PARADIGMA GOOD GOVERNANCE SUATU MEKANISM

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

PR

PARADIGMA GOOD GOVERNANCE: SUATU MEKANISME STRATEJIK
PEMAMPU UPAYA REFORMASI MANAJEMEN PEMDA DALAM
MERESPON KEPUTUSAN PELAKSANAAN OTONOMI
DAERAH DI ERA KESEJAGATAN

TY
ER
OP

oleh : F.X. Kurniawan Tjakrawala

Pendahuluan

UR

K
OF


Abstract
The government’s decision to perform Municipalities Autonomy starting at January 2001 is a
wisdom decision and “die-hard” at once. It’s said wisdom because in almost all developed countries
in the world have considered and executed it. But, that decision is not as simple as to turn over the
palm. It needs great attention from everyone who cares about good governance. Good governance
paradigm has changed the way government and private companies applied management strategies
and techniques. In turn, Good governance is being considered as strategic mechanism enabling
reformation efforts of municipalities’ management in responding government’s decision to execute
municipality autonomy in the globalization era.

Era kesejagatan telah menjadi kemutlakan yang harus dihadapi dan disikapi se-

NI

cara arif oleh setiap insan di belahan dunia manapun. Revolusi informasi dan teknologi

AW

yang terjadi dewasa ini, telah menghadirkan abad network yang berdampak transformasi


AN

masyarakat. Terkoneksinya seluruh dunia—melalui basis jaringan internet yang berkembang pesat maupun media telekomunikasi canggih—memang menciptakan lompatan-lom-

TJ

patan penting yang niscaya mengubah jalannya kehidupan masyarakat; bangsa; maupun

AK

negara. Sebagaimana dinyatakan oleh Dessler (1998) maupun Pattiradjawane (2001),

W
RA

revolusi informasi dan teknologi telah menyebabkan perubahan secara masif karena akan
melampaui seluruh lingkup kegiatan kemanusiaan, mulai dari bisnis dan gaya kerja, struk-

A

AL

tur keluarga dan hubungan kemasyarakatan, sampai pada persoalan demografi, pendidikan, seni, hiburan, politik dan bentuk pemerintahan.

Dalam era kesejagatan seperti sekarang, terdapat isu global yang mengemuka
yakni Good Governance/GG, yang bila dirinci dapat menjadi Good Corporate Governance/

F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 1 of 13

A

,C

Good Governance: Suatu Keniscayaan

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

GCG dan Good Government Governance/GGG. Good Governance telah menjadi suatu

keniscayaan dalam konteks globalisasi yang menerobos batas negara, bahkan benua. Se-

PR

bagai isu global, Good Corporate Governance harus dipenuhi oleh perusahaan dan/atau

TY
ER
OP

pemerintah bila ingin tetap eksis dalam kompetisi bisnis tingkat dunia. Seperti halnya
dengan serifikasi ISO seri 9000 dan/atau 14000, maka sertifikasi GCG dapat menjadi
semacam assurance dari pihak independen tentang perusahaan yang bersangkutan. Khusus untuk Indonesia, hanya dua perusahaan publik yang telah memenuhi sertifikasi GCG

K
OF

yakni; Astra dan PT Timah (Ariyoto,dkk., 2000).
Menurut Sullivan (2000), Good Governance seyogyanya disikapi sebagai sebuah


UR

mekanisme untuk menciptakan lembaga-lembaga yang mampu mengatur diri sendiri (self-

NI

governinf organization). Sullivan juga menambahkan bahwa Good Corporate Governance

AW

berasal dari seperangkat kelembagaan (hukum, peraturan, kontrak, dan norma-norma)
yang membuat perusahaan mampu mengatur dirinya sendiri sebagai elemen pusat dari

AN

ekonomi pasar yang kompetitif.

Corporate Governance terdiri dari elemen internal (dan yang selalu diperlukan di

TJ


AK

dalam perusahaan),serta elemen eksternal (dan yang dibutuhkan di luar perusahaan), di
mana paduan keduanya menciptakan good corporate governance. Ariyoto, dkk (2000)—

W
RA

yang juga senada dengan Dubiel (2000)—merinci masing-masing elemen yang dimaksud:
1.

