Penetapan Kadar Silika Pada Batu Granit Dengan Metode Gravimetri

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi silika
Silika adalah senyawa kimia

dengan

rumus molekul SiO2 (silicon

dioxsida) yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati, dan sintesis Kristal.
Silika mineral adalah senyawa yang banyak ditemui dalam bahan tambang/galian
yang berupa mineral seperti: pasir kuarsa, granit, dan fledsfar yang mengandung
Kristal-kristal silika (SiO 2 ) (Bragmann and Goncalves, 2006).
Silika nabati dapat ditemui pada sekam padi dan tongkol jagung. Silika
nabati

umumnya

digunakan saat ini adalah silika sekam padi. Dalam

mendapatkan silika dari sekam padi dapat


dilakukan menggunakan metode

ekstraksi alkalis dan metode pengabuan. Silika yang diperoleh dari metode
ekstraksi alkalis adalah berupa larutan sol dimana silika pada fase larutan adalah
fase amorf atau mudah bereaksi. Sedangkan pada metode pengabuan, sekam padi
dibakar pada suhu diatas 200°C selama 1 jam untuk mendapatkan arang sekam
padi yang berwarna hitam (Haslinawati, 2011).
Selain terbentuk secara alami, silika dengan struktur tridimit dapat
diperoleh dengan memanaskan pasir kuarsa pada suhu 870°C dan bila pemanasan
dilakukan pada suhu 1470°C dapat diperoleh silika dengan struktur kristobalit.
Silika juga dapat diperoleh dengan mereaksikan silikon dengan

udara atau

oxygen pada suhu tinggi. Salah satu karakteristik silika adalah amorf
diperlihatkan.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Karakteristik Silika Amorf
Nama lain

Silikon Dioksida

Rumus Molekul

SiO 2

Berat Jenis (g/cm3)

2,6

Bentuk

Padat

Daya larut dalam air

Tidak larut


Titik cair ( 0C )

1610

Titik didih ( 0C )

2230

Kekerasan (Kg/mm2)

650

Kekuatan tekuk(Mpa)

70

Kekuatan tarik (Mpa)

110


Modulus elastisitas (Gpa)

73 –75

Resistivitas ( m)

>10

Koordinasi geometri

Tetrahedral

Struktur Kristal

Kristobalit,

14

Tridimit, Kuarsa

(Surdia, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Silika terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat serta memiliki struktur dengan
empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat
yaitu atom silika. Pada umumnya silika adalah dalam bentuk amorf tetrahidrat,
namun bila pembakaran berlangsung terus-menerus pada suhu diatas 650°C
maka tingkat kristanilitasnya akan cenderung meningkat dengan terbentuknya
fasa quartz, crystobalite, dan trydimite. Bentuk struktur quartz, crystobalite, dan
trydimite yang merupakan jenis Kristal utama silika memiliki stabilitas dan
kerapatan yang berbeda. Struktur Kristal quartz, crystobalite, dan tridymite
3

3

3

3


memiliki nilai densitas masing-masing sebesar 2,65×10 kg/m ,2,27×10 kg/m ,
3

3

dan 2,23×10 kg/m (Smallman and Bishop, 2000).
Berdasarkan perlakuan termal, pada suhu < 570°C terbentuk low quartz,
untuk suhu 570-870°C terbentuk

high quartz yang mengalami perubahan

struktur menjadi crystobalite dan tridymite, sedangkan pada suhu 8701470°C terbentuk high crystobalite, dan pada suhu 1723°C terbentuk silika cair.
Silika dapat ditemukan dialam dalam beberapa bentuk meliputi kuarsa dan opal,
silika memiliki 17 bentuk Kristal dan memiliki 3 bentuk utama Kristal yaitu:
kristobalit, tridimit, dan kuarsa. Keramik silika adalah keramik yang tahan
terhadap temperatur tinggi yang banyak digunakan dalam industri baja dan gelas
(Smallman and Bishop, 2000).
Diketahui bahwa struktur primer silika adalah tetrahedral SiO 4 , dimana
satu atom silika dikelilingi oleh 4 atom oksigen. Gaya-gaya yang mengikat
tetrahedral ini berasal dari berasal dari ikatan ionik dan kovalen sehingga ikatan

