Keragaman Makroalga di Pesisir Pantai Kecamatan Lahewa, Kabupaten Nias Utara

3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Makroalga
Alga merupakan salah satu sumber daya alam hayati laut yang bernilai ekonomis
dan memiliki peranan ekologis sebagai produsen yang tinggi dalam rantai
makanan dan tempat pemijahan biota-biota laut (Bold and Wyne, 1985). Alga
adalah organisme holoplankton yang hidup bebas terapung dalam air dan selama
hidupnya merupakan plankton. Alga (ganggang) memiliki pigmen hijau daun
yang disebut klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis. Selain itu juga
memiliki pigmen-pigmen tambahan lain yang dominan. Dalam perairan alga
merupakan penyusun fitoplankton yang hidup melayang-layang di dalam air,
tetapi juga dapat hidup melekat di dasar perairan (Odum, 1994).
Makroalga adalah kelompok alga multiseluler yang tubuhnya berupa talus
yang tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Kelompok tumbuhan ini
hidup di perairan laut yang masih mendapat cahaya matahari dengan menempel
pada substrat yang keras (Asriyana dan Yuliana, 2012). Secara ekologi, komunitas
makroalga mempunyai peranan dan manfaat terhadap lingkungan sekitarnya, yaitu
sebagai tempat asuhan dan perlindungan bagi jenis-jenis ikan tertentu (nursery

ground), sebagai tempat mencari makanan alami ikan-ikan dan hewan herbivor
(feeding grounds) (Bold and Wayne, 1985).

2.2. Habitat Hidup Makroalga
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena ditemukan berbagai
ekosistem mulai dari daerah pasang surut, estuari, hutan bakau, terumbu karang,
padang lamun, estuaria, dan sebagainya. Wilayah pesisir merupakan pertemuan
antara darat dan laut yang meliputi wilayah sekitar 8% permukaan bumi (Fachrul,
2007).
Pada perairan dangkal hingga kedalaman 40 m terdapat salah satu
ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan laut, baik perairan dangkal maupun

Universitas Sumatera Utara

4

laut dalam. Ekosistem terumbu karang (coral reef), yang merupakan nama
ekosistem tersebut merupakan perairan paling produktif di perairan laut tropis.
Luas ekosistem terumbu karang di perairan Indonesia diperkirakan mencapai
sekitar 85.707 km2, yang berarti menyimpan kekayaan alam yang sangat besar.

Terumbu karang merupakan sumber kehidupan bagi jutaan nelayan dan
masyarakat, serta sumber devisa bagi negara. Ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi
yang selama ini ditangkap di daerah terumbu karang antara lain kerapu, kakap,
napoleon dan lain sebagainya. Sementara biota nonikan yang ditangkap/diambil di
daerah terumbu karang diantaranya; kima, kerang, kerang mutiara, susu bundar,
teripang, bulu babi, lobster, sotong dan rumput laut. Beberapa spesies rumput laut
tersebut adalah Eucheuma, Gracilaria, Gelidium, Hypnea (Kordi, 2010).

2.3. Jenis-jenis Makroalga
Rumput laut atau seaweed merupakan salah satu tumbuhan laut yang
tergolong dalam makroalga benthik yang banyak hidup melekat di dasar perairan.
Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisi
Thallophyta. Klasifikasi rumput laut berdasarkan kandungan pigmen terdiri dari 4
kelas, yaitu rumput laut hijau (Chlorophyta), rumput laut merah (Rhodophyta),
rumput laut coklat (Phaeophyta) dan rumput laut pirang (Chrysophyta) (Suparmi
& Sahri, 2009).