Elemen yang berasal dari dalam perusahaan (internal) seperti: pemegang

A
AL

saham; direksi; dewan komisaris; manajer; karyawan/serikat pekerja; sistem
remunerasi berdasarkan kinerja; komite audit. Adapun unsur-unsur yang selalu


tabilitas; fairness/kejujuran; aturan dari Code of Conduct.

Elemen yang berasal dari luar perusahaan (eksternal) seperti: kecukupan
undang-undang dan perangkat hukum; investor; institusi penyedia informasi;
akuntan publik; institusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan; pemberi
pinjaman; pengesah legalitas. Sementara unsur-unsur yang selalu diperlukan di luar

F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 2 of 13

A

2.

,C

diperlukan di dalam perusahaan yakni: keterbukaan/disclosure; transparansi; akun-

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001


perusahaan adalah: aturan dari code of conduct; fairness; accountability; jaminan
hukum.

PR

Good Governance juga berkaitan langsung dengan topik lain yang populer di

TY
ER
OP

seluruh dunia yakni pembasmian korupsi, kolusi dan nepotisme (Mishra, 2000).
Berkenaan dengan masalah KKN, sekitar bulan Juni 2000 berdasarkan hasil pemeriksaan
reguler untuk tahun anggaran 1999/2000, BPKP mengungkapkan 10 nama departemen
dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) sebagai pelaku penyimpangan

K
OF


berindikasikan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang mengakibatkan kerugian negara
senilai trilyunan rupiah (lihat Tabel 1).

UR

Tabel 1. Hasil Audit BPKP per Tahun Anggaran 1999/2000 dengan Kasus KKN Terbesar

Lembaga Departemen/LPND

AW

NI

No

Kasus

Nilai (Rp)

212


1.047.293.245.559,00

Pertamina

2.

Menteri Negara Penanaman Modal dan
Pembinaan Badan Usaha Milik Negara

87

630.956.887.028,00

3.

Bulog

17


213.190.110.825,00

4.

BKKBN

5.

Bank Indonesia (BI)

TJ
4

70.2565.136.450,00

AK

2

55.686.692.880,00

W
RA

(Sumber: Kompas, 28 Juni 2000: 13)

AN

1.

Kesepuluh departemen maupun LPND tersebut adalah: Pertamina; Kantor Menteri

A
AL

Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN; Bulog; Depdagri; BKKBN; BI;
Deptamben; Dephutbun; Departemen Pemukiman dan Pengembangan Wilayah (Depkim-

tersebut di atas, lima di antaranya merupakan temuan dari BPKP yang diindikasikan ter-

kait dengan kasus KKN. Indikasi KKN tersebut umumnya diketahui dari adanya penyimpangan prosedur pengadaan barang; pekerjaan fiktif; jasa pembayaran yang melebihi

F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 3 of 13

A

,C

bangwil); dan Departemen Keuangan (Kompas, 28 Juni 2000). Dari 10 departemen/LPND

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

prestasi pekerjaan; pemalsuan dokumen; mark-up; atau pemberian pekerjaan kepada
pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa/nepotisme.

PR

Sejumlah pengamat berpendapat bahwa budaya korupsi terjadi karena pengelola

TY
ER
OP

negara tidak melaksanakan tugasnya dalam konteks good corporate governance (Kompas, 26 Juni 2000). Berkenaan dengan corporate governance, Political and Economic

Risk Consultancy (PERC)—konsultan yang berbasis di Hongkong—telah melakukan
survei terhadap pelaku bisnis di negara-negara Asia. Hasil survei yang dipublikasikan

K
OF

pada bulan Juni 2000 tersebut—dapat diamati pada Tabel 2—menempatkan Indonesia
dalam kelompok negara dengan pengelolaan perusahaan terburuk (Kompas, 26 Juni

NI

UR

2000).

