Penetapan Kadar Air Dalam Ifu Mie Dengan Metode Gravimetri

(1)

PENETAPAN KADAR AIR DALAM IFU MIEDENGAN

METODEGRAVIMETRI

TUGAS AKHIR

OLEH:

ROMIAN TIARMAULI BR. RUMAPEA NIM 102410065

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristusatas kasih, berkat dan keselamatan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir ini berjudul “PENETAPAN KADAR AIR DALAM IFU MIE DENGAN METODE GRAVIMETRI”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan untukmenyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua tercinta, yaitu BapakK. Rumapea dan MamaT. br. Rajagukguk atas doa dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis serta ketiga adik penulis, yaitu Vikner, Zoyverto dan Rahel, juga kepada seluruh keluarga untuk dukungannya.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

4. Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt.,yang telah sabar membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan Tugas Akhir ini.


(4)

5. Bapak Drs. Nahitma Ginting M.Si., S.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

6. Bapakdan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.

7. Bapak Drs. I Gede Nyoman Suwandi, Apt., M.M., selaku Kepala BBPOM di Medan yang telah memberi izin pelaksanaan PKL.

8. Ibu Lambok Okta SR, M.Kes., Apt., selaku Koordinator Pembimbing PKL di BBPOM di Medan.

9. Seluruh staf dan karyawan BBPOM di Medan yang telah membantu selama melaksanakan PKL.

10. Sahabat-sahabat terbaik yaitu Rina,Jessica, Jessi,Petrika, Esra, Balilibra, Sartika, dan Yohana serta teman-teman asrama yang telah memberi semangat. 11. Teman-teman Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

angkatan 2010, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulismenyadari bahwa isi dari Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini. Akhirnya, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2013 Penulis,


(5)

PENETAPAN KADAR AIR DALAM IFU MIEDENGAN METODE GRAVIMETRI

Abstrak

Saat ini mi digunakan sebagai salah satu pangan alternatif pengganti nasi. Kehadirannya sangat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahan pangan yang berasal dari hasil-hasil pertanian, peternakan, dan perikanan biasanya diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi sebab apabila dibiarkan begitu saja akan mengalami perubahan secara kimiawi, mekanik, fisiologik maupun mikrobiologik. Kerusakan bahan pangan pada umumnya memerlukan air selama prosesnya. Oleh karena itu, banyaknya air dalam bahan pangan akan menentukan kecepatan terjadinya kerusakan. Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam ifu mie memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

Penetapan kadar air dalamifu mie dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Penetapan kadar air dalam ifu mie dilakukan dengan metode gravimetri, dimana sampel dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam lalu didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Pekerjaan ini diulang hingga diperoleh bobot tetap.

Dari penetapan kadar yang dilakukan, diperoleh kadar air ifu mie,yaitu5,91%. Kadar tersebut memenuhi persyaratan kadar air, sesuai dengan SNI 01-2973-1992, dimana rentang kadar air yang diperbolehkan untuk ifu mie adalah maksimal 8%.


(6)

DETERMINATION OF WATER CONTENT IN IFU MIE BY GRAVIMETRIC METHOD

Abstract

Currently noodle used as one alternative food substitute for rice. Its presence is accepted by the whole society. Food derived from crops, livestock, and fisheries are usually processed before consumption because if left alone will undergo chemical changes, mechanical, physiological and microbiological. Damage to food in general require water during the process. Therefore, the amount of water in the food will determine the speed of the damage. The purpose of writing this thesis is to determine whether the water content contained in the ifu mie meet the requirements set forth in the Indonesian National Standard (SNI).

Determination of water content in the ifu mie conducted at the Center for Food and Drug Administration (BBPOM) in Medan. Determination of water content in the ifu mie done by gravimetric method, where the sample is dried in an oven at 105oC for 3 hours and then cooled in the eksikator and weighed. This work was repeated to obtain a fixed weight.

From the assay is performed, ifu mie obtained water content, ie 5.91%. The levels of moisture content requirements, in accordance with SNI 01-2973-1992, where the water content range that is allowed for a maximum ofifu mieis 8%.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ……… i

LEMBAR PENGESAHAN ……….... ii

KATA PENGANTAR ……….... iii

ABSTRAK …..………... v

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR TABEL ………... ix

DAFTAR LAMPIRAN ….……….…... x

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1Latar Belakang ………...………... 1