tetrahedral ini kuat. Pada silika murni tidak terdapat ion logam dan setiap atom

Universitas Sumatera Utara

oksigen merupakan atom penghubung antara dua atom silicon (Van and
Lawrench, 1992).
Silika mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses
pengendapan . Pasir kuarsa juga dikenal dengan dengan nama pasir putih yang
merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti
kuarsa dan feldsfar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari Al2 O 3 ,
CaO, Fe 2 O 3 , TiO 2 , MgO dan K 2 O, berwarna putih bening atau warna lain
bergantung pada senyawa pengotornya. Silika biasa diproleh melalui proses
penambangan yang dimulai dari menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku
pasir kuarsa tersebut kemudian dilakukan proses pencucian untuk membuang
pengotor yang kemudian dipisahkan dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh
pasir dengan kadar silika yang lebih besar bergantung dengan keadaan kuarsa
dari tempat penambangan. Pasir inilah yang kemudian dikenal dengan pasir silika
atau silika dengan kadar tertentu (Anonim, 2013).
2.2 Sumber Silika
a)


Silika

Mineral

adalah

senyawa

silika

yang

ditemui

dari

bahan

tambang/galian yang berupa mineral seperti pasir kuarsa, granit, dan fledsfar

yang mengandung Kristal silika (Bragmana and Goncalves, 2006).
b)

Silika Nabati adalah silika yang berasal dari tumbuhan, seperti dari sekam
Padi, tongkol Jagung, dan daun Bambu (Monalisa, 2013).
Silika nabati yang umum yang digunakan saat ini adalah silika sekam padi.
Dalam mendapatkan silika dari sekam padi dapat dilakukan dengan
menggunakan metode ekstraksi alkalis dan metode pengabuan (Ginting,
2008).

Universitas Sumatera Utara

2.3 Silika Nabati dari Daun Bambu
A. Definisi Daun Bambu
Menurut (Krisdianto, 2000), bambu banyak menyebar didaerah tropis,
subtropis asia. Dari sekitar 1.000 jenis bambu dalam 80 negara, sekitar 200 jenis
dari 20 negara ditemukan di Asia tenggara.

Di Indonesia, tanaman bambu


tumbuh baik di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 3000 m
dari permukaan laut dan pada umumnya ditemukan di tempat-tempat terbuka dan
daerahnya bebas dari genangan air. Pada tanaman bambu, daunnya merupakan
daun tunggal yang lengkap karena mempunyai bagian daun berupa pelepah daun
(vagina), tangkai daun (petiolus), dan helaian daun (lamina). Daun ini mempunyai
bangun garis (linearis). Ujung daunnya runcing (acutus), pangkal daunnya
membulat, memiliki tepi daun yang rata, daging daun seperti perkamen,
pertulangan daun sejajar, permukaan atas dan bawah daun kasap, warna daun
bagian atas hijau tua sedangkan warna bagian bawah daun hijau muda. Bangun
atau bentuk dari daun bambu adalah berbentuk pita atau bentuk memanjang dari
daun dengan perbandingan panjang dan lebar 3-5 : 1, ujung daun bambu
berbentuk runcing yaitu penyempitan ke arah ujung daun sedikit demi sedikit.
Sedangkan untuk pangkal daun membulat karena pada pangkal daunnya tidak
terdapat sama sekali sudut pangkal daun, daun bambu memiliki tepi yang rata
tidak bergerigi dan bertoreh. Daging daunnya bertipe perkamen yaitu tipis namun
cukup kaku. Pertulangan daunnya sejajar dari pangkal daun hingga ke arah ujung.
Permukaan atas dan bawah daun cukup kasar karena disebabkan pertulangan daun
yang cukup terasa dan adanya semacam bulu-bulu halus. Warna daun pada bagian

