S PKN 1202803 Chapter1

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Bangsa Indonesia dibangun atas keberagaman/ kemajemukan etnis, budaya, agama, bahasa, dan adat istiadat. Kemajemukan merupakan kekayaan bangsa Indonesia dan merupakan sesuatu yang sangat unik, yang tidak dimiliki oleh semua negara. Secara positif keberagaman/ kemajemukan ini harus disyukuri, karena hal itu merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, mengingat 70 tahun sudah kemerdekaan diraih oleh bangsa Indonesia dengan penuh perjuangan. Sesuai dengan semboyan negara kita Indonesia, yaitu

“Bhinneka Tunggal Ika” yang mengandung arti “walaupun berbeda-beda tetap satu jua”. Semboyan tersebut menggambarkan gagasan dasar yaitu menghubungkan daerah-daerah, pulau-pulau, dan suku bangsa di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, keberagaman atau kemajemukan dalam kehidupan masyarakat merupakan sifat yang alamiah dan merupakan sumber kekayaan budaya bangsa. Jadi, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, berbagai perbedaan yang ada merupakan realita yang seharusnya dipahami dan didayagunakan untuk memajukan negara dan bangsa ini.

Disadari bersama bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku yang memiliki keanekaragaman adat istiadat, bahasa, budaya, agama, keyakinan, dan kepercayaan. Artinya, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri sesuai dengan latar belakang masing-masing. Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013, jumlah suku di Indonesia ditemukan sebanyak 633 kelompok suku besar dari 1331 sub suku (https:www.bps.go.id, 2015). Keberagaman atau kemajemukan adalah fitrah dari Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana dalam kita suci Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat:13 yang artinya:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling


(2)

taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Kemajemukan yang dimilikibangsa Indonesia harus dikelola dengan baik, karena merupakan kekuatan yang tidak dimiliki oleh bangsa lain di dunia. Namun ini sekaligus kelemahan, karena sangat rawan dan rentan terhadap konflik, apabila tidak dikelola secara jujur dan tegas. Sejarah mencatat beberapa tragedi yang terjadi di Indonesia bersumber karena perbedaan budaya. Konflik itu tak hanya menelan korban materi namun juga menghilangkan nyawa hingga mencapai ratusan bahkan ribuan orang, seperti konflik yang terjadi di Maluku pada tahun 1999. Konflik tersebut merupakan konflik kekerasan dengan latar belakang perbedaan agama. Konflik yang terjadi di Maluku disebutkan telah menelan korban sekitar 8-9 ribu jiwa (https://m.tempo.co, 21 Mei 2015).Untuk mencegah konflik tersebut terulang kembali dalam kehidupan negara yang masyarakatnya majemuk ini harus mengedepankan tegaknya peraturan perundangan, saling menghormati dengan sikap toleransi yang tinggi.

Dengan demikian, pengembangan sikap toleransi dalam suatu negara yang majemukmerupakan hal yang penting demi terwujudnya kehidupan yang harmonis, sebagaimana Busri (2009, hlm. 4) menyatakan bahwa

Toleransi sesungguhnya berkembang dalam kerangka keberagaman, terutama keberagaman agama dan budaya, termasuk di dalamnya kebiasaan-kebiasaan, tradisi, atau adat istiadat yang menyertainya. Oleh sebab itu, semakin besar keberagaman suatu bangsa atau suatu masyarakat, maka akan semakin besar pula tuntutan bagi keharusan pengembangan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan masyarakat dan individu, sehingga akan dapat terwujud keserasian dan keharmonisan hidup, jauh dari konflik dan ketegangan-ketegangan sosial, terlebih lagi pertentangan dan permusuhan antar sesama dalam masyarakat.

Seiring dengan perkembangan zaman, arus globalisasi memberikan dampak terhadap pola interaksi sesama manusia. Jika dilihat dalam fenomena kehidupan sehari-hari,sikap toleransi yang merupakan jati diri bangsa Indonesia kini mengalami penurunan. Seperti pemberitaan media tentang semangat toleransi dalam kehidupan berbangsa di kalangan pelajar semakin menurun bahkan dalam konflik sosial yang terjadi ditengah masyarakat, pelajar tidak hanyasekedar menjadi penonton melainkan sudah terlibat di dalamnya. Terbukti saat ini


(3)

semakin banyak pelajar terlibat dalam konflik sosial seperti tawuran, geng motor dan tindak kekerasan lainnya.

