Kasus-Kasus Bunuh Diri Yang Tercermin Dalam 'Suicide Club'.
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
____________________________________________________________________
KATA PENGANTAR………i
DAFTAR ISI……….iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah………..1
1.2 Pembatasan Masalah………4
1.3 Tujuan Penelitian……….4
1.4 Metodologi………...4
1.5 Organisasi Penulisan………7
BAB II FENOMENA BUNUH DIRI
2.1 Seppuku………...8
2.2 Penyebab Bunuh Diri………..10
2.3 Statistik Bunuh Diri ………16
2.4 Teknik Bunuh Diri………..19
BAB III ANALISIS “SUICIDE CLUB” TERHADAP REALITA
3.1 Kasus Bunuh Diri Karena Depresi………..25
3.1.1 Ijime………..25
3.1.2 Depresi Karena Beban Belajar………..28
3.1.3 Depresi Karena Beban Kerja………...31
(2)
Universitas Kristen Maranatha
3.2.1 Lompat Dari Ketinggian………...36
3.2.2 Bunuh Diri dengan Menabrakkan Diri……….38
3.2.3 Minum Racun………42
3.2.4 Membakar Diri………..44
3.2.5 Gantung Diri………..45
3.2.6 Menembak Diri……….47
3.2.7 Menusuk Diri………....49
BAB IV KESIMPULAN………54
SINOPSIS………iv
DAFTAR PUSTAKA………...v
(3)
LAMPIRAN
Thursday, March 29, 2004
Bullying caused boy's suicide, high court rules
The Tokyo High Court on Wednesday expanded a lower court ruling and ordered
Tochigi Prefecture and the city of Kanuma to pay a combined 8.6 million yen in
compensation to the parents of a 15-year-old boy who committed suicide after being
bullied at school.
It is the first time a court has acknowledged that depression caused by bullying
resulted in suicide, according to the lawyers for Katsuji and Haruyo Usui.
The Utsunomiya District Court ruled in September 2005 that Takehito Usui was
bullied at school and ordered Kanuma's board of education, Tochigi Prefecture and
the victim's classmates to pay a combined 2.4 million yen in compensation.
But the district court did not agree that the bullying was the cause of the November
1999 suicide. This prompted the parents to appeal.
The parents claimed the board of education and the prefecture could have prevented
the suicide, which they say was directly caused by the bullying in class and had asked
for 110 million yen from the two defendants for not doing their duty to protect their
son.
Presiding Judge Hiromu Emi said Usui's suicide was caused by the bullying, and
agreed the boy had been bullied in class and "the teachers did not provide the
required protection for Takehito." He said the boy was harassed for a long time,
causing him to become depressed.
The parents said they were satisfied that Wednesday's verdict included the
acknowledgment that the bullying was the direct cause of the suicide, but said they
would appeal the case to the Supreme Court because the high court did not hold the
board of education directly responsible for the suicide -- only for the bullying --
ruling there was insufficient evidence to support the claim.
"The court ruled that bullying caused the suicide but denied that the school was
responsible for what happened on its property. It doesn't make sense," Katsuji Usui,
54, told reporters.
(4)
According to the court, Usui's classmates began harassing him autumn 1998 when he
was an eighth-grader at Kitainukai Junior High School. The other children physically
attacked him, forced him to expose his genitals in the classroom and stole his
belongings.
He began refusing to go to school in November 1999 and was found hanged at his
home on Nov. 26.
The suit was originally filed in July 2001 against Kanuma and Tochigi Prefecture and
two of Usui's classmates, who cannot be named because they are minors.
The two classmates and their parents reached an out-of-court settlement last July for
1.2 million yen each and an apology to Katsuji and Haruyo Usui for having bullied
their son.
Kanuma and the prefecture have continued to fight the lawsuit.
2005
年
3
月
25
日
25
日午前
7
時
15
分
,
大阪府豊中市利倉東1
私立大商学園高校
倉庫
1 年
男子生徒
(16)
=兵庫県宝塚市=
首
死亡
い
男性教諭
(40)
見
た
年
け
成績
悩
進級
う
分
い
死
たい
家族
話
いた
24
日
自宅
生徒
柔道着
帯
持
自分
部屋
入
う
た
見た母親
不安
思
け
変
い
言
校
た
いう
Statistik bunuh diri
資料
ょう日本
1(data negara Jepang)
年齢別自殺者数
い べ ゃ
推移
いい総 務 省 統 計 局
そう ょう うけい ょ自殺率:
対
たい10
万人
(perubahan tingkat bunuh diri tiap tahun) (persentase: per 10.000 orang)
年 19歳
以
20歳 代
歳 代 30
40歳 代
50歳 代
60歳 以
不 詳
総数
実数 自 実数 自 実数 自 実数 自 実数 自 実数 自 実 自 実数 自
1
(5)
殺 率
殺 率
殺 率
殺 率
殺 率
殺 率
数 殺
率
殺 率 1989 534 1.6 2,357 14.
