Pemanfaatan bahan humat dan abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang

(1)

PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN ABU

TERBANG UNTUK REKLAMASI

LAHAN BEKAS TAMBANG

SURYA HERJUNA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2011

Surya Herjuna NRP A152070031


(3)

ABSTRACT

SURYA HERJUNA. Reclamation of Ex-Mining Area Using Amelioran Materials of Humic Subtances and Fly Ash. Under direction of SUWARDI, SRI DJUNIWATI, and WIDIATMAKA.

Open pit coal mining activities consist of land clearing, removal and placement of top soil, removal and dumping of overburden, and coal getting. Those activities have some impact on landscape changes and degradation of soil. Therefore, reclamation of ex-mining area is needed to improve post mining land become a stable and productive land. Impact of open pit coal mining generally are decreasing of soil characteristics such as declining of soil pH, soil nutrients, and soil organic matter. Improvement of the soil can be done by application of soil amendments. One of alternatives for soil amendment that available in the field is fly ash. Having high pH and nutrients, fly ash can be used to increase soil pH and source of soil nutrients. However most of K, Na, Ca and Mg in fly ash are still bounded in oxide bonding. Humic subtances may be used for increasing of the release of nutrients in fly ash. Humic subtances have polyelectrolite macromolecules such as carboxyl and OH-fenolic that can stimulate for releasing nutrients in fly ash. The objectives of this research are studying influence of humic subtances and fly ash on plant growth, absorption of the plant, and soil chemical characteristics. This research was conducted on February to July 2009 in nursery and post mining land at Sangatta Region, PT Kaltim Prima Coal, East Kutai Regency, East Kalimantan. The experiment was conducted in two locations i.e. first experiment in nursery area using Completely Randomize Design with 2 factors; humic subtances dosages (0,00; 0,075; and 0,15 ml/polybag) and fly ash dosages (0; 200; dan 400 g/polybag). Albazia falcataria and Shorea parvifolia Dyer are use as indicator plants. Second experiment was conducted in post mining area using Group Randomize Design with 2 factors, humic subtances dosages (0,000; 0,9375; and 1,875 ml/plant) and fly ash dosages (0,0; 2,5; and 5,0 kg/measurement plot). The plants were planted in three slopes i.e. upper slope, middle slope, and foot slope. The growth and production of plants were measured. Plant analysis was also conducted to evaluate the effect of soil amendments on plant absorption. The soil analysis covers pH, organic matter, N, P-Bray I, exchangeable bases of Ca, Mg, K, Na, exchangeable Al and CEC. The results showed that humic subtances increase the CEC and organic matter of soil while fly ash increases the pH, P and exchangeable bases. Humic subtances and fly ash increase the growth of Albazia falcataria relatively quick than that of Shorea parvifolia Dyer. Humic subtances and fly ash increase the absorption of Ca and Mg by plants. There is a positive correlation between increasing soil nutrients and plant growth as well as plant absorption.


(4)

RINGKASAN

SURYA HERJUNA. Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Dibimbing oleh SUWARDI, SRI DJUNIWATI, dan WIDIATMAKA.

Kegiatan pertambangan merupakan bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya alam. Kegiatan pertambangan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya pada masa kini dan menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Kegiatan pertambangan terbuka meliputi proses pembersihan lahan, pengambilan dan penempatan material top soil, pengambilan dan penempatan material overburden, penambangan bahan galian, reklamasi dan penutupan tambang. Kegiatan pertambangan akan memberikan dampak perubahan terhadap bentang alam dan penurunan kesuburan tanah. Selama ini, kegiatan reklamasi menjadi satu-satunya kegiatan untuk dapat mengembalikan lahan agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.

Kegiatan reklamasi yang dilakukan pada pertambangan terbuka antara lain: penutupan lahan bekas tambang (bakcfilling), penataan lahan bekas tambang (landscaping), pembuatan drainase, pemupukan dan penebaran cover crop, serta penanaman dan pemeliharaan tanaman reklamasi. Kegiatan pemupukan digunakan untuk meningkatkan kandungan hara tanah. Permasalahan di pertambangan adalah kurangnya ketersediaan pupuk terutama pupuk organik sehingga diperlukan alternatif pengganti berupa bahan-bahan pembenah tanah (amelioran). Salah satu bahan amelioran yang dapat digunakan adalah abu terbang dan bahan humat. Abu terbang adalah partikel yang sangat kecil dari mineral sisa hasil pembakaran batubara dalam tungku. Bahan amelioran kedua adalah bahan humat yang biasanya mengandung makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap ketersediaan hara dalam tanah, serapan daun tanaman dan pertumbuhan tinggi tanaman.

Percobaan dilakukan di dua lokasi yaitu; percobaan I di rumah kaca dan percobaan II di areal bekas tambang yang siap untuk dilakukan revegetasi. Percobaan I dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap pola faktorial dengan menggunakan 2 faktor yaitu: bahan humat sebanyak 3 tingkat (0; 0,075; dan 0,15 ml/polybag) (setara dengan 0, 15, dan 30 liter/hektar) dan abu terbang sebanyak 3 tingkat (0; 200; dan 400 g/polybag) (setara dengan 0, 40, dan 80 ton/hektar). Indikator tanaman pada percobaan I adalah sengon dan meranti. Perlakuan diulang sebanyak 5 kali pada masing-masing jenis tanaman sehingga untuk 2 jenis tanaman terdapat 90 satuan percobaan. Percobaan II dilakukan dengan menggunakan model Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dengan 2 faktor yaitu: bahan humat sebanyak 3 tingkat (0; 0,9375; dan 1,875 ml/petak ukur) (setara dengan 0, 15, dan 30 liter/hektar) dan abu terbang sebanyak 3 tingkat (0; 2,5; dan 5 kg/petak ukur) (setara dengan 0, 40, dan 80 ton/hektar) dengan indikator tanaman adalah sengon. Kelompok didasarkan kelerengan tanah pada lahan bekas tambang yang telah direklamasi yaitu menjadi 3 tingkatan lereng, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan adalah satu petak


(5)

ukur dengan luas 1 x 1 m2. Setiap petak ukur digali tanah untuk dicampur dengan amelioran seluas 0,5 x 0,5 m2 dengan kedalaman 50 cm. Analisis tanah meliputi pH, C-organik, N-total, P-Bray I, Ca, Mg, K, Na, KTK, dan Al. Analisis tanaman meliputi serapan hara N, P, K, Ca dan Mg dan pertumbuhan tanaman antara lain: pertumbuhan tinggi, percabangan akar dan bobot kering daun. Pada tanaman sengon diukur bintil akar sedangkan pada tanaman meranti diukur panjang akar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi berpengaruh nyata memperbaiki sifat kimia tanah namun kedua amelioran tidak saling interaksi. Bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan KTK tanah dan C-org sedangkan abu terbang berpengaruh meningkatkan nilai pH tanah dan ketersediaan C-Org, P, K, Na, Ca dan Mg. Pada pertumbuhan tanaman, ameliorasi berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi, jumlah bintil dan jumlah cabang perakaran tanaman pada percobaan I tanaman sengon tapi tidak terdapat interaksi. Bahan humat dan abu terbang dalam mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan jumlah cabang akar tanaman pada percobaan I sedangkan terhadap jumlah bintil akar ada pengaruh interaksi bahan humat dan abu terbang. Pada percobaan I dengan tanaman meranti menunjukkan bahwa amelioasi berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman namun tidak saling interaksi. Pada perkembangan panjang dan jumlah percabangan akar menunjukkan ameliorasi tidak berpengaruh nyata. Pada percobaan II tanaman sengon menunjukkan bahwa ameliorasi tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi, jumlah percabangan dan bintil akar. Ameliorasi bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan berat kering daun. Pada serapan daun tanaman, ameliorasi berpengaruh nyata dan saling interaksi meningkatkan serapan N, Ca, dan Mg pada percobaan I dengan tanaman sengon sedangkan pada serapan P dan K tidak dipengaruhi secara nyata oleh kedua amelioran. Pada percobaan I dengan tanaman meranti menunjukan bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan serapan N dan K sedangkan serapan Mg dipengaruhi secara nyata oleh kedua bahan ameliorasi namun tidak saling interaksi. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata dan saling interaksi dalam meningkatkan serapan Ca sedangkan pada serapan P tidak ada pengaruh nyata kedua bahan ameliorasi tersebut. Pada percoban II menunjukkan abu terbang berpengaruh nyata meningkatkan serapan N sedangkan bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan serapan P. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata namun tidak saling interaksi dalam meningkatkan serapan K dan Ca. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata dan saling interaksi dalam meningkatkan serapan Mg.

Prospek bahan humat dan abu terbang sangat besar dalam memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas tanah dan tanaman. Oleh karena itu dengan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan masukan kepada instansi yang berwenang untuk memberikan rekomendasi penggunaan abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang.

Kata kunci: ameliorasi, abu terbang, bahan humat, pertumbuhan tanaman, serapan hara, sifat kimia tanah


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengkutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN ABU

TERBANG UNTUK REKLAMASI

LAHAN BEKAS TAMBANG

SURYA HERJUNA

Tesis

sebagian salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agroteknologi Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

Judul Tesis : Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang

Nama : Surya Herjuna

NRP : A152070031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Suwardi, M.Agr Ketua

Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc Anggota

Dr. Ir. Widiatmaka, DEA Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Agroteknologi Tanah

Dr. Ir. Suwardi, M. Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S


(9)

PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Alloh Swt atas segala rahmat-Nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2009 adalah ameliorasi, dengan judul Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Suwardi M.Agr, Ibu Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DEA selaku pembimbing. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Iskandar sebagai penguji tesis atas masukan-masukannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang telah membantu membiayai kuliah dan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan PT Kaltim Prima Coal beserta staf khususnya Unit Nursery dan Reklamasi yang telah membantu selama pengumpulan data. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu, istri dan keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa Program S2 Agroteknologi Tanah, mahasiswa S1 dan laboran-laboran Jurusan Ilmu Tanah yang banyak membantu kelancaran penelitian.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Februari 2011


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 29 September 1977 sebagai anak sulung pasangan Suyono Budihardjo dan Marieyati. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, lulus tahun 2001. Kesempatan melanjutkan sekolah diperoleh pada tahun 2007 di Program Studi Agroteknologi Tanah Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf di Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta. Bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah perencanaan wilayah, reklamasi dan penutupan tambang.