1.2Tujuan ………...……….……….. 3

1.3Manfaat ………...……….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 4

2.1 Mi ………...………... 4

2.1.1 Sejarah Mi ... 4

2.1.2 Jenis-jenis Mi ... 5

2.1.3 Bahan Baku dalam Pembuatan Mi ………... 7

2.1.4 Cara Pembuatan Mi Kering... 10

2.1.5 Ifu Mie ... 11

2.2 Syarat Mutu Mi ... 11

2.3 Aktivitas air dalam makanan ... 12


(8)

2.4.1 Metode Pengeringan ………...……….. 15

2.4.2 Metode Destilasi ...………..…. 15

2.4.3 Metode Kimiawi ……….…. 16

2.4.4 Metode Gravimetri ………..… 17

BAB III METOE PENGUJIAN ………. 19

3.1 Tempat Pengujian ………...……….. 19

3.2 Penetapan Kadar Air Dalam Ifu Mie dengan Metode Gravimetri ……….…..….. 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 22

4.1 Hasil ……….. 22

4.2 Pembahasan ……….. 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...……… 23

5.1 Kesimpulan ………... 23

5.2 Saran ………..…… 23

DAFTAR PUSTAKA ……….…...…………. 24


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Syarat Mutu Ifu Mie ... 12


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Air pada Ifu Mie ... 25 Lampiran 2. Gambar-gambar Alat ... 28


(11)

PENETAPAN KADAR AIR DALAM IFU MIEDENGAN METODE GRAVIMETRI

Abstrak

Saat ini mi digunakan sebagai salah satu pangan alternatif pengganti nasi. Kehadirannya sangat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahan pangan yang berasal dari hasil-hasil pertanian, peternakan, dan perikanan biasanya diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi sebab apabila dibiarkan begitu saja akan mengalami perubahan secara kimiawi, mekanik, fisiologik maupun mikrobiologik. Kerusakan bahan pangan pada umumnya memerlukan air selama prosesnya. Oleh karena itu, banyaknya air dalam bahan pangan akan menentukan kecepatan terjadinya kerusakan. Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam ifu mie memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

Penetapan kadar air dalamifu mie dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Penetapan kadar air dalam ifu mie dilakukan dengan metode gravimetri, dimana sampel dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam lalu didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Pekerjaan ini diulang hingga diperoleh bobot tetap.

Dari penetapan kadar yang dilakukan, diperoleh kadar air ifu mie,yaitu5,91%. Kadar tersebut memenuhi persyaratan kadar air, sesuai dengan SNI 01-2973-1992, dimana rentang kadar air yang diperbolehkan untuk ifu mie adalah maksimal 8%.


(12)

DETERMINATION OF WATER CONTENT IN IFU MIE BY GRAVIMETRIC METHOD

Abstract

Currently noodle used as one alternative food substitute for rice. Its presence is accepted by the whole society. Food derived from crops, livestock, and fisheries are usually processed before consumption because if left alone will undergo chemical changes, mechanical, physiological and microbiological. Damage to food in general require water during the process. Therefore, the amount of water in the food will determine the speed of the damage. The purpose of writing this thesis is to determine whether the water content contained in the ifu mie meet the requirements set forth in the Indonesian National Standard (SNI).

Determination of water content in the ifu mie conducted at the Center for Food and Drug Administration (BBPOM) in Medan. Determination of water content in the ifu mie done by gravimetric method, where the sample is dried in an oven at 105oC for 3 hours and then cooled in the eksikator and weighed. This work was repeated to obtain a fixed weight.

From the assay is performed, ifu mie obtained water content, ie 5.91%. The levels of moisture content requirements, in accordance with SNI 01-2973-1992, where the water content range that is allowed for a maximum ofifu mieis 8%.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar belakang

Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia karena di dalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di dalam tubuh, perkembangbiakan, dan menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupannya (Supardi dan Sukamto, 1999).

Dalam kehidupan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat yang tinggal di pulau Jawa, nasi merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari. Nasi sebagai makanan pokok telah dikenal sejak abad IX yang terbukti dalam berbagai prasasti, seperti Panggumulan 909 M, Rukam 907 M, dan naskah Jawa kuno (Tantu Panggelaran) (Gardjito dan Erwin, 2010).

Saat ini mi digunakan sebagai salah satu pangan alternatif pengganti nasi. Kehadirannya sangat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, bahkan akhir-akhir ini konsumsi mi semakin meningkat. Hal ini didukung oleh sifatnya yang praktis, mudah dihidangkan, dan rasanya yang enak serta beragam. Mi sangat digemari oleh semua tingkatan umur, dari anak-anak hingga dewasa (Suyanti, 2008).

