Demokrasi Pesanan dan Praktiknya di Indonesia.

DEMOKRASI PESANAN DAN PRAKTIKNYA DI INDONESIA
Oleh: GPB Suka Arjawa
Demokrasi di Mesir secara teoritik jelas telah cidera. Presiden Muhamad Mursi yang
terpilih secara demokratris, ditumbangkan oleh protes rakyat dengan dukungan tentara.
Faktor tentara yang ikut mendukung penurunan presiden itu dipandang sebagai salah satu
pembuat cidera demokrasi. Kemudian memunculkan pertanyaan, apakah demokrasi itu
menjadi pilihan yang baik untuk mendukung berdirinya satu pemerintahan, yang dengan
demikian menjadi cara, metode, dan strategi paling bagus untuk mengelola negara. Jika
demokrasi saja telah berhasil ditumbangkan ”sekehendak” hati, bagaimana kemudian
nasib negara-negara lain yang menerapkan sistem tersebut, dalam keadaan belum
matang?
Dalam kasus Mesir, terpilihnya Presiden Mursi pada pemilihan umum beberapa waktu
lalu, mungkin bisa dikatakan tidak memberikan kepuasan kepada lebih banyak pihak.
Lebih banyak pihak ini, mungkin saja aktor-aktor luar yang bermain di wilayah regional
Arab. Ketika Mursi naik, dia didukung oleh Ikhwanul Muslimin, organisasi persaudaraan
muslim yang memang kuat di negara itu. Tetapi, mempunyai sejarah yang tidak bagus
dengan kelompok militer. Hubungan antara militer dan persaudaran muslim ini turun
naik. Akan tetapi, karena pemilu tahun lalu telah membuktikan bahwa Mursi
mendapatkan suara terbanyak, maka secara demokratis dialah yang berhak memegang
kekuasaan. Beberapa analis menyebutkan bahwa penurunan presiden ini di tengah jalan,
disebabkan oleh kekeliruannya dalam mengelola sistem pemerintahan. Konon sang

presiden terlalu tunduk kepada keinginan Ikhwanul Muslimin dengan tokoh-tokohnya.
Padahal, Mesir sebagai sebuah negara Arab, mempunyai nilai strategis dan paling
berpengaruh di kawasan itu. Barangkali faktor inilah yang kemudiaan membuat berbagai
pertanyaan muncul terhadap nasib demokrasi di negara Mesir.
Secara geograafis, Mesir kini dikelilingi (berdekatan dengan) negara-negara yang sudah
menerapkan demokrasi. Katakanlah misalnya Tunisia, Libya, Aljazair, Palestina dan
yang paling berdampingan adalah Israel. Negara Arab paling berani melakukan
perjanjian damai dengan Israel adalah Mesir tahun 1979. Melalui Perjanjian Camp David
yang dibimbing oleh Presiden Amerika Serikat pada waktu itu, Jimmy Carter, Presiden
Anwar Sadat (Mesir) dan Menachen Begin (Israel) melakukan perjanjian damai. Langkah
ini meruakan kontroversial di negara-negara Arab yang memusuhi Israel, dan untuk
alasan itulah kemudian Sadat dibunuh oleh kelompok garis keras tahun 1980, dalam
sebuah parade militer.
Tetapi, salah satu kesan yang kemudian muncul terhadap Mesir adalah bahwa di negara
ini pengaruh-pengaruh negara luar, terutama Barat cukup dominan. Sebagai negara yang
tidak mempunyai sumber daya minyak, kehidupan politik di Mesir cukup sekuler (tidak
didominasi oleh agama dalam pemerintahan). Kini di tengah musim semi demokrasi di
Timur Tengah yang berembus dari Libya sampai ke Suriah dan sempat menyinggung
Yordania, munculnya pemimpin yang dekat dengan organisasi Persaudaran Muslim di
Mesir itu, mungkin menciderai perasaan kelompok-kelompok pendukung musim semi