Selama mengikuti kagiatan perkuliahan program S2, penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Forum Reklamasi Bekas Tambang dan kegiatan seminar-seminar tentang reklamasi bekas tambang.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Kegiatan Pertambangan Terbuka Batubara ... 7

2.2 Abu Terbang Sebagai Amelioran ... 14

2.3 Bahan Humat Sebagai Amelioran ... 16

III METODE ... 19

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 19

3.2 Bahan dan Alat ... 19

3.3 Metode Penelitian... 21

3.4 Pelaksanaan Percobaan ... 23

3.5 Analisis Data ... 25

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Sifat-sifat Kimia Tanah ... 26

4.2 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 31

4.3 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Serapan Daun Tanaman ... 35

4.4 Prospek Bahan Humat dan Abu Terbang Sebagai Amelioran ... 41

V SIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Simpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik kimia abu terbang di PLTU PT Kaltim Prima Coal ... 20 2 Karakteristik bahan humat ... 20 3 Perlakuan ameliorisasi media polybag di dalam rumah kaca dengan

indikator tanaman sengon (Albazia falcataria) dan meranti

(Shorea parvifolia) ... 21 4 Perlakuan ameliorisasi pada tanah lahan bekas tambang dengan

indikator tanaman sengon (Albazia falcataria) ... 23 5 Parameter yang diukur dan metode pengukuran ... 25 6 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap parameter

pH tanah ... 26 7 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan C-org

dalam tanah ... 27 8 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan

P-tersedia tanah ... 28 9 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

kandungan K, Na, Ca dan Mg tanah pada percobaan I ... 29 10 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

kandungan K, Na, Ca dan Mg pada percobaan II ... 29 11 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap nilai

KTK tanah ... 30 12 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

beda tinggi tanaman, perkembangan cabang perakaran, dan

bobot kering daun pada percobaan I tanaman sengon ... 31 13 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

perkembangan bintil perakaran pada percobaan I tanaman sengon ... 32 14 Korelasi antara pH, ketersediaan hara, dan faktor penghambat Al

terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan perakaran ... 32 15 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

pertumbuhan tinggi tanaman, perkembangan cabang perakaran, panjang akar dan bobot kering daun pada percobaan I tanaman meranti ... 33 16 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap beda tinggi

tanaman, perkembangan bintil dan cabang perakaran serta bobot kering daun pada percobaan II tanaman sengon ... 34 17 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan


(13)

18 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

Ca daun tanaman sengon pada percobaan I ... 35 19 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

Mg daun tanaman sengon pada percobaan I ... 36 20 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

N, K dan Mg daun tanaman meranti pada percobaan I ... 36 21 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

Ca daun tanaman meranti pada percobaan I ... 36 22 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

N, P, K dan Ca daun tanaman sengon pada percobaan II ... 37 23 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

Mg daun tanaman sengon pada percobaan II ... 37 24 Rata-rata peningkatan kation basa-basa, nilai pH dan KTK tanah

masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran ... 38 25 Rata-rata serapan N, P, K, Ca, Mg masing-masing percobaan

yang dipengaruhi amelioran ... 38 26 Rata-rata beda tinggi tanaman, perakaran dan bobot kering daun tanaman


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pikir penelitian ... 5 2 Tahapan persiapan meliputi: (1) Pembebasan lahan, (2) Pembuatan

sarana dan prasaran tambang, dan (3) Pembersihan tapak tambang .... 8 3 Tahapan operasi produksi meliputi: (1) Pengupasan tanah pucuk,

(2) Pengupasan batuan penutup dan penimbunan di waste dump atau inpit dump, (3) Penempatan tanah pucuk pada lokasi yang aman, (4) Penggalian batubara, (5) Pengangkutan batubara ke stockpile, (6) dan (7) Pengolahan batubara dan

penimbunan di stockpile ... 11 4 Tahapan pasca operasi meliputi: (1) Rangkaian kegiatan

reklamasi dan revegetasi, (2) Pelepasan tenaga kerja, dan

(3) Penutupan tambang ... 14 5 Lokasi penelitian ... 19


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan I indikator tanaman sengon ... 47 2 Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan I indikator tanaman meranti ... 48 3 Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan II indikator tanaman sengon .. 49 4 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap pH

tanah ... 50 5 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

C-org tanah ... 50 6 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

kandungan N tanah ... 50 7 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

N-total tanah ... 51 8 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

P-tersedia dalam tanah ... 51 9 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

kandungan K-tersedia, Na-tersedia, dan Ca-tersedia dalam tanah

pada percobaan II ... 51 10 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

kandungan Kdd dalam tanah ... 52

11 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

kandungan Nadd dalam tanah ... 52

12 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

kandungan Cadd dalam tanah ... 52

13 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

kandungan Mgdd dalam tanah ... 53

14 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap KTK... 53 15 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap Aldd .... 53

16 Rata-rata beda tinggi tanaman sengon dan meranti pada

percobaan I ... 54 17 Rata-rata beda tinggi tanaman sengon pada percobaan II ... 54 18 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap beda

tinggi tanaman pada percobaan I dan II ... 54 19 Data perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman sengon

dan meranti ... 55 20 Data perkembangan perakaran pada percobaan II ... 55


(16)

21 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan

perakaran pada percobaan I tanaman sengon ... 55 22 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan

perakaran pada percobaan I tanaman meranti ... 56 23 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan

perakaran pada percobaan II ... 56 24 Hasil analisis pengaruh pembeian amelioran terhadap bobot kering daun

pada percobaan I dan II ... 56 25 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman sengon pada percobaan I ... 57 26 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman meranti pada percobaan I ... 57 27 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman sengon pada percobaan II .... 57 28 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap

serapan hara N daun tanaman ... 58 29 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap

serapan hara P daun tanaman ... 58 30 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap

serapan hara K daun tanaman ... 58 31 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap

serapan hara Ca daun tanaman ... 59 32 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap

serapan hara Mg daun tanaman ... 59 33 Kontribusi batubara dalam energi pembangkit listrik dan energi

campur 3 tahun terakhir dan prediksi sampai tahun 2020... 59 34 Foto-foto percobaan I di lokasi pembibitan ... 60 35 Foto-foto percobaan II di lokasi lahan bekas tambang ... 63


(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan dilakukan dengan tetap memperhatikan perlindungan lingkungan. Pada perjalanannya, komitmen tersebut masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki dan disempurnakan. Pengaturan tentang pertambangan sudah banyak diperbaiki dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Berbagai pengaturan yang mendorong tumbuhnya investasi tetap selalu memperhitungkan aspek perlindungan lingkungan. Visi dan Misi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berkenaan dengan perlindungan lingkungan harus dilaksanakan dalam penyusunan kebijakan, pembinaan dan pengawasan. Hal ini sangat penting, karena keberlanjutan pembangunan hanya bisa dicapai melalui keberlanjutan sumber-sumber yang menjadi modal dasar pembangunan itu sendiri, dalam hal ini sumber daya tambang yang bisa menjadi penggerak (prime mover) pembangunan (Witoro 2007).

Kegiatan pertambangan merupakan bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya alam. Sumber daya alam tak terbarukan harus dikelola oleh negara agar fungsinya dapat terpelihara sepanjang masa. Kegiatan pertambangan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya pada masa kini dan menjamin kehidupan di masa yang akan datang.

Kegiatan pertambangan terbuka meliputi proses pembersihan lahan, pengambilan dan penempatan material top soil, pengambilan dan penempatan material overburden (batuan penutup), penambangan bahan galian, reklamasi dan penutupan tambang. Kegiatan pertambangan akan memberikan dampak perubahan terhadap bentang alam dan penurunan kesuburan tanah. Perubahan bentang alam akan mengakibatkan kehilangan kesempatan pemanfaatan lahan untuk kegiatan sektor lain. Dampak penurunan kesuburan tanah yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan adalah penurunan hara tanah, khususnya kandungan


(18)

bahan organik tanah. Material overburden biasanya mempunyai karakteristik berupa porositas, kemampuan mengikat air, C organik, N total dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang rendah sehingga jika proses backfill (penutupan lahan bekas tambang dengan material overburden dan top soil) tidak benar, maka akan berdampak pada penurunan kualitas tanah sebagai media tanam lahan reklamasi. Dampak penurunan kualitas tanah lainnya dari kegiatan pertambangan adalah pada lahan bekas tambang banyak ditumpuk material overburden dibanding top soil. Sifat fisik material overburden mempunyai persentase rock fragmen rendah, tekstur cenderung berkadar liat rendah (37,81%), bulk density rendah, kemampuan mengikat air rendah, kandungan hara tanah rendah. Walaupun secara mineralogi sifat batuan penutup mirip dengan sifat tanah di sekitarnya, tetapi perlakuan terhadap batuan penutup harus hati-hati terutama terhadap kandungan-kandungan mineral yang mempunyai potensi air asam tambang seperti mineral Pirit (FeS2), Kalkosit (Cu2S), dan lain sebagainya. Adanya air asam tambang akan

mengakibatkan ketersediaan hara tanaman berkurang, logam berat menjadi terlarut, dan penurunan aktivitas mikroba yang semuanya itu akan menyebabkan keracunan terhadap vegetasi pada tahap reklamasi. Kegiatan reklamasi adalah kegiatan mengembalikan lahan agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Dampak penurunan kualitas lahan oleh kegiatan pertambangan akan mengakibatkan berkurangnya alternatif penggunaan lahan pada masa pasca tambang. Kerusakan tanah sebagai media tumbuh tanaman oleh kegiatan pertambangan akan menyulitkan dalam proses revegetasi tanaman reklamasi, khususnya jenis-jenis tanaman indegenous seperti meranti, kapur, ulin, dan lain sebagainya. Tanaman tersebut biasanya mempunyai sifat slow growing plants yaitu mempunyai kecenderungan pertumbuhan lambat di masa muda. Pertumbuhan menjadi lambat karena adanya sifat intoleran terhadap matahari. Hal ini tentunya akan menghambat proses pengembalian lahan bekas tambang menjadi lahan hutan. Beberapa teknik reklamasi lahan bekas tambang diusahakan untuk mempercepat proses perbaikan. Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan penambahan pemupukan dan amelioran


(19)

misalnya dengan bahan organik, kapur, bahan humat, abu terbang, zeolit dan lain sebagainya.

