Hubungan Kadar CD4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan g lobal. Penyakit ini sangat
mengancam hidup manusia karena virusnya yang sangat mematikan. Tidak hanya di
negara maju, tetapi juga di negara sedang berkembang seperti Indonesia, termasuk di
Kota Medan. Cara penularan HIV/AID S, seperti: hubungan sex bebas , pemakaian jarum
suntik narkoba, penularan melalui transfusi darah, dan transmisi dari ibu ke anak. Di
samping itu faktor karakteristik juga berperan terhadap resiko pe nularan HIV/AIDS,
seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan (Erledis, 2010).
Berdasarkan data yang didapat dari Depkes RI tahun 2010, penderita HIV/AIDS
lebih banyak didapati pada jenis kelamin laki -laki. Rasio kasus AIDS antara laki -laki dan
perempuan adalah 3 : 1.
Resiko AIDS yang tertinggi didapat pada pria homosex, ini mungkin sekali karena
seringnya melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berbeda -beda (Noor,
1997).
Berdasarkan data statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia, jumlah kasu s HIV/AIDS
yang dilaporkan 1 Januari s.d. 31 De sember 2012 adalah: sebanyak 21. 511 orang yang
mengidap HIV dan sebanyak 5. 686 orang yang mengidap AIDS. Jumlah tersebut semakin
bertambah seiring dengan banyaknya faktor dan sarana penularan HIV/AIDS (Ditjen PP
& PL Kemenkes RI, 2012).
Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua yang diketahui
dapat menyerang manusia dan tetap sebagai salah satu dari penyakit -penyakit infeksi
yang menjadi pembunuh paling utama. Pada tahun 1997 kasus b aru secara total
diperkirakan 7.96 juta rentang (6.3 – 11.1 juta) dengan 3.52 juta (44%) merupakan kasus
menular (rentang 2.8 – 4.9 juta) dengan kuman positif (smear positive) dan sekitar 16.2
juta (12.1 – 22.5 juta) kasus tercatat sebagai pasien TB. Dip erkirakan kematian berkisar
Universitas Sumatera Utara
1.87 juta (1.4 – 2.8 juta) setiap tahun dan angka kematian global sekitar 23% dan lebih
dari 50% di Afrika karena angka kasus HIV (Human Immunodeficiency V irus). Angka
prevalensi secara global adalah 32% (1. 86 juta orang). Sekitar 80% dari seluruh kasus TB
terdapat di 22 negara dan lebih dari separu hnya berasal dari Asia Tenggara, salah
satunya adalah Indonesia dan pertumbuhan HIV sangat cepat terjadi di Indonesia.
Diperkirakan satu kematian setiap 15 detik (lebih dari 2 juta/tahun). T anpa pengobatan
60% kasus TB akan meninggal (Chandra Kusuma, 2007).
Kemungkinan alasan terpenting mengenai infeksi paru akibat HIV/AIDS
berkaitan dengan konsekuensi anatomi paru sehingga terpapar secara kronis
terhadap bahan infeksius maupun non -infeksius dari luar (eksogen) dan tersebar
hematogen (endogen) melalui luas permukaan paru yang mengandung jutaan alveolus.
Mekanisme yang berperan pada kerusakan paru yaitu mekanisme pertahanan langsung
akibat HIV yang menginfeksi dan membunuh sel sehingga terjadi kerusakan sel efektor
dan perubahan fungsi dari imunostimulasi menjadi imunosupresi yang berakibat
gangguan migrasi sejumlah limfosit, monosit maupun netrofil ke paru - paru. Hal ini
menyebabkan infeksi oportunistik dengan mudah berkembang (Segreti, 2006)
Insidensi infeksi oportunistik bergantung pada tingkat imunosupresi (muncul
pada CD4
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan g lobal. Penyakit ini sangat
mengancam hidup manusia karena virusnya yang sangat mematikan. Tidak hanya di
negara maju, tetapi juga di negara sedang berkembang seperti Indonesia, termasuk di
Kota Medan. Cara penularan HIV/AID S, seperti: hubungan sex bebas , pemakaian jarum
suntik narkoba, penularan melalui transfusi darah, dan transmisi dari ibu ke anak. Di
samping itu faktor karakteristik juga berperan terhadap resiko pe nularan HIV/AIDS,
seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan (Erledis, 2010).
Berdasarkan data yang didapat dari Depkes RI tahun 2010, penderita HIV/AIDS
lebih banyak didapati pada jenis kelamin laki -laki. Rasio kasus AIDS antara laki -laki dan
perempuan adalah 3 : 1.
Resiko AIDS yang tertinggi didapat pada pria homosex, ini mungkin sekali karena
seringnya melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berbeda -beda (Noor,
1997).
Berdasarkan data statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia, jumlah kasu s HIV/AIDS
yang dilaporkan 1 Januari s.d. 31 De sember 2012 adalah: sebanyak 21. 511 orang yang
mengidap HIV dan sebanyak 5. 686 orang yang mengidap AIDS. Jumlah tersebut semakin
bertambah seiring dengan banyaknya faktor dan sarana penularan HIV/AIDS (Ditjen PP
& PL Kemenkes RI, 2012).
Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua yang diketahui
dapat menyerang manusia dan tetap sebagai salah satu dari penyakit -penyakit infeksi
yang menjadi pembunuh paling utama. Pada tahun 1997 kasus b aru secara total
diperkirakan 7.96 juta rentang (6.3 – 11.1 juta) dengan 3.52 juta (44%) merupakan kasus
menular (rentang 2.8 – 4.9 juta) dengan kuman positif (smear positive) dan sekitar 16.2
juta (12.1 – 22.5 juta) kasus tercatat sebagai pasien TB. Dip erkirakan kematian berkisar
Universitas Sumatera Utara
1.87 juta (1.4 – 2.8 juta) setiap tahun dan angka kematian global sekitar 23% dan lebih
dari 50% di Afrika karena angka kasus HIV (Human Immunodeficiency V irus). Angka
prevalensi secara global adalah 32% (1. 86 juta orang). Sekitar 80% dari seluruh kasus TB
terdapat di 22 negara dan lebih dari separu hnya berasal dari Asia Tenggara, salah
satunya adalah Indonesia dan pertumbuhan HIV sangat cepat terjadi di Indonesia.
Diperkirakan satu kematian setiap 15 detik (lebih dari 2 juta/tahun). T anpa pengobatan
60% kasus TB akan meninggal (Chandra Kusuma, 2007).
Kemungkinan alasan terpenting mengenai infeksi paru akibat HIV/AIDS
berkaitan dengan konsekuensi anatomi paru sehingga terpapar secara kronis
terhadap bahan infeksius maupun non -infeksius dari luar (eksogen) dan tersebar
hematogen (endogen) melalui luas permukaan paru yang mengandung jutaan alveolus.
Mekanisme yang berperan pada kerusakan paru yaitu mekanisme pertahanan langsung
akibat HIV yang menginfeksi dan membunuh sel sehingga terjadi kerusakan sel efektor
dan perubahan fungsi dari imunostimulasi menjadi imunosupresi yang berakibat
gangguan migrasi sejumlah limfosit, monosit maupun netrofil ke paru - paru. Hal ini
menyebabkan infeksi oportunistik dengan mudah berkembang (Segreti, 2006)
Insidensi infeksi oportunistik bergantung pada tingkat imunosupresi (muncul
pada CD4