Krisis Finansial Eropa 2011 Penyebab dan

Krisis Finansial Eropa 2011 : Penyebab dan Dampaknya
kepada Euro Zone dan Indonesia
Oleh : Adhi Cahya Fahadayna

Abstract
The financial crisis is a chain of a phenomenon that has many implications. If
financial crisis strikes a particular region, certainly, this will affect other
regional areas. European financial crisis in 2011 was a phenomenon that would
provide an enormous influence on the economic condition in Indonesia. In the
extent of the crisis, Indonesian economic development could not be separated
from the European economic crisis because Indonesian domestic financial
instability could become a crucial aspect that would affect the impact of the
European economic itself, even geographically Indonesia and Europe is not
located in the same region. If Indonesia continues to expect with the existence of
blessing in disguise, it possible that the condition might turn worse than a crisis
that happened in 1997. The are a significant possibility of a crisis that would
affect Indonesian economic stability. This paper will talk about the possibility of
European crisis influence toward Indonesian economy and how Indonesian
economy anomaly show the sign of the influence of crisis itself.

Keywords : Crisis, Economy, Indonesia, Europe, Blessing in Disguise,

Instablity





Fahadayna, 2011| 1




Krisis merupakan sebuah kondisi yang akan terus terjadi seiring dengan perkembangan
dan juga kemajuan segal aspek kehidupan. Seperti yang kita telah ketahui, negara maju
maupun negara berkembang tidak pernah lepas dari krisis. Slah satu krisis yang memilik
dampak sanat besar dalam kehidupan sebuah negara adalah krisis finansial. Pada tahun 1997
Asia dihantam krisis multi dimensi yang menganggu stabilitas ekonomi negara-negara di
Asia. Sejumlah mata uang negara Asia mulai dari Thailand (baht), Malaysia (ringgit),
Singapura (dolar Singapura), Indonesia (rupiah), Korea Selatan (won) mengalami inflasi yang
sangat hebat (Deliarnov, 2006:178). Kondisi buruk akibat krisis ini mempengaruhi stabilitas
ekonomi, politik, dan kemanan. Di Indonesia misalnya, terjadi arus demonstrasi yang

melumpuhkan aktivitas vital Ibu Kota Negara, Jakarta. Demostrasi yang menuntut
pengunduran diri Presiden Soeharto ini menyebabkan banyak sekali penjarahan dan
perampokan akibat tindakan anarkis demonstran. Selain itu, inflasi yag semakin parah
memancing IMF dan Bank Dunia untuk ikut intervensi dalam memperbaiki kondisi ekonomi
ini. Belum lagi kondisi terakhir yang ada di Eropa, Tahun 2011 ini Eropa diterjang sebiah
krisis finansial yang dimulai dari Yunani. Dampak yang ditimbulkan dari krisis itu sangatlah
besar, mengingat Eropa merupakan salah satu negara yang memiliki Stabilitas di bidang
finansial.
Pemicu Krisis Eropa
Krisis yang dipicu oleh bebasnya arus modal adalah merupakan dilema bagi aktor-aktor
dalam ekonomi global dalam menyelesaikan perosalan krisis. Sangat sulit untuk memberikan
tinjauan teori yang relevan untuk melanjutkan sistem arus modal yang sangat bebas
(Bhagwati, 2004:200). Tidak terkecuali Uni Eropa sebagai negara yang sangat aktif dalam
memajukan bidang finansial. Finansial di Eropa merupakan gambaran dari kemajuan
ekonomi regional yang sangat ideal. Banyak negara di luar Eropa berusaha untuk memajukan
sektor ekonominya seperti negara Eropa. Namun apa yang terjadi di Eropa pada 2011 adalah
hal yang sangat wajar terjadi. Negara-negara lapisan pertama dalam kawasan Euro (Euro
Zone) yakni Portugal, Irlandia, dan Yunani mengalami defisit dalam anggaran
pemerintahannya yang dibarengi juga dengan peningkatan rasio hutang per PDB (Produk
Domestik Bruto) berakibat pada penurunan kemampuan pembiayaan defisit (BPPN, 2011 :

ii). Defisit ini secara otomatis akan mengarahkan pada perlambatan bahkan penurunan
oerekonomian pada negara-negara di kawasan Eropa, terlebih lagi kondisi ini diperparah
dengan stagnasi pada kebijakan moneter kawasan Euro, terbatasnya ruang gerak fiskal, serta
Fahadayna, 2011| 2


