Analisis efektivitas penetapan suku bung

ANALISIS EFEKTIVITAS PENETAPAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) TERHADAP PENYALURAN KREDIT SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PETUMBUHAN EKONOMI NASIONAL OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH

H14102125

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RINGKASAN

ISMAIL HADIKUSUMAH. Analisis efektifitas penetapan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terhadat penyaluran kredit serta implikasinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).

Pada awal tahun 1990 pembangunan ekonomi Indonesia telah dinilai sukses oleh pengamat ekonomi, baik pengamat dari dalam negeri maupun pengamat dari luar negeri. Keberhasilan itu paling tidak dilihat dari sudut pandang makro, yaitu dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan transformasi struktur ekonomi. Melalui indikator pertumbuhan ekonomi, Indonesia termasuk dalam salah satu high perfomance Asian Economics (HPAEs) yang disebut bank dunia memiliki keajaiban (Triyanto, 1997). Namun pada tahun 1997 beberapa negara di Asia mengalami krisis termasuk juga negara Indonesia yang berdampak sangat buruk terhadap perekonomian di Indonesia. Banyak perusahaan yang menghentikan usahanya, terjadi peningkatan jumlah pengangguran, dan penurunan GDP.

Untuk mengembalikan kondisi tersebut bank sentral sebagai otoritas moneter melakukan berbagai upaya yang diantaranya melalui transmisi kebijakan moneternya. Transmisi kebijakan moneter adalah kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral untuk mempengaruhi variabel-variabel ekonomi makro atau sektor riil, seperti output dan tingkat harga. Pada saat bank sentral melakukan kebijakan tersebut GDP Indonesia mengalami kemajuan, namun kemajuan tersebut sangat lambat dibandingkan dengan kemajuan GDP negara- negara lain di ASIA khususnya Korea dan Thailand. Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama. Pertama, menganalisis apakah bank lending channel terjadi di Indonesia. Kedua, mengestimasi seberapa besar pengaruh penyaluran kredit terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, dan yang ketiga, menganalisis respon dinamis GDP terhadap guncangan (shock) kredit.

Penelitian ini menggunakan data sekunder time series dari bulan Januari 1993 sampai bulan Desember 2005. Data diperoleh dari International Financial Statistics (IFS), Badan Pusat Statistik (BPS) dan Data Bank Indonesia (BI). Model penelitian ini mengacu pada Warjiyo dan Agung (2002) untuk menganalisis pengaruh variabel dalam satu model maka akan digunakan VAR jika I(0) maka metode VAR yang digunakan VAR level, dan VAR firstdifference jika I(1).

Hasil estimasi VAR menunjukkan bahwa hampir sembilan puluh persen dari variabel yang diestimasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap output nasional. Tetapi hasil IRF menunjukkan guncangan kredit bank swasta dan bank persero menyebabkan terjadinya penurunan GDP pada delapan periode awal. Sampai pada periode ketiga puluh lima respon GDP terhadap guncangan kredit belum menujukkan kondisi yang stabil. Berdasarkan temuan ini bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit bank berlaku di Indonesia tetapi kurang memberikan pengaruh yang signifikan.

ANALISIS EFEKTIFITAS PENETAPAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) TERHADAP PENYALURAN KREDIT SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PETUMBUHAN EKONOMI NASIONAL OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH

H14102125

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Ismail Hadikusumah H14102125

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama

: Ismail Hadikusumah NRP

: H14102125 Departemen : Ilmu Ekonomi Judul

: Analisis Efektivitas Penetapan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Terhadap Penyaluran Kredit Serta Implikasinya Terhadap Petumbuhan Ekonomi Nasional.

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim. M.Sc. NIP. 131 846 871

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872

Tanggal Kelulusan :

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang memiliki nama lengkap Ismail Hadikusumah lahir di kota Garut pada tanggal 23 Oktober 1983. Penulis lahir sebagai anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Endang Suntara dan Yeyet Heryeti. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar Suka Senang II. Lulus dari SD penulis melanjutkan ke tingkat SLTP di SLTPN 2 Garut pada tahun 1996. Pada tahun 1999 penulis berhasil diterima di SMUN 3 Tarogonga Garut dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002, penulis berhasil diterima di Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) di Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) melalui ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Departemen ini kemudian berganti nama menjadi Departemen Ilmu Ekonomi pada tahun 2004.

Selama masa kuliah penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan dan berbagai organisasi kemahasiswaan. Penulis pernah menjabat sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA), dan juga menjadi anggota HMI cabang Bogor.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia dan izin dari-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Tidak lupa shalawat serta salam semoga terus tercurah kepada nabi kit yaitu nabi akhir zaman beserta keluarganya dan sahabat-sahabatnya sebagai penuntun jalan yang lurus kepada umatnya Rasulullah Muhammad SAW.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Februari 2007 dengan judul “Analisis Efektifitas Penetapan Suku Bunga Sertifikat

Bank Indonesia (SBI) Terhadap Penyaluran Kredit Serta Implikasinya

Terhadap Petumbuhan Ekonomi Nasional (GDP). Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama. Pertama, Menganalisis apakah bank lending chanel terjadi di Indonesia. Kedua, Menganalisis apakah penyaluran kredit berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Ketiga, Menganalisis respon dinamis kredit terhadap guncangan (shock) suku bunga SBI dan respon dinamis GDP terhadap gucangan (shock) kredit.

Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam skripsi ini, namun penulis berharap semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Serta segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis terutama kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Sc. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

2. Ibu Dr. Wiewiek Rindayanti, M.Sc. sebagai dosen penguji utama dalam sidang karya ilmiah ini. Semua saran maupun kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Tanti Novianti, M.Si sebagai komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dalam tata cara penulisan skripsi ini.

4. Kedua orang tua penulis, yaitu ayah Endang Suntara dan ibu Yeyet Heryeti, kakak Rahmi, Maulana, Ibnu, adik-adik tercinta penulis, Ratih, Afiandika atas semua dukungan, doa dan motivasi selama ini.

5. Keluarga besar Prof. Dr. Ir. H. Hidayat Syarief, M.Sc, keluarga besar Dr. Ir. Asep Saefudin, keluarga besar Asep Rahman, keluarga besar Lia atas segala bantuan moril maupun materil dan doa selama ini.