Salah satu alternatif amelioran yang terdapat pada lokasi tambang (in-situ) adalah abu terbang atau fly ash. Abu terbang adalah partikel sangat kecil dari mineral sisa hasil pembakaran batubara dalam tungku. Setiap unit partikel sangatlah kecil, berbentuk seperti bubuk bedak, dan terbawa ke atas keluar dari tungku melalui aliran pembuangan tungku setelah batubara dibakar. Karakteristik abu terbang adalah memiliki nilai pH tinggi (di atas pH 7) dan kandungan hara yang berasal dari oksida seperti K, Na, Ca dan Mg. Sebagai amelioran, abu terbang diharapkan dapat meningkatkan hara tanah dan meningkatkan pH tanah. Produksi abu terbang di Amerika Serikat pada tahun 2005 adalah sebesar 71,1 juta ton dimana 29,1 juta ton digunakan ulang untuk aplikasi tertentu dan 42 juta ton lainnya yang tidak terpakai dilakukan proses daur ulang. Proses daru ulang tentunya akan memerlukan lahan untuk penampungan material yang diperkirakan mencapai ± 678 hektar dengan ketinggian penumpukan abu terbang rata-rata 5 meter. Dengan semakin banyaknya penggunaan batubara untuk pembangkit listrik akan berdampak semakin luasnya wilayah penyimpanan abu terbang, yang tentunya akan menambah beban biaya pengamanan. Pemanfaatan abu terbang selama ini masih sebagai bahan campuran semen, tanggul dan stabilisasi struktur reklamasi tambang, bahan dasar jalan raya, dan lain sebagainya. Akhir-akhir ini telah dilakukan penelitian peranan abu terbang dalam memperbaiki kualitas tanah, diantaranya penelitian Iskandar et al. (2008), yang menyatakan bahwa pemberian abu terbang pada tanah gambut meningkatkan kandungan P dan kation basa seperti K, Na, Ca dan Mg.

Alternatif amelioran lain yang dapat digunakan adalah bahan humat. Bahan humat adalah senyawa berbobot molekul tinggi, berwarna coklat – hitam yang merupakan hasil reaksi sintesa sekunder. Bahan humat memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat. Gugus-gugus tersebut dapat membentuk muatan negatif melalui pelepasan ion H+ sehingga dapat menjerap dan membentuk kompleks dengan kation-kation. Kemampuan bahan humat untuk menjerap atau mengkelat kation-kation dapat menjadi alternatif kombinasi yang baik bagi abu terbang dalam menyediakan hara makro dan mikro dalam tanah.


(20)

Penggunaan bahan humat sebagai amelioran salah satunya dilakukan oleh Atekan dan Surahman (1997), yang menunjukkan bahwa penambahan bahan organik sebagai amelioran telah meningkatkan kation-kation dalam tanah.

1.2. Perumusan Masalah

Kegiatan penambangan batubara akan berdampak pada perubahan bentang alam dan penurunan kualitas tanah yaitu penurunan pH, bahan organik tanah, dan basa-basa seperti Ca, Mg, Na, dan K, kemungkinan timbulnya air asam tambang, dan kerusakan kualitas fisik tanah karena bercampurnya material top soil dan batuan penutup. Perubahan bentang alam dapat dikurangi dengan penimbunan kembali lahan bekas tambang dengan material overburden dan top soil. Penurunan kualitas tanah dapat diperbaiki dengan proses pemupukan dan penanaman cover crop. Proses pemupukan dalam lokasi lahan bekas tambang memiliki beberapa kendala antara lain sumber dan jumlah pupuk organik yang sulit diperoleh serta biaya pengadaan yang mahal jika harus didatangkan dari luar daerah bahkan di luar pulau. Oleh karena itu, penggunaan alternatif amelioran terutama yang banyak terdapat di lokasi tambang batubara seperti abu terbang dan dikombinasikan dengan bahan humat yang merupakan ekstrasi batubara jenis lignit diharapkan dapat memberikan perbaikan sifat-sifat tanah seperti perbaikan pH tanah, penambahan hara makro dan mikro dalam tanah serta dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

1.3. Tujuan Penelitian

Mengkaji pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap sifat-sifat kimia tanah, pertumbuhan tanaman sengon dan meranti, dan serapan hara daun tanaman.

1.4. Kerangka Pemikiran


(21)

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

1.5. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini memperkaya penelitian sebelumnya mengenai penggunaan abu terbang dan bahan humat terutama dalam memperbaiki sifat tanah-tanah bekas tambang.

PENGEMBALIAN TANAH PUCUK DAN

PEMUPUKAN

AMELIORAN

DIHARAPKAN MENINGKATKAN : 1. PERBAIKAN TANAH 2. SERAPAN HARA TANAMAN

REKLAMASI

3. PERTUMBUHAN TANAMAN REKLAMASI ABU TERBANG PENUTUPAN LAHAN BEKAS TAMBANG, PENATAAN LAHAN, DAN PEMBUATAN DRAINASE PENURUNAN KUALITAS TANAH PERUBAHAN BENTANG ALAM KEGIATAN PERTAMBANGAN DAMPAK TERHADAP LAHAN BEKAS TAMBANG

PERLU REKLAMASI SUMBER DAN SUPPLY PUPUK (ORGANIK) MASIH KURANG ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN HUMAT SISA PEMBAKARAN EKSTRAKSI BAHAN ORGANIK

Perlu dilakukan penelitian penggunaan abu terbang dan bahan humat sebagai amelioran dalam lahan bekas tambang

PERCOBAAN I

KOMBINASI BAHAN HUMAT DAN ABU TERBANG DI DALAM RUMAH KACA DENGAN INDIKATOR TANAMAN SENGON

DAN MERANTI

PERCOBAAN II

KOMBINASI BAHAN HUMAT DAN ABU TERBANG DI LAHAN BEKAS TAMBANG

DENGAN INDIKATOR TANAMAN SENGON H I P O T E S A


(22)

b. Bagi perusahaan tambang dapat menjad referensi alternatif pemanfaatan abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang.

c. Masukan bagi Pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan pemanfaatan abu terbang yang baik, aman dan ramah lingkungan.

d. Bagi masyarakat pada umumnya dapat menjadi referensi bagi pemanfaatan abu terbang sebagai amelioran untuk memperbaiki kualitas tanah dan tanaman.


(23)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kegiatan Pertambangan Terbuka Batubara

Berdasarkan Amdal PT KPC (2005), kegiatan pertambangan dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap operasi, dan tahap pasca operasi penambangan.

2.1.1.Tahapan Persiapan

Jenis kegiatan pada tahapan persiapan meliputi: 1. Pembebasan Lahan

Kegiatan pembebasan lahan meliputi pembebasan terhadap hak-hak milik pada lahan tersebut dengan sistem ganti untung barang-barang yang menjadi milik penduduk. Jika areal penambangan merupakan kawasan hutan, maka perusahaan diwajibakan memohon izin pinjam pakai dari Kementerian Kehutanan. Pembebasan lahan dilakukan supaya tidak terjadi konflik tumpang tindih kepentingan pada lokasi yang akan dilakukan penambangan.

2. Pembangunan sarana dan prasarana tambang

Pembangunan sarana dan prasarana diperlukan untuk mendukung kegiatan utama penambangan agar sesuai dengan rencana penambangan. Sarana dan prasarana yang akan dibangun meliputi jalan tambang dan angkutan batubara, bengkel, gudang, sarana perkantoran, mes karyawan, pos keamanan, kantin, mushola, klinik, dan lain sebagainya. Jalan tambang merupakan jalan tanah yang diperkeras dengan pasir batu (sistem macadam). Pembangunan jalan mengikuti kemajuan kegiatan pertambangan. Jalan tambang mempunyai lebar 25 meter dengan kemiringan maksimum 4–8%. Ukuran bengkel disesuaikan dengan jumlah dan ukuran kendaraan yang dipergunakan. Pembangunan mes, kantor, kantin, mushola, dan pos keamanan disesuaikan dengan jumlah karyawan yang ada. Disamping itu, perusahaan juga membangun unit sarana pengelolaan limbah, penimbunan tanah, penimbunan batubara, unit pengolahan batubara, fasilitas pemuatan, tempat penyimpanan bahan pengunjang.

3. Pembukaan dan pembersihan lahan

Kegiatan ini dilakukan pada lokasi rencana pertambangan terbuka (open pit mining). Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan chain saw dan bulldozer


(24)

untuk membersihkan lahan dari tanaman dan material lainnya. Dalam pembersihan lahan tidak dilakukan pembakaran terhadap batang, ranting, dan daun tanaman, akan tetapi bagian-bagian tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.

(1)

(2) (3)

Gambar 2 Tahapan persiapan meliputi: (1) Pembebasan lahan, (2) Pembuatan sarana dan prasaran tambang, dan (3) Pembersihan tapak tambang

2.1.2.Tahapan Operasi

Jenis kegiatan pada tahap operasi penambangan sistem open pit meliputi pengupasan dan penempatan top soil, pembongkaran dan penimbunan tanah penutup, penggalian, pengangkutan, pengolahan, dan penimbunan batubara. 1. Pengupasan tanah pucuk (top soil)

Pekerjaan pengupasan top soil pada sistem penambangan terbuka jauh lebih luas dibanding pada sistem tambang tertutup. Lapisan top soil merupakan lapisan tanah yang mempunyai ketebalan kurang lebih 30 cm dan mempunyai sifat relatif subur. Pengupasan top soil dilakukan pada daerah pit tambang, out pit dump, stockpile, jalan tambang dan angkutan batubara, bangunan perkantoran dan sarana prasarana lainnya. Pekerjaan pengupasan top soil dilakukan dengan hati-hati agar tingkat kesuburannya dapat dipertahankan sampai pada saat akan dikembalikan ke lahan bekas tambang.