Sebagai contoh yang lain, banyak kerusuhan yang berbau SARA, pertentangan antar kelompok masyarakat semakin meningkat, geng motor yang anarkis, kasus bullying di kalangan pelajar, dan tawuran pelajar merupakan bukti nyata bahwa menghargai dan menghormati orang lain sudah mengalami penurunan. Pemberitaan media tentang tawuran antarpelajar di Indonesia semakin meningkat, terutama sepanjang tahun 2015. KPAI mencatat ada 103 kasus dimana anak sebagai pelaku tawuran, dan ada 79 kasus dimana anak sebagai pelaku

bullying selama tahun 2015. Sedangkan, angka anak sebagai korban kekerasan

dan bullying menurun selama 2015 yakni hanya 85 kasus. (http://www.gatra.com/,

30 Desember 2015)

Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Lickona dalam bukunya

Educating For Character (1991, hlm. 20) memaparkan kekhawatirannya terhadap

tren anak muda bahwa

Terdapat beberapa indikasi yang perlu mendapat perhatian agar berubah ke arah yang lebih baik, yaitu:

a. Kekerasan dan tindakan anarki; b. Pencurian;

c. Tindakan curang;

d. Pengabaian terhadap aturan yang berlaku; e. Tawuran antarsiswa;

f. Ketidaktoleran;

g. Penggunaan bahasa yang tidak baik;

h. Kematangan seksual yang terlalu dini dan penyimpangannya; i. Sikap perusakan diri

Jika diamati, persoalan-persoalan tersebut sedang melanda negeri ini. Persoalan tawuran antarpelajar dan kasus bullyingmerupakan salah satu masalah yang disebabkan kurangnya rasa toleran. Persoalan tersebut menjadi salah satu bukti bahwa kebijakan pendidikan karakter yang dibuat pemerintah belum terealisasi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus diterapkan seoptimal mungkin dalam lembaga pendidikan untuk mencegah meningkatnya persoalan tersebut.Selain itu, pembinaan peran generasi muda juga sangat penting untuk masa depan para generasi muda agar mereka mendapat


(4)

lanjut lagi,pendidikan karakter (watak) merupakan amanat yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada Pasal 3 menegaskan bahwa

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Dengan demikian, menanamkan nilai toleransi kepada pelajar melalui pendidikan karakter merupakan hal yang penting karena toleransi merupakan salah satu bentuk watak kewarganegaraan (civic disposition) yang harus dijunjung tinggi terutama dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk.Pendidikan karakter sebaiknya dilakukan sejak anak masih dalam usia dini, karena usia dini merupakan masa emas perkembangan (golden age) dan merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang karena keberhasilannya akan menentukan kualitas anak di masa dewasanya.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 Ketentuan Umum menegaskan bahwa

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan penjelasan diatas bahwa pendidikan yang diselenggarakan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan minat dan bakatnya. Kemudian, menjadikan peserta didik lebih terampil dan berkepribadian serta memiliki spiritual yang baik kepada Sang Pencipta-Nya. Dimana pendidikan yang diselenggarakan berdasar kepada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Pendidikan mengacu pada berbagai macam aktivitas, mulai dari proses peningkatan kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian, serta kegiatan yang mampu mengembangkan karakter peserta didiknya. Pendidikan pengembangan karakter dapat dilakukan melalui berbagai macam


(5)

kegiatan, seperti penanaman nilai, pengembangan budi pekerti, nilai agama, pembelajaran dan pelatihan nilai-nilai moral dan lain-lain.