2,00
3,59
4,00
5,00
6,10
6,20
6,67
8,22
8,29
8,83
8,89

AK

TJ
W
RA
A
AL

Singapura
Hongkong
Jepang
Filipina
Taiwan
Malaysia
Thailand
China
Indonesia
Korea Selatan
Vietnam

Skor

AN

Negara

AW

Tampilan 2. Skor Peringkat Corporate Governance di
Asia oleh PERC—Kosultan Hongkong per Juni 2000
(Sumber: Kompas, 26 Juni 2000:13)

Bahkan skandal Bank Bali yang menghebohkan itu, ditengarai turut memperpuruk

,C

posisi Indonesia—sedikit di atas Korsel dan Vietnam—dalam skor Good Corporate

sungan investasi asing masuk ke Asia termasuk Indonesia yang sejatinya amat
membutuhkan guna mempercepat pemulihan kondisi ekonominya. PERC menetapkan
F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 4 of 13

A

Governance. Buruknya Corporate Governance itu, menurut PERC, mengancam kelang-

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

skor nol hingga 10 untuk tiap negara yang disurvei. Makin besar angka skor, semakin buruk pengelolaan perusahaan di negara tersebut.

PR

PERC juga menambahkan bahwa survei dilakukan pada saat perekonomian

TY
ER
OP

tengah menuju pada pemulihan. Oleh PERC disebutkan bahwa setidaknya terdapat dua

masalah utama yang teridentifikasi dari survei tersebut, yakni: (1) terus berlangsungnya
kepemilikan peru-sahaan publik oleh anggota keluarga, seperti banyak terjadi di Korea
Selatan, (2) keti-daksanggupan pemerintah secara meyakinkan membenahi pelanggaran-

K
OF

pelanggaran peraturan.

Agenda Utama Otonomi Daerah

UR

Dengung otonomi daerah/otoda per Januari 2001 memunculkan agenda utama

NI

dan stratejik yang perlu dilaksanakan yakni restrukturisasi manajemen Pemda. Menurut

AW

Alamsyah (2000), terdapat setidaknya lima alasan mengapa restrukturisasi manajemen
Pemda perlu dijadikan sebagai agenda utama, yakni:

AN

1. Secara internal manajemen Pemda telah dibentuk berdasarkan paradigma yang
memandang birokrat sebagai pelaksana detail hukum belaka daripada sebagai

TJ

institusi yang berfungsi menjadi pelayan kebutuhan masyarakat yang terus

AK

berubah secara dinamis. Birokrasi semacam ini telah lama ditinggalkan oleh
pemerintahan negara-negara maju, dan diganti dengan paradigma yang lebih

W
RA

sensitif tehadap biaya dan proaktif terhadap dinamika kebutuhan masyarakat.
2. Kendati birokrasi Pemda secara formal telah dibangun berdasarkan konsep

A
AL

modern yang rasional dan netral secara politik, namun fungsi-fungsi laten yang
bersumber dari nilai-nilai berbau feodalisme masih terasa. Praktek birokrasi
demikian menyebabkan berkembangnya budaya organisasi yang kontra produktif

,C

dan tidak kredibel, dan cenderung mengacaukan proses manajemen; ekonomi

3. Sistem perekrutan dan pengembangan pegawai Pemda yang lebih berorientasi
pada patron patriotis-ideologis daripada rasional dan profesional. Ini tampak dari
anggapan sebagian besar masyarakat, bahwa perekrutan pegawai Pemda, lebih
F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 5 of 13

A

biaya tinggi; manipulasi data dan keuangan.

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

sebagai salah satu penanggulangan pengangguran belaka dan bukan atas
kebutuhan beban kerja.

PR

4. Dominasi Pemda—maupun Pusat—secara ekonomi, sosial, dan politik telah
“memandulkan” partisipasi masyarakat, sehingga pemerintah sering diposisikan

TY
ER
OP

sebagai dewa penyelamat. Dalam kondisi tersebut, aktivitas masyarakat madani
cenderung bergantung pada pemerintah, setidaknya dari sisi pendanaan.

5. Secara eksternal, masyarakat telah terimbas oleh teknologi informasi (misalkan dengan pesatnya jaringan internet; berkembangnya teknologi parabola) yang ber-

dampak makin terbukanya wawasan masyarakat dan pada akhirnya melahirkan

K
OF

berbagai tuntutan individual di luar kebiasaan sebelumnya.
Alamsyah (2000) juga menambahkan bahwa arah restrukturisasi yang dijabarkan tersebut

UR

bila dibandingkan dengan kondisi saat ini tentu saja terasa absurd. Absurditas ini,
menurut Alamsyah (2000)—senada dengan Dubiel (2000) dan Mistra (2000)—akan terasa

NI

ka-rena kita gagal berpikir jangka panjang/stratejik, dan hanya memandang segala

AW

sesuatu dari kondisi saat ini. Sejatinya kondisi saat ini dapat diubah secara bertahap dan

AN

terencana melalui inovasi. Dalam konteks inovasi, selayaknya memper-timbangkan apa
yang diungkapkan oleh Nugroho (2000:349) bahwa konsepsi inovasi yang berdasarkan

TJ

pada kemampuan kreatif manusia, menempatkan manusia pada dunia tanpa batas,

AK

karena sebenarnya sumberdaya yang tidak pernah akan habis adalah daya kreasi

W
RA

manusia itu sendiri.

