Psikologi Agama dan Psikologi Massa dala

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
PRESPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
DALAM PSIKOLOGI MASSA DAN PSIKOLOGI AGAMA

M. ANUGRAH ARIFIN
154141009
DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

DOSEN PENGAMPU
Prof. Dr. H. M.Taufik, M.Ag

PASCASARJANA
Jurusan Magister Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Negeri Mataram

1

PRESPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
DALAM PSIKOLOGI MASSA DAN PSIKOLOGI AGAMA
A. Konteks Permasalahan

Manusia sebagai subjek sekaligus objek pendidikan terdiri dari elemen
Ruhaniyah dan Jasmaniah yang sifatnya labil dan berubah-ubah, terkadang
meningkat drastic dan tidak jarang menurun bahkan menjadi buruk.
Pendidikan sebagai sebuah proses pengembangan potensi Ruhaniyah maupun
jasmaniyah merupakan usaha nyata manusia untuk mengoptimalkan
Intelektual, Moral, spiritual, serta kemampuan untuk berinteraksi social. Ki
Hajar Dewantara memiliki pandangan bahwa pendidikan pada umumnya
memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelektual), dan jasmani
anak sesuai dengan alam dan masyarakat.1 Aktualisasi nilai-nilai ideal
pendidikan seperti yang ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara dan tokoh-tokoh
pendidikan yang lain dalam kenyataannya tidaklah mudah bahkan dewasa ini
menunjukan hasil yang memprihatinkan. Pendidikan dinegeri ini masih
terfokus pada pengembangan Intelektual

sehingga menghasilkan sarjana-

sarjana yang cerdas namun tak bermoral.
Fakta-fakta

menyedihkan


tentang

kenakalan

remaja,

tawuran,

pergaulan bebas, bulliyying, korupsi, kerumitan birokrasi serta ketidak adilan
dalam berbangsa dan bernegara merupakan bukti nyata kesalahan proses
dalam dunia pendidikan. Para pakar penddikan telah menyadari kekurangan
sentuhan pada aspek Moral, psikis dalam bingkai norma agama dalam
pendidikan

di

Indonesia

sehingga


muncul

gagasan-gasan

untuk

menginternalisasikan dan mengintegrasikan nilai-nilai moral kejiwaan dan
agama dalam pendidikan yang terwujud dalam konsep Islamisasi Ilmu
Pengetahuan.
1 Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat yang Madani. Bandung:Rosdakarya.4
2

Hasan Langgulung merespon upaya tersebut dengan berusaha
menekankan aspek psikologi dalam pendidikan. Ia mengungkapkan bahwa
Dalam pendidikan Islam, dibutuhkan peran psikologi yang mengkaji masalah
jiwa, karena subyek didik itu adalah manusia yang memiliki jiwa. Jiwa, jauh
sebelum dikembangkan psikologi, telah dibahas dalam khazanah keilmuwan
Islam klasik dengan topik ilm nafs.2 Keterkaitan antara dunia pendidikan,
psikologi, dan agama terlihat jelas dalam objek ketiga ilmu tersebut yang

menekankan pada aspek moral dan pengolahan jiwa, sehingga sangat penting
bagi seorang pendidik yang selalu berjibaku dengan banyak orang (massa)
untuk mampu menkolaborasikan keilmuan pendidikan dengan Psikologi
massa dan psikologi agama, oleh karena itu dalam makalah ini pemakalah
akan mencoba mengulas tentang Prespektif pendidikan islam dalam Psiklogi
Massa dan Psikologi Agama
B. PEMBAHASAN
1. KONSEP PSIKOLOGI AGAMA
a. Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa dan
logos yang artinya pengetahua n. Jadi secara etimologi, psikologi artinya ilmu
yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya,
prosesnya, maupun latar belakangnya.3
Menurut Ahmadi, Ilmu psikologi dapat dikatakan sebagai ilmu
pengetahuan yang serba kurang tegas, sebab ilmu ini mengalami perubahan,
tumbuh, berkembang untuk mencapai kesempurnaan walaupun ilmu ini sudah
merupakan cabang ilmu pengetahuan.

2 Langgulung, Hasan. 1980. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam.Bandung: Al
Ma`arif.19

3 Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009 Cet. V). 1
3

Kita tidak dapat mengetahui jiwa secara wajar karena sifatnya yang
abstrak. Kita hanya dapat mengenal gejala-gejalanya saja. Jiwa adalah sesuatu
yang tidak tampak, tidak dapat dilihat oleh panca indera kita. Begitu juga
dengan hakikat jiwa, tidak seorang pun dapat mengetahuinya. Manusia dapat
mengetahui jiwa seseorang dari tingkah lakunya. Jadi dari tingkah laku itulah
orang dapat mengetahui jiwa seseorang. Tingkah laku itu merupakan
kenyataan jiwa yang dapat kita hayati dari luar.
Psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Para
ahli berbeda pendapat terhadap pengertian psikologi itu sendiri. Hal ini
dikarenakan penggunaan atau penekanan yang berbeda.
Pengertian Psikologi menurut para ahli diantaranya :4
1. Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa:
Psikologi adalah ilmu yang memperlajari tentang tingkah laku manusia
2. Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa psikologi ialah ilmu
pengetahuan yangmempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya
sampai akhir
3. John Broadus Watson, memandang psikologi sebagai ilmu pengetahuan

yang mempelajari tingkah laku yang tampak dengan menggunakan
metode observasi yang objektif terhadap rangsangan dan jawaban.
4. Wilhelm Wundt, seorang tokoh psikologi eksperimental berpendapat
bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalamanpengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti pikiran, kehendak
perasaan panca indra
5. Woodworth dan Marquis berpendapat bahwa Psikologi ialah ilmu
pengetahuan yang mempelajari aktivitas individu sejak dari dalam
kandungan sampai meninggal dunia dan hubungannya dengan alam
sekitar.
4 Drs. H. Abu Ahmadi,______________ 3