Bahan pangan yang berasal dari hasil-hasil pertanian, peternakan, dan perikanan biasanya diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, walaupun ada juga yang dikonsumsi seperti bahan mentahnya. Secara umum, jaringan tanaman dan hewan merupakan suatu sistem air dari karbohidrat, protein, dan lemak,


(14)

dengan jumlah air yang terbanyak. Di samping kadar air yang tinggi, bahan pangan ini juga mengandung zat-zat gizi yang mengakibatkan sebagian besar produk tersebut mudah mengalami kerusakan (Purnomo, 1995).

Kerusakan bahan pangan pada umumnya merupakan kerusakan kimiawi, enzimatik, mikrobiologik atau kombinasi antara ketiga macam kerusakan tersebut. Semua jenis kerusakan ini memerlukan air selama prosesnya, oleh karena itu banyaknya air dalam bahan pangan akan ikut menentukan kecepatan terjadinya kerusakan. Pengurangan air dari bahan pangan atau penambahan zat yang dilarutkan dapat dilakukan sampai keadaan di mana pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan. Pada saat itu bahan pangan tersebut akan lebih peka terhadap perubahan-perubahan kimiawi dan fisik. Pemekatan lebih lanjut dibutuhkan untuk mengendalikan reaksi-reaksi enzimatis, dan proses ini akan berdampak terhadap cita rasa maupun kenampakan bahan pangan ini (Purnomo, 1995).

Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan kimiawi, enzimatik, dan mikrobioligik pada suatu produk makanan sehingga produk tersebut tidak layak dikonsumsi. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Air dalam Ifu Mie dengan Metode Gravimetri”.

Analisis penetapan kadar air dengan metode gravimetri dilakukan karena merupakan proses yang sederhana, penyiapan sampelnya mudah, dan tidak membutuhkan biaya yang besar.


(15)

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar air dalam ifumie adalah untuk untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam ifumiememenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar air dalam ifu mie adalah untuk mengetahui apakah produk makanan yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau tidak sehingga produk tersebut layak untuk dikonsumsi.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mi

2.1.1 Sejarah Mi

Mi adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mi (SNI, 1996).

Mi merupakan salah satu jenis masakan yang sangat populer di Asia, khususnya Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mi dibuat pertama kali di daratan Cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa pemerintahan Dinasti Han. Dari Cina, mi berkembang dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan, dan negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Benua Eropa, mi mulai dikenal setelah Marcopolo berkunjung ke Cina dan membawa oleh-oleh mi. Selanjutnya, mi berubah menjadi pasta di Eropa, seperti yang dikenal saat ini (Suyanti, 2008).

Mi telah lama digunakan dalam kuliner Indonesia. Hal ini tampak dalam berbagai resep masakan tradisional yang menggunakan mi sebagai bahan dasarnya, seperti aneka soto, mi juhi Betawi, mi celor Palembang, dan lain-lain. Dewasa ini, penggunaan mi dalam menu makan sehari-hari orang Indonesia sangat mudah ditemui, baik yang menggunakan mi basah, mi kering, maupun mi instan. Hal ini menunjukkan bahwa mi telah menjadi bagian dari kebudayaan


(17)

penggunaannya untuk diolah menjadi aneka resep makanan yang bervariasi (Purnawijayanti, 2009).

Bahan baku mi berasal dari gandum yang telah digiling. Sesungguhnya seni menggiling gandum ini telah berkembang terlebih dahulu di Timur Tengah, seperti Mesir dan Persia. Produknya berupa lembaran tipis yang menyerupai mi. Pembuatan produk tersebut dilakukan secara manual. Pada tahun 700-an, sejarah mencatat terciptanya mesin mi yang digerakkan oleh alat mekanik (Suyanti, 2008).

2.1.2 Jenis-jenis Mi

Di pasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mi, yaitu mi mentah (mi pangsit), mi basah, mi kering, dan mi instan. Mi kering dan mi instan merupakan mi yang kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebih awet dibandingkan dengan mi mentah atau mi basah (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Pengelompokkan lain jenis mi, yaitu mi segar, mi basah, mi kering, dan mi instan. Sebenarnya, prinsip cara pembuatan mi sama hanya sentuhan akhirnya yang berbeda (Suyanti, 2008).

a. Mi segar

Mi segar atau mi mentah adalah mi yang tidak mengalami pengolahan lanjutan, baik itu direbus, dikukus, atau digoreng. Mi segar mengandung air sangat tinggi, yaitu sekitar 35%. Mi segar biasanya dijual dengan taburan tepung terigu agar tidak saling menempel. Mi jenis ini hanya bisa bertahan satu hari


(18)

karena kandungan airnya sangat tinggi. Mi segar biasanya digunakan sebagai bahan baku mi ayam (Sutomo, 2008).

b. Mi basah

Mi basah adalah mi yang dijual dalam keadaan basah. Tekstur mi yang basah disebabkan karena air perebusan. Jadi setelah dibentuk atau dicetak dengan cetakan, mi direbus, didinginkan, dikemas, dan dipasarkan. Contoh dari mi basah adalah mi kuning atau mi bakso. Kandungan air mi basah sekitar 52% sehingga cepat rusak dan hanya bertahan 40 jam (Sutomo, 2008).

c. Mi kering

Mi kering adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu, dengan penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mi (SNI, 1996).