Berkenaan dengan restrukturisasi manajemen Pemda, absurditas berujud reaksi

A
AL

klasik status quo terhadap perubahan seringkali memunculkan pertanyaan seperti: bagaimana pendanaan restrukturisasi manajemen Pemda ? Mungkinkah SDM Pemda mampu

A

,C

melakukannya ? Tidakkah terlampau idealis ? (Alamsyah, 2000).

F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 6 of 13

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

Upaya Mereformasi Manajemen Pemda
Pemerintahan saat ini—yang konon disebut memiliki legitimasi untuk memerintah

PR

negara ini—ternyata belum berhasil menuntaskan masalah KKN yang demikian intens

TY
ER
OP

meremas dan memeras sektor publik. Sektor publik—terutama pada masa lalu—merupakan lahan yang amat menggairahkan bagi para koruptor untuk menerapkan berbagai
trik agar dapat menikmati sesuatu yang bukan miliknya. Namun bagaimanapun juga,
kondisi sekarang telah berubah. Terlebih lagi setelah terbentuknya Komisi Pemeriksa

K
OF

Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Tim Gabungan Pemberantasan
Korupsi (TGPK) para penyelenggara negara setidaknya akan bersikap waspada untuk

UR

tidak sembrono dalam bersikap, terlebih bila ingin menikmati “lumbung tetangga”.

NI

Pergantian milenium telah dijadikan sebagai momentum awal sebuah agenda

AW

politik besar dalam penyelenggaraan pemerintahan Republik Indonesia yang bersih dan
memiliki kredibilitas yang tinggi. Agenda tersebut ialah keputusan untuk melaksanakan

AN

otonomi daerah/otoda secara penuh, khususnya pada daerah kabupaten/kotamadya.

TJ

Kendati dibayangi kekhawatiran banyak pihak, pilihan untuk tidak menunda-nunda lagi

AK

apa yang telah lama menjadi tuntutan daerah ini adalah keputusan terbaik.

W
RA

Disadari atau tidak, dengan penerapan otoda mengindikasikan terjadinya perubahan paradigma penyelenggaraan pemda yakni dari pola hubungan sentralistis ke pola

A
AL

hubungan desentralistis. Hal ini dapat dilihat dari adanya desentralisasi kebijakan fiskal
kepada daerah. Perubahan paradigma tersebut tidak akan bermakna tanpa adanya komit-

krasi sudah terlanjur “berurat dan berakar” menjadi birokrasi korup, yang tidak mengindahkan nilai etika maupun moral.

F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 7 of 13

A

,C

men untuk melaksanakan Good Governance (GG). Apalagi telah sadari pula bahwa biro-

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

Pelaksanaan prinsip GG sebagai suatu mekanisme menjadi suatu keniscayaan.
Pengabaian terhadap hal ini, menjadi penyebab krisis keuangan yang melanda sejumlah

PR

negara di kawasan Asia sejak penghujung abad XX lalu. Krisis tersebut kemudian meluas

TY
ER
OP

menjadi krisis ekonomi, sosial, dan politik. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya
meruyak menjadi krisis kepercayaan publik yang amatlah parah. Krisis kepercayaan publik
muncul karena penyelenggara negara/pemerintah tidak transparan, menafikan akuntabilitas publik; tidak menempatkan hukum secara adil dan merata, yang akhirnya mengham-

K
OF

bat proses demokratisasi dalam masyarakat.
Kendati kesadaran akan hal tersebut mungkin relatif terlambat, namun haruslah

UR

disikapi secara arif dan sungguh-sungguh guna menyongsong pembangunan masa de-

NI

pan. Bagi Indonesia yang menjadi korban multikrisis selama kira-kira empat tahun terakhir,

AW

kesadaran tersebut menjadi lebih bermakna karena perubahan yang terjadi berbarengan
dengan perubahan paradigma pelaksanaan pemerintahan, khususnya keputusan mene-

AN

rapkan otoda. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan langkah stratejik yang harus dilaksanakan agar pemerintah daerah berada pada kondisi siaga penuh dalam menyikapi

TJ

AK

keputusan penerapan otoda—yang dapat juga dikatakan sebagai agenda utama—yakni:
mereformasi manajemen Pemda berdasarkan mekanisme GG.

