Kaitan Oligopoli dan Arsitektur Perusaha

KAITAN OLIGOPOLI DAN ARSITEKTUR PERUSAHAAN
DALAM INDUSTRI MINUMAN BERKARBONASI
DI INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi tugas Ekonomi Manajerial
dengan dosen pengampu Prof. Dr. H. Suyudi Mangunwihardjo
DISUSUN OLEH:
SETYONINGSIH SUBROTO (12010112130063)
MANAJEMEN KELAS E
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

I.

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Minuman berkarbonasi, atau yang lebih akrab disebut soft drink merupakan suatu
varian minuman yang sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Definisi dari
minuman berkarbonasi sendiri adalah minuman yang ditambahkan gas karbondioksida.

Semua kalangan tentu pernah, bahkan sering mengonsumsi minuman tersebut.
Selain mudah didapat, beberapa restoran waralaba terkenal menyertakan soft drink
sebagai bagian dari menu minumannya. Rasanya yang nikmat, menyegarkan, dan
tersedia dalam berbagai varian rasa membuat minuman berkarbonasi begitu lekat dalam
kehidupan masyarakat.
Penulis melihat bahwa industri minuman berkarbonasi di Indonesia termasuk dalam
bentuk pasar oligopoli, di mana hanya terdapat beberapa produsen saja, yaitu;
PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (produsen Coca-Cola, Fanta, Sprite, dan lain-lain),
PT. Prima Cahaya Indobeverages (produsen Pepsi, 7up, dan lain-lain, awalnya bernama
PT. Pepsi-Cola Indobeverages, namun kemudian diakusisi oleh salah satu anak
perusahaan Indofood), dan PT. AJE Indonesia (produsen Big Cola). Setiap perusahaan
tersebut memiliki ciri tersendiri, baik dari segi produk, strategi pemasaran,
hingga manajemennya.
Penulis melihat bahwa bentuk pasar oligopoli dalam industri minuman berkarbonasi
ini sangat menarik untuk diteliti, karena industri ini bukan merupakan industri yang bisa
berdiri sendiri di Indonesia. Dapat dilihat dari tiga perusahaan yang telah disebutkan
penulis sebelumnya, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan cabang dari perusahaan
internasional dan telah memiliki reputasi yang kuat, sehingga tidak menciptakan celah
bagi produsen baru (lokal) untuk ikut serta meramaikan industri tersebut.
I.2 Rumusan Masalah

I.2.1 Apakah model pasar oligopoli yang tepat bagi industri minuman berkarbonasi
di Indonesia?
I.2.2 Perusahaan manakah yang tepat untuk disebut sebagai perusahaan dengan
arsitektur yang ideal?
I.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis bentuk pasar oligopoli
dalam industri minuman berkarbonasi di Indonesia, serta menentukan perusahaan mana
yang memiliki arsitektur yang ideal. Sedangkan manfaat dari penelitian ini tentu

memberi wawasan tambahan bagi penulis dan sebagai pelengkap tugas akhir mata kuliah
Ekonomi Manajerial.
I.4 Sistematika Penulisan
Penelitian ini disajikan dalam 5 bab yang terdiri dari:
BAB I (Pendahuluan), berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II (Tinjauan Pustaka), berisi landasan teori yang digunakan sebagai dasar dalam
penelitian ini, kerangka pemikiran, serta hipotesis.
BAB III (Metode Penelitian), berisi segala sesuatu yang berkaitan dengan metode yang
digunakan dalam penelitian ini.
BAB IV (Hasil dan Pembahasan), berisi hasil penelitian dan pembahasan dari rumusan

masalah.
BAB V (Penutup), berisi kesimpulan dan saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1

Landasan Teori
II.1.1Oligopoli dan Konsentrasi Pasar
Oligopoli adalah suatu bentuk organisasi pasar di mana penjual atas sebuah
produk yang homogen atau terdiferensiasi jumlahnya sedikit. Jika hanya terdapat
dua penjual, maka yang terjadi adalah duopoli (duopoly). Jika produknya homogen,
maka yang terjadi adalah oligopoli murni (pure oligopoly). Jika produknya
terdiferensiasi, maka yang terjadi adalah oligopoli terdiferensiasi (differentated
oligopoly).
Ciri istimewa oligopoli adalah adanya saling ketergantungan atau persaingan
antara berbagai perusahaan dalam industri. Ini merupakan akibat alamiah karena
sedikitnya jumlah perusahaan. Setiap oligopolis harus pandai memperkirakan reaksi
pesaingnya ketika melakukan berbagai terobosan bagi produknya. Karena saling
ketergantungan ini, maka pengambilan keputusan manajerial lebih rumit dalam pasar
oligopoli dibanding bentuk struktur pasar lainnya.
Sumber terjadinya oligopoli pada umumnya sama dengan sumber terjadinya

monopoli, yaitu:
1. Skala ekonomi yang bisa dicapai jika jumlah outputnya cukup besar.

2. Investasi modal yang besar dan input yang terspesialisasi biasanya
dibutuhkan untuk memasuki industri yang oligopolistik dan ciri ini
merupakan penghalang alamiah untuk masuk ke dalam pasar.
3. Beberapa perusahaan bisa jadi memiliki hak paten untuk secara eksklusif
memproduksi suatu komoditas atau memanfaatkan suatu proses produksi
tertentu.
4. Perusahaan yang sudah berdiri mungkin memiliki pelanggan setia karena
kualitas produk dan pelayanannya, sehingga perusahaan baru sulit untuk
menyainginya.
5. Beberapa perusahaan bisa jadi memiliki atau menguasai seluruh penawaran
bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk
6. Pemerintah bisa jadi memberikan hak monopoli hanya kepada beberapa
perusahaan untuk beroperasi dalam pasar.
Berbagai hal tersebut tidak hanya merupakan sumber terjadinya oligopoli,
tetapi juga merepresentasikan hambatan bagi perusahaan lain untuk memasuki pasar
dalam jangka panjang. Jika masuknya perusahaan baru ke dalam pasar tidak
dibatasi, industri tersebut tidak akan bersifat oligopolistik dalam jangka panjang.