2.3.1. Alga Hijau (Chlorophyta)
Chlorophyta atau alga hijau merupakan salah satu kelompok alga terbesar dengan
keanekaragaman jenis yang tinggi. Alga hijau ditemui hidup dalam perairan

dengan berbagai ragam kondisi, mulai dari perairan tawar sampai perairan laut.
Bentuk hidupnya juga bervariasi, mulai dari bentuk yang uniseluler, berkoloni,
berfilamen, berbentuk lembaran ataupun berupa tabung (Usman, 2004). Sel-sel
Ganggang hijau mempunyai kloroplas yang berwarna hijau, mengandung klorofil
a dan b serta karotenoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa
tepung dan lemak. Perkembangbiakan terjadi secara aseksual dengan membentuk
zoospora dan secara seksual dengan anisogami. Chlorophpyceae terdiri atas selsel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau

Universitas Sumatera Utara

5

tidak, ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan
tingkat tinggi (Tjitrosoepomo, 1986).
Chlorophyceae terdiri dari 12 ordo dan ordo yang umum sebagai alga
epilitik adalah ordo Volvocales dan Ulotrichales. Volvocales hidup berupa sel
tunggal motil atau berkoloni, memiliki flagel 2, 4 atau 6. Dinding sel dibangun
oleh selulosa, khloroplas seperti cawan, berbentuk bintang atau benang dan
memiliki pirenoid. Mengandung khloropil a dan b, reproduksi secara aseksual
dengan pembelahan sel dan secara seksual dengan isogami, anisogami atau

oogami. Habitat di air tawar, payau dan laut serta tempat yang lembab. Contoh
spesiesnya adalah Volvox sp. dengan ciri-ciri koloni besar lebih dari 1 mm terdiri
dari ribuan sel. Ulotrichales berbentuk filamen tidak bercabang, sel uninukleat
atau multinukleat, memiliki holdfast, kloroplas seperti pita, berkelompok di
pinggir sel. Memiliki klorofil a dan b karoten serta santofil. Reproduksi secara
aseksual dengan fragmentasi talus, pembentukan zoospora dan secara seksual
dengan isogami, anisogami atau oogami. Hidup sebagai epilitik atau planktonik di
perairan tawar, laut dan payau. Contoh spesiesnya adalah Ulothrix sp. (Usman,
2004).

2.3.2. Alga merah (Rhodophyta)
Rhodophyceae memiliki warna merah sampai ungu. Kadang-kadang juga
lembayung atau pirang kemerah-merahan. Kromatoforanya berbentuk cakram
atau suatu lembaran, mengandung klorofil a dan karotenoid, tetapi warna itu
tertutup oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi, yaitu fikoeritrin.
Pada jenis-jenis tertentu terdapat fikosianin. Sebagian asimilasi terdapat sejenis
karbohidrat yang disebut tepung florid, yang juga merupakan hasil polimerasi
glukosa, berbentuk bulat, tidak larut dalam air, seringkali berlapis-lapis jika
dibubuhi yodium berwarna kemerah-merahan. Tepung ini sifatnya dekat dengan
glikogen


dan

tidak

terdapat

dalam

kromatoforanya,

melainkan

pada

permukaannya. Selain itu juga terdapat floridosida (senyawa gliserin dan
galaktosa) dan tetes-tetes minyak. Kadang-kadang juga terdapat pirenoid.
Rhodophyceae kebanyakan hidup di dalam air laut, terutama dalam lapisan lapisan
air yang dalam, yang hanya dapat dicapai oleh cahaya bergelombang pendek.


Universitas Sumatera Utara

6

Hidupnya bentos, melekat pada suatu substrat dengan benang-benang pelekat atau
cakram pelekat (Tjitrosoepomo, 1994).
Menurut Juwana dan Romimohtarto (2001), tercatat 17 marga terdiri dari
34 jenis. Berikut ini marga-marga alga merah yang ditemukan di Indonesia
diantaranya adalah:
1) Acanthophora terdiri dari dua jenis yang tercatat, yakni A. spicifera, dan A.
muscoides. Alga ini hidup menempel pada batu atau benda keras lainnya.
2) Actinotrichia (A. fragilis) terdapat di bawah pasut dan menempel pada karang
mati. Sebarannya luas dan terdapat pula di padang lamun.
3) Anansia (A. glomerata) tumbuh melekat pada batu di daerah terumbu karang
dan dapat hidup melimpah di padang lamun.
4) Amphiroa (A. fragilissima) tumbuh menempel pada dasar pasir di rataan pasir
atau menempel pada substrat dasar lainnya di padang lamun. Sebarannya luas.
5) Chondrococcus (C. hornemannii) tumbuh melekat pada substrat batu di ujung
luar rataan terumbu karang yang senantiasa terendam air.
6) Corallina belum diketahui jenisnya. Alga ini tumbuh di bagian luar terumbu