W
RA

Reformasi manajemen Pemda merupakan imbas dari perubahan paradigma pola
hubungan pusat dan daerah melalui UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

A
AL

dan UU No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
sebenarnya reformasi yang dilaksanakan ini demi mewujudkan masyarakat madani dalam

Makin berkurangnya kontrol pusat atas daerah secara signifikan, hendaknya diimbangi dengan Good Government Governance. Reformasi manajemen Pemda di sini bukanlah sekedar perubahan struktur organisasi Pemda, namun juga perubahan integral dan
F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 8 of 13

A

,C

kehidupan pemerintahan; masyarakat; dan negara melalui mekanisme GG.

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

mendalam menyangkut elemen-elemen organisasi dan manajemen publik. Elemen organisasi dan manajemen publik meliputi antara lain: perubahan kultur organisasi; sistem ma-

PR

najemen; tugas-tugas yang harus dikerjakan baik secara langsung maupun tak langsung

TY
ER
OP

oleh Pemda; perekrutan pegawai dan pembinaannya; sistem anggaran.
Sebagaii suatu mekanisme, Good Governance bukanlah hanya sekedar ke-

inginan, pengetahuan, ataupun aksi. Pemerintahan yang baik tidak akan terujud hanya
karena presidennya—ataupun Gubernur/KDH—berkonsultasi dengan penasihat maupun

K
OF

ekonom yang baik.

Pemerintahan yang baik memerlukan waktu guna menciptakan sebuah birokrasi

UR

yang efektif dan fungsional; juga untuk menanamkan sebuah komitmen untuk sebuah

NI

identitas dan maksud yang lebih besar. Bahkan negara-negara Eropa sekalipun, memer-

AW

lukan waktu berabad-abad untuk mewujudkannya. Negara-negara berkembang harus
mencoba memenuhi persayaratan institusi dalam hitungan tahun atau dasawarsa.

AN

Setidaknya terdapat tiga hal pokok yang harus disiapkan oleh birokrat Pemda
dalam rangka melaksanakan reformasi manajemennya dalam mekanisme GG (Isra,

AK

TJ

2000) yakni:

1. Perlunya transparansi kebijakan Pemda. Gagasan ini muncul dengan memper-

W
RA

timbangkan pengalaman pada masa ORBA, di mana perumusan kebijakan pembangunan cenderung elitis; tertutup; dan cenderung nepotisme. Dalam penerapan

A
AL

otoda, kondisi buruk tersebut seyogyanya dieliminir dengan senantiasa mengedepankan transparansi kebijakan publik.

,C

2. Perlunya mengikutsertakan masyarakat. Kendati UU No.22 tahun 1999 memberikan

karena ditengarai bahwa DPRD dan eksekutif Pemda seringkali “bermain mata” dalam
menyikapi kebijakan politik yang bersifat stratejik di daerah. Untuk itulah peran serta
F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 9 of 13

A

peluang kepada DPRD untuk mengontrol eksekutif, hal ini dirasakan belumlah cukup

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

masyarakat dalam ujud LSM atau sejenisnya (misalkan: ICW-nya Teten Masduki;
Gempita; MTI) diperlukan secara optimal guna melakukan kontrol terhadap pelak-

PR

sanaan pemerintahan daerah.

Partipasi aktif masyarakat dirasakan penting demi

TY
ER
OP

menghindari kondisi di mana masyarakat menjadi obyek pembangunan semata.

3. Mengupayakan akuntabilitas publik secara optimal, dengan senantiasa memberikan informasi tentang penyelenggaraan kebijakan di tingkat Pemda kepada masyarakat. Hal ini juga dapat diartikan sebagai peniadaan sikap arogan eksekutif

K
OF

Pemda.

