular atau tidak, tanpa mempertimbangkan bekuan nidus ideal untuk proliferasi bakteri. Pasien juga diminta datang kembali dalam waktu 24 jam bila perlu.1,23
4. Kepucatan.
Kepucatan daerah penyuntikan atau daerah lain dapat disebabkan oleh kombinasi meningkatnya tegangan jaringan akibat deposisi cairan dan efek lokal dari vasokonstriktor. Kepucatan pada daerah yang jauh dari daerah suntikan mungkin disebabkan karena suntikan intravaskular atau terganggunya suplai pembuluh darah dari saraf autonom.Untuk situasi ini hanya diperlukan tindakan menenangkan pasien saja. Teknik penyuntikan yang cermat termasuk melakukan aspirasi sebelum deposisi larutan akan dapat mengurangi insidens komplikasi ini.1,16
5. Trismus
Trismus dapat didefinisikan sebagai kesulitan membuka rahang karena kejang otot. Trismus dapat disebabkan oleh penyuntikan pada otot pterigoid medial, di mana
(36)
kerusakan pembuluh darah akan menimbulkan haematoma atau infeksi. Trismus terjadi beberapa saat setelah penyuntikan dan setelah prosedur perawatan gigi selesai dilakukan. Trismus yang disebabkan oleh infeksi, pasien umumnya akan menderita demam dan mengeluh tentang rasa sakit serta rasa tidak sehat. Pada situasi seperti ini, nanah yang terbentuk harus didrainasi dan harus diberikan terapi antibiotik.
Bila infeksi sudah terkontrol, simtom trismus dapat dihilangkan dengan menggunakan larutan kumur salin hangat dan diatermi gelombang pendek.1,16,23
6. Paralisa wajah
Paralisa otot-otot wajah pada salah satu sisi adalah komplikasi yang jarang terjadi dari suntikan blok gigi inferior dan dapat bersifat sebagian atau menyeluruh tergantung pada cabang saraf yang terkena.Komplikasi ini timbul bila ujung jarum diinsersikan terlalu jauh ke belakang dan terlalu di belakang ramus asendens. Larutan dideponirkan pada substansi glandula parotid serta menganestesi cabang-cabang saraf wajah sehingga menimbulkan paralisa otot yang disuplainya. Pasien dengan keadaan yang mengejutkan dan menakutkan ini harus ditenangkan dan diberi tahu bahwa fungsi normal dan penampilan wajah akan kembali segera setelah efek agen anestesi lokal hilang.1,21,23
Gambar (1) Usaha tersenyum hanya menimbulkan efek unilateral karena paralisa otot-otot wajah. (2) tiga jam kemudian, terlihat bahwa penampilan
(37)
7. Gangguan sensasi yang berlangsung lama
Gangguan sensasi yang berlangsung lama setelah penyuntikan anastesi lokal umumnya disebabkan oleh kerusakan saraf. Kerusakan ini dapat terjadi akibat trauma langsung dari bevel jarum atau penyuntikan larutan yang sudah terkontaminasi oleh substansi neurotoksik seperti alkohol.Perdarahan dan infeksi di dekat saraf juga dapat menimbulkan gangguan sensasi yang berlangsung lama. Operasi atau infeksi yang terjadi pada molar bawah dan akar premolar kadang-kadang menimbulkan gangguan sensasi bibir bawah.1,23
8. Patahnya jarum
Sejak diperkenalkan jarum suntik stainless steel berkualitas tinggi, disposabel dan steril. Komplikasi patahnya jarum makin berkurang, namun hal ini tidak dapat dihindari. Beberapa dokter gigi terbiasa merendam jarum hipodermik yang kecil dalam larutan desinfektan kimia. Tindakan ini tidak hanya gagal memberikan efek sterilisasi, tetapi bahkan dapat mengkorosi logam dan menyebabkan jarum mudah patah bila digunakan.1,20
Jarum harus dijaga agar tetap lurus ketika diinsersikan melalui jaringan. Bila ada resistensi jaringan yang kuat, jarum jangan dipaksa masuk ke jaringan dan arah insersi jarum jangan sekali-kali dirubah sebelum jarum terlebih dahulu dikeluarkan dari jaringan. Dengan cara ini jarum tidak akan menjadi bengkok. Walaupun demikian, jika ternyata jarum menjadi bengkok, maka jarum yang bengkok harus dibuang karena usaha meluruskan jarum dapat menyebabkan jarum rapuh dan dapat meningkatkan resiko patahnya jarum selama insersi berikutnya.1,16
Jarum biasanya patah pada daerah hub. Maka jangan diinsersikan seluruhnya ke jaringan, harus disisakan 5 mm dari seluruh panjang jarum agar tetap menonjol keluar dari permukaan mukosa. Bila fraktur terjadi, jaringan harus tetap ditekan ketika ujung jarum yang terletak di luar jaringan ditarik dengan bantuan tang atau forsep arteri dan ketika fragmen fraktur dikeluarkan.1,20,21
9. Infeksi
Infeksi adalah komplikasi sewaktu penyuntikan yang sering terjadi dan biasanya disebabkan oleh masuknya organisme (bakteri) dalam jaringan pada saat pemberian
(38)
anestesi lokal. Pemakaian peralatan yang sudah disterilkan dan teknik aseptik umumnya dapat menghilangkan kemungkinan tersebut.1,16,20,21
10. Trauma pada bibir
Pasien yang mendapat suntikan blok gigi inferior perlu diingatkan agar tidak menggigit-gigit bagian bibir yang di anestesi, karena dapat menimbulkan ulser yang sangat nyeri. Walaupun sudah diperingatkan, komplikasi tetap dapat terjadi namun untungnya lesi seperti ini dapat pulih dengan cepat dengan sedikit meninggalkan jaringan parut.1,23
12. Gangguan visual
Gangguan ini dapat berupa penglihatan ganda atau penglihatan yang buram dan bahkan kebutaan sementara. Fenomena ini sulit dijelaskan namun diperkirakan keadaan ini disebabkan oleh kejang vaskular atau suntikan intra-arterial yang tak disengaja sehingga terjadi distribusi vaskular normal. Pada kasus seperti ini pasien perlu diberitahu bahwa penglihatan akan normal kembali setelah 30 menit.1 Beberapa suntikan maksilaris dapat menyebabkan larutan terdeposit ke orbita sehingga menganestesi otot otoris mata. Gangguan penglihatan yang terjadi akan kembali normal bila larutan sudah terdispersi biasanya membutuhkan waktu 3 jam.1,23
