BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar LPG - Studi Eksperimental Performansi Mesin Otto dengan Menggunakan Bahan Bakar LPG

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Bakar LPG

  LPG (liquified petroleum gas) adalah campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dariengan menambah tekanan dan menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair. Komponennya didominasi (C

  3 H 8 ) da(C

4 H 10 ). LPG juga mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana (C H ) dan pentana (C H ).

  

2

  6

  5

  12 Dalam kondisi atmosfer, LPG akan berbentuk gas. Volume LPG dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk gas untuk berat yang sama.

  Karena itu LPG dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan yang dikandungnya, tabung LPG tidak diisi secara penuh, hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur, tetapi biasanya sekitar 250:1.

  Tekanan di mana LPG berbentuk cair, dinamakanya, juga bervariasi tergantung komposisi dan temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan tekanan sekitar 220 kPa (2.2 bar) bagi butana murni pada 20 °C (68 °F) agar mencair, dan sekitar 2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni pada 55 °C (131 °F).

  Menurut spesifikasinya, LPG dibagi menjadi tiga jenis yaitu LPG campuran, LPG propana dan LPG butana. LPG yang dipasarkaadalah LPG campuran. (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Elpiji)

2.1.1Sifat LPG

  Sifat LPG terutama adalah sebagai berikut:

  • Cairan dan gasnya sangat mudah terbakar
  • Gas tidak beracun, tidak berwarna dan biasanya berbau menyengat
silinder.

  • Cairan dapat menguap jika dilepas dan menyebar dengan cepat.
  • • Gas ini lebih berat dibanding udara sehingga akan banyak menempati

    daerah yang rendah.

2.1.2 Bahaya LPG

  Salah satu risiko penggunaan LPG adalah terjadinya kebocoran pada tabung atau instalasi gas sehingga bila terkena api dapat menyebabkan kebakaran. Pada awalnya, LPG tidak berbau, tapi bila demikian akan sulit dideteksi apabila terjadi kebocoran pada tabung gas. Menyadari itu Pertamina menambahkan gas yang baunya khas dan menusuk hidung.Langkah itu sangat berguna untuk mendeteksi bila terjadi kebocoran tabung gas. Tekanan LPG cukup besar (tekanan uap sekitar 120 psig), sehingga kebocoran LPGakan membentuk gas secara cepat dan mengubah volumenya menjadi lebih besar.

2.2MesinOtto

  Mesin Otto dari yang menggunakan nyala busi untuk proses pembakaran, dirancang untuk menggunakan bahan bakar bensin.MesinOtto dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi berfungsi sebagai penghasil loncatan api yang akan menyalakan campuran udara dengan bahan bakar, karena hal ini maka mesinOtto disebut juga sebagai Spark Ignition Engine. Sedangkan karburator merupakan tempat pencampuran udara dan bahan bakar.

  Pada mesinOtto, campuran udara dan bahan bakar yang dihisap ke dalam silinder dimampatkan dengan torak kemudian dibakar untuk memperoleh tenaga panas. Gas-gas hasil pembakaran dari bahan bakar akan meningkatkan suhu dan tekanan di dalam silinder, sehingga torak yang berada di dalam silinder akan bergerak turun-naik (bertranslasi) akibat menerima tekanan yang tinggi.

  Cara kerja mesinOtto 4-langkah, pada satu siklus terjadi dalam 4-langkah. Langkah langkah yang terjadi pada mesinOtto 4-langkah dapat dilihat pada

gambar 2.1 dibawah ini :Gambar 2.1. Diagram P-V Siklus Otto Ideal

  Langkah-langkah yang terjadi pada mesinOtto 4 langkah adalah : 1.

  Langkah isap Pada langkah isap (0–1), campuran udara yang telah bercampur pada karburator diisap ke dalam silinder (ruang bakar). Torak bergerak turun dari titik mati atas (TMA) ke titik mati bawah (TMB) yang akan menyebabkan kehampaan (vacum) di dalam silinder, maka dengan demikian campuran udara dan bahan bakar (bensin) akan diisap ke dalam silinder. Selama langkah torak ini, katup isap akan terbuka dan katup buang akan menutup.