Adapun upaya pendidikan karakter dalam mengembangkan nilai toleransi harus dilakukan dalam berbagai aktivitas dan lingkungan. Dalam lingkungan sekolah, sikap toleransi menjadi nilai yang penting dan mendasar untuk dikembangkan. Sejalan dengan yang dikemukakan Lickona (1991, hlm. 74) mengenai nilai-nilai moral yang sebaiknya diajarkan di sekolah bahwa

Sikap hormat dan bertanggung jawab adalah dua nilai moral dasar yang harus diajarkan di sekolah. Bentuk-bentuk nilai lain yang sebaiknya diajarkan di sekolah adalah kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaan, disiplin diri, tolong menolong, peduli sesama, kerja sama, keberanian, dan sikap demokratis. Nilai-nilai tersebut merupakan bentuk dari rasa hormat dan atau tanggung jawab ataupun sebagai media pendukung untuk bersikap hormat dan bertanggungjawab.

Sekolah merupakan bentuk sistem sosial yang di dalamnya terdiri dari komponen-komponen masyarakat sekolah dengan berbagai latar; ekonomi, lingkungan keluarga, kebiasaan-kebiasaan, agama bahkan keinginan, cita-cita dan minat yang berbeda. Dengan berbagai perbedaan tersebut tidak mustahil bila terjadi benturan kepentingan yang dapat menyebabkan konflik. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang secara sengaja dan terus-menerus diarahkan untuk mengembangkan nilai-nilaitoleransi kepada siswa, sehingga mereka mendapatkan pelatihan dan pengalaman yang bermakna untuk selanjutnya dibawa dan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat yang lebih majemuk.

Dalam upaya mengatasi degradasi moral anak bangsa, diantaranya masalah tawuran antarpelajar, kasus bullying, dan kenakalan remaja, SMP Negeri 44 Bandung yang memiliki visi sekolah sebagai berikut, yaitu: “Mewujudkan warga SMP Negeri 44 yang agamis, berkualitas dalam prestasi, kreatif serta unggul dalam pembelajaran berbasis teknologi pada tahun 2012”. Apabila diperhatikan secara cermat dan seksama susunan kalimat dalam rumusan visi SMP Negeri 44 Bandung, maka akan ditemukan sesuatu yang sangat menarik dari rumusan tersebut. SMP Negeri 44 Bandung, dengan tegas, lugas, dan berani, telah menempatkan kata 'agamis' di bagian awal dalam rumusan visinya. SMP Negeri 44 Bandung secara sengaja dan penuh kesadaran menempatkan kata “agamis” di


(6)

siswa dan warga SMP Negeri 44 Bandung dapat mewujudkan manusia yang memiliki kepribadian dan berakhlak mulia.

Sebagai sekolah reguler atau merupakan sekolah umum dan bukan merupakan sekolah yang berbasis agama, tentunya siswa yang bersekolah di SMP Negeri 44 Bandung ini beragam, mulai dari berbagai latar belakang agama dan berbagai suku karena tidak dipungkiri bahwa memang terdaftar beberapa siswa yang berasal dari luar provinsi. Uniknya, walaupun bukan merupakan sekolah yang berbasis agama islam, tetapi SMP Negeri 44 Bandung sesuai dengan visinya mampu menerapkan sebuah program unggulan yaitu pembinaan keagamaan. Dilihat dari muatannya, pembinaan keagamaan ini kental dengan ajaran agama Islam, namun bagi siswa yang beragama non-muslim pun diberikan kesempatan untuk melaksanakan pembinaan keagamaan sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.Pembinaan keagamaan yang diterapkan termasuk ke dalam kegiatan pembiasaan karena dilaksanakan secara rutin oleh siswa dimulai pada pagi hari sebelum pembelajaran dan siang hari setelah pembelajaran

Pembinaan keagamaan melalui model pembiasaan merupakan salah satu pengembangan dalam menerapkan pendidikan karakter untuk siswa. Sesuai dengan amanat Kementrian Pendidikan Nasional (dalam Samani & Haryanto, 2011, hlm. 19) bahwa

Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK dan perguruan tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler, dan atau ekstrakurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.