13. Parastesis
Parastesis merupakan keadaan dimana bertahannya efek anestesi pada jangka waktu yang lama setelah penyuntikan anestesi lokal. Hal ini terjadi karena adanya trauma pada saraf yang terkena bevel jarum pada saat penyuntikan. Pasien pada keadaan ini akan melaporkan mati rasa setelah penyuntikan anestesi lokal untuk beberapa jam lamanya.16,21
Gejala parastesis berangsur-angsur reda dan penyembuhan biasanya sempurna, apabila menetap maka tentukan derajat dan luas parastesis. Hal ini dilakukan dengan tusukkan jarum dan sentuhan gulungan kapas pada kulit, namun mata pasien harus dalam keadaan tertutup untuk menghindari sensasi palsu. Daerah yang terkena dicatat dan pasien diminta datang kembali secara berkala sehingga kecepatan dan derajat pemulihan sensasi dapat ditentukan. Berikan obat-obatan dan lakukan termoterapi
(39)
pada pasien, biasanya pemulihan akan terlihat setelah tiga bulan. Bila pemulihan tidak terjadi, maka rujuk pasien ke dokter spesialis bedah mulut atau saraf.16
2.7.2. Komplikasi Sistemik
Selain komplikasi lokal, komplikasi sistemik dapat terjadi selama penyuntikan, terdiri dari reaksi alergi/sensitifitas, overdosis sampai toksisitas.
1. Reaksi Sensitifitas
Reaksi sensitifitas terhadap anestesi lokal bervariasi, mulai dari pembengkakan lokal, urticaria di daerah injeksi hingga reaksi anapilaktik yang bisa menjadi fatal bila tidak diatasi dengan segera. Fenomena ini terjadi karena adanya respon patologis dari jaringan yang disensitisasi terhadap substansi tertentu yang disebut allergen. Setiap larutan anestesi lokal bisa menghasilkan respon seperti itu.1,16
Pada dasarnya reaksi sensitifitas ini merupakan respon patologik dan terjadi tidak tergantung pada jumlah dosis yang diberikan, melainkan tingginya reaksi pasien ketika menerima dosis yang kecil. Reaksi alergi dapat berupa dermatitis, urtikaria, angioderma, dan syok anapilaksis. Reaksi pada kulit adalah dermatitis yaitu peradangan pada kulit, urtikaria yaitu suatu reaksi vaskular yang timbul mendadak dengan gambaran lesi yang eritema, edema, dan disertai rasa gatal dan angiodema yaitu suatu reaksi vaskular berupa pembengkakan setempat tanpa disertai rasa gatal. Syok anapilaksis umumnya ditandai dengan turunnya tekanan darah yang medadak, hilangnya kesadaran, gangguan respirasi, edema wajah, laringeal dan urtikaria.Reaksi sensitifitas yang terjadi pada kulit biasanya dapat pulih kembali tanpa perawatan, namun jika tidak pulih diberikan antihistamin.1,16,23
2. Overdosis (Toksisitas)
Overdosis didefenisikan sebagai suatu tanda dan gejala klinis yang dihasilkan dari tingkatan obat berlebihan dalam darah pada organ yang dituju maupun di jaringan. Gejala awal dari overdosis sampai terjadi toksisitas adalah berupa pusing, cemas, bingung dan dapat diikuti dengan pandangan ganda, tinitus (telinga berdengung), kebas atau nyeri pada sirkum oral. Selanjutnya dapat diikuti dengan kejang-kejang yang berlebihan, tidak sadar, kesulitan bernafas bahkan dapat menyebabkan
(40)
gangguan fungsi pada jantung dan susunan saraf pusat. efek samping akibat dari pemberian suntikan anestesi lokal terjadi setelah 5-10 menit. Dosis anestesi yang berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah yang tinggi karena penyutikan tunggal, tambahan atau ulang.1,16,23
Penatalaksanaan overdosis tergantung dari gejala dan tanda yang terjadi, namun dapat dicegah dengan berhati-hati dalam melakukan teknik penyuntikan dan melakukan pengamatan penuh pada pasien. Hal yang paling penting adalah mengetahui dosis maksimum obat anestesi lokal yang dianjurkan berdasarkan berat badan. Jika ada reaksi yang memerlukan suplai oksigen maka dibutuhkan alat respirasi buatan seperti ambu, hal ini untuk mencegah gagalnya respirasi. Bila sudah dapat ditangani maka rujuk pasien segera ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.16,23
(41)
KERANGKA KONSEP
Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi oleh
Mahasiswa Kepaniteraan Klinik
PENGETAHUAN MAHASISWA 1. Definisi anestesi lokal 2. Jenis obat anestesi lokal
- Golongan ester - Golongan amida 3. Dosis maksimum
penggunaan anestesi lokal 4. Efek samping penggunaan
anestesi lokal
5. Komplikasi anestesi lokal - Komplikasi lokal - Komplikasi sistemik
PERILAKU PENGGUNAAN DOSIS ANESTESI LOKAL
1. Dosis maksimum 2. Jenis obat anestesi lokal
- Golongan ester - Golongan amida 3. Efek samping penggunaan
anestesi lokal
4. Komplikasi anestesi lokal - Komplikasi lokal - Komplikasi sistemik
(42)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif yaitu suatu metode penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal pada pencabutan gigi oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Departemen Bedah Mulut FKG USU yang bertempat di Jl. Alumni No. 2 USU, Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan 06 Mei – 10 Mei 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013 sebanyak 38 orang pada periode 11 Maret 2013 sampai 25 Mei 2013, periode 11 Maret 2013 sampai 25 Mei 2013, periode 15 April 2013 sampai 15 Mei 2013, periode 15 April sampai 21 Juni 2013 dan periode 1 Mei 2013 sampai 31 Mei 2013 seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling), sehingga jumlah sampel keseluruhan sebanyak 38 orang.