Dengan mempertimbangkan ketiga langkah di atas, maka tidak diragukan lagi

UR

bahwa GG harus menjadi persyaratan mutlak dalam penyelenggaraan otoda

saat ini

NI

maupun masa depan. Bila tidak, maka otoda hanya akan menjadi ladang basah bagi

AW

praktek-praktek curang dan serakah dari para eksekutif manajemen Pemda semata.
Reformasi manajemen Pemda dalam pengertian di atas harus diarahkan untuk

AN

melakukan perubahan paradigma yang lebih fokus pada hasil, baik dari segi efisiensi;
keefektifan, maupun mutu layanan. Merubah sentralisasi dan struktur hirarkis menjadi de-

TJ

AK

sentralisasi dan pengambilan keputusan lebih dekat ke titik pengiriman akan memberikan
ruang gerak untuk umpan balik dari masyarakat maupun kelompok kepentingan lainnya.

W
RA

Guna mencapai kondisi manajemen Pemda sesuai dengan paradigma GG, maka
birokrat daerah seyogyanya tidak mengharamkam pendekatan-pendekatan manajemen

A
AL

yang dipakai oleh korporasi swasta. Birokrasi Pemda seyogyanya dipandang sebagai
layaknya suatu korporasi yang mengemban misi yang harus dijalankan secara efisien,

Dengan demikian terbuka peluang yang relatif luas bagi birokrat Pemda guna
menerapkan berbagai konsep manajemen gaya korporat. Mekanisme GG bagi Pemda

F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 10 of 13

A

,C

efektif, dan responsif terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

dapat menjadi tameng pamungkas guna mencegah pengaruh yang tidak perlu dalam
membuat keputusan pemerintah.

PR

Penutup

TY
ER
OP

Adalah penting untuk disadari bahwa Pemda seyogyanya menghadirkan meka-

nisme GG yang “khas Indonesia”. Artinya Pemda perlu menghindari adopsi “secara mentah” atas sistem yang berlaku di negara lain; ataupun meminta bantuan konsultan asing
untuk membuatkan model GG ala “west-life”.

K
OF

Bangsa Indonesia memiliki kultur yang khas dan unik. Kendati “riak-riak kecil”
berupa kerusuhan antar etnis sempat memilukan hati segenap anak bangsa yang cinta

UR

damai, namun bagaimanapun juga budaya bangsa seperti: musyawarah-mufakat; gotong

NI

royong; toleransi antar umat beragama bagi sebagian besar insan persada Indonesia

AW

tetap menjadi identitas yang membanggakan.

Kiranya otoda juga perlu dipandang dalam konteks komplementarisme, yang me-

AN

mungkinkan setiap daerah untuk mampu menggali sumberdaya yang dimiliki secara opti-

TJ

mal dengan mengindahkan mekanisme GG. Setiap daerah seyogyanya tidak mengang-

AK

gap sebagai yang terbaik, karena hal ini berpotensi memunculkan perpecahan.

W
RA

Orang seringkali gagap mengartikan bahwa otoda bukanlah beban, melainkan solusi. Kemampuan untuk berpikir stratejik hanya ada pemimpin yang memiliki jiwa entrepre-

A
AL

neur yang brilyan. Tampaknya Pemda memerlukan birokrat yang berjiwa entrepreneur
sekaligus negarawan, daripada birokrat politikus semata yang hanya memandang kepen-

Keputusan pelaksanaan otoda tentu membutuhkan kesiapan dan kesigapan aparat Pemda. Keputusan tersebut tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Dengan kata lain, keputusan tersebut bersifat stratejik. Demikian besar tantangan dan

F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 11 of 13

A

,C

tingan sesaat belaka.

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

rintangan yang harus disikapi oleh birokrat Pemda secara arif. Salah satu rintangan yang
harus dihilangkan adalah mental korup birokrat yang terkesan sudah melekat. Dalam

PR

situasi demikian, komitmen untuk melaksanakan otonomi daerah hanya bisa berlangsung

TY
ER
OP

dalam birokrasi yang bersih dan kredibel. Kiranya, adalah tepat untuk memikirkan adaptasi
mekanisme GG negara maju oleh para “birokrat negarawan”. Hal ini penting, demi mempertahankan eksistensi dan keunikan setiap daerah dalam wilayah negara kesatuan
Republik Indonesia.