Pembinaan keagamaan pertama kali diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung pada tahun 2005 merupakan gagasan oleh kepala sekolah yang sedang menjabat pada waktu itu yaitu Bapak Drs. Agus Suharya dengan tujuan untuk pembinaan akhlak dan karakter siswa. Selain itu, pembinaan keagamaan ini merupakan salah satu upaya sekolah untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada siswa, karena sejak diterapkannya pembinaan keagamaan pada tahun 2005 pada saat itu siswa SMP Negeri 44 Bandung sedang mengalami berbagai permasalahan dalam segi akhlak dan perilaku yang buruk yaitu banyaknya kenakalan remaja yang terjadi, seperti kasus perkelahian, merokok, hingga


(7)

tawuran antara siswa SMP Negeri 44 Bandung dengan sekolah lain. Oleh karena itu, melalui pembinaan keagamaan, sekolah berupaya untuk membimbing siswa kembali pada arah yang benar dan meminimalisir kenakalan yang terjadi pada siswa. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh (Aprilia, 2015, hlm. 8)mengenai pembinaan keagamaan bahwa “pembinaan keagamaan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang agar mereka memiliki pribadi yang bermoral serta berakhlak mulia dalam jasmani dan rohani. Oleh karena itu, salah satu usaha untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan adalah melalui pembinaan keagamaan”. Dengan demikian, melalui pembinaan keagamaan, sekolah berusaha membimbing siswa ke arah yang lebih baik melalui ajaran agama.

Dengan diterapkannya pembinaan keagamaan di SMP Negeri 44 Bandung, berarti sekolah telah berupaya untuk mengarahkan siswa agar dapat membiasakan diri melaksanakan kegiatan positif, dan berperilaku sesuai dengan norma agama maupun norma hukum yang berlaku di masyarakat, serta melatih siswa untuk menumbuhkan toleransi beragama dan saling menghargai perbedaan.Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengembangan sikap toleransi melalui pembinaan keagamaan baik sikap toleransi yang dikembangkan saat pembinaan keagamaan maupun sikap toleransi yang tercermin dalam berbagai kegiatan di lingkungan sekolah setelah pembinaan keagamaan dalam memantapkan watak kewarganegaraan (civic disposition) siswa.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok yang penulis jabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Pembinaan keagamaan apa saja yang diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung? 2. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan yang diterapkan di SMP

Negeri 44 Bandung?

3. Bagaimana bentuk pengembangan sikap toleransi siswa melalui pembinaan keagamaan yang tercermin dalam kegiatan di lingkungan sekolah?


(8)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Sesuai dengan rumusan permasalahan, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan sikap toleransi melalui pembinaan keagamaan dalam memantapkan civic disposition siswa yang diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pembinaan keagamaan yang diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung.

b. Mengetahui pelaksanaan pembinaan keagamaan yang diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung.

c. Mengetahui bentuk pengembangan sikap toleransi siswa melalui pembinaan keagamaan yang tercermin dalam kegiatan di lingkungan sekolah.

d. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat pengembangan sikap toleransi melalui pembinaan keagamaan dalam memantapkan civic

disposition siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah bersifat teoretis dan praktis. Adapun manfaat-manfaat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Segi Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang berguna dalam tataran teoretis bagi pelaksanaan dan pengembangan keilmuan terkait model pengembangan sikap toleransi melalui pembinaan keagamaan yang diterapkan di sekolah dalam upaya memantapkan civic disposition siswa.

2. Segi Kebijakan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi nyata dalam proses penanaman nilai-nilai karakter yang baik khususnya sikap toleransi serta dapat memajukan pendidikan berkualitas yang dilakukan melalui pembinaan


(9)

keagamaan. Selain itu penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para pendidik serta pemerintah dalam mengelola sistem pendidikan yang berkualitas.

3. Segi Praktis

Penelitian ini dapat memberikan manfaaat bagi pihak-pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung.

a. Bagi Guru

1) Penelitian ini diharapkan menjadi langkah strategis dalam upaya membina sikap toleransi siswa melalui pembinaan keagamaan.

2) Penelitian ini dapat membantu guru untuk menerapkan pembinaan keagamaan dan memberikan keteladanan dalam rangka mengembangkan sikap toleransi siswa.

b. Bagi Siswa

1) Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pengetahuan bagi siswa dan langkah untuk mengetahui karakter yang harus dimiliki khususnya toleransi dan dapat memotivasi siswa agar mempunyai semangat dalam menanamkan sikap toleransi.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bentuk-bentuk sikap toleransi yang harus dikembangkan oleh siswa baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi dan acuan bagi sekolah untuk menerapkan pembinaan keagamaan dalam upaya mengembangkan nilai-nilai sikap toleransi kepada siswa sehingga siswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sosial di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

4. Segi Isu

Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan secercah harapan menuju perbaikan sikap toleransi siswa yang sekarang ini mulai menurun. Dengan demikian persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sekolah dalam menanamkan nilai-nilai toleransi dapat diatasi.