Mi dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran atau penggunaan alat pengering. Daya simpan mi jenis ini lebih lama (Suyanti, 2008).

Sesuai namanya, mi kering dijual dalam keadaan kering. Kadar airnya rendah sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu lama, ± 6 bulan dalam pengemas yang kedap dan rapat. Mi kering dalam pembuatannya dapat pula ditambahkan telur sehingga menghasilkan mi telur kering. Sebelum digunakan, mi kering harus direbus dengan air panas yang dicampur sedikit minyak agar mi tidak melekat satu sama lain. Setelah mi mengembang dan lunak kemudian diangkat


(19)

d. Mi instan

Jenis mi ini praktis karena cukup menyeduh dengan air panas, mi siap dihidangkan. Pengeringan mi instan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penggorengan dan pengeringan dengan udara panas (Suyanti, 2008).

Mi instan, merupakan jenis mi yang populer di antara jenis mi lainnya. Selain praktis, mi instan juga tahan disimpan lama karena kandungan airnya hanya 5-8%. Proses pembuatannya, setelah mi dibentuk, mi instan biasanya dikeringkan dengan cara digoreng atau dipanaskan. Jadi mi sebenarnya sudah matang, maka hanya dengan merebus air (sekitar 4 menit) sampai mendidih, mi instan sudah matang dan bisa dimakan (Sutomo, 2008).

2.1.3 Bahan Baku dalam Pembuatan Mi

1. Tepung Terigu

Merupakan bahan utama pembuatan mi dan pasta. Jenis terigu yang paling sering digunakan adalah terigu protein tinggi. Tepung terigu jenis ini memiliki karakter khas, yakni teksturnya kenyal. Semakin tinggi kadar protein, mi yang dihasilkan semakin kenyal. Oleh karena kandungan karbohidratnya tinggi, tepung terigu dapat dijadikan bahan utama pembuat makanan (Yuyun, 2005).

Berdasarkan kandungan protein (gluten), terdapat 3 jenis terigu yang ada di pasaran, yaitu sebagai berikut.

a. Terigu hard flour. Terigu jenis ini mempunyai kadar protein 12-13%. Jenis tepung ini digunakan untuk pembuatan mi dan roti. Contohnya adalah terigu cap cakra kembar.


(20)

b. Terigu medium hard flour. Jenis tepung ini mengandung protein 9,5-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk campuran pembuatan mi, roti, dan kue. Contohnya adalah terigu cap segitiga biru.

c. Terigu soft flour. Jenis terigu ini mengandung protein 7-8,5%. Jenis tepung ini hanya cocok untuk membuat kue. Contohnya adalah terigu cap kunci (Suyanti, 2008).

2. Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah pati ubi kayu yang dikeringkan. Dalam pembuatan mi, tepung tapioka biasa digunakan sebagai pencampur untuk menambah bobot/volume mi yang dihasilkan dan mengurangi penggunaan terigu. Penggunaan tapioka sebaiknya tidak terlalu banyak karena akan menurunkan kualitas dan mengurangi kekenyalan mi. Semakin banyak tapioka yang ditambahkan, harga mi juga semakin rendah (Purnawijayanti, 2009).

3. Air

Air yang digunakan untuk membuat mi adalah air dengan pH 6-9. Dalam adonan mi, air berfungsi sebagai media pelarut. Dengan adanya air maka gluten dalam tepung terigu akan terbentuk sehingga sifat khas mi (kenyal) dapat terbentuk. Penggunaan air sebaiknya antara 28-38% dari total berat tepung. Jika melebihi, adonan biasanya akan lengket. Sebaliknya jika air kurang, adonan akan susah digiling (Sutomo, 2008).


(21)

menjadikan mi lebih liat sehingga tidak mudah putus. Putih telur dapat mengurangi kekeruhan air saat merebus mi, sedangkan kuning telur mengandung lechitin yang berfungi sebagai emulsifier sehingga adonan lebih kompak/menyatu (Sutomo, 2008).

