PEMANFAATAN LAHAN EKS TAMBANG DALAM KAWASAN HUTAN_DISHUT
PEMANFAATAN LAHAN
EKS TAMBANG DALAM
KAWASAN HUTAN UNTUK
USAHA PETERNAKAN
DINAS KEHUTANAN PROV. KALTIM
PERTAMBANGAN DIDALAM
KAWASAN HUTAN
Kegiatan pertambangan didalam kawasan hutan
dilaksanakan melalui mekanisme Ijin Pinjam
Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
IPPKH dapat dilakukan pada kawasan Hutan
Produksi dan Hutan Lindung.
Kewajiban Pemegang IPPKH adalah melakukan
reklamasi dan revegetasi areal pinjam pakai
yang sudah tidak dipergunakan tanpa menunggu
jangka waktu izin pinjam pakai kawasan
hutannya berakhir.
REKLAMASI HUTAN
Penataan lahan (reklamasi)
Back filling, recounturing, spreding top soil
Pengendalian erosi dan sedimentasi
Teknik sipil (saluran pembuangan air, dam penahan, terasering, oil
chapter)
Revegetasi atau penanaman pohon
cover crop, tanaman pioneer (fast growing), tanaman asli.
Pengembalian areal IPPKH dilakukan setelah penilaian keberhasilan
reklamasi hutan pada areal bekas penggunaan kawasan hutan.
Areal bekas tambang pada IPPKH dikembalikan ke negara dengan
status kawasan mengacu kepada status kawasan hutan semula (HP
atau HL) serta sesuai dengan peruntukan lahan/areal.
WANATERNAK (Silvopasture)
Dalam ilmu kehutanan dikenal program wanaternak atau silvopasture
yaitu kombinasi antara sektor kehutanan dengan sektor peternakan.
Tujuan program wanaternak (silvopasture) ini adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan melalui usaha
peternakan dan dalam skala luas bertujuan untuk mencukupi
kebutuhan pangan terutama daging serta mengurangi ketergantungan
import daging.
Program wanaternak (silvopasture) telah dikenal sejak lama dan telah
dilakukan oleh sektor kehutanan, namun pelaksanaannya belum
maksimal karena belum adanya konsep yang jelas.
Contoh pelaksanaan wanaternak (silvopasture) dilakukan oleh Dephut
dengan mengalokasikan kawasan hutan produksi seluas 200.000
hektar untuk program peternakan sebanyak 600.000 ekor sapi (2009).
Program wanaternak dipilih oleh Departemen
Kehutanan karena sesuai dengan skema
pemanfaatan lahan hutan secara sinergis dengan
sektor peternakan dan pengelolaan hutan secara
lestari melalui pemanfaatan hasil hutan non kayu
(daun sebagai pakan ternak).
Wanaternak dapat dirumuskan sebagai sistem
penanaman hutan dengan tanaman tumpang sari
jenis tanaman pakan ternak yang ditanam sebagai
tanaman pencampur dengan memanfaatkan ruang
tumbuh yang belum terkena naungan dan hasil
akhirnya tetap berupa tanaman kayu-kayuan.
PERMASALAHAN
Pada areal bekas tambang batubara melalui IPPKH
belum dapat dilakukan kegiatan peternakan mengingat
adanya kewajiban perusahaan untuk melakukan dan
menjamin keberhasilan revegetasi sampai dengan
berakhirnya pinjam pakai kawasan hutan.
Jenis tanaman penutup (cover crop) dan tanaman
pioner yang digunakan oleh perusahaan tambang
ditujukan untuk mengembalikan kondisi tanah yang
layak untuk ditanami tanaman keras (endemik).
Pemegang IPPKH mempunyai kewajiban untuk
pengamanan areal IPPKH sehingga untuk kegiatan
peternakan belum bisa dilakukan.
PELUANG
Program wanaternak (silvopasture) dapat dilakukan
pada areal bekas tambang yang berada diluar
kawasan hutan (APL/KBNK). Lahan bekas tambang
diluar kawasan hutan di Kaltim cukup luas.
Pola penanaman (revegetasi) pada areal bekas
tambang menggunakan kombinasi/tumpangsari antara
tanaman keras dengan tanaman penghasil pangan
atau pakan ternak (food security) dengan komposisi
60% - 40%.
Penanaman tanaman pangan atau penghasil pakan
ternak dilakukan dengan memanfaatkan lorong (ruang
kosong) antara tanaman pokok.
STRATEGI
Pelaksanaan program wanaternak (silvopasture)
dapat berjalan dengan baik apabila sudah ada
konsep pengelolaan yang jelas.