6. Keluarga besar INTERCAFE, Ade Holis SE, Fikri Widya Nugraha SE atas bantuannya dalam mengerjakan skripsi ini.

7. Keluarga Besar IE 39, Sutriyono SE, Ari Priyaga SE, Ratana Vidyani SE, Tasya SE, Setyorini SE, Jaya SE, Imam SE, Iqbal SE, Andros SE, atas kesetiaannya selama empat tahun berteman.

8. Keluarga Besar HIMAGA (Himpunan Mahasiswa Garut), keluarga besar HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).

Bogor, Agustus 2007

Ismail Hadikusumah H14102125

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

2.1. Mekanisme Transmisi Standar .................................................................... 13

3.1. Data Yang Akan Digunakan Dalam Penelitian ........................................... 29

4.1. Uji Stasioneritas Data .................................................................................. 47

4.2. Uji Stabilitas Model VAR ........................................................................... 48

4.3. Pengujian Lag Optimal VAR ...................................................................... 49

4.4. Nilai Koefisien Terhadap Output ................................................................ 50

4.5. Nilai Koefisien SBI Terhadap Kredit .......................................................... 50

4.6. Nilai Probabilitas Kredit Terhadap GDP .................................................... 50

4.7. Nilai Probabilitas SBI Terhadap Kredit ...................................................... 51

4.13. Respon GDP Terhadap Guncangan Total Kredit Bank Persero ................. 57

4.14. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit Investasi Bank Swasta ............ 58

4.15. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit Investasi Bank Persero ........... 59

4.16. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit Investasi Bank Persero ........... 60

4.17. Respon GDP Terhadap Guncangan Kredit Investasi Bank Persero ........... 61

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari peranan sektor dunia usaha. Peranan ini harus didukung oleh pemerintah supaya meningkatkan gairah dunia usaha. Salah satu cara untuk meningkatkan gairah dunia usaha yaitu pemerintah melakukan kebijakan moneter diantaranya melalui pengaturan suku bunga SBI. Pengaturan oleh pemerintah terhadap suku bunga SBI merupakan salah satu instrumen yang sangat berperan bagi jumlah aliran kredit. Kredit bagi dunia usaha berguna untuk meningkatkan produktivitasnya. Dengan meningkatnya produktivitas diharapkan dapat merangsang dan menciptakan dunia usaha yang kondusif sehingga dapat meningkatkan investasi yang kemudian akan meningkatkan output nasional. Aliran kredit tidak terlepas dari peranaan perbankan sebagai lembaga keuangan.

Namun sejak terjadinya krisis yang melanda negara Indonesia pada tahun 1997 mengakibatkan penurunan jumlah kredit yang disalurkan perbankan ke sektor dunia usaha. Hal ini disebabkan karena kondisi perbankan yang lemah sehingga fungsi perbankan sebagai penyalur kredit mengalami gangguan.

Terpuruknya sektor perbankan ini disebabkan oleh lima faktor (Burhanudin, 2003) yaitu, pertama, adanya jaminan terselubung dari bank sentral atas kelangsungan hidup dari suatu bank telah menimbulkan moral hazard di kalangan pengelola dan pemilik bank. Hal ini mendorong perbankan untuk mengambil utang dan memberikan kredit ke sektor-sektor yang beresiko tinggi.

Kedua, sistem pengawasan oleh bank sentral kurang efektif. Hal ini akan telah mendorong perbankan nasional mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan operasional yang telah ditetapkan. Ketiga, besarnya pemberian kredit dan jaminan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada individu atau kelompok usaha yang terkait dengan bank telah mendorong tingginya risiko kemacetan kredit yang dihadapi bank. Keempat, lemahnya kemampuan manajerial bank telah mengakibatkan penurunan kualitas aset produktif dan meningkatkan risiko yang dihadapi bank. Kelima, kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan.

Jumlah kredit yang dialokasikan perbankan ke sektor dunia usaha setelah krisis mengalami pertumbuhan yang cenderung lambat (seperti yang terlihat pada Gambar 1.3, 1.4, dan 1.5). Hal ini akan berdampak pada pemulihan perekonomian. Lambatnya pertumbuhan kredit akan mengganggu pertumbuhan nasional, mengingat sektor riil masih tergantung dengan perbankan sebagai lembaga pembiayaan. Jika jumlah kredit yang dialokasikan ke sektor dunia usaha terlambat maka akan menekan konsumsi dan investasi sehingga akan berdampak pada output nasional.

Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka kebijakan moneter harus melalui saluran-saluran transmisi. Transmisi kebijakan moneter adalah saluran- saluran dalam kebijakan moneter sampai akhir mempengaruhi tujuan akhir yakni output. Mekanisme transmisi kebijakan moneter menjawab pertanyaan tentang bagaimana suatu kebijakan moneter ditransmisikan melalui berbagai saluran sehingga dapat mempengaruhi output.

Terdapat banyak saluran-saluran yang dapat dilalui oleh kebijakan moneter sehingga bermuara pada target output yang diinginkan. Diantara saluran- saluran tersebut adalah: suku bunga, kredit, harga aset, ekspektasi inflasi dan nilai tukar. Pada umumnya diasumsikan kebijakan moneter mempengaruhi output melalui permintaan agregat. Mekanisme kebijakan moneter yang digunakan yaitu mencoba menekan jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini akan mendorong kenaikan suku bunga domestik yang cukup tinggi. Suku bunga yang tinggi diperlukan agar masyarakat mau memegang rupiah. Upaya pemulihan kestabilan ekonomi ini dibantu oleh pemulihan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Pertumbuhan uang beredar mulai melambat dan suku bunga deposito mengalami kenaikan yang tinggi sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk memegang uang asing sehingga menguatkan nilai rupiah terhadap dollar Amerika. Nilai inflasi pun mulai terkendali menjadi 2 persen pada tahun 1999. Kebijakan yang dilakukan oleh bank central ini cukup signifikan terhadap pertumbuhan. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.1.

Sumber : BPS dan BI.

