Cara Sepak Bola Mempermalukan Kita.

:1)

17

OJan

.
2
18

Pikiran Rakyat
o Selasa

Senin
3
19

8Peb

4


5

0
6

20

21

o Mar

OApr

0

Rabu

7
22


8
23

OMei

0

Jumat o Sabtu 0 Minggu
12
13
14
15
16
9
10
11
27
28
29
30

31
24
25
26

Kamis

OJun

OJul

0 Ags OSep

OOkt

Cara Sepak Bola Meinpermalukan
-~

~-


Oleh s. SAHALA TUA SARAGIH
AGI-LAGI dunia sepak bola kita mencorengmoreng wajah kita sebagai bangsa besar. Kali
ini dunia sepak bola kita
mempermalukan Indonesia melalui ulah para
bondho nekat (bonek)
alias modal nekat, julukan buruk bagi pendukung fanatik Persebaya.
Dalam peIjalanan menuju Bandung, lagi-lagi
para bonek (sebagian menumpang
di atas atap kereta api kelas ekonomi) bertindak anarkhistis, Jumat
(22/1) di Stasiun Kereta Api Solo,
Jawa Tengah.
Mereka menjarah atau merampok apa saja yang bisa mereka
jarab/rampok di stasiun KA itu.
Mereka bertindak brutal. Aparat
Polri pun tak mampu mengatasinya.
Seorang wartawan LKBNAntara
yang sedang meliput tragedi itu termasuk salah seorang korban
keganasan para bonek.
Luar biasa. Anehnya, perigurus
PSSI justru meminta pertanggungjawaban panitia pelaksana pertandingan (Persib). Tentu masih sangat


L

segar dalam ingatan kita
bagaimana kesebelasan
nasional kita dipecundangi dengan mudah oleh
tim nasjonal negara sangat kecil, Oman, di depan hidung kita sendiri
pula pada Rabu malam, 6
Januari lalu. Sejak Indonesia dikalahkan Oman 12 pada menit ke-52, rasa
malu, kesal, geregetan,
jengkel bercampur sOOih
puluhan ribu penonton di
Stadion Gelora Utama Bung Karno
Jakarta dan puluhanjuta penonton
di depan layar televisi semakjn
menjadi-jadi.
Para pemain sepak bola kita tampak sangat bodoh, seperti orangorang yang barn kemarin sore belajar main sepak bola saja. Akibatnya,
Indonesia gagal total, takjadi ikut
dalam putaran final Piala Asia 2011
di Qatar. Padahal, pada empat

periode sebelumnya (di Uni Emirat
Arab pada 1996, di Lebanon pada
2000, di RR Cina pada 2004, dan
Jakarta pada 2007) kita selalu lolos
dari babak penyisihan. Sejak peristiwa malam itu dunia persepakbolaan
kita benar-benar telah berada di

-

-

- -"

---'...;....-

Kliping Humas Unpad 2010

OHov

ODes


Kita

titik paling nadir. Sebagai bangsa
Indonesia, kita merasa benar-benar
dipermalukan oleh PSSI melalui
para pemain di depan publik sepak
bola dunia.
"Untung" pada masa tambahan
waktu, seorang penonton dari Cikarang, Bekasi, Hendri Mulyadi dengan semangat dan keberanian luar
biasa, turun cepat dari tribun selatan stadion, lolos dari penjagaan
685 polisi, dan berhasil merebut bola dari kaki penyerang andalan kita,
Boaz Salosa, lalu menggiringnya cepat dan menyepaknya keras ke gawang Oman yang dikawal Ali AlHabsi. Bola ditepis Ali ke arab tengah lapangan. Hendri tampak
akan menendangnya lagi ke gawang
Ali. Sayang, sang "pahlawan"
dadakan pencinta sepak bola nasional itu telanjur "dikeroyok" beberapa polisi. Tragedi sepak bola
buatan Hendri itu benar-benar
berhasil "menghibur" kita (para
penonton). Ini benar-benar sebuah
paradoks.