1 2,865 16. 4 4,202 21. 8 4,296 27. 5 8,075 38. 7 10 7
- 22,436 18. 2 1990 467 1.4 2,226 13.
2 2,543 15. 1 3,982 20. 2 4,176 26. 3 7,853 36. 2
99 - 21,346 17. 3 1991 454 1.4 2,215 12.
7 2,391 14. 6 3,953 19. 9 4,423 27. 4 7,576 33. 7
72 - 21,084 17. 0 1992 524 1.7 2,313 13.
0 2,391 14. 9 4,186 21. 1 4,708 28. 6 7,912 33. 9
70 - 22,104 17. 8 1993 446 1.5 2,251 12.
3 2,473 15. 6 4,146 21. 0 4,846 29. 1 7,525 31. 1 16 4
- 21,851 17. 5 1994 580 2.0 2,494 13.
4 2,410 15. 3 3,806 19. 5 4,732 28. 0 7,438 29. 9 21 9
- 21,679 17. 3 1995 515 1.8 2,509 13.
4 2,467 15. 4 3,999 20. 4 5,031 29. 8 7,739 30. 0 18 5
- 22,445 17. 9 1996 492 1.8 2,457 12.
8 2,501 15. 9 4,147 21. 0 5,013 30. 2 8,244 31. 0 25 0
- 23,104 18. 4 1997 469 1.7 2,534 13.
3 2,767 17. 2 4,200 22. 1 5,422 31. 6 8,747 31. 9 25 2
- 24,391 19. 3 1998 720 2.7 3,472 18.
3 3,614 22. 1 5,359 29. 5 7,898 44. 1 11,49 4 40. 7 30 6
- 32,863 26. 0 1999 674 2.6 3,475 18.
5 3,797 22. 9 5,363 30. 9 8,288 44. 2 11,12 3 38. 6 32 8
- 33,048 26. 1 2000 598 2.3 3,301 18.
1 3,685 21. 8 4,818 28. 8 8,245 42. 9 10,99 7 36. 9 31 3
- 31,957 25. 2 2001 586 2.3 3,095 19.
2 3,622 20. 9 4,643 28. 5 7,883 40. 7 10,89 1 35. 3 32 2
- 31,042 24. 4 2002 502 2.0 3,018 17.
3 3,935 22. 2 4,813 30. 4 8,462 43. 9 11,11 9 35. 0 29 4
- 32,143 25. 2 2003 613 2.5 3,353 19.
8 4,603 25. 3 5,419 34. 3 8,614 44. 9 11,52 9 35. 3 29 6
- 34,427 27. 0 2004 589 2.4 3,247 19.
7 4,333 23. 4 5,102 32. 4 7,772 41. 0 10,99 4 32. 8 28 8
- 32,325 25. 5 2005 608 2.5 3,409 19.