4

6. Knight dan Knight: “Psychology may be defined as the systematic study of
experience and behaviour human and animal, normal and abnormal,
individual and social”
7. Hilgert: “Psychology may be defined as the science that studies for
behaviour of men and other animals”
8. Ruch: “Psychology is sometime defined as the study of man, but this
definition is too broad. The truth is that psychology is partly biologIcal

science and partly a social science, overlapping these two major areas
and relating them each other”.
Dari berbagai macam definisi diatas dapat disimpulkan

bahwa

psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku
dan perbuatan individu yang mana individu tersebut tidak dapat
dilepaskan dari lingkungannya.
b. Pengertian Agama
Berdasarkan sudut pandang kebahasaan, agama dianggap sebagai kata
yang berasal dari bahasa sansekerta yang artinya tidak kacau. Agama diambil
dari dua akar suku kata, yaitu a yang berarti tidak dan gamayang berarti
kacau. Hal itu mengandung pengertian bahwa agama adalah suatu peraturan
yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.5
Tokoh Ilmu Jiwa Agama W.H. Clark yang dikutip Rusmin Tumanggor,
mengatakan bahwa tidak ada yang lebih sukar mencari kata-kata, kecuali
menemukan kata-kata yang sepadan untuk membentuk definisi agama yang
penuh kegaiban dan misteri serta interpretasi. Ungkapan tersebut sebagai
cerminan betapa banyaknya variasi pemahaman manusia serta para ahli

tentang agama. Kendati demikian, Rusmin Tumanggor pun mencoba

5 Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si. Sosiologi Agama, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, Cet.

II, 2002.). 13
5

memaparkan definisi yang sudah dipaparkan oleh para ilmuwan agama 6, yaitu
:
a) Cicero, sarjana Romawi abad ke-5 yang menguraikan agama = religio
(bahasa Latin) berasal pula dari kata re + leg + io, yang artinya : Leg =
mengamati, berkumpul bersama, mengambil atau menghitung. Maka
berdasarkan arti yang tersebut, religi bermakna mengamati terus-menerus
tanda dari hubungan kedewaan atau ketuhanan atau kesupernaturalan.
b) Servitus juga sarjana Romawi mengatakan bahwa religi bukan berasal dari
kata re + leg + io, melainkan dari kata re + lig + io, yang artinya : lig =
mengikat. Dari arti ini, religi dipahamkan sebagai suatu hubungan yang
erat antara manusia dan mahamanusia seperti dikatakannya “Religion is
the relationship between human and super human”.
c) Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama sebagai hubungan yang tetap

antara diri manusia dengan yang bukan manusia yang bersifat suci dan
supernatural yang berada dengan sendirinya dan mempunyai kekuasaan
absolut yang disebut Tuhan.
d) Drs. Sidi Gazalba mendefinisikan agama sebagai hubungan manusia
dengan yang Mahakudus, hubungan yang menyatakan diri dalam bentuk
kultus dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu.
e) Sementara menurut Al-Quran, agama sering disebut dengan ad-din yang
artinya

hukum,

kerajaan,

kekuasaan,

tuntunan,

pembalasan

dan


kemenangan. Dan arti ini dapat disimpulkan bahwa agama adalah hukum
serta i’tibar yang berisi tuntunan cara penyerahan mutlak dari hamba
kepada Tuhan Yang Maha Pencipta melalui susunan pengetahuan dalam
pikiran, pelahiran sikap serta gerakan tingkah laku, yang didalamnya
terakup akhlaqul karimah.

6Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A., Ilmu Jiwa Agama, The Psychology of Religion, Jakarta

: Kencana prenadamedia Group. Cet. I, 2014. Hal. 1-2
6

Ada beberapa ilmuwan lain yang diambil pendapatnya mengenai
pengertian agama oleh Rusmin Tumanggor, namun beliau pun memberikan
kesimpulan bahwa agama adalah suatu ajaran yang mengandung aturan,
hukum, kaidah, historis, i’tibar serta pengetahuan tentang alam, manusia, roh,
Tuhan, dan metafisika baik yang datang atau sumbernya dari manasia ataupun
dari Tuhan yang dipertuhan oleh manusia tertentu atau masyarakat manusia di
lingkungan yang terbatas maupun yang lebih luas.
Sementara Budhy Munawar-Rachman dalam Ensiklpedi Nurcholish