Hambatan lainnya adalah berupa penentuan harga limit (limit pricing), yaitu
perusahaan yang ada mengenakan harga yang cukup rendah untuk menghalangi
perusahaan baru masuk ke dalam industri. Dengan melakukan hal tersebut, mereka
secara sukarela mengorbankan laba jangka pendek agar dapat memaksimumkan laba
jangka panjang.
II.1.2Model Kurva Permintaan Terpatah
Model kurva permintaan terpatah (kinked demand curve) dikemukakan oleh
Paul Sweezy pada tahun 1939 dalam usahanya menjelaskan harga yang sulit diubah,
seperti yang sering terjadi dalam berbagai model oligopolistik. Sweezy merumuskan
bahwa jika seseorang oligopolis menaikkan harga produknya, dia akan kehilangan
hampir seluruh pelanggannya karena perusahaan lain dalam industri tidak akan ikut
menaikkan harga. Sebaliknya, seorang oligopolis tidak dapat meningkatkan pangsa
pasarnya dengan menurunkan harga karena pesaingnya akan dengan cepat
melakukan hal yang sama.
Sebagai akibatnya, menurut Sweezy, para oligopolis menghadapi kurva
permintaan yang memiliki patahan pada tingkat harga yang berlaku dan sangat
elastis terhadap perubahan harga jika harganya dinaikkan, tetapi sangat tidak elastis

jika harganya diturunkan. Dalam model ini, para oligopolis menyadari
kesalingtergantungan mereka, tetapi bertindak tanpa adanya persekongkolan untuk

mempertahankan tingkat harga yang mereka kenakan, meskipun faktor biaya dan
permintaan yang mereka hadapi berubah, artinya mereka lebih memilih untuk
bersaing dalam hal kualitas, iklan, pelayanan, dan bentuk-bentuk lain persaingan
nonharga.
II.1.3Arsitektur Perusahaan yang Ideal
Istilah arsitektur perusahaan (firm architecture) berarti jalan atau cara suatu
perusahaan diorganisasi, bergerak/beroperasi, dan merespons berbagai perusahaan di
pasar. Perusahaan yang ideal adalah:
1. Melakukan spesialisasi pada kompetensi intinya dan mensubkontrakkan
(outsourcing) seluruh aktivitas

yang lain untuk memaksimumkan

penciptaan nilai oleh perusahaan.
2. Suatu organisasi pembelajar yang melakukan inovasi dan menciptakan
kompetensi baru dengan cepat di sekitar kompetensi intinya
3. Mempunyai struktur organisasi yang datar dan garis perintah yang pendek
untuk mempermudah komunikasi dan interaksi
4. Mengoperasikan pabrik yang sangat terspesialisasi dan mampu berpindah
dengan cepat untuk memproduksi pabrik baru

5. Mengombinasikan fisik (physic) dan maya (virtual)
6. Bisa dengan segera bereaksi (real-time enterprise)
7. Aktif dan mampu merespon dengan cepat berbagai perubahan kondisi pasar
II.2

Kerangka Pemikiran
II.2.1 Fokus Pemikiran
Fokus pemikiran dalam tulisan ini terdiri dari unit analisa. Unit analisa adalah
unit yang perilakunya akan dijelaskan dalam penelitian. Unit analisa dalam
penelitian ini adalah bentuk pasar oligopoli dalam industri minuman berkarbonasi di
Indonesia.

III. METODE PENELITIAN
III.1

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini mengandalkan teknik studi literatur sebagai sumber data utamanya.
Dalam teknik studi literatur, sumber didapatkan dengan cara pencarian data-data dalam


media cetak seperti buku, koran, majalah, jurnal dan media elektronik seperti televisi,
internet, dan lain-lain.
III.2

Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data
kualitatif dimana data-data yang diperoleh tidak dapat ditabulasi maupun diklarifikasi.
Dengan menggunakan berbagai data sekunder penulis akan menggali lebih dalam
melalui analisisnya sendiri.
III.3

Tipe Penelitian

Penulis menggunakan tipe deskriptif dimana tujuan utamanya adalah untuk
menggambarkan suatu kondisi yang ada pada suatu waktu uji.
III.4

Jangkauan Penelitian


Cakupan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah seputar model pasar
oligopoli yang tepat bagi industri minuman berkarbonasi di Indonesia berdasarkan
aspek-aspek yang ada, serta menentukan perusahaan mana yang memiliki arsitektur yang
ideal.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1

Profil Perusahaan
1. PT. Coca-Cola Amatil Indonesia
SejarahDi Indonesia, Coca-Cola mulai dikenal pada tahun 1927 melalui
De Nederland Indische Mineral Water Fabrieck yang membotolkannya untuk
pertama kali di Batavia. Selanjutnya perusahaan tersebut diambil alih oleh pedagang
Indonesia dan berubah nama menjadi The Indonesian Bottles Ltd. N. V. (IBL) yang
berstatus perusahaan nasional.
Pada tahun 1971, dengan pertambahan usaha dan modal, IBL berubah nama
menjadi PT. Djaya Beverages Bottling Company (PT. DBBC) yang merupakan
pabrik pembotolan modern pertama di Indonesia. Adanya penambahan modal
tersebut meningkatkan kapasitas pabrik yang diikuti pula dengan penambahan
macam produk yang dihasilkan dalam berbagai ukuran kemasan.
Pada tahun 1993 seluruh saham PT. DBBC diambil alih oleh Coca-Cola Amatil

Ltd, suatu grup perusahaan pembotolan Coca-Cola dikawasan Asia Pasifik dan
EropaTimur yang bermarkas di Sydney, Australia. Adanya perpindahan saham
tersebut mengakibatkan nama PT. DBBC berubah menjadi PT. Coca-Cola Amatil

