REVEGETASI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH DENGAN TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis)
REVEGETASI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH
DENGAN TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis)
Bambang Eka Tjahyana dan Yulius Ferry
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri
ABSTRAK
Lahan pasca tambang timah didominasi oleh hamparan tailing, overburden, dan kolong. Tailing timah
mempunyai karakterisitik fisika dan kimia tanah serta kondisi iklim mikro yang jelek. Untuk
memanfaatkan kembali lahan pasca tambang timah, terutama lahan tailing perlu dilakukan reklamasi
dan rehabilitasi. Berbagai aplikasi teknologi telah dan akan dikembangkan untuk memperoleh hasil
yang memuaskan. Sejumlah spesies tumbuhan spesifik lokal, tanaman eksotik seperti akasia, dan
tanaman budidaya dikembangkan sebagai tanaman untuk revegatasi lahan pasca tambang timah.
Meskipun demikian sampai saat ini belum ada manfaat ekonomis yang secara nyata dirasakan oleh
masyarakat dari reklamasi tersebut. Observasi terhadap tanaman karet yang telah dilakukan di Bangka
menunjukkan bahwa lilit batang dan tinggi tanaman karet pertumbuhannya cukup baik dibandingkan
dengan lilit batang dan tinggi tanaman karet yang ditanam pada lahan yang sesuai, dari hasil
pengamatan pertumbuhan tersebut dapat diduga bahwa produksi tanaman karet juga memberikan
harapan yang baik. Dengan demikian tanaman karet berpotensi dijadikan salah satu tanaman untuk
revegetasi lahan bekas tambang timah di Bangka.Kata kunci: Hevea brasiliensis, tambang timah, revegetasi, reklamasi.
PENDAHULUAN
Kontribusi sektor pertambangan terhadap kerusakan hutan di Indoensia mencapai 10% dan kini melaju mencapai 2 juta ha per tahun. Di Bangka-Belitung luas lahan bekas pertambangan timah sudah mencapai 400.000 ha yang terdiri dari 65% lahan tandus dan 35% berbentuk telaga-telaga (Sitorus et al. 2008).
Reklamasi terhadap lahan bekas tambang timah tersebut telah dilakukan, pada tahun 1992-2008 perusahaan tambang timah telah mereklamasi sekitar 11.000 ha, pada tahun 2008 seluas 2.000 ha dan selanjutnya direncanakan reklamasi dilakukan seluas 1.600 ha per tahun (Bisnis Indoensia, 20 Februari 2010).
Selama ini reklamasi lahan bekas tambang dilakukan dengan menanaman tanaman akasia (A. mangium dan A. auriculiformis), gamal dan sengon (Setiadi, 2004), tanaman lainnya seperti kelapa, jambu monyet, pisang, pepaya, kacang tanah sayuran. Budidaya tanaman tersebut dikombinasikan dengan usaha perternakan ayam yang merupakan sumber bahan organik bagi lahan ini. Namun budidaya pertanian di tailing timah sangat intensif dan membutuhkan masukan modal yang besar dan tentu sulit untuk dilaksanakan oleh petani umumnya (Hafizionion. 2008).