(10)

E. Struktur Organisasi Penelitian

Kerangka laporan penelitian untuk judul Pengembangan Sikap Toleransi Melalui Pembinaan Keagamaan dalam Memantapkan Civic

Disposition Siswa (Studi Kasus di SMP Negeri 44 Bandung) memuat

sistematika sebagai berikut:

A. BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat atau signifikansi penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

B. BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab ini berisi tentang kajian pustaka, meliput tinjauan tentang pengembangan sikap toleransi, pembinaan keagamaan, dan tinjauan tentang civic disposition (watak kewarganegaraan).

C. BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi penjabaran tentang metode penelitian yang digunakan, meliputi pendekatan atau metode penelitian, teknik pengumpulan data, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengolahan dan analisis data, pengujian keabsahan data, dan tahap penelitian.

D. BAB IV : TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi mengenai dua hal pokok, yakni (1) temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, dan (2) pembahasan temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

E. BAB V : PENUTUP

Bab penutup ini menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis dan temuan penelitian di lapangan. Bab ini berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi.Peneliti menyajikan kesimpulan terhadap pembahasan yang menjadi pokok bahasan, serta menyajikan saran sebagai bahan rekomendasi dengan mempertimbangkan hasil temuan di lapangan maupun secara teoritis


(1)

kegiatan, seperti penanaman nilai, pengembangan budi pekerti, nilai agama, pembelajaran dan pelatihan nilai-nilai moral dan lain-lain.

Adapun upaya pendidikan karakter dalam mengembangkan nilai toleransi harus dilakukan dalam berbagai aktivitas dan lingkungan. Dalam lingkungan sekolah, sikap toleransi menjadi nilai yang penting dan mendasar untuk dikembangkan. Sejalan dengan yang dikemukakan Lickona (1991, hlm. 74) mengenai nilai-nilai moral yang sebaiknya diajarkan di sekolah bahwa

Sikap hormat dan bertanggung jawab adalah dua nilai moral dasar yang harus diajarkan di sekolah. Bentuk-bentuk nilai lain yang sebaiknya diajarkan di sekolah adalah kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaan, disiplin diri, tolong menolong, peduli sesama, kerja sama, keberanian, dan sikap demokratis. Nilai-nilai tersebut merupakan bentuk dari rasa hormat dan atau tanggung jawab ataupun sebagai media pendukung untuk bersikap hormat dan bertanggungjawab.

Sekolah merupakan bentuk sistem sosial yang di dalamnya terdiri dari komponen-komponen masyarakat sekolah dengan berbagai latar; ekonomi, lingkungan keluarga, kebiasaan-kebiasaan, agama bahkan keinginan, cita-cita dan minat yang berbeda. Dengan berbagai perbedaan tersebut tidak mustahil bila terjadi benturan kepentingan yang dapat menyebabkan konflik. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang secara sengaja dan terus-menerus diarahkan untuk mengembangkan nilai-nilaitoleransi kepada siswa, sehingga mereka mendapatkan pelatihan dan pengalaman yang bermakna untuk selanjutnya dibawa dan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat yang lebih majemuk.

Dalam upaya mengatasi degradasi moral anak bangsa, diantaranya masalah tawuran antarpelajar, kasus bullying, dan kenakalan remaja, SMP Negeri 44 Bandung yang memiliki visi sekolah sebagai berikut, yaitu: “Mewujudkan warga SMP Negeri 44 yang agamis, berkualitas dalam prestasi, kreatif serta unggul dalam pembelajaran berbasis teknologi pada tahun 2012”. Apabila diperhatikan secara cermat dan seksama susunan kalimat dalam rumusan visi SMP Negeri 44 Bandung, maka akan ditemukan sesuatu yang sangat menarik dari rumusan tersebut. SMP Negeri 44 Bandung, dengan tegas, lugas, dan berani, telah menempatkan kata 'agamis' di bagian awal dalam rumusan visinya. SMP Negeri 44 Bandung secara sengaja dan penuh kesadaran menempatkan kata “agamis” di posisi awal ini berdasarkan pertimbangan bahwa melalui ajaran agama inilah para


(2)

siswa dan warga SMP Negeri 44 Bandung dapat mewujudkan manusia yang memiliki kepribadian dan berakhlak mulia.