K
OF

Senada dengan ungkapan “tiada gading yang tak retak”, maka selalu saja ada
keterbatasan dan kekurangan yang dihadapi oleh daerah maupun Pemda. Oleh sebab itu,

UR

seyogyanya setiap daerah serta Pemda secara santun bersikap untuk saling melengkapi

NI

karena semangat ini juga bermakna hubungan simbiosis mutualisme bahwa “Si Besar

AN

AW

juga membutuhkan Si Kecil, dan Si Kecil tidak menjadi parasit terhadap si Besar”.

---------

AK

TJ
W
RA
A

,C

A
AL

F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 12 of 13

JURNAL MANAJEMEN/FE-UNTAR/JUNE/2001

Referensi

PR

Alamsyah, Medrial, (2000), Agenda utama otonomi daerah: Restukturisasi manajemen
Pemda, Media Indonesia, 29 November, hal. 8.

TY
ER
OP

Ariyoto, Kresnohadi, dkk., (2000), Good Corporate Governance dan konsep penegakannya di BUMN & lingkungan usahanya,” Usahawan Indonesia, No.06, Tn.XXIX,
Oktober, hal. 3 – 17.
Dessler, Gary, (1998), Management: Leading people and organizations in the 21st century,
International Edition, Upper Saddle River, New Jersey, Prentice-Hall International,
Inc.

K
OF

Dubiel, Stanley, (2000), Corporate governance: Terus melangkah sambil mencari cara
terbaik, Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol.1, (2), Oktober-Desember, hal. 49 – 56.

UR

Isra, Saidi, (2001), Arti Penting Good Governance di Era Otoda, Media Indonesia, 22
Februari, hal. 4.

AW

NI

Mishra, Satish Chandra, (2000), Pemerintah dan pemerintahan: Memahami ekonomi
politik reformasi institusi,” Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol. 1, (2), Oktober-Desember,
hal. 38 – 48.

AN

Nugroho, Edi Prasetyo, (2000), Komplementarianisme, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol.15, (3), hal. 349 – 359.

TJ

Pattiradjawane, Rene L., (2001), Revolusi informasi dan teknologi: Abad jaringan berdampak transformasi masyarakat, Kompas, 6 Februari, hal. 25.

AK

Pertamina, Bulog, dan BI, Sarang KKN terbesar, Kompas, 28 Juni 2000, hal. 13.

W
RA

Soal pengelolaan perusahaan: Indonesia ketiga terburuk di Asia, Kompas, 26 Juni 2000,
hal. 13.
Sullivan, John D., (2000), Corporate governance: Transparansi antara pemerintah dan
bisnis, Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol.1, (2), Oktober- Desember, hal. 3 – 16.

A

,C

A
AL

F.X.KURNIAWAN TJAKRAWALA

Page 13 of 13

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

ANALISIS PENGARUH PENGUNGKAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PROFITABILITAS SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

0 33 17

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Property, Real Estate, and Building Contructions yang Terdaftar di BEI )

0 52 18

KAJIAN TEMA DALAM ANTOLOGI CERPEN BANTEN SUATU KETIKA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP

1 51 51

SYARAT CUKUP UNTUK MEMINIMALKAN PENYEBARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS PADA SUATU KOMUNITAS

0 9 34

ANALISIS BIAYA DIFERENSIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMPRODUKSI SENDIRI, MEMBELI BARANG SETENGAH JADI ATAU MEMBELI PRODUK JADI UNTUK MEMENUHI SUATU PESANAN GUNA MENINGKATKAN LABA (Studi Kasus Pada CV.Nanda)

4 61 47

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LUAS PENGUNGKAPAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

2 33 59

KINERJA KEUANGAN BUMN PASCA PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) (PENGALAMAN PT. PLN (PERSERO) TAHUN 2003-2011)

0 20 83

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA BAGIAN PERLENGKAPAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU (Studi Tentang Pengadaan Televisi Tahun Anggaran 2013)

2 36 98

ANALISIS PENGARUH ABNORMAL AUDIT FEE, AUDIT TENURE, SPESIALISASI AUDITOR DAN MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi pada Perusahaan Nonkeuangan yang Terdaftar di Indon

16 99 170