9 4,606 23. 6 5,208 32. 5 7,586 39. 8 10,89 4 32. 7 24 1
- 32,552 25. 6 19歳以 : 19 tahun kebawah 不詳: tidak diketahui
20歳以: 20 tahun 総数: total 30歳以: 30 tahun 実数: jumlah 40歳以: 40 tahun 自殺率: persentase 50歳以: 50 tahun
(6)
職業別自殺者数
ょ ょうべ ゃ
推移
い い
警視庁
(tingkat bunuh diri berdasarkan pekerjaan)年 自 営
者
管 理 職
被 雇 用者
主 婦 ・ 主夫
無 職
者
学 生・ 生徒
不詳
実数 比率 実
数
比率 実数 比率 実数 比率 実数 比率 実数 比率 実数 比率
1989 2,530 11.3% 335 1.5% 5,108 22.8% 2,463 11.0% 10,961 48.9% 554 2.5% 485 2.2% 1990 2,317 10.9% 355 1.7% 4,925 23.1% 2,346 10.8% 10,456 49.0% 509 2.4% 438 2.1% 1991 2,493 11.8% 382 1.8% 5,144 24.4% 2,194 10.4% 9,917 47.0% 482 2.3% 472 2.2% 1992 2,661 12.0% 371 1.7% 5,394 24.4% 2,299 10.4% 10,323 46.7% 535 2.4% 521 2.4% 1993 2,676 12.2% 422 1.9% 5,416 24.8% 2,247 10.3% 9,873 45.2% 549 2.5% 668 3.1% 1994 2,543 11.7% 407 1.9% 5,214 24.1% 2,069 9.5% 10,147 46.8% 653 3.0% 646 3.0% 1995 2,811 12.5% 411 1.8% 5,333 23.8% 2,249 10.0% 10,357 46.1% 617 2.7% 667 3.0% 1996 2,790 12.1% 478 2.1% 5,374 23.3% 2,178 9.4% 10,919 47.3% 617 2.7% 748 3.2% 1997 3,028 12.4% 516 2.1% 5,696 23.4% 2,191 9.0% 11,590 47.5% 617 2.5% 753 3.1% 1998 4,355 13.3% 713 2.2% 7,960 24.2% 2,684 8.2% 15,266 46.5% 818 2.5% 1,067 3.2% 1999 4,280 13.0% 728 2.2% 7,890 23.9% 2,681 8.1% 15,467 46.8% 825 2.5% 1,177 3.6% 2000 4,366 13.7% 696 2.2% 7,301 22.8% 2,762 8.6% 14,959 46.8% 756 2.4% 1,117 3.5% 2001 4,149 13.4% 692 2.3% 7,307 23.5% 2,705 8.7% 14,443 46.5% 749 2.4% 997 3.2% 2002 4,089 12.7% 745 2.3% 7,470 23.2% 2,896 9.0% 15,117 47.0% 673 2.1% 1,153 3.6% 2003 4,215 12.2% 735 2.1% 8,474 24.6% 2,781 8.1% 16,307 47.4% 788 2.3% 1,153 3.3% 2004 3,858 11.8% 654 1.8% 7,893 25.4% 2,690 8.0% 15,463 45.7% 784 2.2% 1,153 3.3% 2005 3,700 11.0% 629 1.6% 8,312 26.1% 2,705 8.1% 15,409 45.6% 861 2.4% 1,127 3.2%
自営者 : wiraswasta 管理職 : manajer
被雇用者 : pekerja perusahaan 主婦 : ibu rumah tangga 無職者 : pengangguran 学生・生徒: murid dan mahasiswa 不詳 : yang tidak diketahui
(7)
Universitas Kristen Maranatha 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Dari tahun ke tahun di Jepang banyak terdapat kasus-kasus yang menyangkut tentang bunuh diri (jisatsu), pada tahun 1995 angka bunuh diri di Jepang yaitu 17,9% dari seratus ribu orang melakukan bunuh diri. Pada tahun 1998 di Jepang angka bunuh diri melonjak menjadi 26%. Pada tahun 2003 tercatat kasus bunuh diri terbanyak, yaitu 27%.1
Menurut data WHO (Worl Health Organization), kebanyakan pelaku bunuh diri adalah pelajar dan pria berumur 50 tahun sampai 60 tahun. Para pria yang berumur 50 tahun sampai 60 tahun melakukan tindakan bunuh diri dikarenakan mempermalukan nama keluarga. Penyebab yang lain dikarenakan diPHK oleh perusahaan tempat mereka bekerja selama bertahun-tahun dan kecilnya kemungkinan mendapat pekerjaan baru karena batasan umur yang tidak memadai. Bunuh diri dikalangan anak muda akhir-akhir ini dikarenakan banyaknya anak muda yang sangat depresi akan hidupnya serta persaingan hidup yang ketat seperti contohnya persaingan untuk masuk sekolah favorit, gagal dalam masalah membangun hubungan dengan lawan jenis, masalah keluarga, dan gangguan-gangguan dari teman-teman sekolah. Gangguan dari teman sekolah itu
1
(8)
Universitas Kristen Maranatha 2 disebut “ijime” (gangguan yang berisi ejekan, penindasan, perendahan martabat) yang berakhir pada tindakan bunuh diri (jisatsu).
Dari data kepolisian Jepang dalam sebuah artikel Japan Today tercantum bahwa pada tahun 2003 terdapat 34.427 kasus bunuh diri. Walaupun pada tahun 2004 kasus bunuh diri turun menjadi 32.325 kasus, dalam kurun waktu 7 tahun belakangan ini angka bunuh diri di Jepang lebih dari 30.000 kasus yang terjadi setiap tahunnya.2
Fenomena bunuh diri di Jepang telah menjadi suatu fenomena yang sangat meresahkan masyarakat di Jepang, dari tahun ke tahun fenomena ini terus mengalami peningkatan. Banyak orang Jepang yang tidak setuju dengan tindakan bunuh diri, karena mereka berpikir itu adalah perbuatan yang tidak bertanggung jawab atas perbuatannya.