(43)
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 2. Variabel dan Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional
1 2 3 4 5 Pengetahuan Perilaku
Defenisi Anestesi Lokal
Anestesi Lokal
Jenis Anestesi Lokal
Pengetahuan responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal meliputi definisi anestesi lokal, jenis obat anestesi lokal, dosis maksimum penggunaan anestesi lokal, efek samping penggunaan anestesi lokal, dan komplikasi anestesi lokal.
Wujud perbuatan nyata responden terhadap penggunaan dosis anestesi lokal.
Hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu bagian tubuh tanpa menekan tingkat kesadaran.
Obat yang menghasilkan blokade konduksi sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Dibagi atas 2 golongan.
a. Golongan Ester yaitu kokain, benzokain, prokain, tetrakain, kloroprokain.
b. Golongan Amida yaitu lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain, artikain, dibukain, ropivakain, levobupivakain.
(44)
6
7
8
Dosis Anestesi Lokal
Efek Samping
Komplikasi
Pemberian dosis maksimum anestesi lokal tergantung pada usia, berat badan, kesehatan pasien, jenis larutan yang digunakan dan apakah vasokonstriktor digunakan atau tidak. Pemberian dosis maksimum anestesi lokal berdasarkan jenis anestesinya : a. Gol. Amida
Lidokain 300 mg Mepivakain 300 mg Bupivakain 90 mg Artikain 500 mg Etidokain 400 mg Prilokain 400 mg b. Gol. Ester
Kloroprokain 600 mg Kokain 200 mg Prokain 500 mg Tetrakain 20-50 mg
Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar obat pada organ sasaran.
Komplikasi adalah reaksi yang tidak menguntungkan dan bahkan membahayakan setelah menerima suntikan anestesi lokal.
(45)
- Komplikasi lokal terjadi pada sekitar area injeksi, sedangkan - Komplikasi sistemik, melibatkan
respon sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi lokal.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner, dimana kuesioner diberikan secara langsung kepada responden dan diisi langsung oleh responden.
Kuesioner yang diberikan terdiri dari dua bagian yaitu pertanyaan berhubungan dengan pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang penggunaan dosis anestesi lokal pada pencabutan gigi dan pertanyaan berhubungan dengan perilaku mahasiswa kepaniteraan klinik tentang penggunaan dosis anestesi lokal pada pencabutan gigi.
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah secara manual dan selanjutnya dianalisis dengan menghubungkan antara hasil penelitian dengan teori yang ada.
3.7 Aspek Pengukuran
Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik mengenai pentingnya pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal diukur melalui 12 pertanyaan. Pertanyaan dengan jawaban benar, nilainya 1; jika jawabannya salah, maka nilainya 0, sehingga nilai tertinggi dari 12 pertanyaan yang diberikan adalah 12. Selanjutnya nilai tersebut dikategorikan atas pengetahuan baik, cukup, dan kurang. Kategori baik apabila nilai jawaban responden ≥ 80% dari nilai tertinggi, kategori cukup apabila nilai jawaban responden 60% - 79% dari nilai tertinggi, dan kategori kurang jika nilai jawaban responden < 60% dari nilai tertinggi.
(46)
Tabel 3. Kategori Nilai Pengetahuan
Alat ukur Hasil ukur Kategori penilaian Skor
Kuesioner (12 pertanyaan)
Jawaban salah = 0
Jawaban benar = 1
Baik: > 80% dari nilai tertinggi 10 - 12 Cukup: 60% - 79% dari nilai
tertinggi
7 - 9 Kurang: < 60% dari nilai tertinggi < 7 Perilaku mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap pentingnya pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal diukur melalui 7 pertanyaan. Pertanyaan dengan jawaban selalu, nilainya 3; pertanyaan dengan jawaban kadang-kadang, nilainya 2; pertanyaan dengan jawaban tidak pernah, nilainya 1. Nilai tertinggi dari 7 pertanyaan adalah 21.
Tabel 4. Kategori Nilai Perilaku
Alat ukur Hasil ukur Kategori penilaian Skor
Kuesioner (7 pertanyaan)
Selalu = 3
Kadang-kadang = 2
Tidak pernah = 1
Baik: ≥ 80% dari nilai tertinggi 17 - 21 Cukup: 60% - 79% dari nilai
tertinggi
13 - 16 Kurang: < 60% dari nilai tertinggi < 13
(47)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Responden
Dari tabel 5, responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18,4% dan berjenis kelamin perempuan 81,6%.
Tabel 5. Karakteristik Responden Mahasiswa Kepaniteraan Klinik
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki Perempuan
7 31
18,4 % 81,6 %
Jumlah 38 100 %
4.2 Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi
Pengetahuan responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk kategori baik (≥80%) dalam hal istilah anestesi, definisi anestesi lokal, jenis anestesi lokal golongan amida, efek anestesi lokal dan larutan anestesi lokal yang ideal. Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (60% - 79%) dalam hal komplikasi lokal anestesi lokal dan komplikasi sistemik anestesi lokal. Sedangkan pengetahuan responden termasuk kategori kurang (<60%) dalam hal hubungan berat badan dengan anestesi lokal, dosis maksimum lidokain, dosis maksimum artikain, definisi anestesi secara umum dan dosis maksimum mepivacain (Tabel 6).