Gambar 1.1. Pertumbuhan PDB Indonesia 1998-2005

Walaupun satu atau dua tahun setelah krisis ekonomi 1998, ekonomi Indonesia sudah kembali menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif, namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-rata per tahun relatif masih lambat dibandingkan negara-negara tetangga yang juga terkena krisis seperti Korea Selatan dan Thailand (Achsani dalam Nugraha (2006)), atau masih jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata per tahun yang pernah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru (ORBA), khususnya pada periode 1980-an hingga pertengahan 1990-an. Salah satu penyebabnya adalah masih belum intensifnya kegiatan investasi, termasuk arus investasi dari luar terutama dalam bentuk penanaman modal asing (PMA). Padahal era ORBA membuktikan bahwa investasi, khususnya PMA, merupakan faktor pendorong yang sangat krusial bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Terutama melihat kenyataan bahwa sumber perkembangan teknologi, perubahan struktural, diversifikasi produk, dan pertumbuhan ekspor di Indonesia selama ORBA sebagian besar karena kehadiran PMA di Indonesia.

Sumber : BPS.

Gambar 1.2. Pertumbuhan dalam jumlah proyek PMA dan PMDN yang disetujui

Pada tahun 2000-2001, tingkat inflasi mengalami kenaikan. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), kenaikan iuran telepon, kenaikan iuran listrik, dan pengurangan subsidi dari pemerintah. Situasi ini mengakibatkan kondisi perekonomian menjadi kembali memburuk. Oleh karena itu Bank Indonesia (pemerintah) melakukan kebijakan moneter yang bersifat kontraktif dengan menaikan suku bunga SBI.

Upaya pemeritah menaikkan suku bunga SBI dengan tujuan untuk meningkatkan suku bunga deposito dan pengendalian tingkat inflasi ternyata tidak berjalan dengan efektif. Suku bunga deposito tetap berada dibawah suku bunga kredit, dan tingkat inflasi mengalami kenaikan. Naiknya suku bunga SBI ternyata menimbulkan dilema bagi pemerintah. Di satu sisi, kebijakan moneter dengan cara menaikan suku bunga SBI dapat menekan kelebihan likuiditas, dan disisi lain upaya penyerapan likuiditas agar efektif diperlukan perubahan kebijakan yang drastis. Hal ini dapat mengganggu proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.

Ketidakefektifan kebijakan moneter juga terjadi pada tahun 2002-2003. Saat itu, pemerintah melakukan kebijakan moneter yang bersifat ekspansif dengan menurunkan suku bunga SBI. Penurunan suku bunga SBI yang diharapkan dapat mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit ternyata tidak terjadi, karena dengan turunnya suku bunga kredit maka akan menaikan tingkat atau jumlah kredit yang akan dibarengi naiknya jumlah investasi, sehingga dengan naiknya investasi akan mendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional.

Penurunan suku bunga SBI ternyata belum diikuti dengan penurunan suku bunga kredit secara signifikan. Hal ini dikarenakan, kondisi perbankan sebagai lembaga intermediasi belum pulih. Perbankan masih tergantung dari suku bunga kredit dan obligasi untuk mempertahankan pendapatannya, sehingga suku bunga deposito.

Seperti yang diperlihatkan dalam Gambar dibawah ini. Pada periode ke 61 ketika suku bunga SBI dinaikan permintaan kredit terus miningkat baik itu kredit bank swasta maupun kredit bank negara.

Sumber : BPS.

Gambar 1.3 Trend Suku Bunga SBI

Suku bunga SBI pada tahun 1993 sampai 1997 menunjukkan tingkat yang relatif stabil, tetapi pada pertengahan tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 suku bunga SBI meningkat tajam (Gambar 4.1). Adapun beberapa hal yang melatarbelakangi fenomena ini adalah terjadinya rush di dunia perbankan serta depresiasi kurs Rupiah yang sempat mencapai Rp. 15.000/US$ akibat keputusan Thailand untuk mendevaluasi Baht pada 2 Juli 1997 (Achsani dalam Nugraha (2006)).

Distorsi yang terjadi dalam sisi moneter ini secara langsung menuntut Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk melakukan pemulihan yang cepat. Oleh karenanya, dengan meningkatkan suku bunga SBI, Bank Indonesia berusaha menahan laju depresiasi yang tinggi, menekan laju inflasi akibat depresiasi kurs Rupiah sekaligus mengembalikan kepercayaan dunia perbankan khususnya nasabah agar tetap menyimpan dananya di bank.

Sumber : BPS.

Gambar 1.4. Trend Kredit Bank Persero

Trend kredit bank persero mengalami empat fase, yang pertama meningkat perlahan yang terjadi pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1998, kedua mulai 1998 meningkat tajam pada tahun 1999 hingga sampai 12.4, ketiga menurun dengan tajam pada awal tahun 1999 hal ini kesesuaian dengan teori karena pemerintah melakukan kebijakan menaikan suku bunga, dan keempat mulai dari tahun 2001 kembali menunjukan peningkatan mulai tahun 2001.

Sumber : BPS.

Gambar 1.5. Trend Kredit Bank Swasta

Trend kredit bank swasta pada awal periode tahun 1993 sampai 1998 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Namun, pada tahun 1998 negara Indonesia mengalami krisis yang membekukan beberapa perbankan sehingga jumlah kredit mengalami penurunan pertumbuhan yaitu sampai 10.8 persen. Mulai dari tahun 1999 hingga 2005 kembali menunjukan pertumbuhan yang positif.

1.2. Perumusan masalah

Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa dunia usaha memberikan peran besar tehadap pendapatan nasional. Maka dari itu, perlu didukung oleh kinerja perbankan yang baik, sebab sektor perbankan ini berperan sebagai penyalur kredit terhadap dunia usaha.