Universitas Sumatera Utara


atas jauh lebih gelap dibandingkan dengan yang di bawah dan warna yang
kebanyakan ditemukan adalah warna hijau, namun ada beberapa jenis bambu
yang lain yang memiliki warna daun yang berbeda yaitu kuning.
B. Komposisi Kimiawi Daun Bambu
Berdasarkan hasil penelitian, bambu memiliki kadar selulosa yang berkisar
antara 42,4%-53,6% kadar ligninberkisar antara 19,8%-26,6% sedangkan kadar
pentosan 1,24%-3,77%, kadar abu 1,24%-3,77%, kadar silika 0,10%-1,28%,
kadar ekstraktif (kelarutan dalam air dingin ) 4,5%-9,9%, kadar ekstraktif
(kelarutan dalam air panas) 5,3%-11,8% dan kadar ekstraktif ( kelarutan dalam
benzene) 0,9%-6,9%. Bambu Holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) berkisar
antara 73,32%-83,80%. Dengan kandungan holoselulosa yang cukup tinggi maka
bambu sangat cocok dijadikan bahan kertas dan rayon, bahkan china sangat
mengandalkan bahan bambu sebagai bahan baku kertasnya. Selain itu, dengan
kandungan

holoselulosa yang sangat tinggi membuat bambu menjadi bahan

berlignoselulosa yang mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
sebagai bahan baku produksi bioetanol.
C. Pemanfaatan Daun Bambu
Bambu

merupakan jenis hasil bukan kayu

yang

berpotensi untuk

dikembangkan sebagai hasil bioenergi seperti Briket arang dan Bioetanol. Selama
ini, produksi bioetanol diarahkan pada bahan berpati dan bergula seperti gula
tebu, ubi kayu, dan jagung. Meskipun sebenarnya proses bioetanol sederhana
dengan menggunakan bahan cukup sederhana dan ekonomis (Saddler, 1996).
Selain itu, saat ini bambu juga telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan
pembuat pulp dan kertas, arang, sumpit (chopstick), plywood/plybambu, furniture,

Universitas Sumatera Utara

barang kerajinan tangan yang merupakan komoditi eksport. Tunas mudanya
(rebung) dapat dijadikan bahan makanan dan telah dimanfaatkan sebagai
makanan kaleng, daunnya dapat dijadikan sebagai pembungkus makanan.
Akarnya yang kuat dapat dijadikan sebagai bahan kerajinan dan bahan pertanian.
Selain itu, tanaman bambu dapat dijadikan sebagai tanaman konservasi karena
mempunyai daya dukung terhadap lingkungan yang tinggi (Departemen
Perindustrian dan Perdagangan, 2001).

2.4 Metode Yang Digunakan dalam Ektraksi Silika
2.4.1. Metode Leaching
Menurut (Firdaus, 2012), leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari
satu atau lebih senyawa dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan
dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian bahan padatan sehingga
bahan terlarut yang diinginkan dapat diperoleh. Metode ini ini memiliki 3 variabel
penting, yaitu: temperatur, area kontak, dan jenis pelarut. Istilah leaching sering
juga disebut dengan sebutan ektraksi, demikian pula alatnya sering disebut
ekstraktor. Untuk memahami konsep leaching maka sangat penting untuk
memahami kesetimbangan fasa padat-cair. Teknologi leaching biasanya
digunakan oleh industri logam untuk memisahkan mineral dari biji dan batuan
(ores). Pelarut asam akan membuat garam logam terlarut seperti leaching Cu
dengan medium H 2 SO 4 atau HNO 3 . Contoh operasi ini adalah pemisahan emas
dari bentuk padatan berongga dengan menggunakan larutan HCN atau H 2 SO 4 .
Industri gula juga menggunakan prinsip leaching saat memisahkan dari bit
dengan

menggunakan

air

sebagai pelarutnya.