Madjid, mengutip pendapat Profesor Mc. Taggart seorang ahli filsafat, Agama
merupakan suatu keadaan kejiwaan, ia dapat digambarkan secara paling baik
sebagai perasaan yang terletak di atas adanya keyakinan pada keserasian
antara diri kita sendiri dan alam raya secara keseluruhan.7 Berbeda dengan
Ramayulius yang mendefinisikan Agama sebagai suatu aturan yang
menyangkut cara-cara bertingkah laku, berperasaan dan berkeyakinan secara
khusus.8
c. Psikologi Agama
Menurut Dzakiah Darajat, Psikologi Agama adalah ilmu yang meneliti
pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme
yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut cara berpikir, bersikap,
bereaksi, dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya,
karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.9
Sedangkan menurut Ramayulius, psikologi agama ialah ilmu jiwa
yang khusus mengkaji sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari
keyakinan yang dianutnya berdasarkan pendekatan psikologi. Berbeda dengan
yang diungkapkan Rusmin Tumanggor mengenai pengertian psikologi agama
7Budy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, (Jakarta : Mizan, cet. I, 2006,

Jilid I.).478
8Prof. Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta : Kalam Mulia, cet. Kesepuluh, 2002.).5
9Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 2010 cet. 17. Lihat
juga Prof. Dr. H. Ramayulis_______. 6
7

berdasarkan pada kesimpulan yang beliau ambil dari beberapa ilmuwan,
psikologi agama adalah ilmu pengetahuan yang membahas pengetahuan, sikap
dan perilaku seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya sehubungan
atas keyakinan terhadap ajaran agama yang dianutnya. Memang dari beberapa
pendapat para ahli tampaknya ada kesamaan dengan penekanan yang berbeda,
namun dalam hal ini, penulis condong terhadap apa yang disampaikan oleh
Zakiah Darajat mengenai pengertian tersebut.
d. Sejarah Perkembangan Psikologi Agama
Tidaklah mudah untuk menentukan kapan Psikologi Agama mulai
dipelajari. Kita tidak bisa menemukan mengenai Psikologi Agama dalam kitab
Agama manapun. Tetapi hubungan antara kejiwaan dengan agama banyak
diungkap dalam kitab suci. Dari sini tampaknya, Allah telah memberikan sinyal
kepada kita bahwa nantinya akan muncul suatu disiplin ilmu yang khusus
mempelajari gejala jiwa yang diakibatkan oleh pengaruh agama dalam diri
seseorang.
Perkembangan Psikologi Agama Di Barat
Edwin Diller Starbuck lah yang dianggap sebagai peletak dasar bagi
penelitian modern dalam hal psikologi agama. Hal ini tercermin dari dalam
bukunya yang berjudul The Psychology of Religion, An Empirical Study of
Growth of Religions Counsciousness yang terbit tahun 1899.10Walaupun
sebenarnya Starbuck adalah murid dari William James, namun dalam bidang Ilmu
Jiwa Agama ia telah melampaui gurunya. Atau dapat dikatakan bahwa
perkembangan James karena hasil karya muridnya.
Selain itu, ilmuwan-ilmuwan yang telah ikut andil dalam perkembangan
ilmu Psikologi Agama antara lain:
George Albert Coe11
10 Prof. Dr. H. Ramayulius. _____ 10
11Prof. Dr. Zakiah Daradjat,________18-32

8

Beliau menggunakan hipnotis dalam usahanya untuk mencari hubungan
antara reaksi-reaksi agamis: dengan watak temperamen. Buku yang berjudul The
Spiritual Life terbit pada tahun 1900 menjadi bukti atas karyanya. Selain itu,
George Albert Coe juga membuat sebuah buku yang berjudul The Psychology of
Religion.
James H. Leuba
Leuba termasuk seorang yang pertama-tama meneliti agama dari segi ilmu
jiwa. Leuba dalam penelitiannya menjelaskan phenomena agama dengan cara
fisik, misalnya dikemukakannya persamaan antara kefanaan seorang mistik
dengan orang-orang yang terkena pengaruh minuman keras. Pendapatnya pernah
dimuat di dalam The Monist, vol. XI Januari 1901, dengan judul “Introduction to
a Psycological Study of Religion”. Kemudian tahun 1912 diterbitkan buku
dengan judul Psycology Study of Religion.
G. Stanley Hall
Stanley Hall juga menggunakan cara-cara yang sama dengan Leuba dalam
menerangkan fakta-fakta agamis, yaitu dengan tafsiran materialistis, dimana ia
telah berusaha mempelajari perasaan agama terutama mengenai peristiwa
konversi pada remaja, dengan menggunakan angka dan statistik.
Dalam

penelitiannya

terhadap

remaja-remaja

pada

tahun

1904,

ditemukannya persesuaian antara pertumbuhan jiwa agama pada tiap individu,
dengan pertumbuhan emosi dan kecenderungan terhadap jenis lain. Maka umur
dimana jiwa mulai terbuka untuk cinta, maka pada umur itu pulalah timbulnya
perasaan-perasaan agama yang ekstrim.

