PENDAHULUAN Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Stres Kerja Pada Perawat Icu Dan Perawat IGD.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk
melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan atau
kesehatan penunjang. Keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan
tugasnya ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Mutu
rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor yang dominan adalah
sumber daya manusia ( Depkes, 2002) .
Sumber daya manusia yang ada di rumah sakit perlu mendapatkan
perhatian khusus salah satunya adalah perawat. Perawat adalah salah satu profesi
yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit, perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Salah satu pelayanan yang sentral di rumah
sakit adalah pelayanan ICU (Intensive Care unit) dan IGD (Instalasi Gawat
Darurat).
Menurut Menteri Kesehatan Nomor: 1778/Menkes/SK/XII/2010
menyatakan bahwa ICU (Intensive Care Unit) adalah suatu bagian dari
rumah sakit yang mandiri (instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan
staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,

perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulitpenyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU

1

2

menyediakan sarana dan prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang
fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan
staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan-pengelolaan keadaan-keadaan
tersebut.
IGD (Instalasi Gawat Darurat) adalah salah satu bagian di rumah sakit
yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera,
yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. di IGD dapat ditemukan dokter
dari berbagai spesialisasi bersama sejumlah perawat dan juga asisten dokter. IGD
dapat memberikan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat yang menderita
penyakit akut dan mengalami kecelakaan, menyelenggarakan pelayanan gawat
darurat selama 24 jam terus menerus. IGD dipimpin oleh dokter yang telah
mendapat pelatihan gawat darurat, dibantu oleh tenaga medis antara lain para
medis perawatan, para medis non perawatan dan tenaga non medis yang terampil.
Ditetapkan dokter sebagai kepala instalasi/unit gawat darurat yang bertanggung

jawab atas pelayanan di IGD dan juga ditetapkan perawat sebagai penanggung
jawab pelayanan keperawatan di unit/instalasi gawat darurat ( Pedoman Survey
Akreditasi Rumah Sakit, 2007).
ICU dan IGD membutuhkan perawat yang terampil dan terdidik dalam
memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien. Perawat ICU dan perawat IGD
berbeda dengan perawat bagian bangsal. Tingkat pekerjaan dan pengetahuan
perawat ICU dan perawat IGD lebih kompleks dibandingkan dengan perawat
yang bekerja di bangsal. Perawat bangsal hanya merawat pada sekelompok pasien
yang dirawat dibagian bangsal yang menjadi tanggungjawabnya saja, pasien yang

3

dirawat di bangsal adalah pasien yang kondisinya masih kemungkinan besar
tertolong dan belum mencapai kondisi kritis, sehingga perawat bangsal tidak
terlalu tertekan oleh beban kerjanya. Sedangkan perawat ICU dan perawat IGD
mereka harus mempunyai kemahiran dalam melakukan tindakan asuhan
keperawatan baik dibidang keperawatan ICU maupun keperawatan gawat darurat
(Widodo, 2010).
Perawat ICU adalah perawat yang berhubungan dengan manusia secara
khusus,


tanggapan

terhadap

masalah-masalah

yang mengancam

nyawa.

Pengambilan keputusan yang cepat ditunjang data yang merupakan hasil observasi
dan monitoring yang kontinu oleh perawat. Perawat ICU harus mampu melakukan
tindakan keperawatan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan pasien. Perawat
ICU adalah perawat profesional, terlatih dan bersertifikat ICU (Menteri Kesehatan
Nomor: 1778/Menkes/SK/XII/2010). Karakteristik perawat ICU yaitu
perawat dituntut harus memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam
menangani pasien yang memiliki kondisi kritis, karena perawat ICU bertanggung
jawab mempertahankan homeostatis pasien yang berjuang melewati kondisi kritis
atau terminal mendekati kematian (Hudak, 1997). Ditambahkan oleh Jacinta

(dalam Widodo, 2010) bahwa Perawat ICU mempunyai tugas berkaitan dengan
masalah perawatan pasien yang komplek. Kegiatan mereka meliputi penilaian
resiko, interpretasi tes diagnostic, dan memberikan pengobatan, yang mungkin
termasuk resep obat.
Perawat IGD adalah perawat yang bekerja disuatu daerah staf dan
dilengkapi untuk penerimaan dan perawatan orang dengan kondisi yang