Industri minyak

goreng

menggunakan prinsip operasi ini saat memisahkan minyak dari kedelai, kacang,

Universitas Sumatera Utara

biji matahari dan lain-lain dengan menggunakan pelarut organik seperti heksana,
aseton atau eter. Industri farmasi juga menggunakan teknologi ini untuk
mengambil kandungan obat dari dedaunan, akar dan batang tumbuhan. Konsep
leaching tidak hanya berlaku dalam dunia industri, tapi juga terjadi pada
lingkungan sehari-hari seperti erosi unsur hara oleh air hujan atau ketika sedang
menyeduh kopi/teh. Secara umum leaching dapat dibagi 2, yaitu:
1. Percolation. Pada metode ini pelarut dikontakkan dengan padatan melalui
proses tunak atau pun tak tunak. Metode ini banyak digunakan untuk
pemisahan campuran padat-cair di mana jumlah jauh lebih besar dari pada
fasa cair.
2. Dispersed Solids. Pada metode ini padatan dihancurkan terlebih dahulu
menjadi pecahan kecil sebelum dikontakkan dengan pelarut. Metode ini
begitu populer karena tingkat kemurnian hasilnya yang tinggi sehingga dapat
mengimbangi biaya operasi pemisahan yang tinggi juga.

2.4.2 Metode pengabuan
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara
penganbuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan
kadar mineral dalam bahan tersebut. Ada dua macam garam mineral yang
terdapat dalam bahan, yaitu:
1. Garam organik: garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat
2. Garam anorganik: garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat.
Teknik pengabuan dilakukan denagn cara mengeringkan sampel yang telah
dileaching dengan pelarut yang sesuai kemudian dioven selama 2 jam pada suhu

Universitas Sumatera Utara

1000C. Untuk mendapatkan silika dari sampel maka sampel kemudian dioven
kembali dalam furnace pada suhu 800OC, 9000C dan 10000C selama 3 jam
dengan waktu penahanan selama 30 menit. Setelah proses pembakaran tersebut
dari masing-masing suhu dapat terlihat perbedaan silika yang didapat. Hasil dari
pembakaran sampel tersebut kemudian karakterisasi menggunakan X-Ray
Diffraction (XDR), Scanning Electron Microscopy (SEM/EDS), Fourier
Transform Infra-Red (FTIR), dan Diffrential Thermal Analyzer (DTA) untuk
melihat hasil endapan silika yang dihasilkan (Harsono, 2002).

2.4.3 Metode Gravimetri
Menurut (Gandjar dan Rahman, 2009), analisis secara Gravimetri dapat
dibagi dalam beberapa langkah, yaitu sebagai berikut:
1. Pengendapan
2. Penyaringan
3. Pencucian endapan
4. Pengeringan/pemanasan dan penimbangan endapan hingga konstan
Keempat langkah teknik gravimetri tersebut akan dibahas dibawah ini satu
persatu.
1. Pengendapan
Pemisahan unsur murni (analit) yang terdapat dalam sampel dapat terjadi
dalam beberapa cara. Diantaranya yang terpenting adalah dengan: pengendapan,
penguapan atau pengeringan (evolution). Cara analisis pengendapan dengan
memakai listrik, dan berbagai cara fisik lainnya.
Dalam cara pengendapan, analit yang akan ditetapkan diendapkan dari
larutannya dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukar larut, sehingga tidak