yang biasanya terkena ombak langsung. Sebarannya tidak begitu luas terdapat
antaranya di pantai selatan Jawa.
7) Eucheuma adalah alga merah yang biasa ditemukan di bawah air surut rata-rata
pada pasang-surut bulan setengah. Alga ini mempunyai talus yang silindris,
berdaging dan kuat dengan bintil-bintil atau duri-duri yang mencuat ke
samping pada beberapa jenis. Talusnya licin. Warna alganya ada yang tidak
merah, tetapi coklat kehijau-hijauan kotor atau abu-abu dengan bercak merah.
Di Indonesia tercatat empat jenis, yakni E. denticulatum (E. spinosum), E.
edule, E. alvarezii (Kappaphycus alvarezii), dan E. serra.
8) Galaxaura terdiri dari empat jenis, yakni G. kjelmanii, G. subfruticulosa, G.
subverticillata, dan G. rugosa. Alga ini melekat pada substrat batu di rataan
terumbu.
9) Gelidiella (G. acerosa) tumbuh menempel pada batu. Alga ini muncul di
permukaan air pada saat air surut dan mengalami kekeringan. Alga ini
digunakan sebagai sumber agar yang diperdagangkan.

Universitas Sumatera Utara

7


10) Gigartina (G. affinis) tumbuh menempel pada batu di rataan terumbu,
terutama di tempat-tempat yang masih tergenang air pada saat air surut
terendah.
11) Gracilaria terdiri dari tujuh jenis, yakni G. arcuata, G. coronopifolia, G.
foliifera, G. gigas, G. salicornia, dan G. verrucosa.
12) Halymenia terdiri dari dua jenis, yakni H.durvillaei, dan H. harveyana. Alga
ini hidup melekat pada batu karang di luar rataan terumbu yang selalu
tergenang air.
13) Hypnea terdiri dari dua jenis, yakni H. asperi, dan H. servicornis. Alga ini
hidup di habitat berpasir atau berbatu, adapula yang bersifat epifit.
Sebarannya luas.
14) Laurencia terdiri dari tiga jenis yang tercatat, yakni L. intricate, L. nidifica,
dan L.obtusa. Alga ini hidup melekat pada batu di daerah terumbu karang.
15) Rhodymenia (R. palmata) hidup melekat pada substrat batu di rataan terumbu.
16) Titanophora (T.pulchra) jarang dijumpai, jenis ini terdapat di perairan
Sulawesi.
17) Porphyra adalah alga kosmopolitan. Marga alga ini terdapat mulai dari
perairan subtropik sampai daerah tropik. Alga ini dijumpai di daerah pasut
(litoral), tepatnya di atas daerah litoral. Alga ini hidup di atas batuan karang
ada pantai yang terbuka serta bersalinitas tinggi.


2.3.3. Alga coklat (Phaeophyta)
Phaeophyta (Alga coklat) sebagian besar dalam bentuk filamen atau thalloid,
umumnya ditemukan di laut, hanya beberapa jenis yang dapat ditemukan di air
tawar. Jenis yang ditemukan pada air tawar hidup dengan cara menempel pada
substrat seperti batu, tidak ada satu pun yang bersifat plantonik (Asriyana dan
Yuliana, 2012).
Menurut Juwana dan Romimohtarto (2001), terdapat delapan marga alga
coklat yang sering ditemukan di Indonesia. Berikut ini adalah marga-marga alga
coklat diantaranya adalah:
1) Cystoseira sp. hidup menempel pada batu di daerah rataan terumbu dengan
alat pelekatnya yang berbentuk cakram kecil. Alga ini mengelompok bersama

Universitas Sumatera Utara

8

dengan komonitas Sargassum dan Turbinaria. Alga ini mempunyai dua atau
tiga sayap longitudinal dengan pinggiran bergerigi. Sayap ini mencapai lebih
dari 0,5 cm lebarnya. Kantung udaranya terdapat di sepanjang thalus.