(48)
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)
Pengetahuan responden
Tahu Tidak Tahu
Jumlah % Jumlah %
Istilah Anestesi
Definisi anestesi lokal
Jenis Anestesi lokal golongan amida Efek anestesi lokal
Larutan anestesi lokal yang ideal Komplikasi lokal anestesi lokal Komplikasi sistemik anestesi lokal Hubungan berat badan dengan anestesi lokal
Dosis maksimum lidokain Dosis maksimum artikain Definisi anestesi secara umum Dosis maksimum mepivacain
38 38 37 37 36 28 27 14 14 14 13 5 100 100 97,3 97,3 94,7 73,6 71 36,8 36,8 36,8 34,2 13,1 0 0 1 1 2 10 11 24 24 24 25 33 0 0 2,7 2,7 5,3 26,4 29 63,2 63,2 63,2 65,8 86,9
Hasil penelitian tentang pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal pada pencabutan gigi didapat persentase tertinggi pada kategori berpengetahuan cukup yaitu 44,7%, sedangkan 34,3% responden termasuk kategori berpengetahuan baik dan 21% responden termasuk kategori berpengetahuan kurang (Tabel 7).
(49)
Tabel 7. Kategori Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)
Kategori Jumlah Persentase
Baik Cukup Kurang
13 17 8
34,3 44,7 21
Total 38 100
4.3 Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi
Perilaku responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk kategori baik (≥80%) dalam hal melakukan anamnesa sebelum penyuntikan. N amun demikian, masih ada sebesar 5,26% responden yang hanya kadang-kadang saja melakukan anamnesa sebelum penyuntikan, dan sebesar 7,9% responden yang tidak pernah melakukannya. Perilaku responden termasuk kategori cukup (60% - 79%) dalam hal anamnesa pasien tentang obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Hanya sebesar 26,31% responden yang kadang-kadang melakukan anamnesa pasien tentang obat-obatan yang sedang dikonsumsi, dan sebesar 10,54% responden yang tidak pernah melakukannya.
Perilaku responden termasuk kategori kurang (<60%), dalam hal melihat efek samping setelah penyuntikan, menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal, menghitung dosis anestesi yang harus diberikan, menggunakan dosis yang telah dihitung, menangani pasien yang mengalami komplikasi. Sebesar 15,8% responden yang hanya kadang-kadang saja melihat efek samping setelah penyuntikan, dan masih ada sebesar 39,47% responden yang tidak pernah melihat efek samping tersebut. Namun dari keseluruhan responden, tidak ada satu pun responden yang melakukan penimbangan berat badan dan perhitungan dosis anestesi lokal. Selain itu hal yang sama juga didapat pada penggunaan dosis setelah perhitungan, bahwa tidak ada satu pun responden yang menggunakan dosis anestesi lokal yang telah dihitung. Hal ini saling berkaitan, karena penetapan dosis anestesi lokal didapat apabila kita menimbang berat badan pasien terlebih dahulu, kemudian menghitung dosis dengan
(50)
memasukkan hasil berat badan pasien, serta menggunakan dosis anestesi lokal tersebut untuk penyuntikan (Tabel 8).
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)
Perilaku Selalu
Kadang-kadang
Tidak Pernah
Jlh % Jlh % Jlh %
Melakukan anamnesa sebelum penyuntikan
Menganamnesa pasien tentang obat-obatan yang sedang dikonsumsi
Melihat efek samping setelah penyuntikan
Menangani pasien yang mengalami komplikasi
Menghitung dosis anestesi yang harus diberikan
Menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal
Menggunakan dosis yang telah dihitung 33 24 17 0 0 0 0 86,84 63,15 44,73 0 0 0 0 2 10 6 7 0 0 0 5,26 26,31 15,8 18,4 0 0 0 3 4 15 31 38 38 38 7,9 10,54 39,47 81,6 100 100 100
Hasil penelitian tentang perilaku penggunaan dosis anestesi lokal pada pencabutan gigi didapat persentase tertinggi pada kategori kurang yaitu 68,4%. Sebanyak 31,6% responden termasuk kategori cukup dan 0% responden termasuk kategori baik (Tabel 9).
(51)
Tabel 9. Kategori Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)
Kategori Jumlah Persentase
Baik Cukup Kurang
0 12 26
0 31,6 68,4
Total 38 100
Terdapat beberapa alasan responden untuk tidak melakukan perilaku pengunaan dosis anestesi lokal dari masing-masing pertanyaan dalam kuesioner. Alasan terbanyak mengapa tidak melakukan penimbangan berat badan sebelum melakukan pemberian anestesi lokal adalah tidak tersedianya alat penimbang berat badan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU(47,3%), diikuti alasan terbanyak responden tidak melakukan anamnesa sebelum penyuntikan adalah terburu-buru sehingga lupa untuk melakukan anamnesa(60%). Alasan terbanyak tidak menganamnesa obat-obatan yang sedang dikonsumsi adalah responden akan menganamnesa pasien yang berumur diatas 30 tahun(35,7%). Alasan terbanyak tidak menghitung dosis maksimum yang harus diberikan adalah responden tidak mengetahui bagaimana cara menghitung dosis maksimum anestesi lokal(39,5%). Seluruh responden (100%) tidak menggunakan dosis yang sesuai aturan pada saat penyuntikan karena tidak ada yang menghitung dosis maksimum anestesi lokal dengan menggunakan penimbangan berat badan. Responden tidak melihat efek samping setelah penyuntikan karena responden langsung melakukan tindakan tanpa melihat efek samping dari anestesi lokal(42,8%). Responden tidak pernah menangani pasien yang mengalami komplikasi setelah penyuntikan karena tidak kembalinya pasien ke klinik setelah pencabutan gigi(18,4%). (Tabel 10)
(52)
Tabel 10. Alasan Responden Tidak Melakukan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal (n=38)
Alasan Jumlah %
Tidak melakukan penimbangan berat badan sebelum melakukan pemberian anestesi lokal
• Tidak tersedia alat penimbang berat badan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU
• Tidak ada instruksi kepada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik untuk melakukan penimbangan berat badan
• Lain-lain
Tidak melakukan anamnesa sebelum penyuntikan
• Terburu-buru sehingga lupa untuk melakukan anamnesa
• Merasa bahwa pasien dalam kondisi baik sehingga tidak melakukan anamnesa
Tidak menganamnesa obat-obatan yang sedang dikonsumsi
• Akan menganamnesa pasien yang berumur >30 tahun
• Tidak mengetahui pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi pasien terhadap efektivitas anestesi lokal
• Akan menganamnesa bila ingat
• Akan menganamnesa apabila mengetahui pasien menderita suatu penyakit sistemik
• Lain-lain
Tidak menghitung dosis maksimum yang harus diberikan
• Tidak mengetahui bagaimana cara menghitung dosis maksimum anestesi lokal
• Tidak tersedia alat penimbang berat badan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU sehingga responden tidak menghitung dosis maksimum anestesi lokal
• Lain-lain
Pada saat penyuntikan tidak menggunakan dosis yang sesuai aturan
• Tidak ada responden yang melakukan perhitungan dosis maksimum anestesi lokal dengan menggunakan penimbangan berat badan
Tidak melihat efek samping setelah penyuntikan
• Responden langsung melakukan tindakan tanpa melihat efek samping
• Pasien langsung pulang
Tidak pernah menangani pasien yang mengalami komplikasi setelah penyuntikan
• Tidak kembalinya pasien ke Klinik setelah pencabutan
18 5 15 3 2 5 3 2 1 3 15 10 13 38 9 12 28 47,3% 13,2% 39,5% 60% 40% 35,7% 21,4% 14,3% 7,2% 21,4% 39,5% 26,3% 34,2% 100% 42,8% 57,2% 73,7%
(53)
gigi
• Tidak adanya keluhan pasien setelah pencabutan gigi
• Responden kadang-kadang mendapati pasien yang mengalami komplikasi (Contoh dry socket) karena penggunaan dosis anestesi lokal yang berlebih.