Universitas Sumatera Utara

ada yang hilang selama penyaringan, pencucian, dan penimbangan. Misalnya
pada penetapan larutan perak dengan mengendapkannya memakai larutan NaCl
berlebihan kemudian disaring, dicuci, dikeringkan, pada suhu 1300C dan akhirnya
ditimbang sebagai AgCl. Sering kali penyusun yang dicari dalam bentuk senyawa
lain yang berbeda dari sewaktu senyawa tersebut diendapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berhasilnya cara pengendapan adalah:
a. Endapan harus sedemikian tidak larut, sehingga tidak ada kehilangan yang
berarti pada penyaringan. Dalam kenyataannya, keadaan ini diijinkan asalkan
banyak endapan yang masih tertinggal (tidak terendapkan) tidak melampaui
batas minimum yang dapat ditunjukan neraca analitik 0,1 mg
b. Keadaan fisik endapan harus sedemikian rupa sehingga dapat segera
dipisahkan dari larutannya dengan penyaringan serta dicuci hingga bebas dari
pengotor. Zarah-zarah endapan harus dapat ditahan oleh penyaring serta
besarnya zarah tidak berubah selama proses pencucian.
c. Endapan harus dapat diubah menjadi senyawa murni dengan susunan kimia
yang pasti, ini dapat dicapai dengan pemijaran atau pengeringan/penguapan
memakai cairan yang cocok.
Faktor (a) menyangkut sempurnanya pengendapan serta berhubungan erat atau
ditentukan hasil kali kelarutannya (solubility product). Dianggap bahwa senyawa
yang terpisah dari larutan benar-benar murni, walaupun kenyataannya tidak selalu
demikian.Pengendapan dapat dilakukan dalam gelas piala dan pereaksi untuk
mengendapkan (presipitan) ditambahkan pelan-pelan dengan pipet atau buret
sambil larutan terus diaduk. Pengendapan biasanya dilakukan dengan larutan
encer. Penambahan

pereaksi sedemikian sehingga larutan mengalir melalui

dinding gelas piala agar tidak memercik serta pemberiannya agak berlebihan

Universitas Sumatera Utara

tetapi harus dijaga agar kelebihannya tidak melampaui terlalu banyak, sebab hal
ini akan memperbesar daya larut endapan. Setelah endapan menggumpal dan
larutan nampak jernih, teteskan lagi pereaksi hingga endapan tidak terbentuk lagi
(jenuh). Diberikan waktu agar endapan turun dan mengendap sempurna bahkan
jika perlu dipanaskan dengan uap (steam bath) atau penangas air (water bath).
Hal ini dimaksdukan agar endapan menggumpal sempurna hingga nantinya akan
memudahkan penyaringan. Kemurnian endapan tergantung antara lain dari bahanbahan yang ada dalam larutan sebelum atau sesudah penambahan pereaksi
(precipitant) dan juga dari kondisi pengendapan. Untuk memahami hal ini
diperlukan pengetahuan tentang sifat-sifat zarah koloidal. Keadaan koloidal
(Colloidal state) dari benda ditentukan oleh batas besarnya zarah, akibatnya sifatsifat khas tertentu akan jelas. Sifat koloid umumnya nampak pada bahan-bahan
yang ukuran zarahnya antara 0,1 mikron sampai 1 mikron. Kertas saring biasa
yang digunakan dalam analisis gravimetric dapat menahan zarah dengan garis
tengah 0,01 mm atau 10 mikron, hingga larutan koloid dalam hal ini berlaku
larutan sebenarnya.

Universitas Sumatera Utara

Berikut perbedaan antara suspense dan emulsi:
Tabel 2.2 Perbedaan antara suspensi dan emulsi
Suspensi (koloid lifob)

Emulsi (koloid liofil)
1. larutan kental

1.larutan (sol) tidak kental
2.sedikit

elektrolit

menggumpalkan.

cukup

Perubahan

untuk
umumnya

2.

membututhkan

elektrolit

pekat

untuk

ireversibel. Air tidak terpengaruh pada

menggumpalkan.

endapan yang terjadi.