2. Pembongkaran batuan penutup (overburden)

Batuan penutup merupakan lapisan tanah dan atau batuan yang berada di antara top soil dan batubara. Batuan penutup ini terdiri dari batuan penutup dan lapisan tanah subsoil yang berada di bawah topsoil. Penggalian batuan penutup dilakukan dengan menggunakan alat mekanis seperti excavator dan bulldozer


(25)

serta kadang-kadang dilengkapi dengan ripper jika ditemukan batuan penutup yang keras. Pada areal yang memiliki batuan penutup yang lebih keras digunakan bahan peledak untuk membongkarnya.

3. Penimbunan top soil dan overburden

Lapisan top soil dan overburden yang sudah dikupas kemudian diangkut secara terpisah ke area penimbunan top soil dan waste dump untuk disimpan sementara waktu. Top soil dan overburden ini akan dikembalikan ke areal bekas lubang tambang pada saat reklamasi. Lapisan top soil yang ditimbun sementara dan dilakukan pemeliharaan untuk mempertahankan zat hara dan organisme di dalamnya tetap dalam kondisi baik. Jika penyimpanan top soil memerlukan waktu yang lama, timbunan top soil ditanam tanaman penutup (cover crop). Lapisan overburden ditimbun pada out pit dump yang terletak tidak jauh dari areal lubang tambang pada saat pembukaan tambang pertama. Pada pembukaan tambang selanjutnya dilakukan inpit dump pada lokasi tambang pertama atau biasa disebut dengan sistem backfilling. Sistem ini untuk mengurangi lubang bekas tambang pada saat penutupan tambang. Proses penutupan lahan bekas tambang dimulai dari penimbunan lapisan batuan penutup kemudian dilakukan re-contouring atau re-shaping yang biasa disebut dengan penataan lahan. Kegiatan berikutnya setelah penataan lahan adalah melapisi lahan dengan top soil. Pada lapisan batuan yang mengandung material yang berpotensi menjadi air asam tambang dilakukan pelapisan dengan metarial non acid forming (NAC) dan tanah liat yang sudah dipadatkan supaya tidak terkontaminasi dengan oksigen sehingga menyebabkan terjadinya oksidasi material pembentuk air asam tambang atau potensial acid forming (PAF). Kegiatan pertambangan dengan sistem backfilling dilakukan dengan cara membagi-bagi blok penambangan secara berurutan dengan material penutup sebagai bahan pengisi lubang tambang yang sudah selesai tambang. Proses ini dilakukan secara simultan sampai pada blok penambangan terakhir. 4. Penggalian Batubara

Penggalian batubara dilakukan dengan mengikuti arah kemajuan dari pengupasan top soil dan overburden atau mengikuti arah jurus lapisan batubara (seam). Penggalian batubara dilakukan dengan excavator, dengan ront-end loader batubara ini dimuat ke dump truck untuk diangkut ke mine stockyard. Pengaturan


(26)

saluran air dilakukan terlebih dahulu sebelum dibuat saluran-saluran di permukaan untuk mengurangi volume air yang masuk ke dalam lubang tambang. Air hujan dan air tanah yang masuk ke dalam lubang tambang akan diatur dengan pembuatan saluran tiap-tiap tanggul dan dikumpulkan ke titik tambang paling rendah. Dari titik ini air di pompa keluar dengan menggunakan pompa yang dioperasikan secara rutin. Air pompa ini ditampung dalam sediment pond dan diolah (dinetralisir) terlebih dahulu sebelum dialirkan ke badan air penerima. 5. Pengangkutan Batubara

Pengangkutan batubara untuk tambang terbuka dilakukan dengan menggunakan dump truck dari lokasi tambang ke stockpile. Konstruksi jalan tambang terbuat dari tanah yang diperkeras dengan pasir batu (jalan macadam). Lebar jalan tambang sekitar 25 meter termasuk berm dan saluran drainase di kiri-kanan jalan. Kemiringan maksimum 4–8%. Jalan tambang dipakai untuk mengangkut batubara dari front penambangan ke mine stockyard. Jalan tambang dan jalan angkut batubara dilakukan pemeliharaan dengan menggunakan grader dan compactor. Penambalan jalan yang rusak menggunakan quarry diambil dari areal sekitar tambang. Untuk menekan tingginya polusi debu di udara pada musim kemarau sepanjang jalan tambang dan jalan angkut batubara dilakukan penyiraman air pada badan jalan dan penanaman pohon masing-masing 50 meter pada sisi kiri-kanan jalan. Penyiraman dilakukan setiap 3 – 4 jam dengan menggunakan truk air.

6. Pengolahan Batubara

Proses pengolahan batubara terdiri dari peremukan (crushing) dan pencucian (washing). Proses pencucian batubara dapat dilakukan pada batubara yang bersih (clean coal) dan batubara yang masih kotor (dirty coal). Pada batubara yang sudah bersih dilakukan peremukan untuk mendapatkan butiran batubara dengan ukuran sesuai dengan permintaan pasar. Pencucian batubara dapat menurunkan jumlah material pengotor (biasanya ash content) dari batubara yang diproduksi.

7. Penimbunan Batubara

Penimbunan batubara dilakukan dekat pelabuhan laut. Batubara dapat diangkut ke pelabuhan atau port dengan menggunakan conveyor. Pengangkutan


(27)

dengan menggunakan conveyor dapat mengurangi penggunaan jalan dan polusi debu.

(1) (2) (3)

(4) (5) (6) dan (7)

Gambar 3 Tahapan operasi produksi meliputi: (1) Pengupasan tanah pucuk, (2) Pengupasan batuan penutup dan penimbunan di waste dump atau inpit dump, (3) Penempatan tanah pucuk pada lokasi yang aman, (4) Penggalian batubara, (5) Pengangkutan batubara ke stockpile, (6) dan (7) Pengolahan batubara dan penimbunan di stockpile

2.1.3.Tahapan Pasca Operasi

Tahapan pasca operasi meliputi reklamasi dan revegetasi, pelepasan tenaga kerja dan penutupan tambang.

1. Reklamasi dan Revegetasi

Pekerjaan reklamasi adalah pengembalian kondisi lahan dengan menimbun kembali lubang bekas tambang dengan overburden diikuti dengan penataan, pembuatan saluran air dan penaburan top soil serta pemupukan. Pada sistem penambangan terbuka, penataan lahan dilakukan dengan cara meratakan lahan yang telah selesai ditimbun dengan material overburden dan top soil. Setelah penataan lahan kemudian dilakukan recontouring untuk mendapatkan muka lahan yang aman stabil. Dalam kegiatan penataan lahan dan recontouring tersebut digunakan alat berat bulldozer dan grader. Penataan lahan pada areal bekas lubang tambang dilakukan hingga diperoleh bentuk morfologi dan topografi


(28)

wilayah yang layak untuk budidaya. Pada areal bekas lubang yang cukup dalam, penataan lahan diarahkan menjadi kolam penampungan air hujan atau menjadi kolam budidaya ikan. Kegiatan revegetasi merupakan kegiatan penanaman kembali areal bekas tambang setelah lahan selesai ditata. Setelah penataan selesai, lahan terlebih dahulu ditanami tanaman penutup tanah (cover crop) sebelum ditanami tanaman utama. Jenis tanaman reklamasi yang diutamakan adalah jenis lokal dan pioner semacam meranti, bangkirai, kapur, sengon, gamal, gmelina, jabon, dan lain sebagainya.

Dalam penelitian ini pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang pada tanah media polybag dan lahan bekas tambang menggunakan indikator tanaman sengon dan meranti. Sengon yang dicoba dalam penelitian ini adalah jenis Albazia falcataria (sengon laut). Sengon merupakan jenis pohon yang banyak disukai masyarakat karena cepat tumbuh, pemeliharaan mudah dan kayunya dapat digunakan untuk beragam manfaat seperti kayu perkakas, kayu bakar, daunnya untuk pakan ternak serta pembuatan kompos. Menurut Heyne (1987) sengon merupakan salah satu tumbuhan yang dapat memperbaiki tanah, semua tanaman yang dibudidayakan di bawahnya tumbuh dengan baik. Pertumbuhan sengon yang cukup baik walaupun pada kondisi tanah yang secara umum kurang subur tersebut kemungkinan disebabkan oleh kesesuiannya dengan kondisi iklim sekitarnya. Sengon dapat tumbuh mulai dari pantai sampai ketinggian 1.600 m di atas permukaan laut, optimum pada ketinggian 0 – 800 m di atas permukaan laut, beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab dengan curah hujan 200 – 2.700 mm/tahun dengan bulan kering sampai empat bulan serta pada temperatur 250 C. Sengon dapat ditanam pada tapak yang tidak subur tanpa dipupuk tidak tumbuh subur pada tanah yang berdrainase jelek (Hidayat 2002).