William James

9

Karya beliau adalah The Varieties of Religious Experience pada tahun
1900 – 1901, William James memberikan kuliah tentang natural religion di
Universitas Edinburgh.
George M. Stratton
Pada tahun 1911 terbit buku Psychology of Religious Life yang ditulis oleh
George M. Stratton. Pendapat yang dikemukakannya cukup menarik perhatian,
dimana ia berpendapat bahwa sumber agama itu adalah konflik jiwa dalam diri
individu.
James B. Pratt
Perkembangan Ilmu Jiwa Agama semakin maju, terutama dengan
terbitnya buku The Religious Conciousness pada tahun 1920 oleh James B. Pratt.
Kendatipun Pratt sebagai guru besar dalam ilmu filsafat, namun ia pernah
mengadakan suatu riset secara empiris ilmiah dalam bidang Ilmu Jiwa Agama,
ketika menjadi mahasiswa pada Universitas Harvard.
Rudolf Otto
Di Jerman terbit pula buku Das Heilige oleh Rudolf Otto yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun 1923. Yang terpokok dalam buku
tersebut adalah pengalaman-pengalaman psikologis dari pengertian tentang
kesucian, yang diambilnya sebagai pokok dalam hal ini adalah sembahyang.
Pierre Bovet
Bovet adalah seorang rektor di Akademi “J.J. Rousseou”. Beliau telah
mengadakan penelitian dan hasilnya dibukukan dengan judul Le Sentimen
Religieux et la Psychologie de l’Enfant. Bovet menyimpulkan bahwa agama anakanak tidak berbeda dari agama orang dewasa.
R.H. Thouless
Pada tahun 1922 Thouless kembali mempelajari Ilmu Jiwa Agama dengan
cara-cara dan dasar-dasar penelitian secara filsafat yang kemudian pada tahun
1923 diterbitkannya buku dengan judul An Introduction to the Psychology of
Religion.Thouless menentang pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa
10

penelitian ilmiah akan menghilangkan keyakinan beragama; ia berpendapat
sebaliknya, dimana penelitian secara ilmiah akan dapat menjadi sandaran yang
kuat bagi agama.
Sante de Sanctis
Dia adalah guru besar pada Universita Roma, dimana ia mengumpulkan
pendapat-pendapat lama dan yang baru, dengan menyimpulkan penelitian dan
diskusi-diskusi yang telah lalu dan kemudian menjadikannya sebagai titik
permulaan bagi penyelidikan yang baru. Dalam bukunya Religious Conversion
dia menggunakan teori yang dikemukakan oleh Fluornoy, dan menjauhi peristiwa
konversi bersama atau masyarakat seluruhnya, karena hal tersebut merupakan
fakta sosial yang kompleks dan ia juga menghindari penelitian terhadap tokohtokoh agama seperti dilakukan oleh william James.
Sigmund Freud Dalam penelitian terhadap agama, perhatian Freud banyak
tertumpah kepada aspek-aspek sosial dari agama itu.
Karl R. Stolz dengan bukunya The Psychology of Religious Living yang terbit
tahun 1937
Paul E. Johnson dengan bukunya Psychologi of Religion terbit tahun 1945.
Gordon W. Allport
dengan bukunya The Individual and His Religion terbit tahun 1950.
Elizabert B. Harlock dengan bukunya Child Development terbit tahun 1942.
Selain ilmuwan-ilmuwan tersebut, ternyata sejak tahun lima puluhan sudah
muncul gerakan Psikologi Islam. Gerakan tersebut didorong oleh tuntutan real
untuk mengatasi krisis yang dihadapi umat manusia. Gerakan ini hanyalah satu
bagian dari suatu gerakan menyeluruh yang berusaha menentang dan
menunjukkan alternatif lain terhadap konsepsi manusia.12
Perkembangan Psikologi Agama Di Timur
12Dr. Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Quran, (Jakarta : Paramadina, 2000, cet. I) 264

11

Tampaknya, benih-benih Psikologi Agama sudah muncul di negara-negara
Islam (baca: Timur). Hal ini ditandai dengan adanya karya-karya Ilmiyah keislaman
yang membahas tentang jiwa manusia kaitannya dengan Agama (Islam). Adapun
ilmuwan tersebut antara lain :
Ibnu Arabi
Filsafat mistis Ibnu Arabi telah diuraikan butir-butir kajian kejiwaan yang
tidak jauh berbeda dengan yang dikaji dalam psikologi modern. Selain itu, psikologi
empiris, sifat-sifat dan fungsi-fungsi jiwa dan teori tentang mimpi yang dibahas oleh
Ibnu Arabi pun dibahas oleh Sigmund Freud.
Abu Hamid al-Ghazali
Dalam bukunya Ihya Ulm al-Din dan al-Munqiz Minal Dhalal al-Ghazali
membahas seputar pengaruh ajaran agama terhadap kehidupan keagamaan.
Ibnu Sina
Dalam bukunya al-Syifa, Ibnu Sina mengatakan bahwa kebahagiaan itu
integral dengan akhlak. Kebahagiaan akan diperolehnya bila seseorang mampu
memilih yang baik dan menyingkirkan yang tidak baik.
Al-Razi
Bukunya yang berjudul al-Thib al-Ruhany Al-Razi menguraikan perihal
pengobatan dan penawaran kejiwaan.
Dr. Abdul Mun’im Abdul Aziz al-Maligy
Bukunya Tatawwur ay-Syu’ur Addiniy Inda al-Tiflwal Murahiq.
Dari para ilmuwan tersebut,, tampak bahwa ilmuwan muslim masa silam telah
banyak menyinggung bahasan tentang psikologi agama dan kesehatan mental.
Sayangnya kajian Timur belum mendapat perhatian yang seksama.
Menurut Ramayulius, salah satu kemungkinan keterlambatan perkembangan
Psikologi Agama di Timur diakibatkan oleh sulitnya memperoleh sumber klasik
setelah kejatuhan kekuasaan Islam. Satu hal lagi yang menyebabkan keterlambatan
tersebut juga karena selama ini para ilmuwan Islam disibukkan dengan masalah yang
menyangkut kepentingan politik dalam usaha membebaskan diri dari penjajahan
12