Perubahan

umumnya

reversibel. Dapat dengan
penambahan air (pelarut)
3.muatannya tertentu dan sukar diubah

3. kebanyakan emulsoid dapat
berubah. Dalam suasana
asal (+), dan alkali (-)

4.Menunjukan gerakan Brown

4. dilihat dengan mikroskop
ultra menunjukkan sinar
Difus

Jika dua zarah koloid yang muatannya berlawanan dicampur akan saling
mengendapkan sesamanya karena penetral atau hilangnya muatan. Keadaan ini
berlaku untuk keadaan larutan koloid jenis supensinoid dan berbeda dengan jenis

Universitas Sumatera Utara

emulsoid yang sukar mengendap. Perbedaan dari dua jenis koloid ini dapat dilihat
pada tabel diatas.
2. Penyaringan
Menurut (Gandjar dan Rahman, 2009), penyaringan adalah bertujuan untuk
mendapatkan endapan yang bebas (terpisah) dari larutan (cairan induk). Alat-alat
yang digunakan untuk menyaring:
a. Kertas saring (pakai corong gelas)
Kertas saring untuk analisis gravimetri jika dibakar hampir tidak
meninggalkan abu. Yang biasa digunakan sudah tersedia dalam bentuk potongan
bulat berdiameter lebih dari 7, 9, 10 cm. kertas saring dengan diameter 11 cm
abunya boleh lebih dari 0,0001 gram. Jika melampaui berat ini harus
diperhitungkan berat sisa pijarnya (ignition rest). Sebaiknya kadar abu kertas diuji
lebih dahulu dengan pemijaran dalan krus porselin. Kertas saring harus dapat
menahan zarah-zarah endapan tetapi dapat dilalui dengan mudah oleh cairan.
Kertas saring berdasarkan pada besarnya pori-pori kertas ada 3 macam, yaitu:
1.

Untuk endapan yang sangat halus

2.

Untuk endapan sedang

3.

Untuk endapan yang gelatinus

Kertas saring yang dikeraskan (hardened filter paper) ialah kertas saring yang
telah direndam dalam asam nitrat. Kertas jenis ini kadar abunya kecil dan tahan
terhadap asam atau alkali. Memilih besar kecilnya kertas harus disesuaikan
dengan dengan jumlah endapan. Corong gelasnya harus disesuaikan dengan
diameter kertasnya. Paruh corong panjangnya paling sedikit 15 cm. ini
hubungannya dengan daya isap cairan dibawah kertas agar kecepatan penyaringan
bertambah.

Universitas Sumatera Utara

b. Krus GOOCH dilapisi serat asbes
Krus GOOCH dibuat dari porselin , pada dasarnya krus GOOCH
adalah porselin yang dilubangi bawahnya dengan lubang kecil-kecil seperti
saringan. Serat-serat asbes yang akan dipakai direndam dahulu dalam akuades
kemudian dilapiskan diatas lubang-lubang dasar krus sambil krus diisap dengan
pompa vakum. Penyaringan dengan krus GOOCH selalu dengan penghisapan,
krus ditaruh pada sumbat karet labu hisap yang dihubungkan dengan pompa
vakum. Tapisan yang keluar dari krus haruslah jernih, jika ada endapan yang lolos
berarti pelapisan dengan asbes kurang atau kurang merata. Jika terjadi hal ini
maka perlu dibuat pelapisan baru. Volume krus GOOCH kira-kira 25 ml yang
berdiameter 4 cm. krus GOOCH yang sudah jadi sebagai penyaring terlebih
dahulu harus diketahui berat konstannya setelah dipanasi pada suhu yang sama
dengan suhu pemanasan endapan.
Tebal lapisan serat asbes adalah antara 2-3 mm. setelah terbentuk
lapisan yang rata sesudah kering, dilihat ditentangkan sinar dan harus tidak
tembus sinar yang melewati lubang-lubang dasar krus. Sering pula diatas lapisan
asbes ditaruh lagi bulatan porselin berlubang-lubang seperti dasar krus dan di
atasnya dilapis asbes lagi.
c.

Krus Penyaring atau Gelas Sinter
Besarnya kira-kira sama dengan gelas kecil yang dipakai untuk minum

minuman keras. Dindingnya bening seperti gelas minum biasa hanya pada alas
atau dasarnya dibuat porous dengan remukan gelas kaca halus yang dilekatkan
atau merekat pada dinding (tidak dapat lepas). Gelas sinter lebih praktis karena
kita tidak perlu menyiapkan lapisan penyaring seperti krus GOOCH.