Perubahan kredit didalam teori sangat dipengaruhi oleh suku bunga. Karena jika suku bunga yang berlaku tinggi maka sektor bank cenderung untuk membeli surat berharga dibandingkan dengan memberikan kredit kepada investor Perubahan kredit didalam teori sangat dipengaruhi oleh suku bunga. Karena jika suku bunga yang berlaku tinggi maka sektor bank cenderung untuk membeli surat berharga dibandingkan dengan memberikan kredit kepada investor

Akan tetapi data yang didapat, pada kenyataannya di negara Indonesia kebijakan moneter melalui penetapan suku bunga SBI belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Meskipun demikian pemerintah akhir-akhir ini kembali ingin meningkatkan pertumbuhan nasional melalui jalur penetapan suku bunga SBI. Oleh karena itu suatu hal yang menarik melakukan studi tentang kebijakan moneter melalui jalur penetapan suku bunga SBI. Penelitian ini akan menjawab beberapa masalah. Pertama, apakah bank lending channel terjadi di Indonesia?. Kedua, bagaimana implikasinya tehadap pertumbuhan nasional?. Ketiga, bagaimana respon dinamis kredit terhadap guncangan SBI, dan respon dinamis GDP terhadap guncangan (shock) kredit?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk menjawab perumusan masalah diatas, yaitu:

1. Menganalisis bank lending chanel terjadi di Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh penyaluran kredit terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

3. Menganalisis respon dinamis kredit terhadap guncangan (shock) suku bunga SBI dan respon dinamis GDP terhadap gucangan (shock) kredit.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi hasanah dan berguna terhadap beberapa pihak, antara lain:

1. Bagi Bank Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan kebijakan moneter yang berkaitan dengan penetapan masalah finance terhadap pengalokasian kredit ke sektor dunia usaha serta implikasinya terhadap terhadap output nasional.

2. Bagi pihak penulis, penelitian ini merupkan pengalaman yang berharga dan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku perkuliahan. Penulisan ini juga menambah pengatahuan dan wawasan penulis.

3. Bagi pihak lain, diharapkan melalui penelitian ini semua pihak dapat mengambil pelajaran dan ikut memikirkan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan suatu perekonomian yang kondusif.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Kebijakan Moneter

Kebijakan monoter adalah kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam hal ini, besaran moneter (monetary aggregates) antara lain dapat berupa uang beredar, uang primer atau uang kredit perbankan. Dalam praktek, perkembangan kegiatan ekonomi yang diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro yang antara lain dicerminkan oleh stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan GDP riil (pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya lapangan/ kesempatan kerja yang tersedia.

Kebijakan moneter pada dasarnya dapat pula dibedakan antara kebijakan moneter ekspansif (easy monetary policy) dan kebijakan moneter kontraktif (tight monetary policy). Kebijakan moneter ekspansif pada umunya ditempuh untuk mengatasi kelesuan perekonomian dalam negeri. Dengan penambahan jumlah uang beredar, diharapkan kegiatan kegiatan perekonomian akan dapat didorong. Namun bagi negara yang menganut sistem perekonomian terbuka dan sistem devisa bebas, kebijakan moneter ekspansif dapat memberikan tekanan terhadap neraca pembayaran. Hal ini tejadi apabila peningkatan jumlah uang beredar menyebabkan kenaikan inflasi di dalam negeri sehingga menurunkan daya saing produksi dalam negeri terhadap barang impor dan daya saing barang ekspor di pasar internasional. Disamping itu, kebijakan moneter ekspansif tersebut Kebijakan moneter pada dasarnya dapat pula dibedakan antara kebijakan moneter ekspansif (easy monetary policy) dan kebijakan moneter kontraktif (tight monetary policy). Kebijakan moneter ekspansif pada umunya ditempuh untuk mengatasi kelesuan perekonomian dalam negeri. Dengan penambahan jumlah uang beredar, diharapkan kegiatan kegiatan perekonomian akan dapat didorong. Namun bagi negara yang menganut sistem perekonomian terbuka dan sistem devisa bebas, kebijakan moneter ekspansif dapat memberikan tekanan terhadap neraca pembayaran. Hal ini tejadi apabila peningkatan jumlah uang beredar menyebabkan kenaikan inflasi di dalam negeri sehingga menurunkan daya saing produksi dalam negeri terhadap barang impor dan daya saing barang ekspor di pasar internasional. Disamping itu, kebijakan moneter ekspansif tersebut

Berbeda dengan kebijakan moneter ekspansif, kebijakan moneter kontraktif dilakukan terutama untuk menjaga kestabilan harga. Selain itu, apabila suatu negara mengalami tekanan neraca pembayaran, kebijakan moneter tersebut juga dapat membantu mengatasi masalah neraca pembayaran yang dihadapi. Hal ini jika kebijakan moneter tersebut dapat menekan inflasi sedemikian rupa sehingga meningkatkan daya saing produksi dalam negeri terhadap barang impor dan daya saing barang ekspor di pasaran internasional. Selain itu, penurunan tingkat inflasi dapat meningkatkan suku bunga riil dalam negeri sehingga dapat mencegah pengaliran modal ke luar negeri (Mishkin, 2001).

2.2. Mekanisme Kebijakan Moneter

Mekanisme kebijakan moneter merupakan jalur yang dilalui oleh suatu kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama pendapatan nasional (Hakim, 2004). Kebijakan moneter di suatu negara menggunakan suatu instrumen moneter yang akan mempengaruhi sasaran antara untuk mencapai sasaran akhir berupa pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga. Instrumen yang dimiliki Bank Sentral terdiri dari pengelolaan penawaran uang, tingkat suku bunga dan cadangan minimum perbankan.

Tabel 2.1. Mekanisme Transmisi Standar

Sasaran Akhir 1. OPT melalui

Instrumen

Sasaran Operasional

Sasaran Antara

1. Pendapatan penjualan surat

1. Uang Primer

1. Uang beredar (M2

2. Inflasi berharga

2. Tingkat suku

dan M3)

bunga SBI;

2. Kredit perbankan

2. Cadangan

PUAB

3. Nilai tukar

minimum bank 3. Kebijakan diskonto

Sumber : Hakim (2004) Instrumen kebijakan moter terdiri dari tiga jenis (Tabel 2.1) yaitu operasi pasar terbuka, cadangan minimum bank dan kebijakan diskonto. Berikut adalah penjelasan ketiga instrumen tersebut, antara lain:

1. Operasi Pasar Terbuka (OPT) Operasi Pasar Terbuka (Mishkin, 2001) merupakan intervensi yang dilakukan bank sentral untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar dengan membeli atau menjual surat berharga, seperti Sertifat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). SBI merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sedangka SBPU diterbitkan oleh bank atau perusahaan. Kedua instrumen ini dikeluarkan pada saat Bank Sentral ingin membekukan likuiditas.