2) Dictyopteris sp. hidup melekat pada batu di pinggiran luar rataan terumbu
jarang dijumpai. Jenis alga ini banyak ditemukan di Selatan Jawa, Selat
Sunda dan Bali.
3) Dictyota (D. bartayresiana), tumbuh menempel pada batu karang mati di
daerah rataan terumbu. Warnanya coklat tua dan mempunyai talus bercabang
yang terbagi dua. Talus yang pipih, lebarnya 2 mm.
4) Hormophysa (H. triquesa), hidup menempel pada batu dengan alat pelekatnya
berbentuk cakram kecil. Alga ini hidup bercampur dengan Sargassum dan
Turbinaria dan hidup di rataan terumbu.
5)

Hydroclathrus (H. clatratus), tumbuh melekat pada batu atau pasir di daerah
rataan terumbu dan tersebar agak luas di perairan Indonesia.

6) Padina (P. australis), tumbuh menempel batu di daerah rataan terumbu, baik
di tempat terbuka di laut maupun di tempat terlindung. Alat pelekatnya yang
melekat pada batu atau pada pasir, terdiri dari cakram pipih, biasanya terbagi
menjadi cuping-cuping pipih 5–8 cm lebarnya. Tangkai yang pipih dan
pendek menghubungkan alat pelekat ini dengan ujung meruncing dari selusin
daun berbentuk kipas. Setiap daun mempunyai jari-jari 5 cm atau lebih.

7) Turbinaria terdiri dari tiga jenis yang tercatat yakni T. conoides, T. decurrens,
dan T. ornate. Alga ini mempunyai cabang-cabang silindris dengan diameter
2 – 3 mm dan mempunyai cabang lateral pendek dari 1 - 1,5 cm panjangnya.
Alga ini terdapat di pantai berbatu dan paparan terumbu.

2.4. Faktor Fisik-Kimia Perairan
Kehidupan organisme air sangat tergantung pada faktor fisika dan kimia
air. Peubah faktor fisika-kimia air yang berpengaruh terhadap organisme air
berbeda dengan faktor iklim dan fisika-kimia tanah yang berpengaruh terhadap
organisme daratan. Untuk organisme darat, oksigen tidak merupakan faktor
pembatas, tetapi di air oksigen bisa merupakan faktor pembatas. Perubahan faktor
fisika dan kimia air dapat menyebabkan kematian bagi organisme air. Perubahan

Universitas Sumatera Utara

9

yang terjadi karena limbah pabrik dan industri biasanya dapat menyebabkan
kematian organisme air (Suin, 2002).

2.4.1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme. Walaupun variasi suhu dalam air tidak
sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme
akuatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit (stenotermal). Beberapa
penelitian membuktikan bahwa seiring dengan meningkatnya suhu air, maka
metabolisme organisme akan meningkat, dan akan berbanding lurus dengan
pertumbuhan dan penyebaran makroalga (Odum, 1994).

2.4.2. Penetrasi Cahaya
Adanya unsur hara yang cukup dan tingkat kecerahan air yang tinggi serta
keadaan perairan yang cukup dangkal menyebabkan intensitas cahaya matahari
sampai ke dasar perairan sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh alga
dalam proses fotosintesis untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Kecerahan
air berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti
penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang
tinggi pula. Tingkat kekeruhan suatu perairan dapat menentukan dalam atau
dangkalnya penetrasi cahaya. Alga hanya produktif pada lapisan teratas dimana
intensitas cahaya cukup bagi berlangsungnya fotosintesis (Fachrul, 2007).