Fenomena bunuh diri ini juga tercermin dalam film Suicide Club yang dibuat pada tahun 2003 oleh Sion Sono. (Sion Sono membuat film ini karena terinspirasi dan bersimpati pada kejadian-kejadian bunuh diri di Jepang). Film ini menceritakan tentang kejadian bunuh diri yang terjadi di Jepang, diawali dengan kasus bunuh diri 54 orang gadis sekolah berusia sekitar 16 tahun di stasiun Shinjuku. Mereka menunggu datangnya kereta dan melompat bersama-sama sehingga menyebabkan stasiun tersebut dibanjiri oleh darah. Polisi menduga para siswi tersebut telah membuat janji untuk bunuh diri bersama.
Selanjutnya ada seorang pemuda yang lompat dari apartemennya, polisi menduga pria tersebut bunuh diri karena telah putus dengan pasangannya. Dugaan
2
(9)
Universitas Kristen Maranatha 3 tersebut diperkuat dengan kesaksian dari mantan pasangannya yang pada waktu bersamaan berada ditempat kejadian. Polisi mulai menyelidiki sumber dari kasus bunuh diri tersebut dengan menyerahkan semuanya itu kepada tiga detektif andalan kepolisian, mereka adalah Kuroda(Ryo Ishibashi), shibu(Masatoshi Nagase), dan Murata (Maro Akaji).
Dari ketiga detektif tersebut, detektif Kuroda adalah seorang detektif yang beruntung karena mempunyai keluarga yang harmonis dan pernikahannya telah dikaruniai dua orang anak
Tetapi suatu ketika detektif Kuroda pulang setelah lama bertugas mengusut kasus bunuh diri, dia terkejut mendapati rumahnya penuh dengan darah. Setelah diselidiki ternyata itu berasal dari keluarganya yang bunuh diri. Karena hal itu ia menjadi sangat depresi dan tiba-tiba ia bunuh diri dengan menembak dirinya sendiri.
Dari film ini juga terbukti bahwa depresi dalam bentuk apapun dapat memicu seseorang untuk melakukan bunuh diri.
1.2Pembatasan Masalah
Penulis membatasi masalah dengan membahas fenomena bunuh diri di Jepang yang disebabkan oleh depresi hidup yang terjadi di Jepang dari tahun 2003-2005 yang tercermin dalam film suicide club dengan menggunakan metode penelitian mimesis.
(10)
Universitas Kristen Maranatha 4 Melalui penelitian ini, penulis membuktikan bahwa peristiwa-peristiwa bunuh diri yang terjadi di Jepang disebabkan oleh depresi yang tercermin dalam film suicide club.
1.4Metode Penelitian
Dalam sebuah penulisan yang akan diteliti, penulis harus menetapkan pendekatan yang sesuai dan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti oleh penulis. Karena itu, sesuai dengan masalah yang diteliti, yaitu tentang jisatsu yang disebabkan karena depresi yang tercermin dalam film Suicide Club, penulis menggunakan pendekatan mimesis. Metode mimesis adalah pencerminan dari kejadian-kejadian yang terjadi sesungguhnya.