SBI sebagai surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia digunakan untuk melakukan operasi moneter secara tidak langsung. Selain itu, SBI dapat digunakan untuk mengatur likuiditas jangka pendek dari bank, perusahaan atau masyarakat. Suku bunga SBI merupakan indikator yang terbaik dalam kebijakan moneter dan terkadang digunakan sebagai alternatif investasi (Warjiyo dan Agung, 2002). Bank sentral akan melakukan kebijakan moneter SBI sebagai surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia digunakan untuk melakukan operasi moneter secara tidak langsung. Selain itu, SBI dapat digunakan untuk mengatur likuiditas jangka pendek dari bank, perusahaan atau masyarakat. Suku bunga SBI merupakan indikator yang terbaik dalam kebijakan moneter dan terkadang digunakan sebagai alternatif investasi (Warjiyo dan Agung, 2002). Bank sentral akan melakukan kebijakan moneter

Terdapat beberapa keuntungan kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen pasar terbuka (Mishkin, 2001), diantaranya adalah (1) OPT merupakan kebijakan moneter yang muncul atas inisiatif dari bank sentral untuk mengontrol jumlah uang beredar; (2) OPT dapat digunakan secara luas, fleksibel dan tepat; (3) OPT sangat mudah dikoreksi atau dibetulkan bila ada kesalahan dalam pengambilan suatu kebijakan; dan (4) OPT dapat diterapkan secara cepat.

2. Giro Wajib Minimum Giro Wajib Minimum (GWM) atau cadangan minimum bank merupakan dana yang harus disimpan oleh perbankan pada bank sentral. Besarnya GWM merupakan cerminan dari kebijakan bank sentral dalam menentukan besarnya jumlah uang yang beredar. GWM jarang digunakan sebagai instruman kebijakan.

Kelebihan dengan menggunakan instruman GWM (Mishkin, 2001) adalah memiliki dampak yang sama ke semua bank dan sangat berpengaruh terhadap jumlah uang beredar. Kekurangan penggunaan GWM secara cepat akan mengakibatkan masalah likuiditas bagi bank-bank yang memiliki excess reserves yang rendah.

3. Tingkat Diskonto Tingkat diskonto merupakan suatu kebijakan untuk mengendalikan uang beredar dengan merubah tingkat suku bunga. Namun kebijakan ini jarang digunakan. Kebijakan ini hanya dipakai oleh bank, berkaitan dengan fungsi bank sebagai lender of the last resort, artinya bank sentral sebagai alternatif terakhir 3. Tingkat Diskonto Tingkat diskonto merupakan suatu kebijakan untuk mengendalikan uang beredar dengan merubah tingkat suku bunga. Namun kebijakan ini jarang digunakan. Kebijakan ini hanya dipakai oleh bank, berkaitan dengan fungsi bank sebagai lender of the last resort, artinya bank sentral sebagai alternatif terakhir

Kekurangan menggunakan instrumen ini sebagai kebijakan moneter (Mishkin, 2001), yaitu (1) menimbulkan kebingungan bagi bank sentral untuk menetapkan tujuannya ketika perubahan tingkat diskonto diumumkan, dan (2) ketika bank sentral menetapkan tingkat diskonto pada level tertentu, akan terjadi

fluktuasi antara suku bunga pasar dengan tingkat diskonto (i-i d ) sebagai perubahan suku bunga pasar. Diantara ketiga instrumen tersebut, OPT yang sering digunakan oleh Bank sentral untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar (Mishkin, 2001). Instrumen ini akan mempengaruhi sasaran operasional melalui perubahan uang primer atau perubahan tingkat suku bunga baik suku bunga antar (PUAB) ataupun suku bunga federal. Kemudian, secara efektif sasaran operasional akan berpengaruh terhadap sasaran antara berupa uang beredar, kredit perbankan ataupun nilai tukar. Pada akhirnya, kebijakan moneter akan mencapai sasaran akhir berupa pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan pendapatan ataupun inflasi.

2.3. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

Perekonomian sebuah negara terbuka (open economy) terdiri dari 4 sektor, yaitu sektor moneter, sektor riil, sektor fiskal, sektor eksternal. Hubungan antara sektor moneter dan sektor riil terjadi melalui mekanisme transmisi (mechanism of transmision), yang intinya adalah bahwa Bank Sentral sebagai otoritas sektor moneter dapat mengeluarkan kebijakan yang akan berpengaruh pada sektor riil.

Mekanisme kebijakan moneter didefinisikan sebagai suatu proses dimana kebijakan moneter ditransmisikan ke dalam perubahan GDP riil dan inflasi (Warjiyo dan Solikin, 2003). Secara umum jalur mekanisme transmisi tersebut bekerja melalui lima jalur, yaitu jalur suku bunga, nilai tukar, harga aset, dan ekspektasi.

2.3.1. Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel)

Mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga menekankan bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi permintaan agregat melalui perubahan suku bunga. Dalam hal ini, pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek ditransmisikan pada suku bunga jangka menengah atau jangka panjang melalui mekanisme penyeimbang sisi penawaran dan permintaan di pasar uang. Perkembangan suku bunga tersebut akan mempengaruhi biaya modal (cost of capital), yang pada gilirannya akan mempengaruhi pengeluaran investasi dan konsumsi yang merupakan komponen dari permintaan agregat.

Kebijakan Moneter

Konsumsi Jumlah Uang Beredar

Bunga

Modal

Sumber: Warjiyo dan Solikin 2003. Gambar 2.1. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Suku Bunga

2.3.2. Jalur Nilai Tukar (Exchange Rate Channel)

Mekanisme transmisi melalui jalur nilai tukar menekankan bahwa pergerakan nilai tukar dapat mempengaruhi perkembangan penawaran dan permintaan agregat, dan selanjutnya output dan harga. Besar kecilnya pengaruh Mekanisme transmisi melalui jalur nilai tukar menekankan bahwa pergerakan nilai tukar dapat mempengaruhi perkembangan penawaran dan permintaan agregat, dan selanjutnya output dan harga. Besar kecilnya pengaruh

Kebijakan Moneter

Nilai Tukar

Harga Relatif

Harga

Impor

Jumlah Uang Yang Beredar Permintaan

Agregat

Sumber: Warjiyo dan Solikin 2003.