Indonesia (PT. CCAI). Tahun 2000, seluruh pabrik pembotolan minuman merek
dagang Coca-Cola yang ada di Indonesia resmi bergabung menjadi satu dibawah PT.
CCAI.
PT. Coca-Cola Amatil Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu PT. Coca-Cola Amatil
Indonesia Bottling (PT. CCAIB) dan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Distribution
(PT. CCAID). PT. CCAIB bertugas untuk memproduksi minuman ringan
(Soft Drink), sedangkan PT. CCAID yang bertugas untuk memasarkan dan
mempromosikan minuman ringan (Soft Drink) yang dihasilkan PT. CCAIB.
Untuk meningkatkan volume penjualan keseluruh wilayah Indonesia, maka
PT. CCAI mengoperasikan pabrik pembotolan di 10 kota besar Indonesia,
yaitu Medan, Padang, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Pandaan, Bali,
Makassar, dan Banjar Baru.
Pada tahun 2002, PT. CCAIB berubah nama menjadi PT. Coca-Cola Bottling
Indonesia (PT. CCBI) dan PT. CCAID menjadi PT. Coca-Cola Distribution
Indonesia (PT. CCDI). Seluruh pabrik pembotolan Coca-Cola di Indonesia berada
dibawah manajemen PT. Coca-Cola Indonesia (PT. CCI). PT. Coca-Cola Indonesia

ini merupakan perwakilan dari The Coca-Cola Company yang menyuplai bahan
baku konsentrat keseluruh pabrik pembotolan Coca-Cola di Indonesia dan
menetapkan seluruh standar bahan baku yang digunakan oleh pabrik.
Visi perusahaan adalah “Menjadi perusahaan produsen minuman terbaik di Asia
Tenggara”. Sedangkan misi perusahaan adalah “Memberikan kesegaran kepada
pelanggan dan konsumen kita dengan rasa bangga dan semangat sepanjang hari,
setiap hari”. Agar perusahaan dapat memenuhi visi dan misinya, cara kerja dan cara
berhubungan dengan semua pihak yang memiliki kepentingan atas perusahaan mulai
dari konsumen dan pelanggan hingga ke pemasok, terhadap pemerintah dan diri
perusahaan sendiri harus dibangun atas dasar nilai-nilai yang kuat. Bertumpu pada
dasar kejujuran dan integritas, maka nilai-nilai inti perusahaan adalah:
 Sumber Daya Manusia: Mengembangkan Sumber Daya Manusia, menghargai
prestasi serta menikmati apa yang perusahaan lakukan.
 Pelanggan: Menang untuk pelanggan dan untuk diri sendiri.
 Semangat: Semangat untuk bertindak, bertanggung jawab dan sukses.
 Inovasi: Selalu mencari cara yang terbaik
 Keunggulan: Senantiasa melakukan pekerjaan yang terbaik.

 Warga negara yang baik: Melakukan hal yang benar dari perusahaan, masyarakat dan
sesama. Perusahaan diharuskan untuk memelihara nilai-nilainya dengan selalu
mempertahankan standar dalam berperilaku.

Gambar 1.1 Value Chain Coca-Cola
Inbound–Beberapa pemasok Coca-Cola yang paling penting seperti Spherion,
Jones Lang LaSalle, IBM, Ogilvy & Mather, IMI Cornelius, dan Prudential.
Perusahaan-perusahaan ini mendukung Coca-Cola dengan menyediakan bahan,
kemasan, dan mesin. Dalam rangka untuk memastikan bahwa bahan-bahan tersebut
dalam kondisi memuaskan, Coca-Cola telah menempatkan standar tertentu di tempat
yang harus dipatuhi oleh para pemasok (The Supplier Guiding Principles).
Di dalamnya termasuk; kepatuhan dengan hukum dan standar, hukum dan peraturan,
kebebasan berserikat dan perundingan bersama, pekerja anak, penyalahgunaan
tenaga kerja, diskriminasi, upah dan tunjangan, jam kerja dan lembur, kesehatan dan
keselamatan, lingkungan, dan demonstrasi dari kepatuhan (Coca-Cola 2006).

Sales & Marketing–Selain bertindak sebagai produsen dan distributor,
perusahaan juga memasarkan dan menjual produk Coca-Cola melalui lebih dari 120
pusat penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia, memastikan bahwa produk
perusahaan selalu tersedia di mana saja, kapan saja. Saluran penjualan perusahaan
terdiri dari Foodstores (supermarket dan mini market di seluruh Indonesia) dan
General Trade (outlet tradisional). Dan dengan terbatasnya sumber daya dan
kemampuan

untuk

melakukan

pengembangan

daerah

tertentu,

sekaligus

berkomitmen untuk menciptakan peluang kerja yang luas di sektor informal,
Coca-Cola

Amatil

Indonesia

juga

terdorong

untuk

secara

serius

dan

berkesinambungan mengembangkan jaringan Distribusi Tak Langsung (Indirect
Distribution) berbasis Usaha Kecil dan Menengah (UKM) melalui Manage Third
Party (MTP) model di Indonesia. Sementara melalui saluran (Modern Immediate
Consumption) MIC, perusahaan bekerjasama dengan berbagai hotel, restoran, dan
café ternama untuk memberikan penawaran menarik kepada para konsumen.
Perusahaan juga memiliki program untuk mendukung penjualan dan pemasaran
produk-produknya, sekaligus untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen.
Strategi pemasaran Coca-Cola mempunyai ciri khas tersendiri, yang unik dan
kreatif. Berbagai program promosi diadakan sesuai dengan event dan tren yang
sedang berlangsung, baik melalui promo penukaran tutup botol, hadiah kejutan,
konser, pameran, maupun iklan di berbagai media. Promo Coca-Cola juga
memanfaatkan momentum tertentu, seperti demam Piala EURO 2004 atau SEA
GAMES 2011. Dengan memanfaatkan event berskala nasional dan internasional,
Coca-Cola mencoba tampil dengan strategi pemasaran baru yang menarik
masyarakat.
InovasiInovasi adalah salah satu kunci keberhasilan yang menjadikan
Coca-Cola Indonesia semakin besar, dikenal luas, serta memberikan kontribusi bagi
masyarakat dan bangsa Indonesia. Melalui riset dan pengembangan (Research &
Development), Coca-Cola terus berinovasi untuk menciptakan produk, kemasan,
strategi pemasaran, serta perlengkapan penjualan baru yang lebih berkualitas,
kreatif, serta mempunyai ciri khas tersendiri.
Dengan memahami kebutuhan dan perilaku konsumen, serta potensi kekayaan
alam Indonesia, Coca-Cola berinovasi dengan menciptakan produk-produk baru
yang menjadikan produk minuman cepat saji Coca-Cola mempunyai rasa dan pilihan