4

melibatkan perawatan segera termasuk penyakit serius dan trauma (Rahardjo,
1997). Karakteristik perawat IGD adalah perawat dituntut harus siap baik secara
fisik maupun secara mental dalam menangani pasien berkaitan dengan pasien
yang banyak datang dengan kondisi berbagai macam, baik korban kcelakaan
maupun dengan kondisi lainnya, perawat IGD dituntut siap dengan kondisi gawat
darurat dan cepat tanggap dengan kondisi gawat darurat dan cepat tanggap dengan
perubahan kondisi pasien (Widodo, 2010). Ditambahkan oleh Hariyatun (dalam
Utomo, 2009) yang mengatakan bahwa perawat IGD mereka harus tanggap dan
cepat dalam menangani pasien-pasien gawat darurat seperti korban bencana,
kecelakaan, perawatan medis segera dan lainnya.
Tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi oleh perawat baik perawat ICU

maupun perawat IGD dapat menimbulkan rasa tertekan pada perawat.
Ketidakmampuan dalam menjawab tuntutan tersebut sangat mungkin menjadi
pemicu timbulnya stres kerja, seperti yang dikatakan oleh Ubaidilah (dalam
Arisona, 2008) mengatakan bahwa stres kerja adalah suatu keadaan dimana
seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa
dijangkau oleh kemampunnya. Definisi tersebut menunjukkan bahwa stres kerja
merupakan tuntutan pekerjaan yang tidak dapat diimbangi oleh kemampuan
perawat.
Tuntutan-tuntutan pekerjaan atau beban kerja perawat ICU dan perawat
IGD, seperti beban merawat pasien dalam kondisi kritis bagi perawat ICU dan
merawat pasien dalam kondisi gawat darurat bagi perawat IGD, secara kuantitatif
adalah tidak jauh berbeda. Hasil Penelitian Widodo (2010) tentang perbedaan

5

stres kerja perawat kritis dan perawat gawat darurat menunjukkan bahwa dari 30
subjek perawat kritis atau ICU terdapat 96,7 % perawat mengalami stres kerja
kategori sedang sisanya 3,3 % mengalami stres kerja kategori berat, kemudian
perawat gawat darurat atau IGD dari 30 subjek terdapat 73,3 % perawat
mengalami stres kerja kategori sedang dan sisanya 26,7 % mengalami stres kerja

kategori berat. Faktor pemicunya antara lain karena bosan dengan pekerjaan,
beban kerja berlebih, dan merawat pasien yang terlalu banyak. Dari hasil
penelitian tersebut dapat diketahui bahwa stres kerja yang dialami oleh perawat
ICU dan perawat IGD tidak jauh berbeda, karena mayoritas berada pada kondisi
stres kerja yang sama. Dari situ juga dapat dilihat bahwa perawat ICU dan
perawat IGD rentan mengalami stres kerja.
Hasil penelitian oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (dalam
Prihatini, 2007) menunjukkan terdapat 50,9 % perawat mengalami stres kerja,
menyatakan keluhan sering merasa pusing, lelah, tidak ada istirahat, yang antara
lain dikarenakan beban kerja yang terlalu tinggi dan menyita waktu dan gaji yang
rendah. Hal ini diperkuat oleh McNeese-Smith&Nazarey (dalam Morrison, 2008)
mengatakan bahwa faktor-faktor yang berkontribusi terhadap munculnya stres
kerja termasuk kurangnya penghargaan dan keadilan, upah yang tidak memadai,
beban kerja meningkat dengan pasien lebih kritis, dan hubungan yang buruk
dengan rekan kerja, sedangkan hasil penelitian Andreas (2009) menunjukkan
kemampuan individu dalam mengambil sikap ditempat kerja memberi pengaruh
yang cukup besar sebagai penyebab stres kerja. Faktor sikap kerja merupakan
faktor yang dominan dalam menyebabkan stress kerja pada perawat, mungkin