Gambar 2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Nilai Tukar

2.3.3. Jalur Harga Aset (Asset Price Channel)

Mekanisme transmisi melalui jalur haga aset menekankan bahwa kebijakan moneter berpengaruh pada perubahan harga aset dan kekayaan masyarakat, yang selanjutnya mempengaruhi pengeluaran investasi dan konsumsi. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter kontraktif, maka hal tersebut akan mendorong peningkatan suku bunga, dan pada akhirnya akan menekan harga aset perusahaan (market value). Penurunan harga aset dapat berakibat pada dua Mekanisme transmisi melalui jalur haga aset menekankan bahwa kebijakan moneter berpengaruh pada perubahan harga aset dan kekayaan masyarakat, yang selanjutnya mempengaruhi pengeluaran investasi dan konsumsi. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter kontraktif, maka hal tersebut akan mendorong peningkatan suku bunga, dan pada akhirnya akan menekan harga aset perusahaan (market value). Penurunan harga aset dapat berakibat pada dua

Kebijakan Moneter

Nilai Tukar

Harga Aset

Investasi/ Konsumsi

Jumlah Uang Yang Beredar

Sumber: Warjiyo dan Solikin 2003.

Gambar 2.3. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Harga Aset

2.3.4. Jalur Ekspektasi (expectation Channel)

Mekanisme transmisi melalui jalur ekspektasi menekankan bahwa kebijakan moneter dapat diarahkan untuk mempengaruhi pembentukan ekspektasi mengenai inflasi dan kegiatan ekonomi. Kondisi tersebut mempengaruhi perilaku agen-agen ekonomi dalam melakukan keputusan konsumsi dan investasi, yang pada gilirannya akan medorong perubahan permintaan agregat dan inflasi.

Kebijakan Moneter

Ekspektasi Inflasi/

Keputusan Konsumsi/

investasi Jumlah Uang Yang Beredar

Kegiatan Ekonomi

Sumber: Warjiyo dan Solikin 2003.

Gambar 2.4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Ekspektasi

2.3.5. Jalur Kredit (Credit Channel)

Mekanisme transmisi melaui jalur kredit bekerja dengan memanfaatkan media pasar utang atau pasar kredit. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi antara Surplus Spending Unit (SSU) dan Defisit Spending Unit (DSU) memainkan peranan penting dalam mekanisme kebijakan melalui jalur kredit. Mekanisme transmisi melalui julur kredit dapat dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, bank lending channel yang menekan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan bank, khususnya di sisi aset. Kedua, balance sheet channel yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan perusahaan dan selanjutnya akan mempengaruhi akses perusahaan untuk mendapat kredit.

Kebijakan Moneter

Leabilitas Bank

Ketersediaan Kredit Bank

Jumlah Uang Beredar Investasi

Suku Bunga/

Nilai Bersih

Pemberian

Harga Saham

Perusahaan

Kredit

Sumber: Warjiyo dan Solikin 2003.

Gambar 2.5. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Kredit

2.4. Credit Channel sebagai Jalur Mekanisme Kebijakan Moneter

Belakangan ini banyak pakar ekonomi yang berpendapat bahwa ada beberapa kebijakan moneter yang berpengaruh kepada permintaan agregat tetapi tidak dijelaskan dalam pandangan tradisional jalur suku bunga. Mereka beranggapan bahwa jalur kredit dapat menjelaskan transmisi kebijakan tersebut.

Beberapa penelitian akhir-akhir ini telah membuktikan bahwa jalur kredit berperan penting dalam transmisi kebijakan moneter (Purwanto, 1998).

Jalur kredit tersebut bekerja dalam mekanisme transmisi dengan menggunakan pasar kredit atau utang. Dalam pasar kredit, ada satu keunikan khusus yaitu terjadinya kondisi asimmetric information (ketidak sempurnaan informasi antar pelaku pasar) yaitu bank dan debitur, yang dapat dijelaskan dalam contoh ilustrasi berikut. Dalam pasar kredit, debitur lebih mengetahui informasi mengenai resiko usaha yang mereka jalankan dibandingkan dengan bank. Kondisis asimmetric information ini mendorong pihak yang memiliki informasi lebih baik yaitu debitur untuk melakukan tindakan yang merugikan bank.

Kondisi asimmetric information dapat menyebabkan permasalahan yaitu:

1. Moral Hazard Dengan keuntungan dalam memiliki informasi yang lebih baik, maka debitur dapat melakukan Moral hazard dengan cara menggunakan kredit yang diperoleh untuk investasi yang berisiko cukup tinggi. Disatu pihak, debitur akan memperoleh untung yang sangat tinggi apabila tersebut berhasil. Namun disisi lain, bank akan menanggung kerugian apabila investasi tersebut gagal.

2. Adverse Selection Informasi yang asimetri juga dapat menyebabkan turunnya kualitas rata-rata debitur yang mengajukan aplikasi kredit, khususnya pada saat suku bunga tinggi. Hal ini dikarenakan pada saat suku bunga pinjaman meningkat, maka hanya debitur yang kualitasnya rendah (debitur yang berisiko tinggi) yang 2. Adverse Selection Informasi yang asimetri juga dapat menyebabkan turunnya kualitas rata-rata debitur yang mengajukan aplikasi kredit, khususnya pada saat suku bunga tinggi. Hal ini dikarenakan pada saat suku bunga pinjaman meningkat, maka hanya debitur yang kualitasnya rendah (debitur yang berisiko tinggi) yang

2.4.1. Jalur Neraca Perusahaan (Balance Sheet Channel)

Jalur ini bekerja melalui net worth yaitu nilai valuasi perusahaan saat ini. Semakin kecil net worth berarti debitur hanya memiliki koleteral yang rendah dan oleh karena itu peluang tertolaknya kredit yang diajukan oleh debitur semakin besar. Berdasarkan konsep tersebut, maka perbankan membebankan premium pada debitur yang berbanding terbalik dengan net worth perusahaan.