“Alam menciptakan keserupaan”, demikian Walter Benjamin membuka esainya yang hanya empat lembar, On the mimetic faculty yang keluar pada tahun 1978. Sungguh, manusia adalah makhluk yang paling pintar membunglon (mimicking) dan berkapasitas tertinggi untuk memproduksi keserupaan. Manusia bukan hanya meniru suara (onomatopoeia) dan bunyi-bunyian di sekitarnya, ia bahkan meniru sesuatu melalui gerak. Kita tidak hanya menjadi (peniru suara) kereta api atau pesawat terbang, tetapi juga bisa menjadi (peniru bentuk) monyet atau pohon, dan mungkin yang lebih sering adalah meniru manusia yang lain. “mimesis bukanlah salinan (copy), akan tetapi, suatu kontruksi, kreasi. “Mimesis bukanlah teori. Ia adalah kemampuan (faculty). Seperti halnya tubuh, ia adalah
(11)
Universitas Kristen Maranatha 5 bagian dari kondisi manusia.”3 Sebagai kemampuan ia selalu berhubungan dalam
praktik sehari-hari kita dengan bentuk yang berbeda-beda dan tentu berubah-ubah. Implikasinya adalah kita bisa menelusuri secara historis bagaimana kemampuan ini digunakan dalam beberapa aspek.4
Berikut ini adalah beberapa aspek mimesis yang penting untuk dibahas. Pertama, dalam beberapa penggunaannya mimesis memiliki dimensi relasional. Manusia menggunakan kemampuan mimetik mereka sebagai alat identifikasi, upaya untuk menciptakan hubungan dengan orang lain. Mimesis adalah copy dan sekaligus contact. Film adalah tiruan dari kejadian-kejadian yang sebenarnya, tidak hanya “menyalin” sesuatu. Untuk bisa menyalin sesuatu itu ia harus berkontak dengannya melalui cahaya, lensa, dan perangkat lain. Proses ini sama dengan mata kita yang melalui cahaya berkontak dengan obyek tertentu dan menyalinnya di retina. Dalam seni pertunjukan upaya untuk mengidentifikasi diri dengan sesuatu melalui copy dan contact bisa dikatakan lebih jelas.5
Kedua, mimesis juga mengandung unsur aktif dan kognitif. Keterlibatan tubuh dalam praktik mimesis membedakan ia dengan cara kita memeroleh pengetahuan yang hanya dengan “olah pikiran”, dan lebih mendekatkan kita pada olah tubuh (embodiment). mimesis berasal dari tindakan fisik, dan tindakan itu selalu menunjuk pada sesuatu. Dengan kata lain, mimesis mempertunjukkan
3
Cox, R. A., 2003:107, “Chapter 4: Mimesis and Visuality”, dalam The Zen Arts: An
Anthropological Study of the Culture of Aesthetic Form in Japan, Routledge Curzon.
4
Gebauer, G. dan Wulf, C., 1992, Mimesis: Culture, Art, Society, University of California Press, hal 56-59
5
Taussig, Michael, 1993, Mimesis and Alterity: A Particular
(12)
Universitas Kristen Maranatha 6 bentuk atau citracitra tertentu yang diindikasikannya. Seperti seorang aktor dengan sedemikian rupa harus dapat menjadi karakter yang telah dipilih, pertunjukan menggunakan tubuhnya untuk memeroleh pengetahuan (mengetahui karakter yang ia perankan) dan juga memertunjukkan sesuatu: cerita, legenda, pandangan, dan ide tertentu. Dalam ritual tertentu atau seni pertunjukan rakyat, tubuh penonton juga ikut terlibat. Mereka tidak hanya menonton, tetapi ikut lebur menggerakkan tubuh mereka di dalam pertunjukan.
Kamera memang bisa menjadi penghalang pembuat film (filmmaker) untuk bersentuhan langsung dengan fenomena. Akan tetapi, kamera sekaligus mampu mendukung si pembuat film untuk melihat lebih dekat dan lebih jelas ketimbang mata biasa. Selain itu, kehadiran film sebagai mesin mimesis juga mampu mengabadikan seni pertunjukan yang memang bersifat fana/sesaat. Akibatnya, seseorang bisa dengan mudah kembali menyaksikan sebuah pertunjukan yang sudah berlalu dan memelajarinya. Lebih jauh dari sekedar mengabadikan dan memelajari teknik-teknik seni pertunjukan, film tentang seni pertunjukan bisa menampakkan apa yang selama ini tidak bisa nampak dalam panggung pertunjukan itu sendiri.6
6
Gebauer, G. dan Wulf, C., 1992, Mimesis: Culture, Art, Society, University of California Press, hal 60-62
(13)
Universitas Kristen Maranatha 7
1.5Organisasi Penulisan
Penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab yaitu:
Penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I merupakan pendahuluan yang menjelaskan mengenai latar belakang masalah dan disetai dengan pembatasan masalah, tujuan penelitian dan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab II, berisi tentang landasan teori yang membahas mengenai bunuh diri. Pada Sub Bab 2.1 menjelaskan tentang latar belakang bunuh diri melalui sejarah yang dianggap sebagai akar dari tindakan bunuh diri di Jepang. Sub bab 2.2 berisi tentang penyebab-penyebab bunuh diri di Jepang. Sub bab 2.3 berisi tentang statistik bunuh diri yang terjadi di Jepang. Sub Bab 2.4 berisi tentang cara/teknik yang digunakan untuk bunuh diri.
Bab III, Analisis Kasus-Kasus Bunuh Diri Di Jepang yang tercermin dalam film suicide club, berisi tentang analisis kasus-kasus bunuh diri diJepang dalam kurun waktu dari tahun 2003-2005. Sub bab 3.1 berisi tentang analisis kasus dan film yang dari segi penyebabnya. Sub bab 3.2 berisi tentang analisis kasus dan film dari segi cara bunuh diri.