2. Langkah Kompresi

  Pada langkah kompresi (1–2), campuran udara dan bahan bakar yang berada di dalam silinder dimampatkan oleh torak, dimana torak akan bergerak dari TMB ke TMA dan kedua katup isap dan buang akan menutup, sedangkan busi akan memercikan bunga api dan bahan bakar mulai terbakar akibatnya terjadi proses pemasukan panas pada langkah 2- 3. Langkah Ekspansi Pada langkah ekspansi (3–4), campuran udara dan bahan bakar yang diisap telah terbakar.Selama pembakaran, sejumlah energi dibebaskan, sehingga suhu dan tekanan dalam silinder naik dengan cepat. Setelah mencapai TMA, piston akan didorong oleh gas bertekanan tinggi menuju TMB.

  Tenaga mekanis ini diteruskan ke poros engkol.Saat sebelum mencapai TMB, katup buang terbuka, gas hasil pembakaran mengalir keluar dan tekanan dalam silinder turun dengan cepat.

4. Langkah Pembuangan

  Pada langkah pembuangan (4–1-0), torak terdorong ke bawah menuju TMB dan naik kembali ke TMA untuk mendorong ke luar gas-gas yang telah terbakar di dalam silinder.Selama langkah ini, katup buang membuka sedangkan katup isap menutup.

  Pada mesinOtto 4-langkah, poros engkol berputar sebanyak dua putaran penuh dalam satu siklus dan telah menghasilkan satu tenaga . Cara kerja mesinOtto 4 langkah ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Cara kerja mesinOtto 4 langkah

  (Sumber : www.scribd.com)

2.2.2 Performansi MesinOtto

  Ada beberapa hal yang mempengaruhi performansi mesinOtto, antara lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar ruang bakar. Semakin besar perbandingan udara mesinakan semakin efisien, akan tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada mesin yang berpotensi menurunkan daya mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen mesin. Untuk mengatasi hal ini maka harus digunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi.Angka oktan pada bahan bakar mesin Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.

1. Torsi dan Daya

  Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan

  

dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat

  dynamometer yang bertindak seolah–olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem (Brake Power). 2 P = T

  [Lit.1]

  B 60 Dimana : = Daya keluaran (Watt)

  n = putaran mesin (rpm) T = Torsi (N.m) 2.

   Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel consumption, sfc)

  Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.

  Bila daya beban dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka : 3

  ̇

10 Sfc = .

  [Lit.1]

  ̇f = laju aliran bahan bakar (kg/jam) Besarnya laju aliran massa bahan bakar (

  ̇f) dihitung dengan persamaan berikut :

  −3

  10

  x 3600 [Lit.1]

  ̇f = Dimana :sgf = spesific gravity

  = volume bahan bakar yang diuji = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji

  (detik)

3. Effisiensi Thermal Brake (Efisiensi Termal Rem)

  Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis (mechanical losses).Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency, )

  = [Lit.1]

  Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut : Q = . LHV

  ̇ Dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg)

  Jika daya beban ( ) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka: = . 3600

  [Lit.1] ̇ . Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable) yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S). Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen.

  Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh pembentukan karbon dioksida.

2.4Nilai Kalor Bahan Bakar

  Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas.Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nili kalor bawah.

  Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan

  Dulong :

  2 2 ) + 9400 S [Lit.1]

  • HHV = 33950 + 144200 (H
  • 8 Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg) C = Persentase karbon dalam bahan bakar H

      2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

      O = Persentase oksigen dalam bahan bakar

    2 S = Persentase sulfur dalam bahan bakar

      Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.

      Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada

      2

      tekanan parsial 20 kN/m (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

      LHV = HHV – 2400 (M + 9 H

      2 ) [Lit.1]

      Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg) M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture) Dalam perhitungan efisiensi panas dari mesin bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air.Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia.Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical

      Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan

      SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).

      Emisi dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan emisi berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

      a.) Partikulat

      Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermesin umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.

      Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder mesin terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya mesin akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang mesin akan bewarna hitam.

      b.) Unburned Hidrocarbon (UHC)

      Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar.Mesin memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan. meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon.Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by

      

    gasses (gas lalu).Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan

      gas buang yang mengandung hidrokarbon.Hal ini pada mesin diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.

      c.) Carbon Monoksida (CO)

      Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO

      2 ) sebagai hasil pembakaran sempurna.Karbon monoksida

      merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk.Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

      d.) Oksigen (O 2 )

      Oksigen (O ) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen

      2

      tersebut akan diinjeksikan keruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar.

    2.6 Generator Set

      Genset atau kepanjangan dari generator set adalah sebuah perangkat yang berfungsi menghasilkan daya listrik. Disebut sebagai generator set dengan pengertian adalah satu set peralatan gabungan dari dua perangkat berbeda yaitu sedangkan generator atau alternator sebagai perangkat pembangkit listrik.