7 3
18,4% 7,89%
(54)
BAB 5
PEMBAHASAN
Hasil penelitian pengetahuan tentang penggunaan anestesi lokal pada pencabutan gigi menunjukkan 100% responden mengetahui bahwa istilah anestesi berasal dari bahasa yunani sama halnya dengan definisi anestesi lokal. Anestesi lokal didefinisikan sebagai hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu bagian tubuh, dihasilkan oleh agen topikal yang disuntikkan tanpa menekan tingkat kesadaran. Sebanyak 97,3 % responden mengetahui jenis-jenis anestesi lokal dan efek dari anestesi lokal tersebut. Hal ini tergolong kategori baik karena seorang mahasiswa kepaniteraan klinik harus mengetahui jenis-jenis anestesi lokal serta efek dari anestesi lokal yang digunakan. Hal ini mungkin disebabkan karena pada masa perkuliahan, responden sudah mendapat teori mengenai jenis-jenis anestesi lokal dan efek samping anestesi lokal tersebut. Hampir seluruh responden mengetahui jenis-jenis anestesi lokal dan efek samping anestesi lokal. Anestesi lokal terbagi menjadi dua golongan yaitu golongan amida dan golongan ester.
Pengetahuan responden mengenai larutan anestesi lokal yang ideal sudah tergolong baik, yaitu 94,7%. Hal ini menunjukkan bahwa responden memahami pengertian dari anestesi lokal yang ideal, dimana larutan anestesi lokal yang ideal itu adalah larutan yang tidak mengiritasi, tidak merusak jaringan saraf secara permanen, mula kerjanya singkat, dan larut dalam air. Pengetahuan yang baik ini mungkin disebabkan karena pada pada masa perkuliahan responden sudah menerima teori mengenai pengertian anestesi lokal yang ideal. Menurut Malamed, komplikasi lokal dari penggunaan anestesi lokal terdiri dari kegagalan untuk mendapatkan efek anestesi, sakit selama dan setelah penyuntikan, pembentukan haematoma pada daerah penyuntikan, kepucatan, trismus, paralisa wajah, patahnya jarum, infeksi, trauma pada bibir, gangguan visual, parastesi. Hasil penelitian juga menunjukkan 73,6% responden mengetahui komplikasi lokal dari anestesi lokal. Hal ini menunjukkan bahwa responden cukup mengetahui komplikasi lokal dari penggunaan anestesi lokal.
(55)
Dari keseluruhan responden, 71% responden mengetahui komplikasi sistemik yang dapat terjadi setelah penyuntikan. Komplikasi sistemik yang bisa terjadi seperti reaksi alergi/sensitifitas, overdosis sampai toksisitas. Persentase pengetahuan responden mengenai dosis maksimum lidokain dan artikain adalah 36,8%, serta dosis maksimum mepivacain adalah 13,1%. Hal ini menunjukkan bahwa responden kurang mengetahui mengenai dosis maksimum lidokain, artikain dan mepivacain. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Foley J.et al. di Rumah Sakit Gigi Dundee (United Kingdom) terhadap 24 responden yang terdiri dari 5 orang mahasiswa kedokteran gigi, 8 orang mahasiswa kepaniteraan klinik, dan 11 orang dokter gigi mengenai pengetahuan penggunaan anastesi lokal. Dari hasil penelitian didapat seluruh responden mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai penggunaan dosis maksimum yang ideal untuk anestesi lokal.
Hasil penelitian menunjukkan 36,8% responden mengetahui hubungan berat badan dengan anestesi lokal dalam menentukan dosis maksimum anestesi lokal yang digunakan (Tabel 6). Rendahnya persentase tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan responden mengenai hubungan berat badan dengan anestesi lokal dalam menentukan dosis maksimum. Diharapkan kepada setiap responden agar melakukan penimbangan berat badan terlebih dahulu sebelum melakukan penyuntikan, kemudian menghitung dosis penggunaan anestesi lokal dengan menyertakan hasil berat badan yang telah didapat dalam perhitungannya, serta memberikan dosis anestesi lokal sesuai hasil perhitungan.