Dalam suasana penuhkecewa
.dan malu, kitajustru "terhibur" oleh
ulah Seorang penonton yangjelasjelas melanggar peraturan universal
sepak bola. Seolah-olah Hendri mewakili kita semua untuk "menampar" keras muka para pemain sepak
bola kita, pelatih, manajer, terutama
Ketua Umum dan Sekretaris Umum

PSSI, Nurdin Halid dan Nugraha
Besoes yang selama ini dianggap bobrok dan tuli terhadap kritik dan
saran.
Ajaibnya, hingga kini sudah lebih
70.000 pencinta sepak bola nasional yang aktif sebagai 'pengguna jejaring sosial (facebookers) "mendaulat" Hendri menjadi Ketua
Umurn PSSI, seolah-olah mau
menggusur Nurdin Halid yang pernah menderita "sakit gula" itu. Tentu saja isi gerakan sosial ini mustahil diwujudkan. Akan tetapi, inilah,
representasi dan pencerrninan realitas sosiologis para pemangku kepentingan sepak bola di tanah air.
Beginilah cara men,urnpahkan kemuakan dan kemarahan mereka
terhadap para pengurus PSSI yang
dianggap san,gat bobrok, bebal, dan
b~lah memperrnalukan bangsa kita
di forum internasional dalam tujuh

tahun ini.
Kitajuga masih in,gatbetul bagaimana tirn sepak bola kita yang diwakili pemain berusia 23 tahun (U23), gagal total dalam SEA Games
akhir tahun lalu. Hal yang paling
menyayat hati kita sebagai bangsa
dan negara terbesar di Asia Tenggara, tim Merah Putihjustru dikeokkan olehtirn tuan rumah, Laos, negara san,gat keeil, berpenduduk sedikit, dan barn kemarin sore belajar
berrnain sepak bola. PSSI, melalui

kesebelasan nasional, telah mempermalukan bangsa kita di depan mata
publik sepak bola internasional.
Sejak April 2003 Nurdin Halid,
Nugraha Besoes, dan "geng"-nya
mernimpin PSSI. Sejak itu pula Indonesia tak pernah juara. Memang,
pada Piala Kemerdekaan RI 2008 di
Jakarta, Indonesiajuara, tetapi dengan cara yang sangat memalukan.
Di final, pada babak kedua, lawan
kita, Libia, tak mau melanjutkan
pertandingan, karena pelatihnya
dipukul oleh salah seorang ofisial
tirn Indonesia di kamar ganti sewaktu istirahat. Lagi-Iagi PPSI
memperrnalukan bangsa kita.

Dalam situasi gagal bertubi-tubi,
lalu muneul desakan banyak pihak
me~aluiberbagai media dan cara,
agar pengurus PSSI, terutarna Ketua
Umurn dan Sekretaris Umum
segera dilengserkan. Forum paling
tepat menurunkannya, Kongres Nasional PSSI di Bandung pada 15-17
Januari lalu. Ternyata ini,tak teIjadi
sama sekali. Pengurus PSSI tak
merasa gagal sama sekali sehingga
hal ini tak diagendakan. Para peserta pun ternyata semua tergolong
"anak manis". Hasil kongres di hotel
berbintang lima itu curna isu mafia
wasit yang telah lama menggurita
dan rencana pembentukan lembaga
barn dalam tubuh PSSI yang khusus
menangani pembinaan dan

-----


pengembangan kompetisi pemain
berusia muda.
Karena telah terlalu sering PSSI
memperrnalukan bangsa dan negara kita di berbagai forum internasional dalam tujuh tahun ini dan
telah menghabiskan ratusan rniliar
(kalau bukan triliunan) uang rakyat,
terrnasuk melalui APBD kota-kotajkabupaten-kabupaten untuk
klub-klub, para pencinta sepak bola
nasional sebagai pemangku kepentingan, secara hukum berhak
menggugat pengurus PSSI ke sebuah pengadilan negeri Jakarta. Gugatan kelompok-kelompok
masyarakat (class action) ini dapat
menggunakan jasa pengacara yang
sangat peduli dan prihatin terhadap
persepak bolaan nasjonal. Ini sangat
penting dilakukan agar bangsa dan
negara kita yang sangat besar dan
terhorrnat ini tidak terus-terusan
diperrnalukan oleh PSSI. Dengan
demikian pula, pada Musyawarah
Nasional PSSI pada April 2011, kita
berharap, terpilih para pengurus
barn (benar-benar barn) PSSI yang
dianggap dan diyakini sanggup
menegakkan kembali kepala kita sebagai bangsa besar dalam forum
sepak bola dunia. ***
Penulis, mantan pesepak bola,
kini dosen Jurusan Jumalistik,
Fikom Unpad.