      Engine dapat berupa perangkat mesin diesel berbahan bakar solar atau mesin berbahan bakar bensin, sedangkan generator atau alternator merupakan kumparan atau gulungan tembaga yang terdiri dari stator ( kumparan statis ) dan rotor (kumparan berputar).

      Dalam ilmu fisikia yang sederhana dapat dijelaskan bahwa engine memutar rotor pada generator sehingga timbul medan magnit pada kumparan stator generator, medan magnit yang timbul pada stator dan berinteraksi dengan rotor yang berputar akan menghasilkan arus listrik.

      Arus listrik yang dihasilkan oleh generator akan memiliki perbedaan tegangan di antara kedua kutub generatornya sehingga apabila dihubungkan dengan beban akan menghasilkan daya listrik, atau dalam rumusan fisika sebagai P (daya) = V (tegangan) x I (arus), dengan satuan adalah VA atau Volt Ampere.

      Genset terdiri dari genset 1 phasa atau 3 phasa, pengertian 1 phasa atau 3 phasa adalah merujuk pada kapasitas tegangan yang dihasilkan oleh genset tersebut. Tegangan 1 phasa artinya tegangan yang dibentuk dari kutub L yang mengandung arus dengan kutub N yang tidak berarus, atau berarus Nol atau sering kita kenal sebagai Arde atau Ground. Sedangkan tegangan 3 phase dibentuk dari dua kutub yang bertegangan. Genset tiga phase menghasilkan tiga kali kapasitas genset 1 phase. Pada sistem kelistrikan PLN kita, kapasitas 3 phase yang dihasilkan untuk aplikasi rumah tangga adalah 380 Volt, sedangkan kapasitas 1 phase adalah 220 Volt.

      Daya listrik dalam ilmu fisika merupakan besaran vektor, artinya besaran yang memiliki besar dan arah, tegangan dan arus yang dihasilkan merupakan gelombang sinusoidal dengan frekuensi tertentu. Di Indonesia, frekuensi tegangan dan arus ditetapkan sebesar 50 Hz, dimana hal ini mengikuti standar frekuensi di Belanda atau negara-negara Eropa, sedangkan di negara Amerika Serikat dan Kanada menggunakan frekuensi 60 Hz.

      Daya listrik didefinisikan sebagai laju hantara eranti mengkonversi kerja ini ke dalam berbagai bentuk yang berguna, seperti (seperti pada pemanas listrik) (mesin listrik), dan suara (loudspeaker).Listrik dapat diperoleh dari

      Daya listrik, seperti daya mekanik, dilambangkan oleh huruf P dalam persamaan listrik. Pada rangkaian arusdaya listrik sesaat dihitung menggunakayang pertama kali menunjukkan bahwa energi listrik dapat berubah menjadi energi mekanik, dan sebaliknya.

      Rumus daya listrik : P = V I

      [Lit.7] Dimana: P adalah dayaatau W)

      I adalah arusatau V)

Dokumen yang terkait

Kajian Performansi Mesin Genset Diesel Satu Silinde r Dengan Campuran Bahan Bakar Solar dan Bahan Bakar LPG Melalui Vacuum Regulator

1 84 132

Kajian Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Bahan Bakar Premium dengan Bahan Bakar LPG

0 39 113

Studi Eksperimental Performansi Mesin Otto dengan Menggunakan Bahan Bakar LPG

2 38 78

Kajian Studi Pengaruh Jarak Medan Magnet 2500 Gauss Dengan Ruang Bakar Terhadap Performansi Mesin Otto Satu Silinder Dengan Bahan Bakar Premium

1 46 97

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Diesel - Uji Performansi Mesin Diesel Berbahan Bakar Lpg Dengan Modifikasi Sistem Pembakaran Dan Menggunakan Konverter Kit Sederhana

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel 2.1.1 Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Biodiesel - Kajian Performansi Mesin Disen Stationer Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Bahan Bakar Biodisel Biji Kemiri Sunan

0 0 35

Kajian Performansi Mesin Genset Diesel Satu Silinde r Dengan Campuran Bahan Bakar Solar dan Bahan Bakar LPG Melalui Vacuum Regulator

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kajian Performansi Mesin Genset Diesel Satu Silinde r Dengan Campuran Bahan Bakar Solar dan Bahan Bakar LPG Melalui Vacuum Regulator

0 0 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat - Kajian Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Bahan Bakar Premium dengan Bahan Bakar LPG

0 0 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Kajian Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Otto Bahan Bakar Premium dengan Bahan Bakar LPG

0 1 17