Gastroduodenal Stent And Pancreatic Stent

GASTRODUODENAL STENT AND PANCREATIC STENT
Lukman Hakim Zein, Yohanes Siahaan
Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Stent adalah alat yang digunakan untuk melebarkan atau memperbaiki lumen dari organorgan yang berongga, pembuluh darah dan saluran1. Pada perkembangannya saat ini, endoskopi
digunakan juga untuk pemasangan stent pada berbagai tempat di traktus gastrointestinal. Hal ini
telah dibuktikan bermanfaat sebagai tindakan terapeutik. Stent digunakan untuk membuka area
yang mengalami striktur atau sumbatan pada esophagus, saluran bilier, colon, dan daerah
gastroduodenal. Biasanya pemasangan stent digunakan untuk mengatasi oklusi yang
berhubungan dengan malignansi. Pemasangan stent juga biasanya digunakan sebagai terapi
defenitif, sebelum menuju ke tindakan operatif, dan dapat sebagai tindakan paliatif untuk
mengurangi symptom yang diakibatkan obstruksi tersebut. Pada kasus-kasus malignansi
gastrointestinal yang berat dan tidak dapat disembuhkan, pemasangan stent dapat meringankan
gejala, dan dapat menjadi alternative yang menarik dibandingkan tindakan operatif. Selain pada
kasus malignansi, stent juga dapat digunakan pada kasus-kasus benign (jinak) dari saluran
gastrointestinal.2
Pemasangan stent gastrointestinal adalah sebuah area medis dimana batas-batas antara
endoskopi intervensi. ahli bedah intervensi dan juga radiologist intervensi semakin kabur.
Pemasangan stent gastrointestinal bukanlah merupakan satu-satunya domain dari para

endoskopist. Pemasangan stent gastrointestinal juga dapat dilakukan tanpa endoscopy, contohnya
oleh radiologist. Misalnya, para radiologist intervensi dapat melakukan pemasangan stent
esophagus dengan menggunakan tuntunan fluroskopi, atau dapat dengan menggunakan
kombinasi dari sonografi dan percutaneus transhepatic cholangiography untuk memasang stent
pada traktus bilier. Cara dan rute dari pemasangan stent biasanya dipengaruhi oleh kemampuan
ahli yang akan melakukan. Akan tetapi, indikasi dari pemasangan stent haruslah merupakan
1
Universitas Sumatera Utara

suatu kondisi yang memang akan memberikan keuntungan, baik itu dari segi endoskopis, ahli
bedah, radiologis intervensi dan onkologist.2

JENIS STENT
1. Stent Plastik
Pada awalnya stent endoskopi hanya terbuat dari bahan plastik. Sampai pada tahun 1990,
masih digunakan stent plastik yang kaku untuk kasus-kasus striktur yang disebabkan oleh kanker
esophagus. Akan tetapi saat ini perkembangan dari Self Expanding Metal Stents (SEMS) yang
terbukti lebih aman kemudian secara perlahan menggantikan stent plastik yang lama untuk kasus
esofagus. Pada saat ini, stent plastik hanya digunakan terbatas pada kelainan dalam traktus bilier
dan pankreas.2

Stent plastik ini biasanya terbuat dari salah satu dari tiga polimer ini, yaitu polyethylene,
polyurethane atau Teflon. Stent plastik yang digunakan pada traktus bilier dan pancreas biasanya
berbentuk lurus dengan sisi seperti jangkar (anchoring side stent) untuk mencegah terjadinya
perpindahan (migrasi). Sebagai alternative, untuk traktus bilier dapat digunakan stent yang
berbentuk ekor babi (pigtailed stent). Ujung yang melengkung dari stent pig tailed nantinya akan
diluruskan melalui guidewire selama proses insersi dari stent, dan kemudian stent pigtailed
tersebut akan kembali pada posisi semula saat guidewire dilepas. Ujung stent yang berbentuk
melengkung itu yang nantinya akan menahan stent pada posisinya. Diameter dari stent plastic
biasanya dideskripsikan dengan menggunakan skala French, dimana 1 French (Fr) adalah 0,33
mm. Jadi stent dengan 6 Fr memiliki diameter 2 mm. Diameter maksimum dari stent plastic yang
simpel dibatasi oleh ukuran maksimal dari channel endoscopy yaitu 12 Fr atau 4 mm.2