yang beragam. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara lebih spesifik, pada
tahun 2002 Coca-Cola meluncurkan AQUARIUS, minuman isotonik yang
diperuntukkan bagi mereka yang aktif dan gemar berolahraga. Pada tahun yang
sama, Coca-Cola Indonesia meluncurkan Frestea, teh dalam kemasan botol dengan
aroma bunga melati yang khas. Pada tahun 2003, Fanta menghadirkan campuran dua
rasa buah, orange dan mango, yang disebut “Fanta Oranggo”, setelah pada tahun
sebelumnya sukses meluncurkan Fanta Nanas. Pada tahun ini pula, Coca-Cola
Indonesia meluncurkan Sunfill – produk minuman Sirup dan Serbuk instan rasa
buah. Dengan inovasi, Coca-Cola yakin bahwa produk-produk yang ditawarkan
akan mampu memenuhi kebutuhan pasar di Indonesia.
Selain berinovasi pada produk-produk baru, Coca-Cola juga mencoba
mengembangkan desain kemasan minuman, serta meningkatkan kualitasnya. Setelah
meluncurkan Frestea dalam kemasan botol, pada akhir tahun 2002, Coca-Cola
Indonesia meluncurkan Frestea dalam kemasan Tetra Wedge yang lebih mudah dan
praktis untuk dibawa. Pada akhir 2003, Coca-Cola, Sprite, dan Fanta hadir dalam
kemasan kaleng ramping baru yang unik. Pada tahun 2004 ini, Coca-Cola hadir
dengan inovasi terbaru yaitu botol gelas berbobot lebih ringan 30 % dengan desain
mungil, imut, tapi kuat. Inovasi kemasan produk akan terus dikembangkan sesuai
dengan perkembangan teknologi terbaru.
Strategi pemasaran Coca-Cola mempunyai ciri khas tersendiri, yang unik dan
kreatif. Berbagai program promosi diadakan sesuai dengan event yang sedang
berlangsung, baik melalui konser musik, pameran, promo penukaran tutup botol,
hadiah kejutan, maupun iklan TV. Pada tahun 2004 ini, iklan Coca-Cola versi
Kabayan dinobatkan sebagai iklan paling efektif dalam bulan Februari dan Maret
versi survey TV Ad Monitor MRI. Promo Coca-Cola juga memanfaatkan
momentum tertentu, misalnya: Demam Piala EURO 2004. Dengan memanfaatkan
event berskala nasional maupun internasional, Coca-Cola mencoba tampil dengan
strategi pemasaran baru yang menarik masyarakat.
Selain berinovasi dalam produk, kemasan, dan strategi pemasaran, perlengkapan
penjualan baru juga dikembangkan ke arah yang lebih baik. Berkaitan dengan
inovasi ini, Coca-Cola Indonesia menciptakan jenis krat baru yang lebih ringan,
dibuat dari bahan yang ramah lingkungan.
Kunci sukses inovasi tersebut adalah kolaborasi yang baik antara Coca-Cola
Bottling Indonesia dan Coca-Cola Company, pengembangan varian minuman cepat

saji dengan rasa baru, serta keinginan untuk menjadikan Coca-Cola Indonesia
sebagai perusahaan minuman cepat saji yang lengkap
Manufacture & Operation–Semua produk yang dijual dan didistribusikan oleh
Coca-Cola Amatil Indonesia diproduksi langsung di Indonesia. Produk perusahaan
berasal dari bahan baku pilihan berkualitas tinggi dan diproses melalui beberapa
tahap; penyiapan bahan, pencampuran, pencucian, pengisian dan penutupan,
pengkodean, pemeriksaan, pengemasan, dan pengangkutan.
Saat ini ada delapan pabrik pembotolan yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu
di Cibitung-Bekasi, Medan, Padang, Lampung, Bandung, Semarang, Surabaya dan
Denpasar. Semua pabrik diwajibkan untuk mematuhi dan bahkan kerap kali
melampaui standarisasi internasional dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pabrik Coca-Cola juga teratur melaksanakan audit di bidang pengawasan
mutu, lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja.
Selama ini pabrik-pabrik di Indonesia telah menerima berbagai penghargaan dari
The Coca-Cola Company atas pencapaian standar yang melampaui pabrik-pabrik
sejenis di dunia. Atas kebanggan ini, perusahaan membuka kesempatan bagi semua
orang yang ingin melihat langsung proses produksi perusahaan yang higienis dan
berkualitas.
Outbound–Mayoritas dari produk perusahaan didistribusikan melalui lebih dari
120 pusat penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia. Produk-produk tersebut
diangkut oleh truk berukuran besar, kemudian didistribusikan ke pedagang-pedagang
eceran dengan kendaraan yang lebih kecil. Apabila diparkir berderetan, truk-truk
penjualan akan membentuk garis sepanjang kurang lebih 17 km, membuat CocaCola resmi menjadi salah satu perusahaan distribusi terbesar di Indonesia.
Diperkirakan lebih dari 80% produk-produk perusahaan dijual melalui para pengecer
dan grosir, di mana 90% diantaranya berasal dari kategori pengusaha usaha kecil,
dan mereka mempekerjakan kurang dari lima karyawan dengan omset penjualan per
tahun kurang dari 1 milyar rupiah.
Satu hal yang perlu dicatat, tim sales perusahaan yang sangat besar tak hanya
menjual produk-produk kepada para pelanggan tetapi juga memberikan tips dalam
menempatkan produk Coca-Cola. Sales supervisor perusahaan juga teratur
mengunjungi para pelanggan, memberikan bimbingan, serta menampung masukan
yang disampaikan para pelanggan.