Manajemen program wanaternak (silvopasture) harus
mempertimbangkan :
Sistem yang dipakai
Dimana akan dikembangkan
Perencanaan
Siapa yang mengembangkan
Dijual kemana
Bagaimana mengembangkan
Aturan main (peraturan, kebijakan)
Peningkatan kesejahteraan (pro poor)
Pengaturan
Membuka peluang investasi (pro
investment)
Mendukung kelestarian wanaternak
(sustainable silvo pasture)
Pihak-pihak terkait
Mekanisme pengelolaan melalui
kerjasama atau kemitraan
Pengaturan hak dan kewajiban
Sinergitas peternak dengan
perusahaan
Penyediaan pakan ternak
Alokasi lahan tanaman pakan ternak
Penentuan jenis pakan ternak dan
penanamannya
Dukungan/sistem pembiayaan
Pelaksanaan
Pemeliharaan dan kesehatan
ternak
Peningkatan pengetahuan peternak
dalam inovasi pakan ternak
Penerapan teknologi bidang
peternakan
Pemasaran produk ternak dan
turunannya
Tata niaga dan pemasaran yang baik
dan benar dengan tetap
menguntungkan petani/peternak
Monitoring dan evaluasi
Pengawasan
Periodik dan berjenjang
Pihak terkait (SKPD, kelompok
tani/ternak, mitra perusahaan)
Hal yang penting dalam pengembangan wanaternak (silvopasture) di Kalimantan
Timur adalah :
1. Adanya komitmen yang tinggi untuk pengembangan wanaternak (silvopasture)
dalam rangka pengelolaan hutan untuk pengentasan kemiskinan (forest for
poor) dan peningkatan kesejahteraan petani/peternak (pro poor).
2. Penetapan lokasi lahan eks tambang diluar kawasan hutan untuk peternakan
ditetapkan berdasarkan sentra produksi yang sudah ditetapkan oleh
peternakan.
3. Perlu sinergitas antara Dinas Kehutanan dan Dinas Peternakan guna
memenuhi kebutuhan pangan khususnya daging pada tingkat regional dan
dalam jangka panjang dapat memberikan kontribusi secara nasional dalam
rangka mengurangi tingkat ketergantungan import daging.
4. Pelaksanaan program wanaternak (silvopasture) dipayungi dengan peraturan
daerah atau kebijakan yang secara komprehensif mengatur proses
perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, organisasi, pembiayaan dan
partisipasi para pihak.
5. Program wanaternak (silvopasture) dapat juga dilakukan atau diterapkan
dalam program rehabilitasi lahan kritis pada lahan atau areal yang terlantar
Mengapa
harus di areal
eks
tambang ????
Hutan Produksi
Hutan Lindung
Lahan Kritis/
Lahan Terlantar
Pola
KEMITRAAN
Silvopasture
Tumpangsari
Agroforestry
EKS TAMBANG DALAM
KAWASAN HUTAN UNTUK
USAHA PETERNAKAN
DINAS KEHUTANAN PROV. KALTIM
PERTAMBANGAN DIDALAM
KAWASAN HUTAN
Kegiatan pertambangan didalam kawasan hutan
dilaksanakan melalui mekanisme Ijin Pinjam
Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
IPPKH dapat dilakukan pada kawasan Hutan
Produksi dan Hutan Lindung.
Kewajiban Pemegang IPPKH adalah melakukan
reklamasi dan revegetasi areal pinjam pakai
yang sudah tidak dipergunakan tanpa menunggu
jangka waktu izin pinjam pakai kawasan
hutannya berakhir.
REKLAMASI HUTAN
Penataan lahan (reklamasi)
Back filling, recounturing, spreding top soil
Pengendalian erosi dan sedimentasi
Teknik sipil (saluran pembuangan air, dam penahan, terasering, oil
chapter)
Revegetasi atau penanaman pohon
cover crop, tanaman pioneer (fast growing), tanaman asli.
Pengembalian areal IPPKH dilakukan setelah penilaian keberhasilan
reklamasi hutan pada areal bekas penggunaan kawasan hutan.
Areal bekas tambang pada IPPKH dikembalikan ke negara dengan
status kawasan mengacu kepada status kawasan hutan semula (HP
atau HL) serta sesuai dengan peruntukan lahan/areal.
WANATERNAK (Silvopasture)
Dalam ilmu kehutanan dikenal program wanaternak atau silvopasture
yaitu kombinasi antara sektor kehutanan dengan sektor peternakan.
Tujuan program wanaternak (silvopasture) ini adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan melalui usaha
peternakan dan dalam skala luas bertujuan untuk mencukupi
kebutuhan pangan terutama daging serta mengurangi ketergantungan
import daging.
Program wanaternak (silvopasture) telah dikenal sejak lama dan telah
dilakukan oleh sektor kehutanan, namun pelaksanaannya belum
maksimal karena belum adanya konsep yang jelas.
Contoh pelaksanaan wanaternak (silvopasture) dilakukan oleh Dephut
dengan mengalokasikan kawasan hutan produksi seluas 200.000
hektar untuk program peternakan sebanyak 600.000 ekor sapi (2009).