2.4.3. Intensitas Cahaya
Banyaknya cahaya yang menembus permukaan laut dan menerangi lapisan
permukaan laut setiap hari dan perubahan intensitas dengan bertambahnya
kejelukan

memegang

peranan

penting

dalam

menentukan

pertumbuhan

fitoplankton. Cahaya yang menerangi daratan atau lautan biasanya diukur dalam
lux atau meter-lilin (1 meter-lilin = 1 lux). Bagi hewan laut, cahaya mempunyai
pengaruh terbesar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk
proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi tumpuan hidup mereka karena
menjadi sumber makanan. Cahaya juga merupakan faktor penting dalam

Universitas Sumatera Utara

10

hubungannya dengan perpindahan populasi hewan laut (Juwana & Romimohtarto,
2001).

2.4.4. Derajat Keasaman (pH)
Derajat

keasaman

perairan

merupakan

salah

satu

faktor

yang

mempengaruhi pertumbuhan makroalga. Nilai pH sangat menentukan molekul
karbon yang dapat digunakan makroalga untuk fotosintesis. pH yang baik untuk
pertumbuhan alga hijau dan alga coklat berkisar antara 6 hingga 9. Beberapa jenis
alga toleran terhadap kondisi pH yang demikian (Bold et al. 1985).

2.4.5. Salinitas
Untuk mengukur asinnya air laut maka digunakan istilah salinitas.
Salinitas merupakan takaran bagi keasinan air laut. Satuannya pro mil (‰) dan
simbol yang dipakai adalah S ‰. Salinitas didefenisikan sebagai berat zat padat
terlarut dalam gram per kilogram air laut, jika zat padat telah dikeringkan sampai
beratnya tetap pada 480 ˚C, dan jumlah klorida dan bromida yang hilang diganti
dengan sejumlah klor yang ekuivalen dengan berat kedua halida yang hilang.
Singkatnya salinitas ditentukan dengan mengukur klor yang takarannya adalah
klorinitas, dengan rumus: S‰ = 0,03 + 1, 805 C1‰ (Odum, 1994).

2.4.6. Oksigen Terlarut ( Dissolved Oxygen)
Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air. Semua
tumbuhan dan hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang terlarut
untuk fotosintesis. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil
fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang ada di dalam air. Oksigen dari udara terlarut
masuk dalam air karena adanya difusi langsung dan agitasi permukaan air oleh
aksi angin dan arus turbulen. Banyaknya oksigen terlarut melalui udara ke air
tergantung pada luas permukaan air, suhu dan salinitas air. Oksigen yang berasal
dari proses fotosintesis tergantung pada kerapatan tumbuh-tumbuhan air dan lama
serta intensitas cahaya yang sampai ke badan air tersebut (Suin, 2002).

Universitas Sumatera Utara

11

2.4.7. Substrat
Menurut Mubarak dan Wahyuni (1981), jenis-jenis substrat yang dapat
ditumbuhi oleh alga laut adalah pasir, lumpur dan pecahan karang. Tipe substrat
yang paling baik bagi pertumbuhan alga laut adalah campuran pasir, karang dan
pecahan karang. Pada substrat perairan yang lunak seperti pasir dan lumpur, akan
banyak dijumpai jenis-jenis alga laut Halimeda sp., Caulerpa sp., Gracillaria sp.

2.4.8. Kandungan Nitrat dan Fosfat
Makroalga sebagai tanaman yang hidup di perairan membutuhkan nutrien
dalam jumlah yang cukup dan seimbang guna mencapai produksi yang optimal.
Makroalga memerlukan unsur hara yang cukup untuk bertumbuh dan
berkembang, baik itu unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Jika salah satu
unsur hara tidak tersedia, maka dapat menyebabkan pertumbuhan, perkembangan
serta produksi rumput laut terhambat. Unsur utama yang banyak dibutuhkan
adalah nitrat dan fosfat (Alamsjah, 2009).