2. PT. Prima Cahaya Indobeverages
SejarahPT.

Prima Cahaya Indobeverages/PT. PCI (sebelumnya bernama

PT. Pepsi Cola Indobeverages, namun pada tahun 2013 diakusisi oleh anak
perusahaan Indofood dan berganti nama), Ungaran diawali dengan berdirinya PT.
Jafar Utama pada tahun 1975. PT. Jafar Utama memproduksi teh dan air minum
dalam kemasan dengan merk dagang “Jafar”. Banyak permasalahan yang harus
dihadapi sebelum akhirnya dilakukan pengambil alihan kepemilikan. Kemampuan
produksi yang dicapai hanya sekitar 3000-3500 krat setiap bulan dengan waktu
produksi kurang dari 4 jam sehari. Kondisi ini berada di bawah kapasitas produksi
maksimal perusahaan sehingga mesin-mesin produksi lebih banyak menganggur.
Selain itu, dengan armada penjualan empat buah menyebabkan jangkauan
pemasaran yang terbatas. Dengan kondisi tersebut PT. Jafar Utama hanya mampu
bertahan sampai dengan tahun 1985.
Akhir tahun 1985, PT. Mantrust mengambil alih kepemilikan perusahaan setelah
PT. Jafar Utama menjualnya. PT. Mantrust mengambil alih seluruh aset dan
memegang kendali penuh perusahaan pada tahun 1987. Lisensi dari Pepsi Cola
Internasional kemudian dipegang untuk memproduksi produk minuman ringan.
Pembenahan mulai dilakukan dengan cara menghentikan produksi air minum dalam
kemasan dan mengubah merk teh “Jafar” menjadi “Tekita”. Secara perlahan
perusahaan memperlihatkan grafik kemajuan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya
kemampuan produksi dan penjualan, bertambahnya jumlah tenaga kerja serta
armada penjualan hingga mencapai 32 armada. Kesalahan dalam manajemen
perusahaan khususnya dalam pengaturan dana perusahaan untuk penambahan botol
secara berkala mengakibatkan semakin lama jumlah botol semakin berkurang dan
akibatnya kemampuan produksi semakin menurun. PT. Mantrust akhirnya menjual
aset yang dimilikinya dan mengembalikan lisensi produk minuman ringan kepada
pihak Pepsi Cola Internasional.
Pepsi Cola Internasional menemukan mitra usaha yang tepat untuk menjalankan
usahanya yaitu PT. Gapura Usaha Tama. Tahun 1993, PT. Gapura Usaha Tama
sebagai anak perusahaan dari Salim Grup mendapatkan penyerahan aset dan lisensi
untuk menjalankan usaha dalam memproduksi minuman ringan. Setelah mendapat
izin dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Asing pada tanggal 12 Oktober 1993

dengan nomor 187/I/PMA dengan masa pengelolaan selama 75 tahun, PT. Gapura
Usaha Tama mulai menjalankan produksinya pada tanggal 20 Januari 1994.
Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 17/KP/XII/70 yang menetapkan bahwa
setiap perusahaan industri joint venture tidak diperkenankan untuk langsung menjual
hasil produksinya kepada konsumen maka dalam pengelolaan usaha PT. Gapura
Usaha Tama dibagi menjadi 2 nama yaitu PT. Buana Distrindo yang berperan
sebagai distributor dan PT. Pepsi Cola Indobeverages sebagai perusahaan produksi.
Kegagalan dari perusahaan terdahulu dijadikan bahan referensi dan pelajaran bagi
PT. Prima Cahaya Indobeverages untuk mencegah terjadinya kegagalan kembali. PT.
PCI mulai mengantisipasi dan mempelajari aspek penyebab kegagalan serta
melakukan

perubahan

secara

menyeluruh.

Perubahan

tersebut

meliputi

restrukturisasi dan perbaikan terhadap manajemen perusahaan, program dan
perencanaan produksi, sistem produksi dan penjualan.
Perubahan-perubahan yang dilakukan tersebut efektif dan mampu meningkatkan
kemampuan produksi hingga mencapai 50.000–60.000 krat setiap bulan. Dan
bertambahnya jumlah armada penjualan. Sampai saat ini terjadi perkembangan yang
cukup pesat yaitu selain dari kemampuan produksi yang meningkat dan armada
penjualan yang mulai bertambah hingga mencapai 80 buah armada, PT. Prima
Cahaya Indobeverages banyak menghasilkan variasi produk untuk memenuhi
tuntutan konsumen yang sangat beragam. Selain itu, PT. PCI juga memperluas
wilayah dan jaringan distribusi untuk memasarkan produk yang dihasilkan dengan
mendirikan gudang-gudang distribusi atau warehousedi wilayah Yogyakarta,
Pekalongan, Kudus, Ungaran, Solo dan Surabaya.
Misi dan Tujuan–Dalam usahanya untuk membangkitkan kembali keberadaan
Pepsi di Indonesia, PT. Prima Cahaya Indobeverages bertekad untuk menjadi
perusahaan total minuman yang handal dengan tingkat perkembangan tercepat di
Indonesia. Berkaitan dengan misi tersebut telah ditetapkan sejumlah tujuan yang
diantaranya adalah; meningkatkan penjualan, meningkatkan penerimaan, dan
meminimalkan kerugian.
Pasar dan Pelanggan–Pasar yang dimasuki PT. PCI adalah pasar minuman
ringan dengan produk utama adalah minuman ringan berkarbonasi. Produk~produk
yang dihasilkan masuk ke dalam mekanisme pasar penjualan kembali, di mana
pembeli dan distributor tunggal adalah PT. Buana Grahakreasi. Kegiatan pemasaran