Persentase kategori pengetahuan menunjukkan bahwa 34,3% responden termasuk ke dalam kategori pengetahuan baik, 44,7% responden termasuk kategori pengetahuan cukup dan 21% responden termasuk kategori pengetahuan kurang (Tabel 7). Hasil yang berbeda didapat dari penelitian Alvarez RG et al. mengenai pengetahuan penggunaan anestesi lokal pada tahun 2009 di National University of Mexico pada 244 mahasiswa kedokteran gigi yang diuji dengan 11 pertanyaan mengenai pengetahuan anestesi lokal di klinik seperti penggunaan dosis yang tepat, kemungkinan efek samping dan toksisitas yang mungkin terjadi. Dari hasil penelitian tersebut, didapat sebesar 81,56% responden menjawab pertanyaan dengan kurang
(56)
memuaskan. Hasil yang kurang memuaskan ini menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang penggunaan anestesi lokal. Perbedaan hasil penelitian tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan sampel penelitian, dimana pada penelitian ini menggunakan mahasiswa kepaniteraan klinik sebagai sampel sedangkan penelitian oleh Alvarez RG et al. menggunakan mahasiswa kedokteran gigi sebagai sampelnya.
Dari segi perilaku, hasil penelitian menunjukkan sebanyak 86,64% responden melakukan anamnesa sebelum penyuntikan. Hasil tersebut tergolong baik, karena seorang mahasiswa kepaniteraan klinik harus melakukan anamnesa terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan penyuntikan. Akan tetapi, masih ada 5,26% responden yang hanya kadang-kadang saja melakukannya, dan bahkan 7,9% responden sama sekali tidak melakukan anamnesa sebelum tindakan penyuntikan. Salah satu alasan responden yang hanya kadang-kadang dan tidak pernah melakukan anamnesa adalah responden terburu-buru sehingga lupa untuk melakukan anamnesa.
Persentase responden mengenai anamnesa obat-obatan yang sedang dikonsumsi pasien cukup baik, yaitu 63,15%. Namun demikian, ada juga beberapa responden yang hanya kadang-kadang saja bahkan tidak pernah melakukan anamnesa obat-obatan yang sedang dikonsumsi, dimana salah satu alasannya adalah karena responden hanya akan melakukan anamnesa terhadap pasien apabila pasien tersebut berumur di atas 30 tahun. Hal ini mungkin disebabkan karena responden merasa pasien yang berumur diatas 30 tahun kemungkinan besar memiliki penyakit sistemik.
Selain itu, hasil penelitian menunjukkan hanya 44,73% responden melihat efek samping setelah tindakan penyuntikan. Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan harapan peneliti, dimana semua responden kurang memahami pengertian efek samping dari anestesi lokal. Salah satu alasan responden yang menjawab kadang-kadang dan tidak pernah yaitu responden langsung melakukan tindakan tanpa melihat efek samping dari anestesi lokal yang digunakan. Rendahnya persentase tersebut mungkin karena sebagian besar responden mempunyai persepsi berbeda mengenai efek samping, karena seharusnya semua responden melihat terlebih dahulu efek samping yang timbul setelah tindakan penyuntikan, salah satunya yaitu berupa timbulnya rasa kebas pada daerah penyuntikan.
(57)
Tidak ada responden yang menimbang berat badan pasien, menghitung dosis anestesi lokal, dan menggunakan dosis yang telah dihitung. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya informasi mengenai pemberian dosis maksimum obat anestesi lokal yang tergantung pada usia, berat badan, kesehatan pasien, jenis larutan yang digunakan dan apakah vasokonstriktor digunakan atau tidak. Dari hasil yang didapat, tidak ada satu pun responden yang melakukan penimbangan berat badan sebelum tindakan penyuntikan anestesi lokal. Menurut responden, hal ini disebabkan karena tidak tersedianya alat penimbang berat badan di klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU. Padahal penimbangan berat badan sebelum memberikan anestesi lokal merupakan salah satu prosedur yang harus dilakukan untuk mendapatkan dosis maksimum pemberian anestesi lokal.
Hasil penelitian juga didapat sebanyak 81,6% responden tidak pernah menangani pasien yang mengalami komplikasi. Persentase tersebut sudah tergolong kategori baik. Hal ini mungkin disebabkan karena pengetahuan responden mengenai komplikasi dari anestesi lokal sudah cukup, yaitu 73,6%. Salah satu alasan responden yang tidak pernah menangani pasien komplikasi adalah tidak adanya pasien yang kembali ke Klinik, sehingga responden merasa tidak terjadi komplikasi terhadap pasien. Responden beranggapan apabila pasien tidak kembali ke klinik maka tidak ada komplikasi yang terjadi. Padahal tidak semua pasien yang tidak kembali ke klinik tidak mengalami komplikasi, oleh sebab itu perlu adanya komunikasi antara responden dan pasien setelah melakukan perawatan untuk memastikan ada atau tidaknya komplikasi yang terjadi.
Selain itu, hasil yang kurang memuaskan juga didapat yaitu tidak ada responden yang menggunakan dosis maksimum anestesi lokal setelah perhitungan. Tidak ada responden yang menggunakan dosis maksimum anestesi lokal setelah perhitungan, disebabkan oleh tidak ada satu pun responden yang melakukan perhitungan mengenai dosis maksimum penggunaan anestesi lokal. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU mengenai perhitungan dosis maksimum anestesi lokal dalam suatu tindakan pencabutan gigi, sehingga tidak satu pun responden melakukan
(58)
penimbangan berat badan bahkan menggunakan hasil perhitungan dosis maksimum dalam tindakan penyuntikan anestesi lokal (Tabel 8). Kategori perilaku menunjukkan bahwa tidak ada responden yang mempunyai pengetahuan baik, 31,6% responden termasuk kategori pengetahuan cukup dan 68,4% responden kategori pengetahuan kurang (Tabel 9).
(59)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pengetahuan responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk kategori baik (≥80%) dalam hal istilah anestesi, definisi anestesi secara umum, jenis anestesi lokal golongan amida, efek anestesi lokal, larutan anestesi lokal yang ideal. Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (79% - 60%) dalam hal komplikasi lokal anestesi lokal, komplikasi sistemik anestesi lokal. Sedangkan pengetahuan responden termasuk kategori kurang (<60%) dalam hal penimbangan berat badan, dosis maksimum lidokain, dosis maksimum artikain, definisi anestesi secara umum, dosis maksimum mepivacain.