Bab IV, Kesimpulan, bab ini berisi tentang kesimpulan yang didapatkan Penulis dari hasil analisis pada bab III.
(14)
Universitas Kristen Maranatha 49
BAB IV
KESIMPULAN
Dari tahun 1998 sampai 2005, tingkat bunuh diri di Jepang selalu menembus angka diatas 30.000 kasus bunuh diri setiap tahunnya. Tindak bunuh diri tersebut tidak hanya terjadi dikalangan orang dewasa saja tetapi dikalangan anak-anak sekolah. Karena tingginya tingkat bunuh diri di Jepang, pemerintah Jepang terus mengamati fenomena bunuh diri yang terjadi di Jepang dan terus mencari cara untuk menekan tingkat bunuh diri di Jepang.
Bunuh diri di Jepang banyak disertai dengan pesan-pesan untuk keluarga seperti permintaan maaf, rasa tanggung jawab, serta sebagai aksi protes. Dalam film Suicide Club, banyak kejadian-kejadian dalam film yang merupakan cerminan dari kasus yang sebenarnya.
Pada film Suicide Club, terdapat sebab-sebab seseorang melakukan bunuh diri seperti; ijime yaitu gangguan yang didapat dari teman-teman disekolah, kebanyakan korbannya menjadi sering diam dan menyendiri sebelum akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan bunuh diri, depresi karena beban belajar, biasanya dikarenakan banyaknya tugas-tugas yang menumpuk sehingga tidak kuat untuk mengerjakannya, depresi karena pekerjaan, biasanya terjadi karena banyak tekanan yang didapat dari lingkungan pekerjaan termasuk juga tekanan dari atasan.
Depresi dalam pekerjaan banyak terjadi pada laki-laki yang berusia 50-an, kebanyakan alasannya adalah hilangnya pekerjaan. Bagi mereka alasan bunuh diri
(15)
Universitas Kristen Maranatha 50 bukan karena kemiskinan. Biasanya yang bunuh diri itu adalah pria setengah baya yang puluhan tahun bekerja diperusahaan yang sama tanpa pindah perusahaan.
Orang yang depresi juga mempunyai ciri-ciri seperti hilangnya minat, hilang juga energi. Segala sesuatu tampak seperti suatu yang besar dan terlalu menyusahkan/menyulitkan, bahkan untuk hal-hal seperti mengurus penampilan dan kebersihan diri mereka. Berkonsentrasi menjadi hal yang sangat sulit untuk dilakukan, dan mereka dapat membaca atau kalimat dalam buku secara berulang-ulang tanpa memahaminya. Mereka juga menjadi linglung dan cenderung untuk sering lupa. Pikiran-pikiran yang tidak wajar/abnormal pun terkadang muncul. Orang-orang depresi kadang-kadang memiliki keyakinan yang sangat besar bahwa mereka bersalah atas kejahatan-kejahatan yang sangat buruk, bahkan jika yang mereka sebut tindakan kriminal itu tampak seperti hal kecil bagi orang-orang lain. Mereka dapat merasa mereka tidak berharga untuk mendapatkan simpati atau bantuan atas kesulitan mereka, dan banyak orang depresi yang cenderung kehilangan rasa respek/hormat pada diri sendiri.
Semua itu juga tercermin dalam kasus-kasus bunuh diri yang ada di Jepang. Cara-cara bunuh diri yang dipakai di film Suicide Club juga cerminan dari kasus-kasus bunuh diri di Jepang. Melalui film Suicide Club, dapat dilihat bahwa depresi akan masalah hidup sangat mempengaruhi seseorang dan dapat memicu untuk melakukan bunuh diri. Adegan-adegan dari film Suicide Club secara garis besar sangat mencerminkan keadaan sesungguhnya dalam kehidupan nyata, tetapi dalam film Suicide Club terdapat pula adegan yang terlalu dilebih-lebihkan.
(16)
Universitas Kristen Maranatha 51 Pada kesimpulannya, karena depresi yang berlebihan maka orang Jepang lebih cenderung untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara bunuh diri.