minimnya upaya yang dilakukan oleh Dewan Ekonomi Eropa untuk melaksanakan upayaupaya restorasi ekonomi regional.
Penggunaan, hutang yang tidak efisien dan tidak memiliki arah yang jelas akan semakin
memperberat beban anggaran pemerintah negara-negara di kawasan Euro (BPPN, 2011 : 1).
Tekanan fiskal yang demikian ini akan mengakibatkan pelemahan pada ketahanan ekonomi
regional dan berkurangnya kesempatan kerja pada warga di kawasan eropa. Bhagwati
menulis bahwa, dinamika ekonomi akan terus mengalami sirkulasi, kejayaan dan keruntuhan
(Bhagwati, 2004:200). Menurut Bhagwati jika pembangunan ekonomi dibasiskan pada arus
modal yang bebas akan terjadi sebuah fenomena diminshing return, yang akan
mengakibatkan dampak terakomodasinya sumber tenaga kerja namun secara bertahap akan
ada pengurangan proses produksi akibat sedikitnya output yang dihasilkan. Setelah terjadinya
krisis, tentu ada perubahan dari metode-metode investasi dan produksi sebagai akibat krisis
finansial. Metode investasi yang dibasiskan pada kondisi ekonomi rakyat sehingga
pembangunan industri dan bisnis harus memperhatikan kondisi rakyat.
Peningkatan Hutang Luar Nehri dan Defisit Anggaran Pemerintah Negara Euro Zone


Sumber : BPPN, 2011
Dari tabel diatas dapat kita ketahui peningakatan yang sangat signifikan dalam defisit
anggaran negara-negara Eropa utamanya negara-engara kawasan Euro. Defisit fiskal negara
eropa bahkan telah melebihi angka 30 persen per PDB. Peningkatan defisit fiskal yang terjadi
pada Irlandia pada tahun 2010 bahkan mencapai 32,4 persenper PDB, angka ini sangat jauh
selisihnya dengan defisit anggaran pada tahun 2009. Defisit-defisit inilah yang menunjukkan
potensi akan terjadinya krisis finansial, ditengah kemajuan industri dan sektor finansial
Eropa. Hal ini juga erat kaitanya dengan krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat tahun
2008 yang memberikan tekanan kuat pada perbankan di Uni Eropa. Dari tabel ini, IMF

Fahadayna, 2011| 3


sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab atas krisis finansial yang terjadi di seluruh
penjuru

dunia

bahkan


memangkas

proyeksi

pertumbuhan

ekonomi

global

dan

memperkirakan munculnya dampak yang parah jika Eropa gagal mengatasi krisis utangnya
atau rencana kebijakan fiskal Amerika Serikat menemui jalan buntu (Latif, 2011).
Defisit ini celakanya juga juga dibarengi dengan peningaktan signifikan atas hutang
negara-negara Eropa yang diakibatkan oleh upaya penutupan defisit fiskal yang tinggi.
Penggunaan hutang yang tidak memiliki tujuan yang jelas dan tidak efisien akan secara
otomais membebani anggaran pemerintah negara kawasan Eropa (BPPN, 2011). Pada tabel
dibawah ini kita bisa melihat negara lapisan pertama kawasan Euro (Irlandia, Yunani, dan

Portugal) memiliki hutang per PDB yang meningkat secara signifikan dibanding tahun 2009,
angka di tabel menunjukkan penungatan masing-masing sebesar 96,2 persen, 144, 9 persen,
dan 93,0 persen. Sedangkan hutang negara lapisan kedua pada kawasan Euro yakni Spanyol
dan Italia masing-masing 60,1 persen, dan 119,0 persen lebih tinggi dari pada hutang kedua
negara ditahun 2009 yakni berkisar pada angka 53,3 persen dan 116,1 persen. Fenomena ini
pun tidak luput dari negara peopang ekonomi Eropa yakni Jerman dan Perancis yang
memiliki hutang sangat besar yaitu 83,2 persen dan 81,7 persen pada tahun 2010.