2.4.9. Gerakan Air
Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan makroalga adalah
pergerakan air, karena akan mempengaruhi ketersediaan makanan, pertumbuhan
epifit dan pengendapan. Tanpa pergerakan air kehidupan di bawah air akan
terhambat karena rata-rata difusi gas dan ion di air lebih rendah dibandingkan
dengan di udara (Luning, 1990). Arus dan pergerakan air mempunyai pengaruh
yang besar terhadap aerasi, transportasi nutrien, dan pengadukan air yang besar
pengaruhnya terhadap keberadaan oksigen terlarut. Peranan yang lain yaitu untuk
menghindarkan akumulasi silt dan epifit yang melekat pada talus yang dapat
menghalangi pertumbuhan rumput laut. Semakin kuat arusnya, pertumbuhan
rumput laut akan semakin cepat besar karena difusi nutrien ke dalam sel tanaman
semakin banyak sehingga metabolisme dipercepat (Soegiarto et al. 1979).

2.5. Peranan dan Manfaat Makroalga
Menurut Atmadja et al. (1996) pada awal 1980 perkembangan permintaan rumput
laut di dunia meningkat seiring dengan peningkatan pemakaian rumput laut untuk

Universitas Sumatera Utara

12

berbagai keperluan antara lain di bidang industri, makanan, tekstil, kertas, cat,
kosmetika, dan farmasi (obat-obatan). Di Indonesia, pemanfaatan rumput laut
untuk industri dimulai untuk industri agar-agar (Gelidium dan Gracilaria)
kemudian untuk industri kerajinan (Eucheuma) serta untuk industri alginat
(Sargassum).
Makroalga merupakan salah satu sumber kekayaan laut di Indonesia yang
tumbuh dan menyebar hampir di seluruh wilayah perairan Indonesia.
Diperkirakan sepanjang garis pantai sekitar 81.000 km diyakini memiliki potensi
makroalga yang sangat tinggi. Dari segi ekonomis rumput laut merupakan
komoditi yang potensial untuk dikembangkan mengingat nilai gizi yang
dikandungnya. Menurut kandungan zat yang terdapat pada rumput, maka rumput
laut dapat dijadikan bahan makanan seperti agar-agar, sayuran, kue dan
menghasilkan bahan algin, karaginan dan furcelaran yang digunakan dalam
industri farmasi, kosmetik, tekstil dan lain-lain (Miarni, 2004).
Keberadaan makroalga di rataan terumbu merupakan sadiaan bahan
makanan, obat-obatan bagi manusia juga sebagai ladang pakan bagi biota
herbivor. Makroalga yang dapat dikonsumsi banyak diperoleh dari marga
Caulerpa,

Gracilaria,

Gelidiella,

Eucheuma, dan Gelidium.

Kehadiran,

pertumbuhan sampai perkembangbiakan makroalga lebih banyak dijumpai pada
substrat yang stabil dan keras, sehingga tidak mudah terkikis oleh arus dan ombak
(Kadi, 2008).
Khusus mengenai vegetasi makroalga di perairan laut, umumnya
merupakan komponen dari ekosistem terumbu karang. Keberadaannya sebagai
makroalga juga berperan dalam upaya pemulihan kualitas air, akibat pencemaran
ekosistem perairan payau, khususnya di perairan budidaya, yang dapat dilakukan
dengan berbagai jenis teknologi, baik dengan teknologi sederhana maupun
teknologi yang kompleks (Atmadja et al. 1996).
Keberadaan

makroalga

sebagai

organisme

produser

memberikan

sumbangan yang berarti bagi kehidupan binatang akuatik terutama organismeorganisme herbivora di perairan laut. Dari segi ekologi makroalga juga berfungsi
sebagai penyedia karbonat dan pengokoh substrat dasar yang bermanfaat bagi
stabilitas dan kelanjutan keberadaan terumbu karang (Oktaviani, 2013).

Universitas Sumatera Utara