(17)
Universitas Kristen Maranatha 梗概
自殺 い い 方法 わ 自 を殺 行為 あ 日本
い 年々自殺 関わ 事件 多くあ 1998 年 日本 い 自殺
事件 割合 自殺を行う . 人 パーセント 昇 た
2003 年 自殺事件 最 多い 記録 い 当年 . 件
自殺 あ 言わ
自殺を因 人 学生 歳 歳 男性 あ 歳
歳 男性達 家族 名誉を汚 た 自殺を行う そ
原因 何年ぶ 働いた会社 解雇 年齢的 見 新 い 事
く確率 いた あ 若者 間 発生 た自殺事件 最近自
人生 非常 絶望 た 憂鬱症 生治 非常 厳 い生活競争
た あ 例え 人気 あ 学校 入学 競争 別性 関係
を作 問題 失敗 家族問題 事 嫌気 こ 生徒
妨害 あ そ 生徒 妨害 い 圧制
地 を踏 こ を含 妨害 あ 言わ 自殺行為 導く あ
大勢 失敗 た子供達 人気 あ 学校 入 いた 絶望
(18)
Universitas Kristen Maranatha 本論
憂鬱症 以下 現象 あ :
¾ い 自殺
¾ 勉強 重荷 自殺
¾ 労働 重荷 自殺
自殺方法 次 う あ :
¾ 首吊 首をくく 死 こ
¾ 大量服薬 過剰 薬を飲 自殺を こ
¾ 飛び込 通 乗 物 飛び 自殺 こ
¾ 飛び降 高い所 飛び降 自殺 こ
¾ 刃物 失血死 鋭い を使い 自殺 こ
¾ 焼身自殺 自 を焼 自殺 こ
自殺サークル Suicide Club 映画 人生 問題 対
憂鬱症 あ 人 人生 非常 影響を及ぼ 自殺 誘発 こ
見
自殺サークル シーン 大体現実 人生 け 事実を映
(19)
Universitas Kristen Maranatha 題 憂鬱症 あ 一人 主婦 料理を作 最中 思い 手を薄
(20)
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Cox, R. A., 2003:107, “Chapter 4: Mimesis and Visuality”, dalam The Zen Arts: An
Anthropological Study of the Culture of Aesthetic Form in Japan, Routledge Curzon.
Benjamin, Walter, 1978, “On the Mimetic Faculty”, dalam
Reflections, Harcourt Brace Jovanovich.
Benjamin, Walter, 1969, “The Work of Art in the Age of Mechanical
Reproduction”, dalam Illuminations, Hannah
Arendt (ed.), Schocken.
Gebauer, G. dan Wulf, C., 1992, Mimesis: Culture, Art, Society, University of
California Press, hal 56-59
Sobchack, Vivian, 1991, The Address of The Eye: A Phenomenology
of Film Experience, Princenton.
Taussig, Michael, 1993, Mimesis and Alterity: A Particular
History of the Senses, Routledge, hal 44-47
http://www.02.246.ne.jp/-semar/seminarunair/seminar unair.hmtl posted: May 2005
http://Japan Today.com/Japan Suicide.hmtl
Amran YS Chaniago, 1995, hlm 96, Kamus Besar Bahasa Indonesia
http://www.weblio.jp/content/
自殺
Koujien, Daiyonhan 1, Iwanami Shoten 1991, hal 1447
Koujien, Daiyonhan 2, Iwanami Shoten, 1991, hal 2104
http://www.yakita.or.id/depresi.htm
http://www.02.247.ne.jp/~semar/seminarunair/seminarunair.html posted: may 2005
http://www.go-edu.jp/ijime.hmtl
(21)
Universitas Kristen Maranatha
Sakamaki,S.(1996), Fates Worse than Death, Far Eastern Economic Review, Vol. 159,
no.8, hal.38-40
Morita, Y. (ed.) (2001), The Comparative Study on Bullying in Four Countries,
Tokyo: Kaneko Shobo, hal 43-45
Morita, Y. (ed.) (2001), The Comparative Study on Bullying in Four Countries,
Tokyo: Kaneko Shobo, hal.46-47
Taki, M. (2003), Ijime Bullying’: Characteristic, Causality and Intervention,
Oxford-Kobe Seminars: “Bullying in Schools”, on 21-25 May 2003, Oxford-Kobe Institute, Oxford-Kobe,
Japan
Yoneyama, S.; Naito, A. (2003), Problems with the Paradigm: the School as a Factor
in Understanding Bullying (With Special Reference to Japan), British Journal of
Sociology of Education, Vol. 24, No. 3, hal. 315-330.
http://www.yahoo.co.jp/jisatsustatistics.hmtl
http://www.yahoo.co.jp/jisatsu technique.hmtl
http://search.japantimes.co.jp/suicide
www.
朝日新聞
.co.jp
www.Japan Today.com
(1)
Pada kesimpulannya, karena depresi yang berlebihan maka orang Jepang lebih cenderung untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara bunuh diri.