Kebijakan moneter dapat mempengaruhi neraca perusahaan melalui beberapa cara, pada saat kebijakan moneter ketat akan menurunkan equity price yang pada gilirannya akan menurunkan net worth perusahaan. Hal ini akan menyebabkan advers selection dan moral hazard meningkat (asumsi asymmetric information). Akhirnya hal ini akan menyebabkan kesempatan berinvestasi menurun sehingga pada akhirnya akan menurunkan permintaan agregat.

2.4.2. Jalur Pinjaman Bank (Bank Lending Channel)

Jalur ini bekerja dengan asumsi bahwa bank memainkan peran vital dalam sistem keuangan karena perbankan memiliki keunggulan absolut untuk menyalurkan kredit pada debitur tertentu, khususnya perusahaan kecil yang tidak memiliki akses ke pasar modal, dan pada saat asymmetric information terjadi.

Kebijakan moneter kontraktif akan mengurangi reserve bank, dan oleh karena itu, sumber pendanaan bagi perusahaan akan menurun, yang pada gilirannya investasi turun, dan akhirnya permintaan agregat akan menurun pula.

Ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi agar jalur pinjaman bank (bank lending channel) dapat menjadi jalur mekanisme transmisi yaitu:

a) Kredit dan surat-surat berharga bukan merupakan substitusi yang sempurna. Kondisi ini lebih mungkin terjadi bila perusahaan tidak memiliki akses ke pasar modal.

b) Bank sentral harus dapat mempengaruhi supply kredit secara langsung. Dalam kaitan dengan masalah ini, ada 4 faktor yang dapat berpengaruh pada efektivitas bank lending channel sebagai jalur transmisi, yaitu:

• Keberadaan lembaga intermediasi non-bank. Hal ini disebabkan karena kebijakan bank sentral tidak akan berpengaruh pada lembaga keuangan

non-bank secara cepat (lembaga non-bank tidak diwajibkan memiliki reserve di bank sentral)

• Kemampuan bank untuk bereaksi atas kebijakan GWM. Sebuah bank, setidaknya dapat bereaksi dengan dua cara atas kebijakan GWM yaitu:

dengan menarik kredit yang telah diberikan dan menghimpun dana yang tidak terkena kewajiban GWM (seperti: commercial papers, medium term

notes). • Kemudian bank untuk menghimpun dana diluar sumber dana yang terkena

wajib GWM, seperti: Commercial Papers (CPs) dan Medium Term Notes (MTN).

• Peraturan jumlah maksimal kredit yang diberikan (basle Principles). Bila kempat faktor diatas dapat direduksi, maka efektivitas bank lending

channel akan semakin tinggi.

Kedua jalur tersebut (bank lending channel dan balance sheet channel) memiliki persamaan (Warjiyo dan Agung, 2002) yaitu keduanya berpendapat bahwa kebijakan moneter akan efektif jika dapat mempengaruhi pinjaman yang memiliki keterbatasan dalam mengakses pasar modal, perbankan dan beberapa lembaga keuangan yang sama. Perbedaannya, dalam jalur pinjaman, kebijakan moneter berdampak pada jumlah persediaan kredit sedangkan dalam neraca bank, perusahaan atau nasabah yang akan terkena dampak kebijakan moneter.

2.5. Pengertian Kredit

Kata kredit bersal dari kata latin credere, yang artinya “mempercayai”. Kepercayaan itu antara si pemberi dengan si pemohon kredit yang terkait dalam suatu kesepakatan. Menurut Kent dalam Suyatno (2003), kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang- barang sekarang. Jonson dalam Djinarto (2000) menyatakan bahwa kredit adalah kemampuan untuk memperoleh barang atau jasa dengan memberi janji untuk membayar pada tanggal tertentu di masa yang akan datang. Dalam arti ekonomi kredit adalah penundaan bayaran dari prestasi yang diberikan sekarang baik dalam bentuk barang, uang atau jasa (Suyatno, 2003). Sementara menurut Undang- Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.

2.6. Fungsi Kredit

Menurut Simorangkir (2000) fungsi kredit adalah sebagai berikut:

1) Pada hakikatnya kredit akan meningkatkan daya guna (equity) uang. Kredit dapat dijadikan sebagai modal usaha atau tambahan modal usaha yang bermanfaat bagi kelancaran produksi suatu usaha baik yang diberikan secara langsung oleh pemilik modal maupun melalui pihak perbankan.

2) Kredit mampu meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Kredit yang diberikan melalui rekening giro akan meningkatkan peredaran uang giral, sedangkan kredit yang diberikan secara tunai akan meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas akan berkembang.

3) Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang. Kredit merupakan tambahan modal usaha bagi suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan berproduksi atau mengolah suatu bahan baku dari bahan mentah menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat. Adanya kredit, produksi suatu usaha meningkat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar dan peredaran barang dari produsen ke konsumen pun meningkat.

4) Kredit merupakan salah satu alat stabilitas ekonomi. Menurut Suyatno (2003), pada tahun 1996, kebijakan pemerintah untuk menjaga kestabilan ekonomi melalui kredit telah berhasil dengan baik. Pemerintah melakukan kebijakan uang ketat melalui pemberian kredit 4) Kredit merupakan salah satu alat stabilitas ekonomi. Menurut Suyatno (2003), pada tahun 1996, kebijakan pemerintah untuk menjaga kestabilan ekonomi melalui kredit telah berhasil dengan baik. Pemerintah melakukan kebijakan uang ketat melalui pemberian kredit

5) Kredit mampu meningkatkan kegairahan berusaha. Kredit merupakan salah satu insentif yang diharapkan dapat meningkatkan volume usaha. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan berguna bagi perusahaan untuk mengatasi kekurangan modal, sehingga volume usaha dapat ditingkatkan.

6) Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. Adanya bantuan kredit dijadikan sarana bagi perusahaan untuk memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan dan pendirian proyek baru memerlukan tenaga kerja sehingga mereka memperoleh pendapatan, dalam hal ini, adanya kredit membuat aliran kredit ke tenaga kerja menjadi merata.

7) Kredit merupakan alat untuk meningkatkan hubungan internasional. Bank-bank asing di luar negeri dapat memberikan kredit kepada sektor usaha di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Begitu pula dengan negara-negara maju, mereka dapat pula memberikan bantuan kredit kepada sektor dunia usaha di Indonesia. Dengan demikian, hal ini menandakan terjalinnya hubungan ekonomi dan internasional antar negara.