6


disebabkan kondisi yang dihadapi individu dalam kehidupan sehari-hari baik yang
berkaitan dengan masalah pekerjaan maupun kehidupan pribadi.
Purwandani (2002) menyebutkan bahwa faktor lainnya yang memicu
datangnya stres kerja pada perawat yaitu pertama, stres kerja dari lingkungan
sekitar perawat yang berhubungan dengan peralatan, kebisingan, dan temperatur
udara. Kedua, beban kerja, seperti teknik keperawatan dan merawat pasien.
Ketiga, hubungan dengan pasien dan tim kesehatan lainnya. Keempat, masalah
dalam pembuatan keputusan dan kelima, kondisi penyakit yang dihadapi pasien.
Stres kerja yang muncul pada perawat dapat menimbulkan ketegangan
yang akan berhubungan dengan emosi perawat. Seperti yang dikatakan oleh
Goleman (2001) bahwa seseorang yang tidak mempunyai keterampilan emosi
akan menunjukkan ketegangan, paling tersiksa oleh beban kerja dan kinerjanya
buruk, sedangkan seseorang yang mempunyai keahlian dalam keterampilan emosi
akan tetap tenang walaupun berada dibawah tekanan dan mampu bekerja dengan
baik.
Perawat dalam menjalankan tugasnya selalu melibatkan banyak orang,
sehingga untuk memperlancar hubungan tersebut diperlukan kemampuan dalam
mengelola emosi, agar mereka lebih mampu menempatkan emosi pada porsi yang
tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati, apabila seseorang pandai

menyesuaikan diri dengan suasana hati individu lain atau dapat berempati, orang
tersebut akan memiliki tingkat emosi yang baik dan akan lebih mudah
menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya, termasuk

7

lingkungan kerjanya. Kemampuan tersebut dikenal dengan istilah kecerdasan
emosi (Goleman, 2000).
Pelayanan keperawatan sangat diperlukan sosok perawat yang memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi. Menurut Bar On (Dalam Stein, 2002) mengatakan
bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi memiliki
kemampuan dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan, berbagai masalah
atau tantangan yang muncul dalam hidupnya daripada seseorang yang lebih
rendah kecerdasan emosinya, seperti masalah yang terjadi dalam lingkungan
kerja, baik masalah dalam tuntutan kerja menghadapi masalah fisik dan
psikososial. Masalah fisik berupa terdapatnya berbagai jenis penyakit, merawat
pasien kritis atau gawat dan benyaknya jumlah pasien yang datang menjadikan
beban kerja meningkat, sedangkan masalah psikososial berupa hubungan antara
perawat lain, dokter, tim kesehatan lain dan hubungan antara pasien serta keluarga
pasien sehingga untuk membina hubungan tersebut diperlukan keterampilan

emosi yaitu kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan sosial
dengan orang lain. Kemampuan ini oleh Salovey dan Mayer (dalam Goleman,
2000) disebut sebagai aspek kecerdasan emosi. Keberhasilan mengelola emosi ini
akan membuat perawat yang bersangkutan menjadi lebih fokus dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Perawat merupakan profesi yang bersifat kemanusiaan yang dilandasi rasa
tanggungjawab dan pengabdian. Perawat harus berinteraksi dengan pasien
kapanpun dibutuhkan dan dalam situasi apapun seperti di ICU dan di IGD, situasi

8

yang terjadi kemudian melampaui proporsi pekerjaan yang seharusnya sehingga
sangatlah diperlukan kemampuan mengelola emosi dengan baik oleh perawat.
Berdasarkan latar belakang diatas maka timbul permasalahan “Apakah ada
hubungan antara kecedasan emosi dengan stres kerja pada perawat ICU dan
perawat IGD?”, maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada
Perawat ICU dan Perawat IGD”


B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui:
1.

Kecerdasan emosi perawat ICU dan perawat IGD.

2.

Stres kerja perawat ICU dan perawat IGD.

3.

Hubungan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja pada

perawat ICU dan perawat IGD.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1.

Perawat ICU dan perawat IGD, hasil penelitian ini diharapkan dapat


membantu perawat ICU dan perawat IGD untuk memahami tentang pentingnya
kecerdasan emosi dalam menekan terjadinya stres kerja.
2.

Pengelola rumah sakit, hasil penelitian ini diharapkan mampu

memberikan sumbangan informasi sebagai upaya pembekalan serta pembinaan
bagi para perawat ICU dan perawat IGD tentang pentingnya kecerdasan emosi
dalam menekan munculnya stres kerja.

9

3.

Ilmuan psikologi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

sumbangan informasi bagi bidang ilmu psikologi khususnya psikologi industri.
4.

Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

referensi dan bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang akan melakukan
penelitian, khususnya penelitian yang mengambil tema serupa dengan penelitian
ini.