Pada dasarnya kegiatan reklamasi harus seimbang dengan pembukaan tambang, tetapi sering reklamasi lahan yang sudah dilakukan, kembali rusak yang disebabkan oleh penambangan ilegal yang dilakukan masyarakat setempat. Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa hal antara lain hasil penambangan dapat langsung dijual tidak memerlukan waktu yang panjang dan harga menguntungkan, sedangkan tanaman hasil reklamasi belum memberikan nilai ekonomi yang berarti bagi masyarakat.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
Gambar 1. Lahan bekas tambang timah di Bangka Penanaman tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg) di lahan bekas tambang dinilai merupakan salah satu alternatif utama untuk mengatasi tidak produktifnya lahan tandus bekas tambang timah tersebut, masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh sisa penambangan dan sekaligus memecahkan masalah perekonomian masyarakat. Beberapa hal kenapa tanaman karet berpotensi dikembang di lahan bekas bekas tambang. Pertama, tanaman karet termasuk tanaman multiguna (multipurpose tree species, MPTS), mempunyai adaptasi yang tinggi pada lahan-lahan marginal, seperti di lahan yang berbatu di Sulawesi Selatan. Tanaman karet mempunyai akar tunggang yang dalam secara teoritas lebih mampu mengatasi masalah kekeringan. Tanaman karet bahkan mampu memberikan produktivitas yang lebih tinggi pada lahan berpasir dengan bulan kering yang tegas dibandingkan dengan lahan yang tidak memeiliki bulan kering (Suhendry et al., 1996). Kedua, tanaman karet mampu memperbaiki sifat tanah melalui pekayaan hara dengan karakter fisiologi pengguguran daunnya. Selain itu tanaman karet dapat disadap dan menghasilkan getah hampir setiap hari sehingga menghasilkan pandapatan yang dibutuhkan oleh masyarakat
Penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa setiap tahun daun karet dapat mengembalikan 45-90 kg/ha N, 3-7 kg/ha P, 10-20 kg/ha K dan 9-18 kg/ha Mg. Melalui pengguguran daunnya, ini merupakan karisteristik tanaman karet. Dengan demikian diharapkan pemulihan lahan bekas tambang dapat lebih cepat terjadi. Untuk daerah Bangka- Belitung tanaman karet bukan tanaman baru, petani sudah sangat mengenal budidaya
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
tanaman ini walaupun belum menggunakan benih unggul, selain itu tanaman karet dapat dikatakan menghasilkan pendapatan hampir tiap hari sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga tani sehari-hari. Selain itu saat ini telah tersedia klon karet penghasil lateks- kayu, sehingga selain menghasilkan lateks juga menghasilkan kayu untuk memenuhi kebutuhan kayu pertukangan dan meubiler (Boerhendhy. 2005).
BAHAN DAN METODE
Observasi ini dilakukan di Desa Jelutung 1, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung. Pengamatan dilakukan pada tanaman karet yang ditanam disekitar lahan bekas tambang timah, umur 3 tahun, klon PB 260 dengan jarak tanam 4X5 m. Pembenahan tanah dilakukan dengan pemberian pupuk organik sebanyak 5 kg per pohon. Pemupukan yang dilakukan sesuai dengan rekomendasi pemupukan pada umumnya. Pengamatan meliputi analisa tanah bekas tambang sebelum dan sesudah diberi pupuk organik, lingkaran batang dan tinggi batang utama. Data diolah dengan menggunakan tabelaris.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembenahan Tanah
Dari hasil analisa tanah terlihat bawah tanah bekas tambang timah mempunyai pH yang rendah dengan kandungan N, P dan K yang rendah pula, namun unsur Pb lebih tinggi. Setelah pemberian pupuk organik hasil analisa tanah bekas tambang timah menunjukkan pH meningkat mendekati netral, dengan kandungan N, P dan K yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum diberi pupuk organik (Tabel 1). Pupuk organik selain berfungsi memperbaiki fisik dan daya menahan air tetapi juga memperbaiki kandungan unsur hara lahan marginak seperti tanah bekas tambang ini, sesuai dengan pendapatan Atmojo (2003) bahwa pemberian bahan organik pada tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Tabel 1. Sifat kimia lahan bekas tambang timah sebelum dan sudah pemberian bahan organik.
No. Parameter Sebelum Sesudah 1 pH 5,1 6,4
2 Kadar N total (%) 0,01 0,03
3 P (ppm) 0,15 2,29
4 K (me %) 0,03 0,27
5 Timbal (Pb) (ppm)
12
10 Pembenahan tanah lahan bekas tambang dapat dilakukan dengan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biotik. Perbaikan fisik dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan pembenah tanah seperti bahan organik, mineral dan agens hayati. Bahan organik dapat berasal dari pupuk kandang, sampah atau tanaman air. Bahan pembenah tanah yang berasal dari mineral dapat digunakan tanah liat atau zeolit, sedangkan agens hayati dapat diperoleh
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
dari perakaran tumbuhan pioner yang tumbuh disekitar lahan bekas tambang atau menggunakan pupuk hayati yang sudah banyak beredar. Kelebihan menggunakan pupuk hayati yang berasal dari agens hayati di lokasi penggunaan antara lain bahan pembawanya dapat disesuaikan dengan konsisi di lapangan dan kemungkinnan besar agens hayati yang diperoleh sudah beradaptasi dilikungan penggunaannya. Sedangkan kelemahan menggunakan pupuk hayati yang beredar saat ini antara lain sebagian besar menggunakan bahan pembawa zeolit yang dapat memasamkan tanah sedangkan lahan bekas tambang pHnya memang rendah. Selain itu untuk mendatangkan pupuk hayati dari luar daerah akan memerlukan biaya lebih mahal.