ketimbang menekuni pengetahuan seperti Psikologi agama. Hal tersebut didukung
dengan munculnya tulisan-tulisan dari sejumlah ilmuwan Islam setelah terbebas dari
penjajahan Barat.
Contohnya pada tahun 1955, Al-Malighy telah berhasil menulis buku yang
berjudul Tatawwur ay-Syu’ur Addiniy Inda al-Tiflwal Murahiq. Buku tersebut
membahas tentang perkembangan rasa agama pada anak-anak dan remaja. Selain itu,
Al-Malighy kembali menerbitkan bukunya yang membahas tentang Psikologi ang
berjudul Al-Nurnuwu Al-Nafsy yang terbit tahun 1957. Buku selanjutnya yang muncul
adalah Rub al-Din, al-Islamy karya Afif Abd al-Fatah tahun 1956 disusul karya
Musthafa fahmi, At-Shihah Al-Nafsyah tahun 1963.
Dengan kata lain, Abd al-Mun’im Abd Al-Aziz al-Malighy lah yang memulai
langkah awal mengkaji psikologi agama secara utuh dilihat dari karyanya.13
Perkembangan Psikologi Agama Di Indonesia
Di Indonesia, kajian tentang psikologi agama mulai muncul dan diminati
orang bahkan telah dimasukkan dalam materi pendidikan di fakultas-fakultas di
lingkungan perguruan tinggi agama. Universitas Gajah Mada juga andil dalam peran
tersebut. Hal ini ditandai dengan terbitnya jurnal Pemikiran Psikologi Islami
KALAM. Selain itu, Universitas Muhamammadiyah Surakarta tahun 1994
mengadakan Symposium Nasional Psikologi Islam.
Zakiah Daradjat tampaknya sangat tertarik mempelajari Psikologi Agama
dilihat dari karya-karya ilmiyah yang sudah beliau sumbangkan. Diantara karyanya
adalah 1. Ilmu Jiwa Agama, 2. Kesehatan Mental, 3. Remaja, Harapan dan
Tantatangan 4. Perawatan Jiwa untuk Anak-anak, 5. Pendidikan Agama dan
Kesehatan Mental. 6. Shalat Menjadikan hidup Bermakna (1988), 7. Kebahagiaan, 8.
Haji Ibadah yang Unit, 9. Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental (1989), 10. Do’a
Menunjang Semangat Hidup (1990), 11. Zakat Pembersih Harta dan Jiwa (1991).14
13Prof. Dr. H. Ramayulis, _________278
14Prof. Dr. H. Ramayulis, _________279

13

Adapun Ilmuwan lain yang telah andil dalam perkembangan Ilmu Psikologi
Agama di Indonesia adalah Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso dengan
karyanya Psikologi Islami, Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi (1994).
Disusul dengan terbitnya buku Integrasi Psikologi dengan Islam, menuju Psikologi
Islami (1995).
Selain itu, Abdul Aziz Ayadi dan Ramayulius pun ikut meramaikan
perkembangan Psikologi Agama dengan menerbitkan buku Psikologi Agama
Kepribadian Muslim Pancasila dan Psikologi Agama. Sukanto Mulyomartono
dengan karyanya Nafsiologi, Suatu pendekatan Alternatif atas Psikologi (1986),
Zuardin Azzaino dengan karyanya Asas-asas Psikologi Habiyah, Sistem Mekanisme
Hubungan antara Ruh dan Jasad (1990). Yahya Jaya dengan karyanya Peranan
Taubat dan Maaf dalam Kesehatan mental dan Spiritualisasi Islam dalam
Menumbuhkembangkan Kepribadian dan kesehatan Mental. Ahmad Syafe’i Mufid
dengan karya yang berjudul Zikir sebagai Pembina Kesehatan Mental. Z. Kasijan
yang berjudul Larangan Mendekati Zina dalam al-Qur’an Tinjauan Psikologis.
Rahmat Djatmika dengan karya Shalat sebagai Pengendali Mental. Abdul Mujib
yang berjudul Fitrah di Kepribadian Islam. Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir dengan
judul Nuansa-nuansa Psikologis Islam begitu juga dengan karya Baharuddin yang
berjudul Paradigman Psikologi Islam.
2. KONSEP PSIKOLOGI MASSA
a. Pengertian Psikologi Massa
Massa berasal dari kata yunani –massa- yang berarti bahan roti yang
belum jadi roti atau belum memiliki bentuk seperti roti. Sedangkan massa sebagai
gejala dalam perilaku kehidupan manusia menunjukkan adanya manusia dalam
keadaan bergerombol yang belum ada pembagian tugas yang teratur dan
mengikat. Dengan kata lain massa itu sendiri adalah segerombolan manusia yang
belum terorganisir. Contohnya, beramai-ramai menolong orang yang terkena