Sebagai sekolah reguler atau merupakan sekolah umum dan bukan merupakan sekolah yang berbasis agama, tentunya siswa yang bersekolah di SMP Negeri 44 Bandung ini beragam, mulai dari berbagai latar belakang agama dan berbagai suku karena tidak dipungkiri bahwa memang terdaftar beberapa siswa yang berasal dari luar provinsi. Uniknya, walaupun bukan merupakan sekolah yang berbasis agama islam, tetapi SMP Negeri 44 Bandung sesuai dengan visinya mampu menerapkan sebuah program unggulan yaitu pembinaan keagamaan. Dilihat dari muatannya, pembinaan keagamaan ini kental dengan ajaran agama Islam, namun bagi siswa yang beragama non-muslim pun diberikan kesempatan untuk melaksanakan pembinaan keagamaan sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.Pembinaan keagamaan yang diterapkan termasuk ke dalam kegiatan pembiasaan karena dilaksanakan secara rutin oleh siswa dimulai pada pagi hari sebelum pembelajaran dan siang hari setelah pembelajaran

Pembinaan keagamaan melalui model pembiasaan merupakan salah satu pengembangan dalam menerapkan pendidikan karakter untuk siswa. Sesuai dengan amanat Kementrian Pendidikan Nasional (dalam Samani & Haryanto, 2011, hlm. 19) bahwa

Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK dan perguruan tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler, dan atau ekstrakurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.

Pembinaan keagamaan pertama kali diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung pada tahun 2005 merupakan gagasan oleh kepala sekolah yang sedang menjabat pada waktu itu yaitu Bapak Drs. Agus Suharya dengan tujuan untuk pembinaan akhlak dan karakter siswa. Selain itu, pembinaan keagamaan ini merupakan salah satu upaya sekolah untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada siswa, karena sejak diterapkannya pembinaan keagamaan pada tahun 2005 pada saat itu siswa SMP Negeri 44 Bandung sedang mengalami berbagai permasalahan dalam segi akhlak dan perilaku yang buruk yaitu banyaknya kenakalan remaja yang terjadi, seperti kasus perkelahian, merokok, hingga


(3)

tawuran antara siswa SMP Negeri 44 Bandung dengan sekolah lain. Oleh karena itu, melalui pembinaan keagamaan, sekolah berupaya untuk membimbing siswa kembali pada arah yang benar dan meminimalisir kenakalan yang terjadi pada siswa. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh (Aprilia, 2015, hlm. 8)mengenai pembinaan keagamaan bahwa “pembinaan keagamaan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang agar mereka memiliki pribadi yang bermoral serta berakhlak mulia dalam jasmani dan rohani. Oleh karena itu, salah satu usaha untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan adalah melalui pembinaan

keagamaan”. Dengan demikian, melalui pembinaan keagamaan, sekolah berusaha

membimbing siswa ke arah yang lebih baik melalui ajaran agama.

Dengan diterapkannya pembinaan keagamaan di SMP Negeri 44 Bandung, berarti sekolah telah berupaya untuk mengarahkan siswa agar dapat membiasakan diri melaksanakan kegiatan positif, dan berperilaku sesuai dengan norma agama maupun norma hukum yang berlaku di masyarakat, serta melatih siswa untuk menumbuhkan toleransi beragama dan saling menghargai perbedaan.Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengembangan sikap toleransi melalui pembinaan keagamaan baik sikap toleransi yang dikembangkan saat pembinaan keagamaan maupun sikap toleransi yang tercermin dalam berbagai kegiatan di lingkungan sekolah setelah pembinaan keagamaan dalam memantapkan watak kewarganegaraan (civic disposition) siswa.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok yang penulis jabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Pembinaan keagamaan apa saja yang diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung? 2. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan yang diterapkan di SMP

Negeri 44 Bandung?