Banyak manfaat dari penggunaan pupuk hayati terutama pada tanah yang mengandung pasir tinggi, antara lain dapat meningkatkan kemampuan akar tanaman mengadsropsi air dan unsur hara sampai pada batas minimum yang tersedia dalam tanah, sehingga tanaman lebih tahan terhadap kekeringan dan efisien dalam memanfaatkan pupuk; dapat menyerap unsur logam berat yang dapat meracuni tanaman. Pupuk hayati mampu menambah jumlah mikroba tanah yang diperlukan oleh akar tanaman, 250 kg pupuk hayati jumlah mikroba yang dihasilkan setara dengan jumlah mikroba yang dihasilkan oleh kompos sebanyak 5 ton dan 2 ton pupuk kandang. Selain itu pupuk hayati dapat menghemat penggunaan pupuk N 50%, P 27% dan K 20%.
Arah dari upaya rehabilitasi lahan bekas tambang ditinjau dari aspek teknis adalah upaya untuk mengembalikan kondisi tanah agar stabil dan tidak rawan erosi (Sujitno, 2007). Dari aspek ekonomis dan estetika lahan, kondisi tanah diperbaiki agar nilai/potensi ekonomisnya dapat dikembalikan sekurang-kurangnya seperti keadaan semula. Dari aspek ekosistem, upaya pengembalian kondisi ekosistem ke ekosistem semula. Dalam hal ini revegetasi adalah upaya yang dapat dinilai mencakup kepada kepentingan aspek-aspek tersebut. Reklamasi hampir selalu identik dengan revegetasi.
Revegetasi adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang (Direktorat Jenderal rehabilitasi Hutan dan Laha, Departemen Kehutanan., 1977). Menurut Setiadi (2006), tujuan dari revegetasi akan mencakup re-establishment komunitas tumbuhan secara berkelanjutan untuk menahan erosi dan aliran permukaan, perbaikan biodiversitas dan pemulihan estetika lanskap. Pemulihan lanskap secara langsung menguntungkan bagi lingkungan melalui perbaikan habitat hewan, biodiversitas, produktivitas tanah dan kualitas air.
Lilit dan tinggi batang utama tanaman karet.
Hasil statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman karet yang ditanam disekitar lahan bekas tambang mempunyai lilit pangkal batang, lilit batang tinggi 130 cm dan tinggi cabang mempunyai keragaman yang rendah (Tabel 2).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
Tabel 2. Lilit pangkal batang, pada ketinggian 130 cm dan tinggi cabang tanaman karet umur 3 tahun di daerah bekas tambang timah.
50.98
IRR 39
IRR 42 GT1
21.00
24.50
19.90
36.06
29.15
29.05
48.26
43.39
4
61.58
51.41
51.20
13.53
8.97
10.43
4.58
2.03
1.47 Tanaman karet mempunyai adaptasi yang lebih tinggi, penyebaran tanaman karet di Indonesia hampir di semua wilayah. Pada pengamatan ini juga menunjukkan bahwa tanaman karet mampu beradaptasi di tanah bekas tambang timah di Bangka-Belitung dan berpotensi dijadikan tanaman revegetasi pada tanah bekas tambang timah. Menurut Suhendry et al. (1996) lahan marjinal merupakan lahan di mana sifat tanah dan lingkungan fisik menjadi faktor pembatas untuk mencapai produktivitas pertanian se-cara optimal. Salah satu tipe
5 Pra sadap Pasca sadap
3
No. Lingkaran pangkal Batang (cm)
60 48 280 9.
Lingkaran batang tinggi 130 cm (cm) Tinggi cabang
(cm) 1.
66 54 240 2.
54 42 290 3.