Menurut Bank Indonesia, fungsi kredit adalah:

1. Bagi dunia usaha kredit berfungsi sebagai permodalan untuk menjaga kelangsungan atau meningkatkan usahanya, dan sebagai pengembalian kredit wajib dilakukan tepat waktu, diharapkan dapat diperoleh dari keuntungan usahanya.

2. Bagi lembaga keuangan kredit berfungsi untuk menyalurkan dana masyarakat (deposito, tabungan, giro) dalam bentuk kredit pada dunia usaha.

2.7. Kerangka Pemikiran

Keterkaitan antara permasalahan dengan tujuan penelitian dapat kita lihat pada bagan alir (flow-chart) yang merupakan kerangka pemikiran dari penelitian, sebagaimana disajikan dalam Gambar 2.6. Kebijakan penetapan suku bunga yang dilakukan oleh pemerintah (Bank Indonesia) ditujukan untuk mempengaruhi jumlah suplay kredit dan demand kredit. Mekanisme transmisi melalui jalur kredit bekerja dengan memanfaatkan media pasar utang atau pasar kredit. Mekanisme transmisi melalui jalur kredit dapat dibedakan melalui dua jalur. Pertama, bank lending channel yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan bank, khususnya disisi aset. Kajian dalam penulisan ini kredit akan dibagi menjadi dua, yaitu kredit bank swasta dan kredit bank pemerintah. Kedua, balance sheet channel yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan perusahaan dan selanjutnya mempengaruhi akses perusahaan untuk mendapatkan kredit.

Besaran suku bunga sangat menentukan aktifitas perekonomian. Tingkat suku bunga berhubungan erat dengan dengan tingkat investasi masyarakat yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat output nasional. Misalnya, ketika tingkat suku bunga di pasar keuangan tinggi, maka akan menurunkan gairah investasi di sektor riil karena masyarakat akan menyimpan atau menanamkan dananya di lembaga-lembaga keuangan dengan membeli aset-aset keuangan (apabila tingkat suku bunga SBI diturunkan maka diharapkan akan menaikan jumlah investasi, begitu juga sebaliknya bila tingkat suku bunga SBI dinaikan maka akan menurunkan jumlah investasi). Efektivitas dengan meningkatnya jumlah investasi tersebut maka akan mendorong pertumbuhan nasional (GDP), GDP merupakan salah satu tujuan akhir suatu kebijakan. Berikut adalah skema dari jalur penetapan suku bunga SBI terhadap output nasional:

Kebijakan Moneter Melalui Penetapan Suku Bunga SBI

Suply

Pasar Kredit

Demand

Bank Lending

Credit Chanel

Balance Sheet Channel

Private Bank

Ada/Tidak

Investasi

State Bank

Efektivitas

Pertumbuhan Nasional

Gambar 2.6. Kerangka pemikiran

2.8. Hipotesis Penelitian

Untuk menguji apakah credit channel berlaku, maka dalam penelitian ini dirumuskan suatu hipotesis. Pada saat kebijakan moneter dilakukan, credit Channel berlaku apabila: H10 : Suku bunga SBI berpengaruh terhadap kredit. H11 : Suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap kredit. H20 : Kredit berpengaruh terhadap output. H21 : Kredit tidak berpengaruh terhadap output.

Hipotesis diatas digunakan untuk mengidentifikasi kurva penawaran dalam pasar kredit dan menguji efektivitas kebijakan moneter dalam rangka menjawab permasalahan yang ada.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data yang diambil yaitu pada kurun waktu 1993 sampai dengan 2005. Bersumber dari Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS), Internet, buku serta berbagai literatur yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan.

Tabel 3.1. Data yang akan digunakan dalam penelitian

Variabel Satuan Sumber

SBI Rate

% BI

Inter Bank Rates

% BI

BI

Base Money

Rp. Milyar

Exchange rate

Rp/$ BI

BI

Real GDP

Rp. Milyar

CPI

Rp. Milyar

BPS

Industial Production

Rp. Milyar

BPS

Real Investment

Rp. Milyar

BPS

BI

Deposit-State Bank

Rp. Milyar

BI

Deposit-Private Bank

Rp. Milyar

BI

Lending-State Bank

Rp. Milyar

BI

Lending-Private Bank

Rp. Milyar

Inv.Lending Rate-State Bank

% BI

Inv.Lending Rate-Private Bank

% BI

BI

Invest. Lending-State Bank

Rp. Milyar

BI

Invest. Lending-Private Bank

Rp. Milyar

3.2. Metode Analisis Data

3.2.1. Vector Autoregression (VAR)

Penelitian ini menggunakan metode Vector Autoregression (VAR), yaitu suatu sistem persamaan yang diperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu sendiri serta nilai lag yang lain dari peubah lain ada dalam sistem itu sendiri. Jika data yang digunakan stasioner dan tidak terkointegrasi, maka metrode VAR level yang digunakan. Tetapi, jika data yang digunakan tidak stasioner di level maka VAR first difference yang digunakan.

Keuntungan VAR dibanding metode ekonometri konvensional adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel didalam persaman itu. Jadi, dengan metode VAR ini dapat menangkap berbagai pola hubungan kausalitas antara variabel dalam sistem, dalam hal ini hubungan langsung maupun hubungan tak langsung.

2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.

3. Metode VAR dapat mendeteksi hubungan antara variabel dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogenus.

4. Karena bekerja berdasarkan data, motode VAR terbatas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spuriuos variabel endogen and exogen) didalam model ekonometri konvensional 4. Karena bekerja berdasarkan data, motode VAR terbatas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spuriuos variabel endogen and exogen) didalam model ekonometri konvensional

5. Karena VAR merupakan sub topik time series dalam ekonometri, maka analisa secara dinamis antar variabel sangat diperlukan. Dengan metode dekomposisi varians dan Impuls Respon Function, hasil empiris dalam metode VAR dapat menjelaskan pergerakan variabel dalam mempengaruhi seluruh variabel lain dalam mempengaruhi satu variabel lain.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63