(2)
梗概
自殺 い い 方法 わ 自 を殺 行為 あ 日本
い 年々自殺 関わ 事件 多くあ 1998 年 日本 い 自殺
事件 割合 自殺を行う . 人 パーセント 昇 た
2003 年 自殺事件 最 多い 記録 い 当年 . 件
自殺 あ 言わ
自殺を因 人 学生 歳 歳 男性 あ 歳
歳 男性達 家族 名誉を汚 た 自殺を行う そ
原因 何年ぶ 働いた会社 解雇 年齢的 見 新 い 事
く確率 いた あ 若者 間 発生 た自殺事件 最近自
人生 非常 絶望 た 憂鬱症 生治 非常 厳 い生活競争
た あ 例え 人気 あ 学校 入学 競争 別性 関係
を作 問題 失敗 家族問題 事 嫌気 こ 生徒
妨害 あ そ 生徒 妨害 い 圧制
地 を踏 こ を含 妨害 あ 言わ 自殺行為 導く あ
大勢 失敗 た子供達 人気 あ 学校 入 いた 絶望
(3)
本論
憂鬱症 以下 現象 あ :
¾ い 自殺
¾ 勉強 重荷 自殺
¾ 労働 重荷 自殺
自殺方法 次 う あ :
¾ 首吊 首をくく 死 こ
¾ 大量服薬 過剰 薬を飲 自殺を こ
¾ 飛び込 通 乗 物 飛び 自殺 こ
¾ 飛び降 高い所 飛び降 自殺 こ
¾ 刃物 失血死 鋭い を使い 自殺 こ
¾ 焼身自殺 自 を焼 自殺 こ
自殺サークル Suicide Club 映画 人生 問題 対
憂鬱症 あ 人 人生 非常 影響を及ぼ 自殺 誘発 こ
見
(4)
題 憂鬱症 あ 一人 主婦 料理を作 最中 思い 手を薄
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Cox, R. A., 2003:107, “Chapter 4: Mimesis and Visuality”, dalam The Zen Arts: An Anthropological Study of the Culture of Aesthetic Form in Japan, Routledge Curzon. Benjamin, Walter, 1978, “On the Mimetic Faculty”, dalam
Reflections, Harcourt Brace Jovanovich.
Benjamin, Walter, 1969, “The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction”, dalam Illuminations, Hannah
Arendt (ed.), Schocken.
Gebauer, G. dan Wulf, C., 1992, Mimesis: Culture, Art, Society, University of California Press, hal 56-59
Sobchack, Vivian, 1991, The Address of The Eye: A Phenomenology of Film Experience, Princenton.
Taussig, Michael, 1993, Mimesis and Alterity: A Particular History of the Senses, Routledge, hal 44-47
http://www.02.246.ne.jp/-semar/seminarunair/seminar unair.hmtl posted: May 2005 http://Japan Today.com/Japan Suicide.hmtl
Amran YS Chaniago, 1995, hlm 96, Kamus Besar Bahasa Indonesia
http://www.weblio.jp/content/自殺
Koujien, Daiyonhan 1, Iwanami Shoten 1991, hal 1447 Koujien, Daiyonhan 2, Iwanami Shoten, 1991, hal 2104 http://www.yakita.or.id/depresi.htm
http://www.02.247.ne.jp/~semar/seminarunair/seminarunair.html posted: may 2005 http://www.go-edu.jp/ijime.hmtl
(6)
Sakamaki,S.(1996), Fates Worse than Death, Far Eastern Economic Review, Vol. 159, no.8, hal.38-40
Morita, Y. (ed.) (2001), The Comparative Study on Bullying in Four Countries, Tokyo: Kaneko Shobo, hal 43-45
Morita, Y. (ed.) (2001), The Comparative Study on Bullying in Four Countries, Tokyo: Kaneko Shobo, hal.46-47
Taki, M. (2003), Ijime Bullying’: Characteristic, Causality and Intervention, Oxford-Kobe Seminars: “Bullying in Schools”, on 21-25 May 2003, Oxford-Kobe Institute, Oxford-Kobe, Japan
Yoneyama, S.; Naito, A. (2003), Problems with the Paradigm: the School as a Factor in Understanding Bullying (With Special Reference to Japan), British Journal of Sociology of Education, Vol. 24, No. 3, hal. 315-330.
http://www.yahoo.co.jp/jisatsustatistics.hmtl http://www.yahoo.co.jp/jisatsu technique.hmtl http://search.japantimes.co.jp/suicide
www.朝日新聞.co.jp