5. Garam Dapur

Meskipun penggunaannya sedikit, fungsi garam di dalam adonan mi sangat penting. Selain meningkatkan rasa gurih dan lezat, dengan adanya garam adonan mi menjadi lebih elastis. Garam dapur yang rumus kimianya NaCl juga menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga adonan mi tidak menjadi lengket dan mengembang berlebihan. Penambahan garam dapur sebanyak 10 gr setiap 1 kg tepung (Sutomo, 2008).

6. Minyak

Minyak goreng atau minyak dari kacang-kacangan perlu ditambahkan ke dalam adonan mi. Fungsi minyak adalah menghaluskan tekstur mi dan menjadikan mi tidak lengket dan saling menempel setelah dibentuk (Sutomo, 2008).

7. Soda Abu

Soda abu adalah campuran dari kalium karbonat dan natrium karbonat dengan perbandingan 1:1. Fungsi soda abu dalam pembuatan mi adalah

menjadikan mi lebih kenyal, lebih elastis, teksturnya lebih halus, dan mempercepat pengikatan gluten. Batas penggunaannya sekitar 0,6 gr setiap 1 kg tepung terigu (Sutomo, 2008).


(22)

8. Natrium Benzoat

Agar mi lebih awet dan tahan lama diperlukan bahan pengawet makanan. Bahan pengawet yang biasa digunakan adaah natrium benzoat. Ambang batas penggunaanya adalah 0,05-0,01 gr per berat bahan. Bahan pengawet ini bisa diperoleh di toko yang menjual bahan kimia (Sutomo, 2008).

9. CMC (Karboksil Metil Selulosa)

Bisa digunakan untuk menghasilkan mi yang elastis dan tidak mudah hancur saat dimasak. CMC berfungsi sebagai stabilizer yang mengendalikan berpindahnya air dalam adonan mi pada saat dimasak, sehingga adonan mi menjadi “kompak”. CMC juga berfungsi untuk mencegah terjadinya sinerisis (pecahnya gel akibat perubahan suhu). Agar aman, gunakan CMC yang termasuk ke dalam kriteria food grade (Yuyun, 2005).

10. Pewarna

Agar warna mi lebih menarik konsumen, mi biasanya ditambah dengan bahan pewarna makanan. Pewarna yang lazim digunakan untuk mi adalah pewarna kuning, misalnya tartrazine yellow (Sutomo, 2008).

2.1.4 Cara Pembuatan Mi Kering

Secara umum, proses pembuatan mi terdiri dari tahap pencampuran bahan, pembuatan adonan, pencetakan, dan pengukusan. Proses pencetakanatau ekstrusi dilakukan dengan memipihkan adonan dengan alat roll press dandicetak menjadi alur-alur sampai diameter 1-2 mm sehingga dihasilkan mimentah (digunakan


(23)

(digunakan untuk mi baso) dan dilanjutkan denganpengeringan (penjemuran matahari 60oC selama 7 jam) menjadi mi kering.Setelah proses ekstrusi, bila digoreng pada suhu 140-150oC sampai kadar air 3-5% dan dikeringanginkan akan menjadi mi instan (Sunaryo, 1985).Walaupun pada prinsipnya mi dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasarandikenal beberapa jenis mi, seperti mi segar/mentah, mi basah, mi kering, danmi instan (Astawan, 1999).

Proses pembuatan mi non-terigu seperti mi bihun, soun, dan jagungberbeda dengan proses pembuatan mi terigu. Pada proses pembuatan mi nonterigu,adonan mengalami pengukusan terlebih dahulu sebelum pembentukanlembaran adonan (pencetakan). Pengukusan ini dilakukan untukmenggelatinisasi pati di dalam adonan sehingga adonan menjadi kompak dan mudah dicetak (Wibowo, 2008).

2.1.5 Ifu Mie

Ifu mie adalah masakan mi asal Cina yang sangat populer yang dibuat dengan bahan dasar mi, tumisan sayur, cumi, telur, dan udang (Sutomo, 2008).

Ifu mie digolongkan ke dalam mi kering. Pada umumnya, mi digoreng dengan menggunakan sedikit minyak, mi digoreng hingga kering menyerupai kerupuk lalu disiram dengan sayuran seperti kol, sawi putih, kembang kol, wortel, daun bawang, lalu ditambahkan potongan ayam, udang, dan cumi (Lubis, 2008).

2.2 Syarat Mutu Mi

Syarat mutu untuk ifu mie yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia pada tahun 1996 dapat dilihat pada Tabel 1.