demokrasi di Timur Tengah. Amat mungkin juga mengkhawatirkan negara-negara luar
yang mendukung proses demokrasi di Timur Tengah itu. Maka, demokrasi yang tumbuh
di Mesir dipandang sebagai demokrasi yang ”salah”. ”Kesalahannya” terletak pada
terpilihnya pemimpin yang berorientasi pada kelompok agama yang mungkin saja
menciderai gaya sekuler pemerintahan di Mesir. Jika sekularitas di negara ini hilang,
mungkin arus demokrasi dari arah barat jazirah Arab itu akan terhambat menuju ke
jazirah Arab di timur
Dengan demikian, apabila pandangan diatas benar, maka kasus di Mesir ini memberikan
pengertian baru terhadap pengetahuan politik bahwa demokrasi itu adalah praktik
pengelolaan negara yang bisa dikendalikan oleh kehendak pihak yang lebih kuat. Atau
demokrasi itu juga membawa pesanan-pesanan tertentu. Jika hasil demokrasi itu tidak
sesuai dengan kehendak mereka yang lebih kuat atau tidak sesuai pesanan, maka
demokrasi tiu harus dirombak, bagaimanapun caranya. (Di) tumbang (kan)nya Mursi
Mesir adalah contohnya. Jadi benar kalau dikatakan bahwa jangan terlalu percaya dengan
sistem demokrasi. Sistem demokrasi bukan merupakan pilihan paling baik dibanding
dengan sistem-sistem lainnya. Intinya, jangan juga terlalu fanatik dengan demokrasi
karena kalau ada kekuatan besar yang tidak sesuai dengan praktik demokrasi, bisa-bisa
pilihan domokrasi itu ditumbangkan.
Indonesia

Praktik demokrasi sebagaii sebuah pesanan secara kasat mata juga terjadi di Indonesia di
jaman sekarang. Dalam praktik, demokrasi tidak harus dilihat secara akumulatif, terjadi
di satu negara. Atau bagaimana berlaku secara umum di satu negara. Hakekat sistem itu
adalah menjalankan kekuasaan sesuai dengan kehendak rakyat. Karena di Indonesia itu
ada tiga model pemerintahan (Tingkat pusat, Tingkat I dan Tingkat II), maka praktik
demokrasi pada tingkat I atau tingkat II pun bisa dilihat sebagai model jalannya sistem
tersebut. Apa jadinya sistem itu manakala seseorang yang mempunyai sumber daya
besar, entah berupa uang, kekuatan ekonomi, kekuatan fisik yang mengancam demikian
dominan menjelang pemilihan umum tingkat II misalnya? Dan kebetulan masyarakat
yang ada di wilayah tersebut, mempunyai tingkat inteletualitas politik rendah dan
tuntutan terhadap kepemilikan uang tinggi (misalnya untuk pembangunan kepemilikan
umum). Maka, hasil pemilihan umum itu hanya akan menghasilkan pilihan-pilihan yang
tidak mewakili aspirasi. Rakyat yang pengetahuan politiknya rendah, akan memilih
mereka yang mampu mengelontorkan uang banyak untuk sumbangan, memilih
berdasarkan ketakutan akan ancaman atau memilih semata-mata karena serangan fajar
(uang). Pilihan itu adalah hasil demokratis dalam pemilu karena mereka melakukannya
di ruang tertutup, dan secara langsung. Tetapi fenomena ini tidak berbeda dengan apa
yang terjadi di Mesir. Demokrasi yang terjadi juga demokrasi pesanan. Secara tidak
langsung demokrasi itu dipesan oleh orang-orang yang mempunyai sumber daya banyak
dengan memanfaatkan rakyat yang tidak tahu pengetahuan politik. Di Mesir, kelompokkelompok yang tidak suka dengan Presiden Mursi adalah pemesan demokrasi yang

sesuai dengan kehendaknya.

Dengan demikian, demokrasi sesungguhnya memerlukan kecerdasan, memerlukan
intelektualitas politik. Karena itulah masyarakat harus banyak belajar tentang politik.
Biarkan politisi-politisi itu ngoceh menjelang kampanye, ikuti alurnya lalu coretlah dari
pikiran manakala benar-benar tidak mampu menyuarakan aspirasi rakyat. Demokrasi
tidak saja harus diucapkan, tetapi dipelajari dan kemudian dicermati. Indonesia tahun
depan akan memilih presiden baru. Sejak sekarang pesanan-pesanan itu telah muncul di
berbagai media massa. Jangan terbuai dengan pesanan seperti itu. Tidak hanya dalam
konteks negara. Pemilu pilkada tingkat II juga sedang hangat-hangatnya di berbagai
daerah di Indonesia (termasuk yang akan terjadi di Klungkung Bali). Maka bersiaplah
belajar dari sekarang untuk memilih atau mencoret mereka yang menjadi kandidat. Bosan
juga mendengar, melihat dan membaca calon pemimpin yang banyak bohongnya.*****
Penulis adalah staf pengajar sosiologi politik, FISIP Universitas Udayana.