yang dilakukan PT. PCI adalah menyangkut tiga faktor, yaitu availability,
acceptability, dan affordability (strategi pemasaran 3-A).
Faktor availibility (ketersediaan) merupakan strategi yang menggariskan pada
kesiapan stok produk yang lebih dari cukup untuk memenuhi permintaan konsumen
dan keberadaan outlet dimana-mana. Faktor acceptability (penerimaan) menekankan
pada penerimaan masyarakat terhadap kualitas rasa, kemasan, dan logo dengan
standar internasional. Faktor affordabilty (keterjangkauan) menyangkut kebisaan
produk-produk PT. PCI dijangkau dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat
melalui penentuan tingkat harga yang sesuai dengan segala lapisan masyarakat.
Produk minuman ringan yang dihasilkan diposisikan sebagai minuman ringan
generasi baru (New Generation). Hal iniuntuk membedakan dari produk-produk
pesaingnya terutama terhadap pesaing utamanya yaitu Coca-Cola Company.
Segmen pasar yang dimasuki adalah orang muda dan masyarakat perkotaan dengan
penyebaran yang lebih luas kepada mereka yang suka olahraga, musik, dan berjiwa
petualang.
Mata rantai terakhir dari rantai pemasaran PT. PCI adalah konsumen. Konsumen
dibagi menjadi dua kelompok yaitu customer (pelanggan) dan consumer (pemakai
akhir). PT. PCI mengelompokkan para customer ke dalam kelompok agen, horeca
(hotel, restauran, dan cafetaria), toko P&D, sekolah, warung, pedagang kaki lima,
dan lain-lain. Kelompok consumer dibedakan atas mereka yang minum di tempat
(on-premise) dan mereka yang membawa pulang produk (take-home). Perilaku
pembelian untuk produk-produk PT. PCI didasari oleh faktor budaya dan faktor
pribadi. Faktor budaya menunjukkan kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi
produk minuman ringan. Sedangkan faktor pribadi meliputi usia, gaya hidup, dan
keadaan ekonomi yang mendasari konsumen untuk membeli produk-produk
minuman ringan.
Produk–Produk minuman ringan yang dihasilkan PT. PCI meliputi minuman
ringan berkarbonasi (Carbonated Soft Drink atau CSD) dan minuman ringan non
karbonasi (Non Carbonated Soft Drink atau NCSD). Produk minuman ringan
berkarbonasi yang merupakan produk andalan meliputi Pepsi-Cola (aroma cola),
Seven-Up (aroma lemon Zinre), Mirinda (aroma orange, strawberry, dan soda),
A&W (aroma root beer), dan Canada Dry (aroma ginger ale, tonic aler, bitter lemon,
dan soda). Minuman ringan non karbonasi saat ini yang diproduksi adalah teh dalam
kemasan dengan merek Tekita.

Produk minuman ringan yang dihasilkan dikemas dalam kemasan botol gelas,
kaleng, botol plastik PET (polietilen), dan dalam kemasan khusus premix dan
postmix. Botol gelas kemasan terdiri dari ukuran 5.8 oz, 7 oz, dan 10 oz.
Kemasan kaleng berukuran 330 ml, sedangkan botol plastik PET memiliki ukuran
1.25 l.
Kualitas produk PT. PCI didefinisikan sebagai produk berkualitas dalam hal
karakteristik produk (aroma dan rasa) dan penampilan yang sesuai dengan standar
produk PepsiCo International. Penampilan produk melalui desain spesifik yang
menjadi ciri khas produk-produk PepsiCo membantu untuk menanamkan citra
produk ke dalam benak konsumen. Citra produk yang ada dalam benak konsumen
diharapkan dapat menciptakan kelompok konsumen yang loyal sehingga
memberikan keunggulan bersaing kepada perusahaan.
Harga–Tingkat harga produk-produk minuman ringan berkarbonasi seperti
Pepsi-Cola, Seven-Up, Mirinda dan A&W adalah sama. Hal ini diterapkan agar
konsumen diharapkan pada tingkat harga yang sama dapat membedakan merek dan
kualitas tanpa meninggalkan selera. Kebijaksanaan penentuan harga berpengaruh
besar dalam menunjang konsep affordability dimana harga terjangkau oleh segala
lapisan masyarakat. Penetapan harga didasarkan melalui perhitungan tersendiri
terhadap variabel-variabel penentu harga baik dari biaya tetap maupun biaya
variabel.
Ketersediaan Bahan Baku-Dalam proses pembuatan minuman ringan,
air mempunyai peranan sebagai bahan baku paling utama. Salah satu pemilihan
lokasi didasarkan atas ketersediaan air dalam jumlah yang memadai untuk
mendukung proses produksi dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, pendirian
industri didasarkan pada daerah yang kandungan airnya dinilai cukup banyak dan
melimpah. Bahan baku lainnya diperoleh perusahaan dengan memanfaatkan koneksi
sebagai penyuplai bahan baku sehingga bahan-bahan tersebut dapat diperoleh
dengan mudah dan kontinyu.
Letak Dari Pasar-Pada dasarnya proses produksi dilaksanakan untuk
menghasilkan suatu produk yang pada akhirnya mudah didistribusikan ke pasar.
PT. Prima Cahaya Indobeverages mendirikan perusahaan yang akses ke pasarnya
mudah untuk dijangkau, dengan demikian dapat dilakukan penekanan terhadap biaya
transportasi. Selain itu, perusahaan juga mendirikan gudang-gudang distribusi di
beberapa lokasi yang strategis untuk menunjang pemasaran.