(24)

Tabel 1.Syarat Mutu Ifu Mie

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II

1. 1.1 1.2 1.3 Keadaan : Bau Warna Rasa - - - normal normal normal normal normal normal

2. Air % b/b maks. 8 maks. 10

3. Protein (N x 6,25) % b/b min. 11 min. 8

4. 4.1 4.2

Bahan tambahan makanan : Boraks

Pewarna Tambahan

Tidak boleh ada sesuai dengan SNI 01-0222-1995 5. 5.1 5.2 5.3 5.4

Cemaran Logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maks. 1,0 maks. 10,0 maks. 40,0 maks. 0,05

maks. 1,0 maks. 10,0 maks. 40,0 maks. 0,05

6. Arsen (As) mg/kg maks. 0,5 maks. 0,5

7. 7.1 7.2 7.3

Cemaran mikroba : Angka lempeng total

E. Coli Kapang koloni/g APM/g koloni/g maks. 1,0 x 106 maks. 10

maks. 1,0 x 104

maks. 1,0 x 106 maks. 10

maks. 1,0 x 104

Keterangan: APM adalah angka paling mungkin

2.3 Aktivitas Air dalam Makanan

Aktivitas air digunakan sebagai petunjuk adanya sejumlah air dalam bahan pangan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas air ini juga terkait erat dengan adanya air dalam bahan pangan (Purnomo, 1995).

Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan. Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses


(25)

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedang bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut (Purnomo, 1995).

Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Sedangkan air yang dalam bentuk lainnya tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut di atas (Sudarmadji, dkk., 1989).

Pengaruh kadar air dan aktivitas air sangat penting dalam menentukan daya awet dari bahan pangan. Hal itu karena keduanya mempengaruhi sifat-sifat fisik (misalnya pengerasan, pengeringan) dan sifat fisiko kimia, perubahan-perubahan kimia (misalnya pencoklatan), kebusukan oleh mikroorganisme, dan perubahan enzimatis, terutama pada bahan-bahan pangan yang tidak diolah. Bahan pangan kering beku harus dilindungi dari penyerapan uap air dan oksigen dengan cara menggunakan bahan-bahan pengemas yang mempunyai daya tembus yang rendah terhadap gas-gas tersebut (Supardi dan Sukamto, 1998).

Kadar air bahan makanan berperan dalam pertumbuhan mikroorganisme, sehingga sangat menentukan kualitas dan masa penyimpanan. Misal kadar air yang paling baik untuk beras maksimal 14.0%. Pada kadar ini mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang sehingga kualitas beras akan tetap baik (Supardi dan Sukamto, 1998).


(26)

Bila mikroba ini populasinya meningkat, dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain: (Supardi dan Sukamto, 1998).

1. Dapat menentukan taraf mutu bahan makanan. 2. Mengakibatkan kerusakan pangan.

3. Merupakan sarana penularan beberapa penyakit perut menular. 4. Keracunan makanan, yang tidak jarang menimbulkan kematian

Kadar air juga sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan, air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengurangan air di samping bertujuan mengawetkan, juga untuk mengurangi besar dan berat bahan pangan sehingga memudahkan dan menghemat pengepakan (Winarno, dkk., 1980).

Dengan membuat kadar air suatu bahan di bawah nilai minimal yang dibutuhkan untuk mikroba untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya, sehingga mikroba tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk tumbuh, walaupun tumbuh, tidak berkembang sebagaimana mestinya (Supardi dan Sukamto, 1998).

2.4 Penetapan Kadar Air

Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain, metoda pengeringan (thermogravimetri), metoda destilasi (thermovolumetri), metoda khemis, dan metoda fisis (Sudarmadji, dkk., 1989).


(27)

2.4.1 Metoda Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno, dkk., 1980).

Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya. Untuk bahan-bahan yang mempunyai kadar gula tinggi, pemanasan dengan suhu ± 100oC dapat mengakibatkan terjadinya pergerakan pada permukaan bahan (Sudarmadji, dkk., 1989).

Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerap air/uap air ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silika gel, aluminium oksida, kalium khlorida, kalium hidroksida, kalsium sulfat atau barium oksida (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.4.2 Metoda Destilasi

Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan “pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada


(28)

air dan tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan xylol (Sudarmadji, dkk., 1989).

Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75-100 ml pada sampel yang diperkirakan mengandung air sebanyak 2-5 ml, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung penampung. Karena berat jenis air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka air akan berada di bagian bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya air dapat diketahui langsung. Alat yang dipakai sebagai penampung ini antara lain tabung Stark-Dean dan Sterling-Bidwell atau modifikasinya (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.4.3 Metoda Kimiawi

Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara lain:

a. Cara titrasi Karl Fischer (1935)

Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk melarutkan yodin dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan metanol akan mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas


(29)

dihentikan. Yodin bebas ini akan memberikan warna kuning coklat. Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilin biru dan akhir titrasi akan membedakan warna hijau (Sudarmadji, dkk., 1989).

b. Cara Kalsium Karbid

Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Penentuan kadar air dengan cara kalsium karbid telah berhasil untuk menentukan kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji vanili, mentega dan air buah (Sudarmadji, dkk., 1989).

c. Cara asetil khlorida

Penentuan kadar air dengan cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan air menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Cara ini telah berhasil dengan baik untuk penentuan kadar air dalam bahan minyak, mentega, margarin, rempah-rempah dan bahan-bahan yang berkadar air sangat rendah (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.4.4 Metode Gravimetri

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)-nya. Pekerjaan analisis secara gravimetri dapat dibagi dalam beberapa langkah sebagai berikut, yaitu pengendapan, penyaringan, pencucian endapan, pengeringan, pemanasan atau pemijaran, dan penimbangan endapan hingga konstan (Gandjar dan Rohman, 2007).


(30)

Meskipun gravimetri merupakan cara pemeriksaan kimia terhitung yang paling tua dan paling jelas urutan kerjanya, namun pemakaiannya terbatas karena pengerjaannya memakan waktu lama. Gravimetri dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan kation anorganik serta zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida dan iodium. Selain itu, berbagai jenis senyawa organik dapat pula ditentukan dengan mudah secara gravimetri. Contoh-contohnya antara lain: penentuan kadar laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan obat, fenolftalein dalam obat pencahar, nikotina dalam pestisida, kolesterol dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam buah-buahan tertentu. Jadi, sebenarnya cara gravimetri merupakan salah satu cara yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan kimia (Rivai, 1995).


(31)

BAB III

METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadarair dalam ifu mie dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Penetapan Kadar Air dalam Ifu Mie dengan Metode Gravimetri 3.2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah cawan, spatula, timbangan analitik (Analitic Balance Digital Precisa XB 220 A), oven (Drying Oven Memmert UM-500) dan eksikator. Bahan yang digunakan adalah ifu mie (BBPOM).

3.2.2 Prosedur

Prosedur yang digunakan adalah prosedur yang diterapkan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

Sebanyak 1 gram cuplikan ditimbang seksama pada sebuah cawan yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam lalu didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Pekerjaan ini diulang hingga diperoleh bobot tetap. Kadar air dalam cuplikan dapat dihitung dengan rumus:

Kadar air = (W1−W2 )

W1 x 100%

dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram) W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram)


(32)

Lalu kadar air yang diperoleh dibandingkan dengan kadar air yang diperbolehkan oleh SNI yaitu 8%.


(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Pada pengukuran penetapan kadar air dalam ifu mie dengan metode gravimetri, diketahui bahwa ifu mie yang diuji mengandung air dengan kadar 5,91%. Contoh perhitungan hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil ini, diketahui bahwa kadar air dalam ifu mie ini masih memenuhi syarat karena lebih rendah dari yang ditetapkan oleh SNI. Hasil ini juga dapat memastikan bahwa ifu mie tahan terhadap penyimpanan dan kerusakan. Ifu mie yang diuji memenuhi persyaratan kadar air karena menurut SNI 01-2891-1992 rentang kadar air yang diperbolehkan untuk ifu mie adalah maksimal 8% (SNI, 1992).

Kadar air bahan makanan berperan dalam pertumbuhan mikroorganisme. Semakin tinggi kadar air dalam makanan, maka akan semakin cepat terjadi kerusakan pada makanan tersebut. Oleh karena itu, kadar air dalam makanan yang tidak memenuhi persyaratan akan menjadi media untuk pertumbuhan mikroba serta akan memperpendek daya simpan dari makanan tersebut (Purnomo, 1995).


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Penetapan kadar air ifu mie yang diuji dengan metode gravimetri memenuhi syarat menurut SNI.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penetapan kadar air pada ifumie dengan metode lain, misalnya metode destilasi, metode kimiawi, atau metode fisis. Hal ini disarankan untuk mengetahuiperbandingan hasil yang didapat agar data lebih akurat sehingga dapat memutuskan layak atau tidaknya suatu produk dikonsumsi bagi masyarakat.


(35)

Winarno, F. G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 4, 45.