59 48 210 4.
38 35 300 5.
60 48 280 6.
60 50 240 7.
58 49 230 8.
58 45 250 10.
2
53 44 250 11.
64 46 250 12.
43 35 240 13.
60 49 260 14.
54 43 240 15.
59 49 270 16.
58 48 280 Rata2 56,5 45,8 256,88 KK (%) 12,67 11,20 9,35
Ini menunjukkan bahwa tanaman karet yang ditanam di lahan bekas tambang mempunyai lilit batang yang cukup baik dibandingkan dengan lilit batang beberapa klon tanaman karet di lahan mineral lainnya (Tabel 3). Tabel 3. Lilit batang dan laju pertumbuhan beberapa klon tanaman karet
Klon Lilit batang (cm) pada umur
Laju pertumbuhan (cm/th)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
lahan marjinal adalah tekstur tanah yang mengandung fraksi pasir tinggi dan miskin unsur hara.
Sifat iklim yang memiliki periode kering yang tegas juga dapat menjadikan lahan bersifat marjinal. Kedua kondisi tersebut dijumpai di daerah Langga Payung, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Untuk melihat kemampuan tumbuh dan potensi tanaman karet telah dilakukan evaluasi kemungkinan pengembangan karet di daerah tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman karet dapat tumbuh baik pada lahan marjinal di Langga Payung. Klon PR 261 bahkan memiliki pertumbuhan lebih jagur dari rata-rata pertumbuhan karet di daerah Langkat dan Deli Serdang. Produktivitas karet di daerah ini cukup tinggi. Klon GT 1 dan PR 261 dapat mencapai produktivitas rata-rata 8 tahun sadap lebih dari 2.000 kg/ha/th, yang berarti lebih tinggi dari produktivitas karet pada lahan yang selama ini dianggap sesuai untuk karet. Produktivitas yang tinggi ter-sebut erat kaitannya dengan tinggi-nya tegakan pohon per satuan luas karena rendahnya gangguan penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan angin, serta rendahnya intensitas serangan penyakit daun pada daerah ini. Penanaman karet mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dari lahan marjinal tersebut. Klon PR 261, BPM 24, RRIM 703, PR 255, PR 300, dan GT 1 dapat direkomendasikan untuk ditanam pada lahan marjinal dengan tekstur tanah lempung berpasir sampai pasir berlempung, serta memiliki periode bulan kering yang tegas.
KESIMPULAN
Dari hasil observasi ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Tanaman karet yang ditanam di lahan bekas tambang menunjukkan pertumbuhan vegetatif yang cukup baik
2. Tanaman karet dapat dijadikan salah satu tanaman revegetasi pada lahan bekas tambang.
DAFTAR PUSTAKA
Atmojo. S. W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Boerhendhy. I. 2005. Keragaan klon karet penghasil lateks dan kayu di daerah beriklim kering. Prosiding lokakarya nasional pemuliaan tanaman karet 2005. Medan: 22-23 Nop. 2005. P; 251-260. Ferry Yulius., Juniaty Towaha dan Kurnia Dewi Sasmita. 2010. Perbaikan lahan bekas tambang timah: Studi kasus uji media tanah bekas tambang dengan beberapa macam kompos untuk budidaya lada. Buletin Riset Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. Vol. 1 No. 6. 2010. Hal; 295-308. Hafizianion. 2008. Kajian Aspek Ekonomi Masyarakat Desa Sekitar Tambang. Fakultas Kehutanan Unlam. Bajarbaru. Suhendry, I., S. Ginting., R. Azwar., MZ. Nasution. 1996. Potensi pengembangan tanaman karet pada tanah marginal beriklim kering. Studi kausu daerah Langga Payung
Sumatera Utara. Warta Puslit Karet. 15 (2): 67:77.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
Sitorus, SKP., E. Kusumastuti dan L. M. Badri. 2008. Karakteristik dan Teknik Rehabilitasi Lahan Pasca Penambangan Timah di Pulau Bangka dan Singkep. Jurnal Tanah dan Iklim. No. 27 . 2008: 57-73.
Setiadi, Y., 2004. Bahan Kuliah Ekologi Restorasi. Program Stidu Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pasca Sarjana. IPB.