Sumber : BPPN, 2011
Kavaljit Singh dalam artikelnya Does Financial Globalization Stimulate Investment
and Growth? (2005) Telah memberikan opini yang jelas bahwa tidak bisa dipungkiri bantuan
asing melalui organisasi ekonomi internasional telah menimbulkan akibat buruk bagi
keberlangsungan ekonomi. Hal ni disebabkan bahwa bantuan yang diberikan dengan maksud
untuk memberikan stimulus malah digunakan untuk kepentingan lain oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab. Tentunya hal ini membuat tidak terealisasinya tujuan utama dari
bantuan-bantuan yang diberikan. Finansial Global pada akhirnya hanya kaan memberikan
keuntungan bagi penguasa dan pengusaha yang telah memiliki aset, dan akan semakin
Fahadayna, 2011| 4



menyengsarakan kehidupan manyarakat kelas menengah kebawah. Liberalisasi ekonomi
yang disinggung Singh adalah sebuah bentuk dari upaya negara raksasa industri memperoleh
bahan baku dan buruh yang murah sehingga mampu meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Model investasi yang mentolerir bebasnya arus modal tentu merupakan pentuk ‘kepercayaan
diri’ terhadap kekuatan ekonomi liberal yang menyebabkan adanya kecacatan informasi
(Bhagwati, 2004:202). Bebasnya arus investasi tentu akan memancing terjadinya kurangnya
pantauan terhadap masuknya arus modal. Dan pada akhirnya banyaknya uang yang masuk ke
nagara tersebut tentu akan menyebabkan inflasi cepat atau lambat. Globalisasi yang
mendukung hilangnya batasan-batansan formal terhadap perbedaan territorial dan regulasi
suatu negara dengan negara lain tentu akan mempermudah proses finansial global yang
sangat liberal (Maulana, 2010:28-29).
Dampak Krisis Eropa terhadap Indonesia : Blessing in Disguise
Mengingat perekonomian Indonesia yang akan semakin terbuka dan dibuka, kondisi
finansial Indonesia akan sanagt rentan dengan terjadinya shock eksternal yang akan memilik
implikasi signifikan dalam konsisi ekonomi dan sosial di Indonesia. Jadi sangat tidak relevan
jika dikatakan bahwa perekonomian Indonesia tidak terkena dampak dari krisisi finansial
Eropa. Krisis keuangan Eropa dan juga Amerika Serikat yang secara otomatis berimplikasi
pada kondisi perekonomian global akan mengarahkan pada gejolak kondisi perekonomian
domestik melalui fluktuasi harga yang pada akhirnya kan mengakibatkan shock pada
perekonomian domsestik (BPPN, 2011).

Pengaruh krisis Eropa ini akan berjalan melalui beberap prediksi transmisi yakni,
pertama, transmisi moneter dan keuangan melalui gejolak suku bunga, nilai tuar ,ata uang
(valuta asing), kredit, dan yield surat utang pemerintah. Kedua, transmisi fiskal yang
diimplikasikan dari peningkatan signifikan pada utang luar negeri. Ketiga, transmisi
perdagangan yang diimplikasi dari gejolak pada angka ekspor dan impor. Kelima transmisi
pada sektor FDI dan potofolio dan yang terakhir adalah transmisi komoditas yang berupa
gejolak harga komoditas. Tentunya aspek-aspek itu merupakan hal-hal yang sangat sifnifikan
dalam perekonomian domestik. Jika salah satu aspek diatas terpengaruh dengan kondisi di
Eropa, tidak akan munkin akan terus terjadi stabilitas ekonomi di Indonesia. Pemerintah
Indonesia harus secara ekstra, mempegatikan perubahan yang terjadi di dalam aspek-aspek
tersebut diatas.

Fahadayna, 2011| 5


Sumber : BPPN, 2011
Bisa dikatakan, krisis Eropa ini merupakan permulaan dari krisis ekonomi global yang
akan sangat mempenagruhi kondisi ekonomi Indonesia. Bukan malah ada kondisi Blessing in
Disguise yang akan diperoleh oleh Indonesia, justru pemerintah Indonesia harus waspada
akan kondisi ini. Secara faktual dampak krisis Eropa pada Indonesia akan sangat terasa pada

sektro riil, dimana voleme dan nilai ekspor akan sangat menurun, investasi akan mengalami
stagnasi, dan juga yang terpenting adalah pelemahan pendapatan masyarakat (BPPN, 2011).
Krisis ini akan memicu inflasi pada mata uang rupiah karena arah dan magnitude sangat
bergatung pada beberapa hal seperti perubahan komoditas, perubahan nilai tukar dan
imported inflation. Kemukinan selanjutnya adalah perlambatan perekonomian yang
diakibatkan inflasi akan sangat berimplikasi pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Kondisi
yang semacam ini akan membawa pengaruh sangat signifikan pada sektor fiskal yakni
meningkatnya pembiayaan pemerintah dalam menjaga gerak roda perekonomian nasional
maupun untuk terus memberikan dukungan pada upaya-upaya dalam menyukseskan kebijakn
ekonomi pemerintah dan juga menurunkan kemiskinan serta pengangguran (BPPN, 2011).
Walapun data di lapangan menujukkan tidak adanya signiikasi dari krisis Eropa kepada
Indonesia dengan ditunjukkan oleh indikator-indikator berupaInflasi yang masih terkendali,
cadangan devis yang amsih mencukupi, kondisi perbnkan yang sangat sehat, kondisi fiskal
Fahadayna, 2011| 6