2. Perilaku responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk kategori baik (≥80%) dalam hal melakukan anamnesa sebelum penyuntikan. Perilaku responden termasuk kategori cukup (79% - 60%) dalam hal anamnesa pasien tentang obat-obatan yang sedang dikonsumsi, sedangkan perilaku responden termasuk kategori kurang (<60%), dalam hal melihat efek samping setelah penyuntikan, menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal, menghitung dosis anestesi yang harus diberikan, menggunakan dosis yang telah dihitung, menangani pasien yang mengalami komplikasi.
3. Pengetahuan responden paling banyak terdapat pada kategori cukup sebesar 44,7%, diikuti kategori baik sebesar 34,2%, dan kategori kurang sebesar 21%.
4. Perilaku responden paling banyak terdapat pada kategori kurang yaitu sebesar 68,4%, diikuti kategori cukup sebesar 31,6%, dan kategori baik sebesar 0%.
5. Alasan responden tidak melakukan penimbangan berat badan sebelum melakukan pemberian anestesi lokal adalah tidak tersedianya alat penimbang berat badan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU (47,3%). Responden tidak melakukan anamnesa sebelum penyuntikan karena responden terburu-buru sehingga
(60)
lupa untuk melakukan anamnesa (60%). Alasan responden tidak menganamnesa obat-obatan yang sedang dikonsumsi adalah responden hanya menganamnesa pasien yang berumur diatas 30 tahun (35,7%). Alasan responden tidak menghitung dosis maksimum yang harus diberikan adalah responden tidak mengetahui bagaimana cara menghitung dosis maksimum anestesi lokal (39,5%). Seluruh responden tidak menghitung dosis maksimum anestesi lokal dengan menimbang berat badan. Responden tidak melihat efek samping setelah penyuntikan yang mana responden langsung melakukan tindakan tanpa melihat efek samping dari anestesi lokal (42,8%). Responden tidak pernah menangani pasien yang mengalami komplikasi setelah penyuntikan adalah tidak kembalinya pasien ke Klinik setelah pencabutan gigi (18,4%).
6.2 Saran
1. Diharapkan kepada Departemen untuk lebih menekankan teori mengenai perhitungan dosis anestesi lokal terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik sebelum melakukan tindakan penyuntikan dan dikenakan sanksi apabila tidak melakukan perhitungan.
2. Diharapkan kepada Departemen untuk memberikan himbauan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik yang akan memasuki Klinik tentang pentingnya pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal yang tepat pada pencabutan gigi.
3. Diharapkan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik agar meningkatkan pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal pada pencabutan gigi.
4. Diharapkan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik agar selalu melakukan penimbangan berat badan sebelum melakukan tindakan penyuntikan.
(61)
DAFTAR PUSTAKA
1. Howe, Geoffrey L, Whitehead F, Ivor H. Anestesi lokal. Ed 3., Jakarta: Hipokrates., 1992: 69-110.
2. Kartini S, Ruswan DM. Petunjuk praktis anesthesiologi. Ed 1., Jakarta: Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia, 2001: 113.
3. Haas, Daniel A. An update on local anesthetics in dentistry: Clinical practice. J Can Dent Assoc 2002; 68(9): 546-51
4.
Alvarez RG et al. Knowledge about local anesthetics in odontology students. Journal Proc. West. Pharmacol. Soc. 2009; 52 : 118-119.5.
Foley J et al. A comparison of knowledge of local analgesia, pulp therapy and restoration of primary molar teeth amongst dental students, dentists and dental therapists within a dental hospital setting. US national library of medicine national intitues of national. 2007; 8(2): 113-7.6. Komang Krisna. Artikain sebagai alternatif larutan anestesi lokal dalam bidang kedokteran gigi. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM (B). 2011; 8(2) : 6-10.
7. Ninna Mey Wulandari. Evaluasi penggunaan obat anestesi dan anelgesik pada pasien bedah mulut di Klinik Gigi Dentes Yogyakarta periode juli 2008. Skripsi. Yogyakarta: Klinik Gigi Dentes Yogyakarta, 2008
8. Ellis, FR. Pokok-pokok anestesi. Jakarta: PD Publika., 1995: 61.
9. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 2007; 139-146.
10.Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC, 2010: 1, 18,25-7.
11.Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan terapi. Ed 4,. Jakarta: Bagian farmakologi Fakultas kedokteran – Universitas indonesia. 1995; 234-42.
12.Cobra & campus. Menggunakan anestesi lokal dalam dunia kedokteran gigi. Ed 3. Tabloid bulanan mahasiswa kedokteran gigi. 2012; 12-3.
(62)
13.Clinical Guidelines. Guideline on use of local anesthesia for pediatric dental patients. American Academy of Pediatric Dentistry. Reference Manual. 2009; 33(6): 176. 14.James R. Hupp. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 5th ed., Mosby:
Elsevier,. 2008: 96-7.
15.Chung, David C. Essentials of anesthesiology. Philadelphia: W.B. Saunders Co., 1983: 55-7.
16.Malamed, Stanley F. Handbook of local anesthesia. 5th ed., Philadelphia: Elsevier Mosby., 2004: 55-74, 285-94.
17.Rosenberg et al. Maximum recommended doses of local anesthetics: A multifactorial concept. Regional Anesthesia and Pain Medicine. 2004; 29(6): 564-5
18.Kaye Cantlay BA MB ChB MRCP FRCA dkk. Anaesthesia for dentistry. Journal of Anaesthesia 2005; 5(3): 72-3.
19.Chestnutt Ivor G, John G. Clinical dentistry. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Limited., 2007: 95.
20.Baart J.A, Brand H.S. Local anaesthesia in dentistry. 1st ed., Wiley-Blackwell., 2009: 57-125.
21.Daniel A, Haas. Localized complications from local anesthesia. Journal CDA 1998; 1-9.