3. Bagaimana bentuk pengembangan sikap toleransi siswa melalui pembinaan keagamaan yang tercermin dalam kegiatan di lingkungan sekolah?

4. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pengembangan sikap toleransi melalui pembinaan keagamaan dalam memantapkan civic disposition siswa?


(4)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Sesuai dengan rumusan permasalahan, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan sikap toleransi melalui pembinaan keagamaan dalam memantapkan civic disposition siswa yang diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pembinaan keagamaan yang diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung.

b. Mengetahui pelaksanaan pembinaan keagamaan yang diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung.

c. Mengetahui bentuk pengembangan sikap toleransi siswa melalui pembinaan keagamaan yang tercermin dalam kegiatan di lingkungan sekolah.

d. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat pengembangan sikap toleransi melalui pembinaan keagamaan dalam memantapkan civic disposition siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah bersifat teoretis dan praktis. Adapun manfaat-manfaat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Segi Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang berguna dalam tataran teoretis bagi pelaksanaan dan pengembangan keilmuan terkait model pengembangan sikap toleransi melalui pembinaan keagamaan yang diterapkan di sekolah dalam upaya memantapkan civic disposition siswa.

2. Segi Kebijakan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi nyata dalam proses penanaman nilai-nilai karakter yang baik khususnya sikap toleransi serta dapat memajukan pendidikan berkualitas yang dilakukan melalui pembinaan


(5)

keagamaan. Selain itu penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para pendidik serta pemerintah dalam mengelola sistem pendidikan yang berkualitas.

3. Segi Praktis

Penelitian ini dapat memberikan manfaaat bagi pihak-pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung.

a. Bagi Guru

1) Penelitian ini diharapkan menjadi langkah strategis dalam upaya membina sikap toleransi siswa melalui pembinaan keagamaan.

2) Penelitian ini dapat membantu guru untuk menerapkan pembinaan keagamaan dan memberikan keteladanan dalam rangka mengembangkan sikap toleransi siswa.

b. Bagi Siswa

1) Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pengetahuan bagi siswa dan langkah untuk mengetahui karakter yang harus dimiliki khususnya toleransi dan dapat memotivasi siswa agar mempunyai semangat dalam menanamkan sikap toleransi.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bentuk-bentuk sikap toleransi yang harus dikembangkan oleh siswa baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi dan acuan bagi sekolah untuk menerapkan pembinaan keagamaan dalam upaya mengembangkan nilai-nilai sikap toleransi kepada siswa sehingga siswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sosial di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

4. Segi Isu

Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan secercah harapan menuju perbaikan sikap toleransi siswa yang sekarang ini mulai menurun. Dengan demikian persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sekolah dalam menanamkan nilai-nilai toleransi dapat diatasi.


(6)

E. Struktur Organisasi Penelitian

Kerangka laporan penelitian untuk judul Pengembangan Sikap Toleransi Melalui Pembinaan Keagamaan dalam Memantapkan Civic Disposition Siswa (Studi Kasus di SMP Negeri 44 Bandung) memuat sistematika sebagai berikut:

A. BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat atau signifikansi penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

B. BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab ini berisi tentang kajian pustaka, meliput tinjauan tentang pengembangan sikap toleransi, pembinaan keagamaan, dan tinjauan tentang civic disposition (watak kewarganegaraan).

C. BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi penjabaran tentang metode penelitian yang digunakan, meliputi pendekatan atau metode penelitian, teknik pengumpulan data, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengolahan dan analisis data, pengujian keabsahan data, dan tahap penelitian.

D. BAB IV : TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi mengenai dua hal pokok, yakni (1) temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, dan (2) pembahasan temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

E. BAB V : PENUTUP

Bab penutup ini menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis dan temuan penelitian di lapangan. Bab ini berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi.Peneliti menyajikan kesimpulan terhadap pembahasan yang menjadi pokok bahasan, serta menyajikan saran sebagai bahan rekomendasi dengan mempertimbangkan hasil temuan di lapangan maupun secara teoritis