14

bencana alam, beramai-ramai menonton orang yang bermain bola, menonton
orang yang menjual jamu dan sebagainya.15 Dalam definisi yang lain Massa
(mass) atau crowd adalah suatu bentuk kumpulan (collection) individu-individu,
dalam kumpulan tersebut tidak terdapat interaksi dan dalam kumpulan tersebut
tidak terdapat adanya struktur dan pada umumnya massa berjumlah orang banyak.
Sedangkan jika melihat keterkaitan antara masa dengan Psikologi maka
Secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa psikologi massa adalah suatu
cabang ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa sekumpulan orang banyak baik
yang tampak ataupun tidak tampak. Psikologi massa pada awalnya berkembang
lebih dulu daripada psikologi sosial bahkan bisa dianggap sebagai embrio dari
psikologi sosial, namun karena tingkat ketertarikan para pakar pada massa itu
perkembangan psikologi massa mengalami stagnansi dan saat ini dikategorikan
sebagai salah satu cabang dari psikologi sosial.16
b. Klasifikasi Massa
Massa menurut Mennicke (1948) terbagi menjadi massa abstrak dan massa
konkrit.
Massa abstrak adalah sekumpulan orang-orang yang didorong oleh
adanya pesamaan minat, persamaan perhatian,

persamaan

kepentingan,

persamaan tujuan, tidak adanya struktur yang jelas, tidak terorganisir.
Ciri-ciri massa abstrak :
a. adanya suatu kejadian yang menarik
b. individu mendapat ancaman dan ia membutuhkan perlindungan
c. kebutuhan tidak dapat terpenuhi
d. adanya kesamaan minat, perhatian dan kepentingan yang sama
Sementara massa konkrit adalah massa yang mempunyai ciri – ciri
sebagai berikut :
15 Imam Moedjiono, Kepemimpinan Dan Keorganisasian, ( UII Press :Yogyakarta, 2002, )
223
16 https://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi_massa
15



Adanya ikatan batin, ini dikarenakan adanya persamaan kehendak,
persamaan tujuan, persamaan ide, dan sebagainya.



Adanya persamaan norma, ini dikarenakan mereka memiliki peraturan
sendiri, kebiasaan sendiri dan sebagainya.



Mempunyai struktur yang jelas, di dalamnya telah ada pimpinan tertentu.
Antara massa abstrak dan massa konkrit kadang-kadang memiliki

hubungan dalam arti bahwa massa abstrak dapat berkembang atau berubah
menjadi konkrit, dan sebaliknya massa konkrit bisa berubah ke massa abstrak.
Tetapi ada kalangan massa abstrak bubar tanpa adanya bekas. Apa yang
dikemukakan oleh Gustave Le Bon dengan massa dapat disamakan dengan massa
abstrak yang dikemukakan oleh Mennicke, massa seperti ini sifatnya temporer,
dalam arti bahwa massa itu dalam waktu yang singkat akan bubar.17
c. Sifat-Sifat Massa
Menurut Gustave le Ban, massa itu mempunyai sifat-sifat psikologi
tersendiri. Orang yang bergabung dalam suatu massa akan berbuat sesuatu, yang
perbuatan tersebut tidak akan dilakukan bila individu itu tidak berada dalam suatu
massa. Sehingga massa itu akan mempunyai daya melarutkan individu dalam
suatu massa, malarutkan individu dalam jiwa massa. Sedangkan menurut Allport
(Lih Lindzey, 1959) sekalipun kurang dapat menyetujui tentang collective mind,
tetapi dapat mamahami tentang pemikiran adanya kesamaan (conformity), tidak
hanya dalam hal berfikir dan kepercayaan, tetapi juga dalam hal kepercayaan
(feeling) dan dalam perbuatan yang menampak (overt behaviour). Di samping
sifat-sifat yang telah disebukan di atas massa itu masih mempunyai sifat-sifat
antara lain, yaitu:
a. Impulsif, ini beratti massa itu akan mudah memberikan respons terhadap
rangsang atau stimulus yang diterimanya. Karena sifat impulsifnya ini, maka

17 Arishanti, Kiara Inata. “Handout Psikologi Kelompok. Universitas Gunadarma2005 :

Depok
16

massa itu ingin bertindak cepat sebagai reaksi terhadap stimulus yang
diterimanya.
b. Mudah sekali tersinggung. Karena massa itu mudah sekali tersinggung, maka
untuk membangkitkan daya gerak massa diperlukan stimuli yang dapat
menyinggung perassan massa yang bersangkutan.
c. Sugestibel, ini berarti bahwa massa itu dapat mudah menerima sugesti dati
luar.
d. Tidak rasional, karena massa itu sugestibel, maka massa itu dalam berindak
tidak rasional, dan mudah dibawa oleh sentimen-sentimen.
e. Adanya social facilitation (F. Allport) yaitu adanya suatu penguatan aktivitas,
yang disebabkan karena adanya aktivitas individu lain. Perbuatan individu
lain dapat merangsang/ menguatkan perbuatan individu lain yang trgabung
dalam massa itu. Menurut Tarde disebut imitation, sedangkan menurut Sighele
disebut

sugestion,

dan

menurut

Gustave

Le

Bon

sebagai Contagionand suggestion, dan dalam suasana ini terdapat suasana
hipnotik (Lih. Lindzey, 1959)18
3. PSIKOLOGI AGAMA DAN MASSA DALAM BINGKAI PENDIDIKAN
ISLAM
Islam sebagai sebuah agama memuat tiga pokok tuntunan yaitu Aqidah
(Doktrin), Ibadah (Ritual), dan Akhlak/Muamalat. Ketiga hal tersebut dapat di
ilustrasikan seperti sebuah Pohon yang kokoh dimana Aqidah menjadi akarnya;
jika akar baik dan sehat maka pohon keimanan akan mampu tumbuh menjulang
tinggi dan kokoh. Ibadah merupakan wujud kesalehan individual yang dapat
diumpamakan

seperti

batang

sebuah

pohon

serta

Akhlak

al-karimah

diumpamakan seperti buah dari aqidah/keimanan dan ibadah yang baik sehingga
mampu terwujud dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk kesalehan dan
18 Rahmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Remaja Karya, Bandung, 1986.