Universitas Sumatera Utara

Besarnya pori-pori lapisan penyaring pada gelas sinter ini antara 5 – 10
mikron untuk gelas sinter F, 40 sampai 50 mikron untuk gelas sinter M,
sedangkan gelas C porinya antara 100 sampai 100 – 200 mikron. Kebaikan dari
gelas sinter:
1. Semuanya terbuat dari gelas sehingga tahan terhadap zat kimia kecuali HF
dan alkali panas.
2. Dapat dipanaskan hingga suhu 100 –1500C sehingga beratnya dapat
konstan.
3. Mudah dibersihkan
Apabila diperlukan pemanasan hingga di atas suhu 150-2000C, mulamula ditaruh dalam pemanasan listrik pada suhu rendah kemudian suhunya
dinaikkan sampai suhu yang dikehendaki lalu suhunya diturunkan sampai 2000C
(dalam pemanasan) sebelum dipindahkan untuk didinginkan di dalam desikator.
Untuk suhu yang lebih tinggi dari 50000C digunakan krus penyaring kwarsa dari
jena ( jena quartz filter crucible) yang bentuknya sama dengan krus gelas sinter
hanya saja jenis ini dibuat dari silika yang telah dilebur. Krus jenis ini disebut
juga vitreosil dan krus jenis ini tahan sampai pemanasan pada suhu 10000C atau
lebih serta tidak akan pecah .
3

Pencucian Endapan
Pencucian endapan dimaksudkan untuk membersihkan endapan dari cairan

induknya yang selalu terbawa. Adanya cairan ini pada pemanasan akan
meninggalkan bahan-bahan yang tidak mudah menguap, karenanya endapan harus
dicuci sebersih-bersihnya. larutan yang digunakan untuk mencuci sedapat
mungkin untuk menghindari adanya endapan yang larut. Untuk mengetahui
bersihnya suatu endapan, dapat dilakukan dengan menguji tapisan dari bahan

Universitas Sumatera Utara

pengotor. Lebih baik mencuci berkali-kali dengan sedikit pelarut dari pada
menambahkannya sekaligus sebelum cairan pencuci turun. Syarat cairan pencuci
adalah :
1. Tidak melarutkan endapan tetapi mudah melarutkan kotoran
2. Tidak menyebabkan dispersi pada endapan
3. Tidak membentuk senyawa yang sukar larut atau menguap dengan endapan
4. Pada pengeringan endapan, cairan mudah menguap dari endapan
5. Tidak mengandung zat-zat yang dapat mengganggu penyelidikan tapisan
Untuk mencuci dapat menggunakan akuades jika yakin akuades ini tidak
melarutkan endapan serta tidak menyebabkan peptisasi.
4. Mengeringkan dan Memanaskan Endapan
Sebelum endapan ditimbang harus diubah terlebih dahulu menjadi
bentuknya menjadi susunannya tetap. Ini dikerjakan dengan cara pengeringan/
pemijaran. Mana yang akan dilakukan tergantung sifat endapan serta alat
penyaringan yang digunakan. Endapan disebut dikeringkan (drying) jika suhu
pemanasannya lebih rendah dari 2500C, sedang pemijaran dilakukan pada suhu
250-10000C. Endapan yang akan dikeringkan dikumpulkan dalam krus penyaring.
Pengeringan

juga

dilakukan

dalam

krus

ini

pada

almari

pengering

(thermostatically controlle electric drying-oven). Pemijaran dilakukan dalam krus
porselin untuk pemijaran endapan yang disaring dalam kertas saring bebas abu.
Cara membakarnya dengan memakai gas pembakar (Bunsen atau meker) atau
menggunakan dapur/tanur pembakaran (muffle furnace). Jika penyaringannya
yang dipakai kertas harus diperhatikan adakah endapan yang berubah jika dibakar
bersama dengan kertas. Misalnya barium sulfat akan tereduksi oleh arang kertas