Jenis meranti yang dicoba dalam penelitian ini adalah jenis meranti merah atau Shorea parvifolia Dyer. Jenis meranti merah memiliki wilayah penyebaran yang luas, terdapat di Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatera dan daerah lainnya. Jenis ini sangat baik tumbuhnya di luar Semenanjung Malaya. Jenis ini banyak terdapat di lembah-lembah hutan meranti campuran dengan ketinggian lebih kurang 800 m dari permukaan laut. Di Indonesia jenis Shorea parvifolia Dyer terdapat hampir di seluruh Kalimantan, Sumatera dan Maluku serta tumbuh


(29)

dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan yang bervariasi. Jenis ini tumbuh pada tanah latosol, podsolik merah kuning, sampai ketinggian 1.300 m dari permukaan laut, juga tumbuh pada dataran yang sering tergenang air pada musim hujan dan tepi-tepi sungai pada tanah alluvial. Pohon berukuran besar dengan ketinggian dapat mencapai 50 m, tinggi bebas cabang sampai 30 m dengan diameter sekitar 100 cm, mempunyai banir mencapai 3,5 m. Batang kulit luar berwarna coklat, beralur dangkal, sedikit mengelupas. Warna penampang kulit hidup merah kecoklat-coklatan. Kayu gubal berwarna kuning pucat atau kuning muda, terasnya berwarna kemerah-merahan dan damar berwarna kuning. Daun berbentuk telur, lonjong (ellips) atau segi empat panjang, pangkal membulat, tulang daun sekunder lebih kurang 12 pasang, dan panjang tangkai daun lebih kurang 7 mm. Permukaan atas daun licin atau berbulu bintang, pada waktunya terang warnanya abu-abu atau merah coklat. Bunga kecil dengan warna kemerah-merahan, pada leher tangkai dan keping-kepingnya melekat tidak begitu kuat dan jatuh sendiri bila terpisah dengan bunganya, periode kuncup bunga terjadi pada bulan Januari sampai bulan Maret. Buah berbentuk buah telur atau panjang, ujungnya lancip, bermacam-macam ukuran, kebanyakan panjangnya ada 1 cm dilengkapi dengan sayap, tiga sayap bagian luar panjang 6 cm, lebar 1,5 cm dan dua sayap lainnya lebih pendek. Tanaman meranti mempunyai sifat pertumbuhan yang bervariasi sesuai umur tanaman. Pada waktu muda, tanaman meranti cenderung intoleran (respon pertumbuhan kurang jika terkena sinar matahari) sehingga pertumbuhannya lambat. Pada waktu tanaman sudah mencapai tingkat tiang dan pohon sekitar diameter 10-20 cm, tanaman meranti cenderung toleran (respon pertumbuhan meningkat waktu terkena sinar matahari).

2. Pelepasan Tenaga Kerja

Pelepasan tenaga kerja dilakukan pada akhir kegiatan operasi penambangan dimana cadangan batubara sudah habis ditambang. Tenaga reklamasi dan penutupan tambang tetap ada sampai kondisi reklamasi dan penutupan tambang disetujui oleh Pemerintah.

3. Penutupan Tambang

Penutupan tambang adalah kegiatan akhir dari suatu operasi penambangan. Kegiatan ini meliputi penanganan sarana dan prasarana tambang, pemindahan


(30)

lokasi tambang, demobilisasi peralatan, dan pemantauan lingkungan. Fasilitas-fasilitas umum tetap dipertahankan semacam mess, jalan, klinik, masjid, bengkel, sumber energi, sumber ar bersih. Sarana ini dialihkan kepada Pemerintah Daerah untuk dapat dikelola lebih lanjut. Pekerjaan pemantauan lingkungan tetap dilaksanakan sampai tercapainya kondisi ekologi yang cukup kuat untuk dilakukan kegiatan bukan pertambangan seperti pertanian, kehutanan, perkebunan, dan lain sebagainya.

(1)

(2) (3)

Gambar 4 Tahapan Pasca Operasi meliputi: (1) Rangkaian kegiatan reklamasi dan revegetasi, (2) Pelepasan tenaga kerja, dan (3) Penutupan tambang

2.2. Abu Terbang Sebagai Amelioran

Fly ash atau abu terbang adalah partikel kecil mineral sisa hasil pembakaran dari batubara dalam tungku pembakar. Partikel abu terbang sangat kecil seperti bedak dan terbawa keluar dari tungku melalui lubang exhaust. Abu terbang termasuk karbon dan oksida logam. Abu terbang dapat juga termasuk sejumlah pengotor organik yang terbentuk bersama terbentuknya bahan organik. Abu terbang memiliki pH alkalin (11-12) dengan susunan kimia didominasi oleh SiO2

dan Al2O3. Berdasarkan susunan kimia, abu terbang dapat dikelompokkan

menjadi kelas F (kaya Fe) dan kelas C (kaya Ca). Pembakaran batubara jenis antrasit dan bituminous biasanya akan menghasilkan abu terbang kelas F. Abu terbang ini mempunyai karakteristik pozolanik (membentuk semen) dan terdiri


(31)

dari CaO kurang dari 10%. Abu terbang kelas F biasanya dipakai untuk campuran semen seperti semen jenis portland. Abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis lignit atau sub bituminous mempunyai ciri kandungan CaO lebih dari 20%. Kandungan alkali dan sulfat biasanya tinggi pada abu terbang kelas C.

Penelitian McCarthy et al. (1994) menunjukkan bahwa pemberian abu terbang dalam tanah dapat meningkatkan nilai pH tanah. Iskandar et al. (2003) melakukan penelitian penggunaan abu terbang dengan dosis 5 dan 10 kg/tanaman pada jenis akasia yang dapat meningkatkan nilai pH tanah, ketersediaan kation seperti K, Na, Ca dan Mg serta P-tersedia. Truter et al. (2001) melakukan penelitian dengan mencampur abu terbang, kotoran limbah, dan kapur dengan rasio 60%, 30% dan 10% (berat kering) menunjukkan adanya efek positif dalam meningkatkan pH, Ca, Mg dan P tersedia dalam tanah. Penelitian Iskandar et al. (2008) menunjukkan terjadi pelepasan unsur hara mikro dari abu terbang berturut-turut Fe > Cu > Mn > Zn > Cr > Pb > Ni > Cd.

Bayat (2002) dalam penelitiannya mengenai penyerapan logam oleh abu terbang menyimpulkan bahwa abu terbang mampu menghilangkan logam berat sama efektifnya dengan karbon aktif pada kondisi tertentu dengan proses adsorpsi maksimum terjadi pada kondisi pH 7-7,5. Penggunaan abu terbang untuk material inpit dump (penutupan lahan bekas tambang) pernah dilakukan oleh perusahaan pertambangan batubara PT Jorong Barutama Greston (PT JBG). Abu terbang yang digunakan untuk proses inpit dump berasal dari PLTU Asam-asam milik PT JBG. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) memberikan persetujuan terhadap kegiatan inpit dump dengan menggunakan abu terbang tersebut. KLH juga meminta kepada PT Jorong Barutama Greston untuk melakukan revisi atas AMDAL dengan disesuaikan penggunaan material abu terbang sebagai bagian dari kegiatan reklamasi.

Sampai saat ini, abu terbang masih dianggap sebagai limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 1999 jo Nomor 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pada pasal 2 PP Nomor 18 tahun 1999 disebutkan bahwa pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan


(32)

yang dapat tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali. Pada pasal 3 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3, dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pada pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222 dan D223 dapat dinyatakan sebagai limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan atau uji karakteristik. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, penelitian toksisitas abu terbang perlu dilaksanakan secara menyeluruh dengan tujuan melihat lebih jauh pengaruh pemanfaatan abu batubara tersebut untuk kehidupan makhluk hidup dengan pendekatan secara biologi. Oleh karena itu, penelitian abu terbang untuk ameliorasi perlu dilakukan untuk melihat kondisi karakteristik dan toksisitas.

Menurut Stuczynski (1998) dosis yang digunakan dalam penelitian ameliorasi tanah adalah 0; 20; 40 dan 80 g/kg dan diinkubasi selama 10, 25 dan 60 hari. Menurut Iskandar (2003), dosis pemberian ameliorasi abu terbang di tanah gambut adalah sebesar 5 – 10 kg/pohon pada kondisi lapang.

2.3. Bahan Humat Sebagai Amelioran

Menurut Aiken et al. (1985) secara kimia, bahan-bahan organik dalam tanah dapat diklasifikasikan menjadi 3 fraksi yaitu:

1. Humin; tidak larut dalam larutan asam maupun basa.

2. Asam humat; larut dalam larutan basa tetapi tidak larut dalam larutan asam (pH < 2),

3. Asam fulvat; larut dalam larutan asam maupun larutan basa.

Bahan humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat sehingga bahan humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi (Alimin et al. 2005). Deprotonasi gugus-gugus fungsional bahan humat akan menurunkan kemampuan pembentukan ikatan hidrogen, baik antar molekul maupun sesama molekul dan meningkatkan jumlah muatan negatif gugus fungsional bahan humat, sehingga akan meningkatkan gaya tolak menolak antar gugus dalam molekul


(33)

bahan humat (Swift 1989, diacu dalam Alimin et al. 2005). Kedua pengaruh tersebut akan menyebabkan permukaan partikel-partikel koloid bahan humat bermuatan negatif dan menjadi lebih terbuka serta berbentuk linear dengan meningkatnya pH. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan bahan humat adalah pH, yang lebih lanjut akan mempengaruhi disosiasi gugus yang bersifat asam pada bahan humat.

Dalam larutan (pH 3,5 - 9), bahan humat membentuk sistem koloid polielektrolit linear yang bersifat fleksibel; sedangkan pada pH rendah bahan humat berbentuk kaku (rigid) dan cenderung teragregasi membentuk suatu padatan makromolekul melalui ikatan hidrogen. Peningkatan pH akan menyebabkan ikatan hidrogen semakin lemah sehingga agregat akan terpisah satu sama lain. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh disosiasi gugus fungsional yang bersifat asam pada bahan humat seperti -COOH. Umumnya gugus -COOH terdisosiasi pada pH sekitar 4-5, sedangkan gugus -OH fenolat atau –OH alkoholat terdisosiasi pada pH sekitar 8-10 (Alimin et al. 2005). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kondisi pH yang relatif tinggi (konsentrasi H+ rendah) akan meningkatkan konsentrasi -COO- yang dapat berfungsi sebagai ligan pada bahan humat. Walaupun pada pH yang relatif rendah bahan humat cenderung tidak berinteraksi dengan ion logam, akan tetapi sebagai padatan polielektrolit, bahan humat memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi logam. Bahan humat dengan ion logam dapat mengalami presipitasi. Tingkat flokulasi yang terjadi bergantung pada pH, sifat-sifat gugus fungsional pada bahan humat yang dapat bertindak sebagai ligan dan sifat ion logam (Alimin et al. 2005).

Hasil dari spektroskopi infra merah membenarkan bahwa gugus COOH, atau yang lebih tepat karboksilat (COO-) memegang peranan penting dalam pengompleksan ion logam oleh bahan humat. Beberapa bukti menunjukkan bahwa gugus OH, C=O, dan NH juga terlibat (Vinkler et al. 1976; Boyd et al. 1979; Piccolo dan Stevenson 1981, diacu dalam Huang, 1997). Gugus-gugus fungsional ini dapat memindahkan muatannya membentuk senyawa kompleks dengan logam-logam seperti Fe dan Al.