17

kemanfaatan social. Ilustrasi seperti ini Allah ungkapkan dalam Al-quran surat
Ibrahim ayat 24-25
      
    
   

      




 
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan
kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya
(menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan
seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia
supaya mereka selalu ingat.”
Hasan langulung memberikan definisi Pendidikan Islam sebagai suatu proses
spiritual , akhlak intelektual , dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan
memberinya nilai-nilai , prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan yang
bertujuan mempersiapkan kehidupan dunia akhirat.19 Dalam definisi tersebut dapat
kita pahami bahawa Islam memandang pendidikan sebagai sebuah proses membentuk
manusia yang paripurna/insanul kamil yang tidak hanya pandai dalam segi kognitif
tapi juga mampu mengamalkan nilai-nilai Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber
tujuan pendidikan (Tarbiyah)

Islam. Rasulullah SAW mengisyaratkan tujuan

pendidikan Islam adalah untuk kesempurnaan akhlak dan perbaikan moral peserta
didik beliau bersabda.
‫إنما بعثت لتمم مكارم الخلق‬
”Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan Akhlak Mulia “
Akhlak adalah karakter baik yang muncul dari hati secara tiba-tiba tanpa
direkayasa dan mampu dibentuk melalui pendidikan. Disinilah letak uregensi
Psikologi Agama dan psikologi Massa dalam pendidikan Islam. Hasan
Langgulung mengungkapkan bahwa Setidaknya ada tiga poin pokok pemikiran
19 Hasan Langgulung , Asas- asas pendidikan Islam,( Jakarta Pustaka Al Husna 1993,) 62

18

pendidikan Islam dalam perspektif psikologi diantaranya perkembangan potensi
individu, masalah belajar, dan pembinaan mental.
1. Perkembangan Potensi Individu
Adanya sebuah proses belajar yang merupakan gejala dari pendidikan,
dalam pandangan Hasan Langgulung adalah proses penggarapan potensi individu
sebanyak-banyaknya. Di dalam dirinya manusia menyimpan segudang potensi
yang perlu diwujudkan atau diaktualisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Hasan
Langgulung memetakan tiga kategori potensi manusia, yakni aspek kognitif,
psikologis, dan jasmaniah.20 Ketiga aspek inilah dalam proses perkembangan
mengalami tiga tahap, yakni asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan. Hasan
Langgulung mencoba memperkaya dengan nilai-nilai Islam di dalam teori
psikologi barat. Semisalnya di dalam al-Qur`an, ada beberapa ayat yang disinyalir
berkaitan dengan permasalahan perkembangan potensi manusia. Misalnya,
Quran Surat al-Hajj [22]: 5, Allah SWT berfirman:
       
          
      
       
      
         
       
       
    
     
“Hai

manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar
Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami
kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu
sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada
kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara
kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui

20 ___________. Asas-asas Pendidikan Islam.( Jakarta: Al Husna Zikra.2000).297
19

lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu
dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
Ayat di atas dan beberapa ayat yang serupa seperti QS al-Mu`minûn [23]:
12-16, al- Mu`min [40]: 67, QS al-Qashash [28]:14, mencoba menjelaskan
perkembangan manusia dari masa ke masa. Selain itu, Hasan Langgulung dengan
meminjam konsepnya al-Ghazali (1058 – 1111), menjelaskan adanya potensi
internal kejiwaan seperti hati (qalb), ruh (al-rūh), jiwa (an-nafs), dan akal (`aql).
Kesemua potensi tersebut lewat proses pendidikan akan mengalami proses
pembinaan dan pengarahan untuk bisa diaktualisasikan secara positif dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga bisa terbentuk kepribadian yang bermoral. Lanjut
Hasan Langgulung, setidaknya dalam konsep Islam bisa melewati dengan dua
langkah, yakni proses “pembersihan atau takhliyah” dari sifat-sifat tercela dan
diikuti dengan proses “menghiasi atau tahliyah” dengan sifat-sifat terpuji.
2. Masalah belajar
Belajar merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Belajar menurut Hasan Langgulung adalah sebuah gejala dalam proses
pendidikan. Tujuan dari belajar pun adalah senada dengan tujuan dari pendidikan,
di mana individu bisa mengaktualisasikan segala potensi yang dimiliki dalam
kehidupan sehari-hari.21 Dalam pandangan hasan langgulung dan beberapa ahli
yang lain belajar merupakan salah satu wadah dalam perubahan karakter individu.
Terjadinya perubahan karakter individu yang positif akan mengarahkan individu
untuk bisa mengaktualisasikan sejumlah kekayaan potensi dalam kehidupan
sehari-hari. Belajar juga merupakan sebuah aktivitas yang menghubungkan gejala
pendidikan dengan psikologi. Hasan Langgulung dalam membahas masalah
21 Hasan langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam_______________24-25