Widyaningsih, T.D., dan Murtini, E.S. (2006). Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana. Hal. 24.

Yuyun, A. (2005). Panduan Membuat & Menjual Aneka Mi. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hal. 5-7.

Yuyun, A. (2005). Panduan Membuat & Menjual Aneka Mi. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hal. 5-7.


(36)

Lampiran

Penetapan Kadar Air dalam Ifu Mie dengan Metode Pengeringan

Nama contoh : Ifu Mie Cap Dua Merak No. Kode contoh : 48/S/MM/13

Wadah/kemasan : Bungkus Plastik/ 500 gram Pabrik : Sinar Jaya – Deli Serdang

Komposisi : Tepung roti, telur, garam, minyak goreng, dll Waktu daluarsa : 12 Agustus 2013

No. Reg. : DINKES PIRT 206121226198

Bentuk : Padat

Rasa : Gurih

Warna : Kuning

Bau : Normal


(37)

Bobot cuplikan : 1,0017 gram

Data penimbangan setelah dikeringkan:

Bobot wadah + cuplikan : 28,1265 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,9433 gram

Rumus Perhitungan:W1−W2

W1 x 100%

dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram) W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram)

Kadar air = 1,0017−0,9429

1,001 x 100%

= 5,87%

Penimbangan II

Data penimbangan sebelum dikeringkan: Bobot wadah kosong : 27,9568 gram Bobot wadah + cuplikan : 28,9598 gram Bobot cuplikan : 1,0030 gram Data penimbangan setelah dikeringkan:

Bobot wadah + cuplikan : 28,9001 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,9433 gram

Rumus Perhitungan

:

W1−W2


(38)

dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram) W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram)

Kadar air = 1,0030−0,9433

1,0030 x 100%

= 5,95%

Kadar air rata-rata = KadarI+KadarII 2

=5,87% +5,95%

2


(39)

Gambar 1. Ifu mie Gambar 2. Desikator

Gambar 3. Cawan Gambar 4. Timbangan analitik


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Penetapan kadar air ifu mie yang diuji dengan metode gravimetri memenuhi syarat menurut SNI.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penetapan kadar air pada ifumie dengan metode lain, misalnya metode destilasi, metode kimiawi, atau metode fisis. Hal ini disarankan untuk mengetahuiperbandingan hasil yang didapat agar data lebih akurat sehingga dapat memutuskan layak atau tidaknya suatu produk dikonsumsi bagi masyarakat.


(2)

Winarno, F. G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 4, 45.

Widyaningsih, T.D., dan Murtini, E.S. (2006). Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana. Hal. 24.

Yuyun, A. (2005). Panduan Membuat & Menjual Aneka Mi. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hal. 5-7.

Yuyun, A. (2005). Panduan Membuat & Menjual Aneka Mi. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hal. 5-7.


(3)

Lampiran

Penetapan Kadar Air dalam Ifu Mie dengan Metode Pengeringan Nama contoh : Ifu Mie Cap Dua Merak

No. Kode contoh : 48/S/MM/13

Wadah/kemasan : Bungkus Plastik/ 500 gram Pabrik : Sinar Jaya – Deli Serdang

Komposisi : Tepung roti, telur, garam, minyak goreng, dll Waktu daluarsa : 12 Agustus 2013

No. Reg. : DINKES PIRT 206121226198

Bentuk : Padat

Rasa : Gurih

Warna : Kuning

Bau : Normal

Penimbangan I

Data penimbangan sebelum dikeringkan: Bobot wadah kosong : 27,1836 gram


(4)

Bobot cuplikan : 1,0017 gram

Data penimbangan setelah dikeringkan:

Bobot wadah + cuplikan : 28,1265 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,9433 gram

Rumus Perhitungan:W1−W2

W1 x 100%

dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram) W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram) Kadar air = 1,0017−0,9429

1,001 x 100%

= 5,87%

Penimbangan II

Data penimbangan sebelum dikeringkan: Bobot wadah kosong : 27,9568 gram Bobot wadah + cuplikan : 28,9598 gram Bobot cuplikan : 1,0030 gram Data penimbangan setelah dikeringkan:

Bobot wadah + cuplikan : 28,9001 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,9433 gram Rumus Perhitungan

:

W1−W2


(5)

dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram) W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram) Kadar air = 1,0030−0,9433

1,0030 x 100%

= 5,95%

Kadar air rata-rata = KadarI+KadarII

2

=5,87% +5,95% 2


(6)

Gambar 1. Ifu mie Gambar 2. Desikator

Gambar 3. Cawan Gambar 4. Timbangan analitik