Penelitian mengenai bahan humat yang dilakukan oleh Nurjaya et al. (2006) menunjukkan bahwa pemberian bahan organik dalam tanah mampu menurunkan


(34)

kandungan logam berat terutama Pb tersedia dalam tanah 1,91 ppm dari 10 ton bahan organik yang diberikan dalam 1 ha lahan. Menurut Alimin et al. (2005), pengaruh asam humat terhadap sifat kelarutan logam pada berbagai pH diharapkan mengikuti kecenderungan antara lain walaupun asam humat pada pH yang relatif rendah (3 ≤ pH < 4) cenderung tidak berinteraksi dengan logam melalui pembentukan kompleks, namun sebagai padatan polielektrolit, asam humat memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi logam. Pada pH yang relatif tinggi (7 < pH < 10), asam humat cenderung membentuk kompleks dengan logam yang larut dalam air, tingginya konsentrasi OH- dalam larutan memberi peluang untuk terbentuknya endapan hidroksida logam yang sukar larut dalam air. Dengan demikian, pada pH yang tidak terlalu tinggi (tidak terlalu rendah) yaitu 4 ≤ pH < 7, diperkirakan terjadi kompetisi antara sifat asam humat sebagai ligan dengan sifat asam humat sebagai padatan polielektrolit dalam mengikat logam. Penelitian Rizqiani et al. (2007) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair dapat meningkatkan jumlah daun, jumlah cabang, fruit set, luas daun umur, indeks luas daun umur, panjang akar, volume akar, jumlah polong, bobot segar polong per tanaman dan bobot segar polong per hektar untuk jenis tanaman Buncis.

Penelitian Wachjar dan Kadarisman (2007) tentang penggunaan pupuk organik cair menunjukkan bahwa pupuk organik cair dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman Jambu Mete. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis pemberian pupuk organik cair sebesar 15 ml/liter air memberikan pengaruh pertumbuhan tanaman yang paling baik dibanding dosis 5 ml; 10 ml; dan 20 ml. Penelitian Parman (2007) mengenai pemberian pupuk organik cair terhadap pertumbuhan tanaman kentang menunjukkan bahwa dosis 4 mg/liter memberikan produksi kentang basah paling besar dibanding dosis lain yaitu 0; 1; 2 dan 3 mg/liter.

Penelitian Atekan dan Surahman (1997) menunjukkan bahwa pemberian bahan organik asal pangkasan daun gamal (Gliricidia sepium) ke dalam tanah mineral masam dapat memperbaiki sifat kimia tanah. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan total kation basa (Ca, Mg, dan K), peningkatan pH tanah, dan turunnya konsentrasi Al-monomerik yang bersifat racun bagi tanaman.


(35)

III.

METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di areal pembibitan dan areal bekas tambang Blok Sangata, PT Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur (Gambar 5). Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kesuburan, Fisik Tanah dan Mineralogi Tanah di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB di Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2009 selama 6 (enam) bulan.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan humat, abu terbang, bibit sengon, bibit meranti, plastik, label, dan aquades, media tanah dan polybag. Abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PLTU PT Kaltim Prima Coal. Karakteristik kimia abu terbang yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1.

Lokasi Penelitian di tambang batubara PT Kaltim Prima

Coal, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kaltim


(36)

Tabel 1 Karakteristik kimia abu terbang di PLTU PT Kaltim Prima Coal

Indikator Nilai

pH 7,40

C-Organik (%) 1,84

N-Total (%) 0,17

P-Bray I (ppm) 48,80

P - HCl 25% (ppm) 336,90

Kation-kation me/100 g

Ca 4,32

Mg 4,37

K 0,38

Na 0,63

Al (me/100g) 2,35

H (me/100g) 0,04

Fe (ppm) 64,12

Cu (ppm) 1,96

Zn (ppm) 2,36

Mn (ppm) 9,40

Cd (ppm) 0,002

Cr (ppm) 0,35

Si (ppm) 28,41

Sumber : Hasil analisis abu terbang di laboratorium Kesuburan, Departemen ITSL IPB, 2009 dan data AMDAL PT KPC, 2001

Amelioran lain yang digunakan adalah bahan humat cair yang merupakan ekstraksi dari batubara jenis lignit menjadi bahan humat yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. Bahan humat yang diekstrak merupakan jenis K-humat. Karakteristik bahan humat cair disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik bahan humat

Jenis Analisis Nilai

Kemasaman (pH) 9 – 10

Daya Hantar Listrik (DHL) (mS cm-1) 20 – 30

Kandungan Karbon (C) (%) 10 – 13

Kandungan abu (%) 10 – 15

Kandungan padatan (%) 25 – 35

Bobot isi (gram cm-3) 1,10 - 1,18

Kandungan asam humat (%) 20 – 26

Sumber : Analisis bahan humat di laboratorium Mineralogi, Departemen ITSL IPB, 2007

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Peralatan tanam meliputi cangkul, sekop, dan linggis.


(37)

2. Peralatan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang meliputi sarung tangan, rompi K3, helm safety, dan kaca mata.

3. Peralatan pendukung seperti botol ukur, pipet, water sprayer, bambu, tali rafia, alat tulis, kamera, buku catatan, timbangan, dan lain sebagainya. 4. Peralatan analisis tanah dan tanaman

3.3. Metode Penelitian

Percobaan dilakukan di dua lokasi. Percobaan I dilakukan di rumah kaca area pembibitan sedangkan percobaan II dilakukan di areal bekas tambang yang siap untuk dilakukan revegetasi. Percobaan I dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 2 faktor, yaitu: bahan humat dengan dosis 3 level (0,00; 0,075; dan 0,15 ml/polybag) dan abu terbang dengan dosis 3 level (0; 200; dan 400 g/polybag). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali pada masing-masing jenis tanaman (3 x 3 x 5 = 45 polybag) sehingga untuk 2 jenis tanaman terdapat 90 satuan percobaan. Perlakuan dan dosis masing-masing amelioran disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Perlakuan ameliorasi media polybag di dalam rumah kaca dengan indikator tanaman sengon (Albazia falcataria) dan meranti (Shorea parvifolia)

Perlakuan Bahan humat (ml/polybag) Abu terbang (g/polybag)

H0F0 0,000 0

H0F1 0,000 200

H0F2 0,000 400

H1F0 0,075 0

H1F1 0,075 200

H1F2 0,075 400

H2F0 0,150 0

H2F1 0,150 200

H2F2 0,150 400

Kombinasi perlakuan ini diberikan pada tanaman sengon dan meranti. Pemilihan jenis tanaman dilakukan dengan pertimbangan, yaitu meranti merupakan jenis asli daerah dengan ciri pertumbuhan lambat (intoleran pada


(38)

waktu muda) dan sengon merupakan jenis tanaman luar dengan pertumbuhan cepat. Pemilihan kedua jenis tanaman yang berbeda untuk menunjukkan kemampuan kedua bahan amelioran dalam mempengaruhi pertumbuhan masing-masing tanaman tersebut.

Dosis pemberian amelioran bahan humat cair pada tanah seluas 1 hektar atau setara dengan tanah seberat 2.000 ton diperlukan 15 liter bahan humat yang belum diencerkan (Suwardi 9 September 2009, komunikasi pribadi). Pada percobaan I, media tanah yang digunakan seberat 10 kg berat kering udara (KA = 24,3%), dan dosis pemberian bahan humat sebanyak (0,01/2000) x 15 liter = 0,075 ml. Oleh karena itu, dalam percobaan ini digunakan dosis bahan humat 0,00; 0,075 dan 0,15 ml/10 kg berat kering udara media tanah atau setara dengan 0; 15 dan 30 liter ha-1. Dosis bahan humat tersebut kemudian diencerkan sebanyak 100 kali dengan aquades. Dosis pemberian abu terbang didasarkan pada dosis yang pernah dilakukan oleh Stuczynski (1998), adalah 0, 20, 40 g kg-1. Pada percobaan ini, untuk media tanah seberat 10 kg berat kering udara diberi level perlakuan 0; 200; dan 400 g/polybag atau setara dengan 0, 40 dan 80 ton ha-1.

Percobaan II dilakukan dengan menggunakan model Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dengan perlakuan yang sama dengan percobaan I tetapi hanya dengan indikator tanaman sengon. Percobaan dilakukan pada petak ukur seluas 1 m x 1 m. Pada petak ukur tersebut, tanah dicangkul pada luasan 0,5 m x 0,5 m dengan asumsi kedalaman perakaran adalah 50 cm dan bobot isi tanah 1000 kg m-3 maka berat tanah sama dengan 0,5 x 0,5 x 0,5 x 1000 = 125 kg atau 0,125 ton. Amelioran bahan humat yang diperlukan sebanyak (0,125/2000) x 15 liter = 0,94 ml/petak ukur perlakuan sehingga dosis bahan humat adalah 0,000; 0,94; dan 1,88 ml/petak ukur. Dosis bahan humat tersebut kemudian diencerkan sebanyak 100 kali dengan aquades. Selanjutnya, dosis pemberian abu terbang untuk asumsi tanah seberat 0,125 ton adalah 0,0; 2,5; dan 5,0 kg/petak ukur. Kelompok atau blok penanaman didasarkan pada kelerengan tanah di lahan bekas tambang. Pengelompokan blok penanaman sebanyak 3 level kelerengan yaitu lereng atas, tengah dan bawah (dianggap sebagai 3 ulangan), sehingga terdapat 27 satuan percobaan (3 x 3 x 3). Dosis bahan humat dan abu terbang per pohon setiap perlakuan disajikan pada Tabel 4.