Program wanaternak dipilih oleh Departemen
Kehutanan karena sesuai dengan skema
pemanfaatan lahan hutan secara sinergis dengan
sektor peternakan dan pengelolaan hutan secara
lestari melalui pemanfaatan hasil hutan non kayu
(daun sebagai pakan ternak).
Wanaternak dapat dirumuskan sebagai sistem
penanaman hutan dengan tanaman tumpang sari
jenis tanaman pakan ternak yang ditanam sebagai
tanaman pencampur dengan memanfaatkan ruang
tumbuh yang belum terkena naungan dan hasil
akhirnya tetap berupa tanaman kayu-kayuan.
PERMASALAHAN
Pada areal bekas tambang batubara melalui IPPKH
belum dapat dilakukan kegiatan peternakan mengingat
adanya kewajiban perusahaan untuk melakukan dan
menjamin keberhasilan revegetasi sampai dengan
berakhirnya pinjam pakai kawasan hutan.
Jenis tanaman penutup (cover crop) dan tanaman
pioner yang digunakan oleh perusahaan tambang
ditujukan untuk mengembalikan kondisi tanah yang
layak untuk ditanami tanaman keras (endemik).
Pemegang IPPKH mempunyai kewajiban untuk
pengamanan areal IPPKH sehingga untuk kegiatan
peternakan belum bisa dilakukan.
PELUANG
Program wanaternak (silvopasture) dapat dilakukan
pada areal bekas tambang yang berada diluar
kawasan hutan (APL/KBNK). Lahan bekas tambang
diluar kawasan hutan di Kaltim cukup luas.
Pola penanaman (revegetasi) pada areal bekas
tambang menggunakan kombinasi/tumpangsari antara
tanaman keras dengan tanaman penghasil pangan
atau pakan ternak (food security) dengan komposisi
60% - 40%.
Penanaman tanaman pangan atau penghasil pakan
ternak dilakukan dengan memanfaatkan lorong (ruang
kosong) antara tanaman pokok.
STRATEGI
Pelaksanaan program wanaternak (silvopasture)
dapat berjalan dengan baik apabila sudah ada
konsep pengelolaan yang jelas.
Manajemen program wanaternak (silvopasture) harus
mempertimbangkan :
Sistem yang dipakai
Dimana akan dikembangkan
Perencanaan
Siapa yang mengembangkan
Dijual kemana
Bagaimana mengembangkan
Aturan main (peraturan, kebijakan)
Peningkatan kesejahteraan (pro poor)
Pengaturan
Membuka peluang investasi (pro
investment)
Mendukung kelestarian wanaternak
(sustainable silvo pasture)
Pihak-pihak terkait
Mekanisme pengelolaan melalui
kerjasama atau kemitraan
Pengaturan hak dan kewajiban
Sinergitas peternak dengan
perusahaan
Penyediaan pakan ternak
Alokasi lahan tanaman pakan ternak
Penentuan jenis pakan ternak dan
penanamannya
Dukungan/sistem pembiayaan
Pelaksanaan
Pemeliharaan dan kesehatan
ternak
Peningkatan pengetahuan peternak
dalam inovasi pakan ternak
Penerapan teknologi bidang
peternakan
Pemasaran produk ternak dan
turunannya
Tata niaga dan pemasaran yang baik
dan benar dengan tetap
menguntungkan petani/peternak
Monitoring dan evaluasi
Pengawasan
Periodik dan berjenjang
Pihak terkait (SKPD, kelompok
tani/ternak, mitra perusahaan)
Hal yang penting dalam pengembangan wanaternak (silvopasture) di Kalimantan
Timur adalah :
1. Adanya komitmen yang tinggi untuk pengembangan wanaternak (silvopasture)
dalam rangka pengelolaan hutan untuk pengentasan kemiskinan (forest for
poor) dan peningkatan kesejahteraan petani/peternak (pro poor).
2. Penetapan lokasi lahan eks tambang diluar kawasan hutan untuk peternakan
ditetapkan berdasarkan sentra produksi yang sudah ditetapkan oleh
peternakan.
3. Perlu sinergitas antara Dinas Kehutanan dan Dinas Peternakan guna
memenuhi kebutuhan pangan khususnya daging pada tingkat regional dan
dalam jangka panjang dapat memberikan kontribusi secara nasional dalam
rangka mengurangi tingkat ketergantungan import daging.
4. Pelaksanaan program wanaternak (silvopasture) dipayungi dengan peraturan
daerah atau kebijakan yang secara komprehensif mengatur proses
perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, organisasi, pembiayaan dan
partisipasi para pihak.
5. Program wanaternak (silvopasture) dapat juga dilakukan atau diterapkan
dalam program rehabilitasi lahan kritis pada lahan atau areal yang terlantar
Mengapa
harus di areal
eks
tambang ????
Hutan Produksi
Hutan Lindung
Lahan Kritis/
Lahan Terlantar
Pola
KEMITRAAN
Silvopasture
Tumpangsari
Agroforestry