Kearifan lokal dan permukiman pdf

Kearifan lokal dan permukiman

Banjir menjadi momok yang menakutkan ketika musim penghujan tiba, khususnya sekitar bulan
Desember-Februari. Banjir terjadi karena debit air yang berasal dari hujan kawasan hulu, tengah dan hilir
yang tidak dapat terserap oleh tanah serta tak tertampungnya oleh sungai.
Penanganan banjir sudah banyak dilakukan dari yang berhasil maupun tidak, dari yang kontroversial
hingga yang biasa saja (=bersihin saluran, tidak buang sampah sembarangan dll). banjir hal yang biasa
terjadi pada kawasa te pat parkir kare a

asalah tidak terta pu g ya debit air ya g

asuk, yang

menjadi luar biasa ketika banjir mengakibatkan kerugian bagi manusia/masyarakat khususnya di
kawasan permukiman.
Pada tulisan ini tidak membahas tentang bagaimana penanganan banjir atau penyebab banjir tetapi
melihat kenapa banjir menjadi permasalahan bagi permukiman masyarakat.
Kearifan lokal saat ini perlu ikut sertaka

sebagai bagian dari penentuan tata ruang. Sebelumnya perlu


diketahui mengenai kearifan lokal, menurut Keraf (2002), kearifan lokal atau kearifan tradisional yaitu
semua bentuk keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun
perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Pengertian kearifan lokal (local
wisdom) dalam kamus terdiri dari dua kata:kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris
Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan)
sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local
genius.
Sebenarnya kearifan lokal telah diterapkan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat di Indonesia
dahulu, tak terkecuali dalam hal penentuan lokasi permukiman, masyarakat menggunakan kearifan
lokal sebagai kebijakan pengambilan keputusan. Bukan hanya sekedar dekat dengan sumber air,
tempat mencari penghidupan tetapi juga mempertimbangkan keamanan dari keluarganya. Kenapa
kadangkala perumahan baru sering kali mempunyai masalah banjir karena ternyata lokasi-lokasi
perumahan yang ada terletak pada daerah rendah-bekas persawahan atau rawa, dan permukiman
lama cenderung tidak banjir karena permukiman-permukiman lama terletak pada daerah yang lebih
tinggi dari lahan persawahan atau rawa dan di fungsikan juga sebagai “tempat parkir” air.
Kearifan lokal lainnya terkait dengan penentuan lokasi permukiman oleh masyarakat sungai adalah
bagaimana sungai menjadi bagian dari kehidupan masyarakatnya-keakraban dengan sungai, dimana


sifat sungai yang kadangkala meluap memberikan pembelajaran dalam pengambilan keputusan maka
bentuk rumahnya adalah panggung.
Kearifan lokal juga bukan saja diperuntukan bagi yang menerapkan tetapi juga memberikan dampak
positif

bagi

kawasan

disekitarnya,

ketika

penentuan

permukiman

pada

daerah


yang

tinggi

memberikan dampak positif bagi kawasan daerah yang lebih rendah sebagai resapan air dan sekaligus
sebagai sumber air. Ketika semua rumah panggung di sekitar sungai maka sirkulasi air menjadi lancar
yang memberikan dampak positif pada daerah hilirnya.
Sejalan dengan dinamika wilayah, pertumbuhan penduduk semakin tinggi, adanya daya tarik ekonomi
dan keterbatasan lahan menjadikan kebutuhan permukiman semakin sulit. Sebagai pemenuhan
kebutuhan permukiman, masyarakat “terpaksa atau sengaja” menempati lahan yang mempunyai
resiko bencana banjir. Nilai-nilai kearifan lokal diabaikan, yang terdampakan adalah kawasan-kawasan
lain disekitarnya. Perlu diketahui dari data BNPB Agustus tahun 2012 tercatat sebanyak 60.900.000
jiwa di Indonesia berada di kawasan rawan banjir yang sedikitnya 1 tahun sekali menjadi korban
banjir.
Jika sudah demikian maka penanganannya juga dilakukan secara kearifan lokal, dengan cara
mengembalikan fungsi-fungsi semula dan menempatkan tata ruang sebagai transformasi yang
dipahami oleh masyarakat, ketika menempati ruang rawan bencana banjir maka pemahaman akan
lokasi tersebut diterjemahkan lebih luwes dan logis dengan bahasa masyarakat bukan bahasa
regulasi. Setelah terjadi pemahaman maka fungsi pemerintah yang telah diamanatkan pada UU no. 1

Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman, pasal 19 yaitu Penyelenggaraan rumah
dan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar
manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat serta Penyelenggaraan rumah dan
perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin
hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.