Ketersediaan Tenaga Kerja-Pencapaian tujuan perusahaan sangat dipengaruhi
oleh kemampuan dan kualitas tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja yang memadai
akan memberikan efek secara langsung untuk efisiensi kerja dan penekanan biaya
produksi. Lokasi PT. Prima Cahaya Indobeverages cukup strategis sehingga
memungkinkan tersedianya tenaga kerja dalam jumlah yang mencukupi serta
mempunyai kapabilitas dan kualitas untuk mendukung proses produksi.
Kemudahan Transportasi-Kelancaran distribusi produk dan pemenuhan bahan
dasar serta bahan penunjang lainnya sangat tergantung pada kemudahan transportasi.
PT. Prima Cahaya Indobeverages terletak di Jl. Jenderal Sudirman No. 23 Ungaran,
Kabupaten Semarang yang mempunyai posisi sangat strategis dan menguntungkan
karena merupakan poros jalan raya antar provinsi yang menghubungan beberapa
kota antara lain Semarang, Yogyakarta, Solo dan kota-kota lain di Jawa Tengah.
Letak lokasi ini sangat menunjang kemudahan akses bahan baku yangdibutuhkan
dan kelancaran dari distribusi produk yang telah dihasilkan.
Ketersediaan

Pembangkit

Tenaga

Listrik-Dalam

menjalankan

proses

produksinya, PT. Prima Cahaya Indobeverages menggunakan alat-alat produksi yang
menggunakan aplikasi kemajuan teknologi. Untuk menjalankan mesin-mesin,
fasilitas penerangan serta fasilitas pendukung lainnya diperlukan suplai tenaga listrik
dalam jumlah yang memadai. Kekurangan suplai tenaga listrik akan menyebabkan
terganggunya kelancaran proses produksi. PT. Prima Cahaya Indobeverages
didirikan di lokasi yang dekat dengan sentral pembangkit tenaga listrik “Piring Jabar
Jaya” Ungaran sehingga suplai listrik dapat memenuhi kebutuhan produksi secara
keseluruhan.
Struktur Organisasi dan Personalia-PT. Prima Cahaya Indobeverages
mempunyai struktur organisasi yang tergolong dalam struktur organisasi garis.
Organisasi garis yaitu suatu bentuk organisasi yang wewenang dan tanggung jawab
mengikuti jalur atau garis vertikal. Menurut Swastha dan Sukotjo (1988), dalam
struktur organisasi garis, kekuasaan mengalir secara langsung dari direktur ke kepala
bagian dan kemudian terus ke karyawan-karyawan dibawahnya. Masing-masing
bagian merupakan unit yang berdiri sendiri dan kepala bagian menjalankan semua
fungsi

pengawasan

dalam

bagiannya.

PT.

Prima

Cahaya

Indobeverages

memiliki Management Comitee yang berkedudukan di Jakarta. Management
Commitee membawahi lima orang manajer yaitu region sales manager, plant
manager, personal

and

GA

manager,

finance

and

administration

managerdan marketing service manager. Masing-masing manajer membawahi
beberapa supervisor atau koordinator warehouse.
3. PT. AJE Indonesia
Sama seperti dua perusahaan yang lain, PT. AJE Indonesia merupakan bagian dari
AJE Group, perusahaan multinasional yang berada di sekitar 20 negara dan berpusat
di Peru. AJE Group mulai melakukan ekspansi ke Indonesia pada tahun 2011,
dengan menghadirkan produk BIG Cola.
Tujuan PerusahaanSebagai perusahaan yang mempunyai filosofi "Think Big",
PT. AJE Indonesia mempunyai keinginan untuk menggebrak pasar dunia dengan
menjaga etos kerja keras untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu menjadi salah
satu dari 20 perusahaan multinasional terpenting pada tahun 2020.
Strategi PemasaranStrategi pemasaran yang dilakukan oleh PT. AJE Indonesia
adalah dengan merangkul distributor dan grosir tradisional. Cara ini terbukti ampuh
dan mampu mendistribusikan produk hingga pelosok daerah.
ProdukPT. AJE Indonesia memiliki produk BIG Cola dengan berbagai varian
rasa, yaitu cola, strawberry, lemon, dan orange. Produk BIG Cola juga memiliki
beberapa keunggulan yaitu; berkualitas internasional, tidak mengandung kafein,
kandungan CO2 lebih ideal, mempunyai berbagai macam ukuran dan rasa, harga lebih
terjangkau untuk konsumen, isi dan ukuran lebih besar dari produk lain, kemasan
botol plastik (PET) yang praktis.
IV.2

Bentuk Pasar Oligopoli

Dilihat dari jenis produknya, maka perusahaan-perusahaan dalam indsutri minuman
berkarbonasi tersebut termasuk oligopoli terdiferensiasi, yaitu produk yang dihasilkan
bukan berupa barang dasar tetapi barang yang sudah diproses sedemikian rupa sehingga
menjadi suatu barang yang berbeda. Sedangkan bentuk pasar oligopoli yang paling tepat
bagi industri tersebut adalah model kurva permintaan terpatah. Hal ini terjadi karena
persaingan yang terjadi antara tiga perusahaan tersebut merupakan persaingan nonharga.
Sebelum masuknya PT. AJE Indonesia, pemain utama dalam industri minuman
berkarbonasi di Indonesia adalah PT. Coca-Cola Amatil Indonesia dan PT. Prima Cahaya
Indobeverages. Persaingan yang paling terlihat adalah antara produk Coca-Cola dengan
Pepsi. Dari kedua produk tersebut, dapat dilihat bahwa harga yang dikeluarkan oleh satu
perusahaan tidak mempengaruhi harga produk perusahaan yang lain. Masing-masing
perusahaan tersebut berkeyakinan bahwa harga yang sudah ditetapkan sudah cukup

terjangkau oleh konsumen, sehingga tidak perlu menurunkan harga lagi. Jika harga turun,
maka tentu ada perbedaan atau perubahan pada produk yang bersangkutan. Konsumen
dapat bebas memilih kemasan mana yang akan dibeli sesuai dengan keinginan dan tentu
saja finansial.
Persaingan nonharga ini juga jelas tampak ketika PT. AJE Indonesia muncul dengan
produk BIG Cola-nya, yang sudah terkenal sebagai soft drink dengan harga murah.
Menanggapi kemunculan BIG Cola, respon dari dua perusahaan lain biasa saja.
Kedua perusahaan yang lain tidak serta merta menurunkan harga produknya (seperti
yang lazim terjadi pada indsutri-industri besar lain), namun tetap bertahan dengan harga
yang telah ditetapkan, pun dengan kualitasnya. Seperti yang sudah penulis bahas dalam
profil masing-masing perusahaan, tiap perusahaan tersebut lebih bersaing dalam hal
promo dan iklan untuk menarik konsumen baru dan tentu saja mempertahankan
konsumen lama. Cara-cara tersebut terbukti ampuh dan tentu saja mendatangkan
keuntungan

bagi

perusahaan.