Universitas Sumatera Utara

jadi barium sulfida sehingga harus dikembalikan menjadi barium sulfat dengan
cara dioksidasi menggunakan asam nitrat (Gandjar dan Rahman, 2009).
2.5 Aplikasi silika
2.5.1 Keramik Silika
Mineral silika atau kuarsa merupakan salah satu komponen utama dalam
pembentukan badan keramik dan jumlahnya melimpah ruah dipermukaan kulit
bumi. Bentuk umum fasa Kristal silika antara lain adalah tridimit, quartz, dan
kristobalit. Struktur silika primer adalah tetrahedron SiO4, jadi setiap satu atom
silika dikelilingi oleh empat atom oksigen. Gaya-gaya yang mengikat atom
tetrahedral berasal dari ikatan ionik dan kovalen sehingga ikatan tetrahedral
sangat kuat. Fasa yang stabil mencapai tridimit pada suhu 14700C. Kristobalit
mempunyai jangkauan stabil, suhu lebur pada suhu 17300C yang kemudian
berubah menjadi cairan (liquid). Sifat-sifat fisik dari berbagai bentuk kuarsa
diantaranya adalah:
a. Densitas kuarsa

= 2,65x103kg/m3;

b. Densitas tridimit

= 2,27x103kg/m3;

c. Densitas kristobalit = 2,33x103kg/m3.
Disamping itu silika memiliki sifat-sifat:
a. Tidak plastis (elastisitasnya rendah);
b. Titik lebur tinggi sekitar1728°C;
c. Kuat dan keras (Worr’al, 1986).

Universitas Sumatera Utara

a. Struktur Keramik Silika
Struktur Kristal (terdiri dari berbagai ukuran atom yang berbeda atau minimal
terdiri dari 2 jenis unsur) merupakan salah satu yang paling kompleks dari semua
struktur bahan. Ikatan antara atom-atom ini umumnya ikatan kovalen (berbagi
elektron, sehingga ikatan ini kuat). Ikatan ini jauh lebih kuat dari pada ikatan
logam. Akibatnya, sifat-sifat seperti kekerasan, ketahanan panas dan listrik
secara signifikan lebih tinggi keramik dari pada logam. Keramik dapat berikatan
Kristal tungga l atau dalam bentuk polikristalin. Ukuran butir mempunyai
pengaruh terhadap kekuatan dan sifat-sifat keramik: ukuran butir yang halus
(sehingga

dikatakan

keramik

halus),

semakin

tinggi

kekuatan

dan

ketangguhannya. Kebanyakan bahan pembentuk keramik memiliki ikatan ion,
ikatan kovalen, dan ikatan antara. Sebagai contoh, bagian ikatan ion dalam
sistem Mg-O, Al-O, Zn-O, dan Si-O dapat dikatakan masing-masing 70%, 60%,
60% dan 50%. Yang sangat menarik adalah bahwa pada ReO3, V 2 O 3 dan TiO,
yang merupakan oksida yang dapat di deformasikan, tetapi memiliki hantaran
listrik yang relatif dapat disamakan dengan logam biasa. Dalam Kristal yang
rumit, berbagai macam atom berperan dan ikatannya merupakan ikatan campuran
dalam banyak hal. Struktur Kristal demikian dapat dimengerti apabila mengingat
bahwa Kristal tersusun oleh kombinasi dari polyhedron koordinasi, dimana
satuan kecil dari kation dikelilingi oleh beberapa anion. salah satu contoh adalah
silika yang merupakan bahan baku penting bagi keramik. Keramik silika
dihasilkan untuk memenuhi beberapa keperluan dari pada aspek ketahanan
terhadap temperatur yang tinggi dan bahan kimia, cirri-ciri mekanik dan elektrik
yang istimewa (Lubis, 2013).

Universitas Sumatera Utara