22.Purwanto, Lilian Y. Petunjuk praktis anestesi lokal. Ed 1., Jakarta: EGC., 1993: 7-30. 23.Roberts G.J. Analgesia dan sedasi gigi geligi. Jakarta: Hipokrates., 1991: 65-9.
(63)
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Lusiana Rodame Simangunsong Tempat/ Tanggal Lahir : Pematangsiantar / 26 Mei 1992 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Prostestan Alamat : Jl. Makmur No. 148
Pematangsiantar Orangtua
Ibu : Rotua Sianturi, SPd
Ayah : Bilmar Simangunsong, SH Riwayat Pendidikan
1. 1995-1997 : TK Cinta Rakyat, Pematang Siantar
2. 1997-2003 : SD Swasta Cinta Rakyat 2, Pematang Siantar 3. 2003-2006 : SMP Swasta Cinta Rakyat 1, Pematang Siantar 4. 2006-2009 : SMA Swasta RK Budi Mulia, Pematang Siantar 5. 2009-2013 : S1- Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan 6. 2013-2014 : Kepaniteraan Klinik FKG USU, Medan
(1)
LAMPIRAN 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
Nomor : Tanggal :
PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN DOSIS ANESTESI LOKAL OLEH MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK DI KLINIK
DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU TAHUN 2013
PETUNJUK PENGISIAN
1. Pengisian kuesioner dilakukan oleh mahasiswa kepaniteraan klinik yang sedang berada di Klinik Bedah Mulut FKG USU pada bulan periode 11 Maret 2013 sampai 15 Mei 2013, periode 11 Maret 2013 sampai 25 Mei 2013 dan periode 15 April sampai 22 Juni 2013.
2. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan melingkari jawaban yang dianggap benar
3. Semua pertanyaan harus dijawab
4. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban
5. Bila ada pertanyaan yang kurang mengerti silahkan ditanyakan kepada peneliti.
(2)
LINGKARI JAWABAN PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA I. Pengetahuan
1)Menurut Anda, istilah anestesi berasal dari bahasa apa? 1 a. Inggris
b. Yunani c. Belanda
2)Menurut Anda, apakah definisi anestesi secara umum? 2 a. Hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan,
persepsi temperatur, tekanan dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi motorik.
b. Hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu bagian tubuh tanpa menekan tingkat kesadaran.
c. Hilangnya sensasi atau mengurangi sensasi dibagian tubuh tetentu.
3)Menurut Anda, apakah defenisi anestesi lokal? 3 a. Teknik untuk menghilangkan sensasi dibagian tubuh
tertentu.
b. Obat yang menghasilkan blokade konduksi sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf.
c. Hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu bagian tubuh tanpa menekan tingkat kesadaran.
4)Menurut Anda, bagaimana larutan anestesi lokal yang ideal? 4 a. Tidak mengiritasi, mula kerjanya singkat, durasi kerjanya
singkat, tidak dapat disterilkan.
b. Tidak mengiritasi, tidak merusak jaringan saraf secara permanen, mula kerjanya singkat, larut dalam air.
(3)
c. Tidak mengiritasi, mula kerjanya lama, durasi kerjanya lama, dapat disterilkan, larut dalam air.
5)Menurut Anda, apa saja jenis anestesi lokal yang termasuk 5 golongan Amida?
a. Lidokain, prokain, bupivakain b. Lidokain, artikain, tetrakain c. Artikain, mepivakain, lidokain
6) Menurut Anda, penimbangan berat badan merupakan hal yang 6 penting dalam menentukan?
a. Dosis minimum b. Dosis maksimum
c. Dosis minimum dan maksimum
7) Menurut Anda, berapa dosis maksimum penggunaan lidokain? 7 a. 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg)
b. 5 mg/kgBB (hingga 500 mg) c. 4,4 mg/kgBB (hingga 200 mg)
8) Menurut Anda, berapa dosis maksimum penggunaan mepivakain? 8 a. 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg)
b. 5 mg/kgBB (hingga 300 mg) c. 4,4 mg/kgBB (hingga 200 mg)
9) Menurut Anda, berapa dosis maksimum penggunaan artikain? 9 a. 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg)
b. 7 mg/kgBB (hingga 500 mg) c. 7 mg/kgBB (hingga 350 mg)
(4)
10) Menurut Anda, apa saja efek penggunaan anestesi lokal? 10 a. Merangsang susunan saraf pusat
b. Menyebabkan peningkatan eksitabilitas
c. Bertambahnya respon otot terhadap rangsangan saraf
11) Menurut Anda, apa saja komplikasi lokal dari penggunaan 11 anestesi lokal?
a. Parastesi, reaksi sensitifitas, gangguan visual b. Infeksi, reaksi toksik, reaksi sensitifitas c. Trismus, paralisa wajah, infeksi
12) Menurut Anda, apa saja komplikasi sistemik dari penggunaan 12 anestesi lokal?
a. Reaksi sensitifitas, reaksi toksisitas b. Reaksi toksisitas, gangguan visual
c. Reaksi sensitifitas, sakit selama dan setelah penyuntikan
II. Perilaku
1. Apakah saudara melakukan penimbangan berat badan sebelum 1 melakukan pemberian anestesi lokal?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan alasannya... ...
2. Apakah saudara melakukan anamnesa sebelum melakukan 2 penyuntikan?
(5)
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan alasannya... ...
3. Apakah saudara menanyakan kepada pasien apa dia sedang 3 mengkonsumsi obat-obatan?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan alasannya... ...
4. Apakah saudara terlebih dahulu menghitung dosis anestesi yang 4 harus diberikan ?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan alasannya... ...
5) Jika jawaban saudara no 4 ya. Apakah pada saat penyuntikan, 5 anda memakai dosis yang seharusnya?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak,
berikan alasannya... ...
6) Apakah saudara setelah melakukan penyuntikan melihat efek 6 samping dari anestesi lokal yang anda gunakan?
(6)
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan alasannya... ...
7) Apakah saudara pernah menangani pasien yang kembali lagi 7 karena ia mengalami komplikasi setelah menerima suntikan?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan alasannya... ...