Perusahaan

berperilaku

sesuai

kebutuhannya

masing-masing, namun tetap mengawasi kondisi pasar, dan tidak berperang dengan
harga.
IV.3

Perusahaan dengan Arsitektur Ideal
Berdasarkan aspek-aspek yang telah dibahas pada profil tiap perusahaan, maka

perusahaan dengan arsitektur ideal adalah PT. Coca-Cola Amatil Indonesia dan
PT. Prima Cahaya Indobeverages. Kedua perusahaan tersebut memenuhi syarat-syarat
perusahaan dengan arsitektur yang ideal seperti yang telah dibahas oleh penulis pada
landasan teori, yaitu:
1. Melakukan spesialisasi pada kompetensi intinya dan mensubkontrakkan (outsourcing)
seluruh aktivitas yang lain untuk memaksimumkan penciptaan nilai oleh
perusahaanPT.CCAI dan PT. PCI melakukan spesialisasi pada produk soft drink,
disamping memproduksi produk non soft drink.
2. Suatu organisasi pembelajar yang melakukan inovasi dan menciptakan kompetensi
baru dengan cepat di sekitar kompetensi intinyaPT.CCAI dan PT. PCI terbukti selalu
melakukan inovasi pada produknya, seperti mengeluarkan kemasan baru, dan lain
sebagainya.
3. Mempunyai struktur organisasi yang datar dan garis perintah yang pendek untuk
mempermudah komunikasi dan interaksiPT. CCAI dan PT. PCI memiliki sistem

manajemen yang ringkas dan ampuh untuk menghadapi situasi pasar minuman
berkarbonasi di Indonesia.
4. Mengoperasikan pabrik yang sangat terspesialisasi dan mampu berpindah dengan
cepat untuk memproduksi pabrik baruPT.CCAI dan PT. PCI mempunyai beberapa
pabrik yang tersebar di beberapa kota di Indonesia.
5. Mengombinasikan fisik (physic) dan maya (virtual)PT.CCAI dan PT. PCI memiliki
fasilitas website.
6. Bisa dengan segera bereaksi (real-time enterprise)PT.CCAI dan PT. PCI mampu
mengambil tindakan cepat dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang
terjadi baik internal maupun eksternal.
7. Aktif dan mampu merespon dengan cepat berbagai perubahan kondisi pasarPT.CCAI
dan PT. PCI mampu merespon situasi pasar dengan cepat melalui berbagai tindakan
yang diambil.
V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Industri minuman berkarbonasi di Indonesia termasuk dalam pasar oligopoli. Hal ini
terjadi karena hanya ada sedikit perusahaan dalam industri tersebut, yaitu PT. Coca-Cola
Amatil Indonesia, PT. Prima Cahaya Indobeverages, dan PT. AJE Indonesia.
Ketiga perusahaan tersebut merupakan hasil ekspansi dari tiga perusahaan multinasional,
yaitu The Coca-Cola Company, PepsiCo International, dan AJE Group. Bentuk pasar
oligopoli yang tepat bagi industri tersebut adalah model kurva permintaan terpatah,
dimana persaingan yang terjadi adalah persaingan nonharga (promo, iklan, dan lain
sebagainya).
Ketiga perusahaan tersebut memproduksi soft drink, beberapa di antaranya adalah
Coca-Cola (PT. CCAI), Pepsi (PT. PCI), dan BIG Cola (PT. AJE Indonesia). Segala
aspek yang ada di perusahaan-perusahaan tersebut mulai dari manajemen hingga
distribusi produk, sudah terbukti berjalan dengan baik dan mampu meramaikan industri
minuman berkarbonasi di Indonesia, di samping memenuhi kepuasan konsumen
tentunya.
Namun tetap saja, ukuran pengalaman yang lebih lama membuat PT. CCAI dan
PT. PCI berhak menyandang status sebagai perusahaan dengan arsitektur yang ideal,
karena memenuhi kriteria-kriteria yang ada.

V.2 Saran
Ketiga perusahaan tersebut harus terus menjaga konsistensi yang telah terbangun.
Dengan pengertian bahwa ketiga perusahaan tersebut jangan sampai mengalami
penurunan kualitas dari segala aspek yang ada pada tiap perusahaan, agar keuntungan
tetap terjaga dan kepuasan konsumen tetap tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Case, Karl E dan Ray C Fair. 2007. Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. Jakarta: Indeks.
Gaspersz, Vincent. 2011. Ekonomi Manajerial: Landasan Analisis dan Strategi Bisnis untuk
Manajemen Perusahaan dan Industri. Jakarta: Penebar Swadaya.
Salvatore, Dominick. 2005. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global. Jakarta:
Salemba Empat.
http://yushendratmo.blogspot.com/value-chain-ptcocacolaamatilindonesia.html. (diakses pada
tanggal 1 Januari 2014, pukul 11.30 WIB)
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/30718/Bab%20IV_F96YYI.pdf?
sequence=9.html (diakses pada tanggal 1 Januari 2014, pukul 13.41 WIB)
http://jembatanmatematikaku.blogspot.com/2013/08/laporan-pkl-smti-di-pepsi-colaungaran.html (diakses pada tanggal 1 Januri 2014, pukul 19.00 WIB)
http://tugaspom.wordpress.com/2011/12/08/laporan-company-visit-coca-cola-amatilindonesia/ (diakses pada tanggal 2 Januari 2014, pukul 07.17 WIB)
http://roda2blog.com/2013/11/13/big-cola-dari-peru-mengguncang-coca-cola-di-indonesia/
(diakses pada tanggal 2 Januari 2014, pukul 08.55 WIB)
http://bigcolabandung.blogspot.com/2012/11/sejarah-big-cola.html (diakses pada tanggal 2
Januari 2014, pukul 08.55 WIB)
http://hanyaberita47.blogspot.com/2012/01/big-cola-vs-coca-cola.html (diakses pada tanggal
2 Januari 2014, pukul 08.55 WIB)