20

belajar, ia mengemukakan gagasan tentang teori proses belajar sosial. Sedangkan
dalam diskursus para psikolog Barat, mereka juga mengemukakan adanya teori
belajar. Setidaknya ada tiga teori besar dalam belajar ala psikolog Barat, di
antaranya, teori behavioristik dan derivasinya, teori kognitif dan derivasinya,
serta teori humanistik.
Teori belajar behavioristik, Hasan Langgulung menamakannya dengan
istilah “teori asosiasi”. Teori ini melibatkan sebuah rangsangan dalam
mempengaruhi, di mana munculnya sebuah respons dari individu dan pertautan
(connection) antara rangsangan dengan respons, atau sering disebut pertautan SR. Sedangkan teori kognitif, Hasan Langgulung menamakannya dengan istilah
“teori lapangan”.
Dalam prespektif pendidikan islam, psikologi massa dan psikologi agama
secara khusus sangat berpengaruh tehadap masalah belajar siswa yang berkaitan
dengan membentuk/ mengolah dan membiasakan kejiwaan sekumpulan siswa
(massa siswa) dalam sebuah lembaga agar menjadi manusia yang berkarakter dan
berkpribadian paripurna.
3. Kesehatan Mental dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan konsep pendidikan yang berlandaskan pada
sumber al-Qur`an dan as-Sunnah. Tentunya dalam pendidikan Islam ada tujuan
yang diharapkan, yakni membentuk kepribadian yang utama. Dalam membentuk
kepribadian utama, ada faktor yang sangat penting, salah satunya mempunyai
jiwa yang sehat, di mana dalam kajian psikologi sering dinamakan kesehatan
mental (mentalhealty) sehingga terlahirlah salah satu cabang disiplin ilmu
psikologi yakni psikologi kepribadian atau psikologi syakhsiyah.22 Kesehatan
mental menurut Hasan Langgulung adalah membentuk taraf kepribadian individu
dalam kehidupan yang baik, dan membentuk kondisi psikis yang sehat dengan
22 Hasan Langgulung, Teori-teoriKesehatan Mental.( Jakarta: Pustaka AlHusna1986).295
21

ditandai terhindarnya dari penyakit mental. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat,
bentuk mental yang sehat adalah keterhindaran dari gangguan penyakit jiwa,
mampu menyelaraskan keserasian fungsi jiwa, merasa dirinya berharga, serta bisa
mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri.23
Al- Ghazali (1059 - 1111) dalam pendapatnya mengistilahkan kesehatan
jiwa dengan tazkiyah an-nafs atau penyucian jiwa. Selain itu, sebagaimana dalam
penjelasan Hasan Langgulung, sumbangan kesehatan mental dalam pendidikan
Islam, bisa berdampak pada pengembangan kemampuan berfikir kreatif atau
kecakapan kognitif, kerelaan diri atau kecakapan afektif, dan pengembangan
dimensi spiritual individu.
C. KESIMPULAN
Psikologi Agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap
sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri
seseorang yang menyangkut cara berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku
yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk
dalam konstruksi kepribadiannya. Psikologi massa adalah suatu cabang ilmu yang
mempelajari gejala-gejala jiwa sekumpulan orang banyak baik yang tampak
ataupun tidak tampak. Pendidikan Islam memandang kedua cabang ilmu
Psikologi tersebut sebagai salah satu penunjang penting untuk mewujudkan
akhlak al-karimah sebagai tujuan pedidikan islam dimana menurut Hasan
Langgulung keterkaitan antara keduanya dengan pendidikan islam setidaknya
tergambambarkan dalam tiga aspek yaitu perkembangan potensi individu,
masalah belajar, dan pembinaan mental (Mental healty)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Psikologi Umum, Jakarta : Rineka Cipta, 2009 Cet. V
23 Daradjat, Zakiah. Islam dan Kesehatan Mental.(Jakarta: Gunung Agung. 1983).9
22

Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 2010 cet. 17.
Kahmad, Dadang, M.Si. Sosiologi Agama, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, Cet.
II, 2002.
Mubarok, Achmad, Dr., Jiwa dalam Al-Quran, Jakarta : Paramadina, 2000, cet. I
Munawar-Rachman, Budy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jakarta : Mizan, cet. I,
2006, Jilid I.
Ramayulis, Prof. Dr., Psikologi Agama, Jakarta : Kalam Mulia, cet. Kesepuluh, 2002
Tumanggor, Rusmin Prof. Dr., M.A., Ilmu Jiwa Agama, The Psychology of Religion,
Jakarta : Kencana prenadamedia Group. Cet. I, 2014.
Imam Moedjiono, Kepemimpinan Dan Keorganisasian, ( UII Press :Yogyakarta,
2002, )
Arishanti, Kiara Inata. 2005. Handout Psikologi Kelompok. Universitas Gunadarma :
Depok.
Rahmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Remaja Karya, Bandung, 1986.
Hasan Langgulung , Asas- asas pendidikan Islam,( Jakarta Pustaka Al Husna 1993,)
___________. Asas-asas Pendidikan Islam.( Jakarta: Al Husna Zikra.2000).
_____________, Teori-teori Kesehatan Mental.( Jakarta: Pustaka Al-Husna1986).
Daradjat, Zakiah. Islam dan Kesehatan Mental.(Jakarta: Gunung Agung. 1983).
https://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi_massa

23