(39)

Tabel 4 Perlakuan ameliorasi pada tanah lahan bekas tambang dengan indikator tanaman sengon (Albazia falcataria)

Perlakuan Bahan humat (ml/petak ukur) Abu terbang (kg/petak ukur)

H0F0 0,00 0,0

H0F1 0,00 2,5

H0F2 0,00 5,0

H1F0 0,94 0,0

H1F1 0,94 2,5

H1F2 0,94 5,0

H2F0 1,88 0,0

H2F1 1,88 2,5

H2F2 1,88 5,0

Penelitian ini tidak menggunakan tambahan pupuk dasar seperti pupuk NPK atau organik. Jumlah hara yang diserap oleh tanaman diharapkan dapat diambil dari abu terbang dan bahan humat dimana bahan humat diharapkan dapat mempercepat proses pelepasan hara yang terkandung dalam abu terbang.

3.4. Pelaksanaan Percobaan

3.4.1.Percobaan I di lokasi rumah kaca

1. Amelioran bahan humat dan abu terbang disiapkan sesuai takaran dalam Tabel 3, sedangkan untuk bahan humat dilakukan pengenceran sebanyak 100 kali dengan aquades.

2. Tanah ditimbang seberat 10 kg berat kering udara sesuai dengan ukuran polybag, kemudian dilanjutkan dengan pencampuran tanah dengan amelioran sesuai dengan dosis perlakuan pada Tabel 3. Tanah dan amelioran diaduk secara merata sehingga tercampur secara homogen. Media tanah diambil dari lokasi lahan bekas tambang.

3. Tanah yang telah diberi perlakuan tersebut kemudian diinkubasi selama 30 hari.

4. Selama menunggu inkubasi, jenis tanaman sengon dan meranti dipilih secara homogen baik umur, tinggi dan kesehatan tanaman.

5. Tanaman sengon dan meranti ditanam pada media polybag setelah masa inkubasi selesai.


(40)

6. Kadar air dan iklim mikro diusahakan tetap stabil sesuai dengan kondisi lapang, sehingga diperlukan penyiraman setiap pagi dan sore hari.

7. Parameter-parameter vegetatif seperti tinggi tanaman diukur setiap bulan sekali selama tiga bulan. Pada bulan ketiga pada masa pemanenan diukur jumlah cabang dan bintil dari perakaran tanaman untuk tanaman sengon dan panjang akar untuk tanaman meranti. Bobot kering daun diukur untuk masing-masing perlakuan dan tanaman.

8. Analisis tanah dan tanaman dilakukan setelah tanaman di panen untuk mengetahui kadar hara N, P, K dan Ca, Mg guna menghitung serapan hara dan sifat kimia tanah setelah percobaan meliputi pH, C-organik, N, P-tersedia, K, Na, Ca, dan Mg yang dapat dipertukarkan, serta KTK dan Aldd.

3.4.2.Percobaan II di lokasi lahan bekas tambang

1. Pembuatan petak ukur perlakuan seluas 1 m x 1 m sebanyak 27 petak ukur terbagi dalam 3 level kelerengan, yaitu lereng atas, tengah dan bawah (sebagai ulangan). Setiap petak ukur dibatasi oleh bambu dan pita penanda.

2. Pada petak ukur seluas 1 m x 1 m tersebut, tanah dicangkul dengan luas 50 x 50 cm dengan kedalaman 50 cm. Lubang dimasukkan tanah yang dicampur dengan amelioran bahan humat (sudah pengenceran) dan abu terbang sesuai dosis pada Tabel 4.

3. Tanah bekas tambang yang sudah diberikan perlakuan kemudian diinkubasi selama 30 hari.

4. Setelah dilakukan inkubasi, tanaman reklamasi jenis sengon ditanam pada petak ukur masing-masing satu unit.

5. Parameter vegetatif seperti tinggi tanaman diukur setiap bulan selama tiga bulan. Pada bulan ketiga pada masa pemanenan diukur jumlah cabang dan bintil dari perakaran tanaman serta bobot kering daun.

6. Analisis tanah dan tanaman sama seperti pada percobaan I.


(41)

3.5. Analisis Data

Analisis tanah dilakukan pada tanah awal sebelum dilakukan perlakuan ameliorasi dan setelah panen. Analisis tanah awal dan akhir meliputi pH, C-organik, N-total, P-Bray I, Cadd, Mgdd, Kdd, Nadd, KTK dan Aldd. Metode yang

digunakan untuk setiap parameter kimia tanah dan serapan hara daun disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Parameter yang diukur dan metode pengukuran

No Parameter Metode / Alat ukur

A Analisis tanah 1

2 pH

C-Organik

pH meter Walkley & Black

3 N total N-Kjeldahl

4 P-tersedia Uji Bray 1.

5 Cadd dan Mgdd Ekstrak NH4OAc 1 N, hasil diukur dengan

AAS

6 Kdd dan Nadd Ekstrak NH4OAc 1 N hasil diukur dengan Flame photometer

7

8

KTK

Aldd

Ekstrak NH4OAc 1 N hasil diukur dengan

titrasi NaOH

Ekstrak dengan NaOH 0,1 N, diukur dengan titrasi HCl

B Analisis daun

1 Ca dan Mg Diekstrak dengan pengabuan basah, hasil

diukur dengan AAS

2 K dan Na Diekstrak dengan pengabuan basah, hasil

diukur dengan flame photometer

3 P Diekstrak dengan pengabuan basah, hasil

diukur dengan spectrofotometri serapan atom

4 N Diekstrak dengan Kjeldahl

C Analisis pertumbuhan tanaman 1

2

3

4

Tinggi tanaman

Jumlah percabangan akar

Jumlah bintil akar (khusus tanaman sengon)

Panjang akar (tanaman meranti)

Menggunakan meteran, diukur dari pangkal batang sampai ujung batang Dihitung secara nonparametrik dengan tingkat banyak, sedang dan sedikit

Dihitung secara nonparametrik dengan tingkat banyak, sedang dan sedikit

Menggunakan meteran, diukur dari pangkal akar sampai ujung akar utama

Dari hasil pengukuran dilihat pengaruh ameliorasi terhadap sifat-sifat kimia tanah, serapan hara daun tanaman dan pertumbuhan fisik tanaman baik pengaruh masing-masing amelioran maupun interaksi.


(42)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Sifat – sifat Kimia Tanah

Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah meliputi parameter pH, C-Org, N-Total, P-tersedia, K, Na, Ca, dan Mg yang dapat dipertukarkan, serta KTK dan Aldd. Secara umum pemberian amelioran bahan humat dan atau abu terbang

berpengaruh nyata meningkatkan kandungan hara tanah namun tidak ada interaksi antara kedua amelioran (Tabel 6-11).

Nilai pH tanah

Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap pH tanah disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap parameter pH tanah

Amelioran P-I sengon P-I meranti P-II Bahan Humat

H0 4,62a 4,35 5,39

H1 4,68b 4,36 5,46

H2 4,68b 4,35 5,61

Abu Terbang

F0 4,58a 4,20a 5,41

F1 4,67b 4,35b 5,23

F2 4,72c 4,51c 5,71

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)

Keterangan :

P-I sengon : Percobaan I di rumah kaca dengan indikator tanaman sengon P-I meranti : Percobaan I di rumah kaca dengan indikator tanaman meranti

P-II : Percobaan II di lahan bekas tambang dengan indikator tanaman sengon

Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian bahan humat atau abu terbang berpengaruh nyata meningkatkan nilai pH tanah pada percobaan I tanaman sengon sedangkan pada percobaan I tanaman meranti hanya abu terbang saja yang berpengaruh nyata meningkatkan nilai pH. Pada dosis abu terbang F2 menunjukkan nilai pH tertinggi. Percobaan II tidak menunjukkan pengaruh nyata. Peningkatan nilai pH tanah oleh abu terbang disebabkan pH yang tinggi pada abu terbang.


(43)

Peningkatan pH tanah tidak terlalu besar dibandingkan kontrol (H0 dan F0),

karena sifat tanah lahan bekas tambang di PT KPC mempunyai kandungan Aldd

yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan buffering capacity yang tinggi. Pemberian abu terbang dosis maksimal pada tanah tersebut tidak menunjukkan peningkatan pH tanah yang tinggi.

Kandungan C-Org dan N tanah

Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan C-organik (C-org) dalam tanah disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan C-org dalam tanah

Amelioran P-I sengon P-I meranti P-II ---(%)--- Baha Humat

H0 1,05 0,63a 1,20

H1 1,09 1,35b 1,02

H2 1,11 1,28b 1,30

Abu Terbang

F0 0,94a 1,09 1,07

F1 1,10b 0,98 1,09

F2 1,20b 1,18 1,37

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)

Hasil analisis menunjukkan peningkatan C-org tanah dalam media polybag dengan indikator tanaman sengon nyata dipengaruhi oleh abu terbang saja (Tabel 7) sedangkan pada percobaan I tanaman meranti peningkatan C-org tanah nyata dipengaruhi oleh bahan humat. Pada percobaan percobaan II pemberian amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan C-org dalam tanah (Tabel 7). Kenaikan C-org tanah oleh penambahan abu terbang disebabkan adanya sisa kandungan C dalam abu terbang (1,84%) akibat pembakaran batubara yang tidak optimal. Kenaikan C-org oleh penambahan bahan humat disebabkan adanya kandungan org dalam bahan humat (10-13%). Lebih tingginya peningkatan C-org akibat bahan humat karena kadar C-C-org bahan humat lebih tinggi daripada abu terbang. Menurut Hwang (1991) komponen mineral utama abu terbang adalah aluminosilikat, besi oksida, silikat densitas rendah, dan sisa karbon, serta


(44)

kemungkinan adanya mineral mullite, sehingga kemungkinan masih ada sisa C dalam abu terbang.

Hasil analisis pemberian amelioran terhadap peningkatan N tanah pada percobaan I tanaman sengon nyata dipengaruhi oleh abu terbang saja (Lampiran 6). Pada percobaan I tanaman meranti dan percobaan II, kedua amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap N tanah (Lampiran 6). Secara umum kedua amelioran tidak memberikan sumbangan terhadap ketersediaan N dalam tanah.