yang stabil, dan ekonomi domestik yang masih menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Halhal itu tidak memebrikan jaminan, perekonomian Indonesia masih sensitif terhadao sentimen
negatif pasar yang akan berimplikasi pada gejolak id sektor valas yakni nilai tukar rupauah,
IHSG yang melemah, hal ini sangat mungkin terjadi karena modal-modal dari investasi asing
akan mengarah keada set-aset yang dinadang lebih aman untuk di tanami modal.

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari kondisi Eropa pada 2011 ini dan dampaknya
kepada perekonomian Indonesia adalah, Indonesia tidak semstinya mengahrapkan kondisi
Blessing in disguise, karen apada dasarnya, krisis Eropa adalah awal dari krisi global, seperti
yang terjadi pada 1997. Jika Uni Eropa mampu menghadapi tantangan globalisasi dengan
’dewasa’ seperti yang telah dilakukan oleh negara Asia semacam India, China, Jepang, Korea
Selatan serta Amerika Serikat, krisis finansial Eropa akan dengan mudah dihindari. Sebagai
kawasan Regional penopang ekonomi global ada lima pilar yang harus diperbaiki dalam
menghadapi tantangan perekonomian global dan juga ancaman krisis multidimensi. Yang
pertama adalah pilar ekonomi, kehidupan ekonomi yang tahan akan segala ancaman krisis
harus diciptakan dengan mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi serta suplus anggaran
pemerintah, agar negara tidak dengan terpaksa mengambil kebijakan yang dapat
mengorbankan industri dan lapangan pekerjaan masyarakatnya. Yang kedua adalah pilar
keamanan, investasi akan datang jika negara tersebut diniali aman, seperti di negara-negara
Eropa. Pilar Politik, stabilitas politik adalah salah satu yang harus menjadi pusat perhatian.
Kita bisa melihat negara semacam Korea Utara, Kuba, Venezuela, dan negara Eropa Timur
yang sering terjadi instabilitas politik akan membuat mystification menghadapi pertumbuhan
ekonomi dan finanasial. Lalu pilar geografis, sumber daya yang memungkinkan akan
membuat banyak sekali perusahaan yang datang ke negara tersebut. Disamping memudahkan
produksi juga mempermurah produksi bagi industri besar. Lalu yang terakhir adalah pilar

SDM, sumber daya manusia yang mumpuni akan membuat suatu negara tidak mudah
‘dibodohi’ oleh negara kapitalis yang banyak memiliki modal. Sebagai negara berkembang,
potensi SDM sangatlah vital. Jika mampu memaksimalkan SDM sudah tentu negara tersebut
tidak akan mengalami eksploitasi manusia, seperti yang terjadi akhir-akhir ini.

Fahadayna, 2011| 7


Referensi :
Buku :
Bhagwati, Jagdish. 2004. “The Perlis of Gung-ho Internasional Financial Capitalism”,
dalam In Defense of Globalization. Oxford: Oxfors University Press, pp. 199-207.
Deliarnov. 2006. “Ekonomi Politik”. Jakarta : Erlangga
Maulana, Zain. 2010. “Jerat Globalisasi Neoliberal: Ancaman Bagi Negara Dunia
Ketiga”. Yogyakarta : Riak, 2010.
Singh, Kavaljit. 2005. “Does Financial Globalization Stimulate Investment and
Growth?”, dalam Questioning Globalization. London: Zed Books, pp. 21-54.
Artikel Jurnal :
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2011. “Krisis Keuangan Eropa : Dampak
terhadap Perekonomian Indonesia Tinjauan Ekonomi Triwulan (Triwulan
IV/2011)” [online]. Dalam http://www.bappenas.go.id/node/77/3444/krisiskeuangan-eropa--dampak-terhadap-perekonomian-indonesia/ [Diakses 12 Januari
2012]
Latif, Syahid. 2011. “Ramalan Ekonomi Dunia 2011 dan 2012 dari IMF” [online],
dalam http://dunia.vivanews.com/news/read/248691-ramalan-ekonomi-dunia-2011dan-2012-dari-imf


Fahadayna, 2011| 8