Kandungan P–tersedia dalam tanah

Pengaruh ameliorasi terhadap kandungan P-tersedia tanah disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan P-tersedia tanah

Amelioran P-I sengon P-I meranti P-II --- (ppm) --- Bahan Humat

H0 5,95ab 4,14 1,68

H1 5,14a 4,62 1,56

H2 7,18b 4,68 2,01

Abu Terbang

F0 5,48 3,99a 1,13a

F1 5,99 4,56ab 1,63ab

F2 6,81 4,88b 2,50b

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)

Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan P–tersedia dipengaruhi secara nyata oleh bahan humat pada percobaan I tanaman sengon. Percobaan I tanaman meranti dan percobaan II, abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan P-tersedia (Tabel 8). Peningkatan kandungan P–tersedia dalam tanah oleh penambahan abu terbang disebabkan adanya kandungan P dalam abu terbang. P-tersedia dalam abu terbang mencapai 48,8 ppm (Tabel 1). Pengaruh bahan humat dalam meningkatkan P tersedia dalam tanah adalah karena kemampuan bahan humat dalam menjerap Al dari ikatan Al-P sehingga ion P menjadi tersedia dalam tanah.

Kation basa tanah yang dapat dipertukarkan (K, Na, Ca dan Mg)

Pengaruh ameliorasi terhadap kandungan Kdd, Nadd, Cadd dan Mgdd dalam


(45)

percobaan I tanaman sengon dan meranti, abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan Kdd dan Nadd (Tabel 9). Pada percobaan II, pemberian

amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan K-tersedia dan Na-tersedia (Tabel 10). Peningkatan kandungan Kdd dan Nadd dalam tanah diperoleh

dari kandungan K dan Na dalam abu terbang. Pada percobaan I dan II, Kdd dan

Nadd dalam tanah lebih kecil daripada kandungan Cadd dan Mgdd. Hal ini

disebabkan sumbangan hara K dan Na lebih kecil daripada Ca dan Mg dalam abu terbang.

Tabel 9 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan Kdd, Nadd, Cadd dan Mgdd tanah pada percobaan I

Amelioran

N NH4OAc pH 7.0 (me/100 g)

Kdd Nadd Cadd Mgdd

P-I sengon P-I meranti P-I sengon P-I meranti P-I sengon P-I meranti P-I sengon P-I meranti Bahan Humat

H0 0,19 0,22 0,41 0,37 1,73b 0,86 0,17 0,51a H1 0,20 0,24 0,44 0,41 1,53a 0,89 0,16 0,68ab H2 0,20 0,24 0,44 0,44 2,17c 1,15 0,18 0,85b

Abu Terbang

F0 0,17a 0,19a 0,35a 0,34a 1,57b 0,65a 0,15 0,52a F1 0,20b 0,23b 0,45b 0,42b 1,94c 0,93a 0,18 0,58a F2 0,23c 0,27c 0,49b 0,46b 1,2a 1,32b 0,18 0,94b Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)

Tabel 10 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan Kdd, Nadd, Cadd dan Mgdd tanah pada percobaan II

Amelioran N NH4OAc pH 7.0 (me/100 g)

Kdd Nadd Cadd Mgdd

Bahan Humat

H0 0,3 0,68 2,21 4,59a H1 0,31 0,73 2,64 5,13b H2 0,49 0,66 2,84 5,74c

Abu Terbang

F0 0,3 0,63 2,45 4,76a F1 0,31 0,73 2,62 5,32b F2 0,49 0,71 2,62 5,39b Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)

Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa bahan humat atau abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan Cadd tanah pada percobaan I


(46)

abu terbang berpengaruh nyata terhadap Cadd. Pada percobaan II menunjukkan

kedua amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan Cadd (Tabel 10).

Pada percobaan I dengan tanaman sengon, kedua amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan Mgdd (Tabel 9). Percobaan I dengan tanaman meranti

dan percobaan II, kedua amelioran berpengaruh nyata terhadap peningkatan Mgdd

(Tabel 9 dan 10). Peningkatan kandungan Ca dan Mg dalam tanah disumbangkan oleh adanya kandungan Ca dan Mg dalam abu terbang. Pengaruh bahan humat dalam meningkatkan kandungan Ca dan Mg dalam tanah terutama dalam menjerap Ca dan Mg.

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Pengaruh ameliorasi terhadap nilai KTK tanah disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap nilai KTK tanah

Amelioran KTK(N NH4OAc pH 7.0)

P-I sengon P-I meranti P-II Bahan Humat

H0 7,81 9,22 9,21a

H1 8,39 9,13 10,24b

H2 9,22 10,89 11,27c

Abu Terbang

F0 8,08 8,82 9,83

F1 8,61 9,75 10,2

F2 8,73 10,67 10,74

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)

Tabel 11 menunjukkan bahwa bahan humat bepengaruh nyata terhadap peningkatan nilai KTK tanah pada percobaan II. Percobaan I pengaruhnya tidak nyata. Lebih tingginya KTK pada percobaan II karena nilai pH percobaan II lebih tinggi daripada percobaan I. Pengaruh bahan humat terhadap KTK tanah disebabkan oleh adanya gugus karboksil (-COOH) dan OH fenolat yang jika ion H terdisosiasi akan bermuatan negatif, sehingga mampu menarik kation-kation basa.

Kandungan Aldd dalam tanah

Hasil analisis lanjutan baik percobaan I dan II menunjukkan tidak ada pengaruh nyata pemberian kedua amelioran terhadap kandungan Aldd dalam tanah


(47)

kondisi basa kuat dimana molekul Al2O3 dalam kondisi stabil sehingga tidak

mudah terserap oleh tanaman. Namun ion Al3+ akan mudah terhidrolisis pada saat terjadi proses oksidasi berantai dan melepaskan H+ sehingga pH tanah menjadi masam.

Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan bahan humat dapat meningkatkan nilai KTK dan kandungan C-org tanah sedangkan penambahan abu terbang dapat meningkatkan ketersediaan hara C-org, P-tersedia, Kdd, Nadd, Cadd dan Mgdd dalam tanah.

4.2. Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pengaruh pemberian amelioran terhadap pertumbuhan tanaman dievaluasi dalam hal tinggi tanaman, banyaknya percabangan akar, bobot kering daun. Pada tanaman sengon diukur bintil akar sedangkan pada tanaman meranti diukur panjang akar. Perubahan beda tinggi tanaman merupakan beda tinggi tanaman bulan ke-3 setelah perlakuan dengan tinggi tanaman awal. Jumlah bintil dan percabangan dihitung secara kualitatif (naik, tetap dan turun) karena sulit dihitung dengan kuantitatif. Dalam analisis lanjutan, data jumlah percabangan dan bintil akar diubah menjadi parameter kuantitatif untuk mempermudah perhitungan. Jumlah perkembangan naik diberi nilai 3, jumlah tetap diberi nilai 2, dan jumlah turun diberi nilai 1. Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap perubahan beda tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bintil akar dan bobot kering daun pada percobaan I tanaman sengon disajikan pada Tabel 12 dan 13.

Tabel 12 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap beda tinggi tanaman, perkembangan cabang perakaran dan bobot kering daun pada percobaan I tanaman sengon

Amelioran Beda tinggi tanaman (cm)

Percabangan akar

Bobot kering daun (g/tanaman)

Bahan Humat

H0 28,0a 2a (tetap) 5,274

H1 40,1b 2a (tetap) 5,706

H2 40,27b 3b (naik) 6,653

Abu Terbang

F0 29,2a 2a (tetap) 5,592

F1 33,4a 2b (tetap) 5,918

F2 45,7b 3b (naik) 6,122

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji


(48)

Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa bahan humat atau abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan beda tinggi dan cabang tanaman sengon pada percobaan I.

Tabel 13 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap perkembangan bintil perakaran pada percobaan I tanaman sengon

Bahan humat Abu Terbang

F0 F1 F2

H0 1a (turun) 1a (turun) 2ab (tetap)

H1 1a (turun) 3cd (naik) 2bc (tetap)

H2 2ab (tetap) 3d (naik) 3d (naik)

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji

DMRT (taraf α=5%)

Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan perkembangan jumlah bintil akar serta ada interaksi antara kedua amelioran tersebut (Tabel 13). Perlakuan H2F2 dan H2F1 memberikan hasil pertumbuhan

bintil akar yang paling baik dibanding kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis bahan humat maksimal, baik dosis abu terbang F1 maupun F2 tetap memberikan pengaruh terhadap peningkatan jumlah bintil akar tanaman sengon.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah nilai pH tanah, ketersediaan hara dan faktor penghambat tumbuh (Leiwakabessy 1988). Korelasi antara pH, ketersediaan hara, dan Aldd dengan beda tinggi

tanaman dan perakaran disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Korelasi antara pH, ketersediaan hara, dan Aldd terhadap beda tinggi

tanaman dan perakaran

Korelasi antara Beda tinggi tanaman Jumlah bintil akar

Jumlah cabang akar

P tersedia 0,279 0,604 0,567

Kdd 0,494 0,159 0,316

Cadd 0,474 0,589 0,542

Mgdd 0,642 0,683* 0,747*

pH 0,775* 0,617 0,778*

Aldd -0,766* -0,836** -0,912**

C-Org 0,644 0,760* 0,872**

Keterangan :

** = korelasi signifikan pada taraf 99% * = korelasi signifikan pada taraf 95%


(1)

H0F0 H0F1 H0F2

H1F0 H1F1 H1F2

H2F0 H2F1 H2F2

Foto pertumbuhan tanaman meranti hasil percobaan I di lokasi pembibitan


(2)

Lampiran 35 Foto-foto percobaan II di lokasi lahan bekas tambang

Foto lokasi lahan untuk percobaan II


(3)

H0F0 H0F1 H0F2

H1F0 H1F1 H1F2

H2F0 H2F1 H2F2

Foto pertumbuhan tanaman sengon hasil percobaan II di lokasi lahan bekas tambang lereng bagian atas


(4)

Foto blok penanaman di lereng bagian tengah

H0F0 H0F1 H0F2


(5)

H2F0 H2F1 H2F2

Foto pertumbuhan tanaman sengon hasil percobaan II di lokasi lahan bekas tambang lereng bagian tengah


(6)

H0F0

H0F1 H0F2

H1F0 H1F1 H1F2

H2F0 H2F1 H2F2

Foto pertumbuhan tanaman sengon hasil percobaan II di lokasi lahan bekas tambang lereng bagian bawah