2
Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Stent Plastik
2. Self Expanding Metal Stent (SEMS)
Self Expanding Metal stent adalah adalah stent yang terbuat dari bahan metal yang dapat
ekspansi dan melebar dengan sendirinya dan digunakan untuk menahan dan membuka struktur
dalam saluran pencernaan untuk memungkinkan lewatnya makanan, chyme, tinja, atau sekret

lain yang diperlukan untuk pencernaan. Self Expanding Metal Stents (SEMS) diinsersi ketika
stent tersebut belum dikembangkan. Insersi dilakukan dengan menggunakan introducer
berkaliber kecil. Insersi dari SEMS lebih mudah, aman, dan dapat mengurangi risiko perforasi.2
Penggunaan bahan metal pada SEMS haruslah yang bersifat biokompatibel yakni bahan
metal tidak berbahaya dan secara biologi sesuai kepada pasien. Kemampuan dari metal untuk
berubah bentuk haruslah juga baik, sehingga stent dapat kembali ke ukuran maupun bentuk
sebelumnya ketika sudah dipasang kepada pasien. Di pasaran saat ini, ada beberapa tipe dan
ukuran dari SEMS. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri dalam hal kekuatan radial,
kemampuan untuk memendek saat insersi dan fleksibilitas. SEMS dapat terbuat dari stainless
steel, contohnya Z-stent ataupun terbuat dari bahan campuran seperti nitinol. Nitinol adalah
paduan dari nikel dan titanium yang ada pada stent Ultraflex dan stent Alimaxx. Bahan lain
3
Universitas Sumatera Utara

seperti elgiloy yang merupakan perpaduan dari cobalt, chromium dan nikel terdapat pada
Wallstent2.

Untuk membantu insersinya dapat digunakan fluoroskopi. Pada fluoroskopi SEMS akan
tampak berwarna opague dan dapat dipasang dengan introducer yang berkaliber kecil. Stent ini
diintoduksikan dalam posisi yang kolaps, kemudian dijalankan melalui guidewire dan

diposisikan pada wilayah yang akan dipasang stent. Ketika sudah berada pada posisinya,
mekanisme penghambat stent ini dilepas sehingga stent akan mengalami ekspansi dan membuka,
yang kemudian akan memberikan tekanan radial pada daerah yang mengalami striktur yang akan
melebarkan lumen pada daerah tersebut. SEMS didesain untuk dapat diekspansi lebih dari 20
mm. Untuk menjaga agar stent tetap berada pada posisinya tautan dari stent yang tidak dilapisi
ditanamkan pada tumor penyebab. Melalui nekrosis yang diakibatan tekanan tersebut, tautan dari
stent tersebut akan migrasi dari mukosa dan submukosa dari dinding saluran cerna. Dan melalui
sebuah reaksi fibrosis, stent menjadi tertanam pada jaringan kolagen dan fibrosa. Sebuah reaksi
lymphositik kronik terjadi pada jaringan yang normal di ujung proksimal dan distal dari stent
tersebut. 2
SEMS juga dapat dilapisi dengan membrane silicon untuk mengurangi risiko dari
pertumbuhan tumor dan mencegah fistula. Akan tetapi, bila stent dilapisi semuanya akan
mengakibatkan stent menjadi kurang dapat ditanam pada jaringan sekitar. Oleh karena itu,
dikembangkanlah stent yang dilapisi sebagian saja dengan segmen yang tidak dilapisi terdapat
pada kedua ujung yang fungsinya untuk ditanamkan pada jaringan. SEMS yang dilapisi secara
utuh meningkat penggunaannya pada kasus-kasus esophagus yang jinak, seperti striktur yang
non malignansi ataupun kerusakan anatomosis. 2
Komplikasi yang dapat terjadi pada penggunaan SEMS ialah perforasi, pertumbuhan
tumor dan migrasi dari stent. Saat ini sedang dikembangkan stent terbaru dengan tujuan untuk
meningkatkan tingkat kesuksesan, dan mengurangi komplikasi, seperti drug eluting stent dan

radioactive stent. 2

4
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Self Expanding Metal Stent (SEMS)

GASTRODUODENAL STENT
Obstruksi gastroduodenal adalah merupakan kondisi preterminal pada penyakit
keganasan di saluran cerna bagian atas. Pasien dengan gastric outlet obstruction (GOO) dan
obstruksi duodenum sering disertai mual dan muntah yang sulit dikontrol, juga ketidakmampuan
untuk makan dan takut makan. Akibatnya antara lain ialah distensi lambung, penurunan berat
badan, anoreksia, dehidrasi dan gangguan elektrolit yang dapat menyebabkan penurunan kualitas
hidup. Terlebih lagi, pasien-pasien tersebut memiliki risiko tinggi terjadinya aspirasi pneumonia.
Pada kondisi penyakit yang sangat lanjut, operasi kuratif tidak mungkin dilakukan dan apabila
tidak dilakukan beberapa bentuk intervensi paliatif untuk mempertahankan nutrisi enteral, pasien
akan meninggal di rumah sakit.2,3,4
Dahulu, operasi gastroenterostomy, baik melalui laparotomi atau melalui laparoscopy,
dengan tingkat keberhasilan 90% adalah satu-satunya pilihan terapi. Namun, prosedur invasif ini,
diperberat dengan kondisi umum pasien yang biasanya buruk yang akan mengakibatkan tingkat

komplikasi sebanyak 25 -35% dan tingkat kematian perioperatif sekitar 2%. Tindakan bedah
juga terkait dengan lama masa rawatan dan biaya yang signifikan besar. Fungsi yang jelek dari
gastroenterostomy dengan mual dan muntah yang persisten terjadi sebanyak 90% kasus.
Jejunostomy perkutan atau gastrojejunostomy dapat digunakan tapi buruk untuk hasil jangka
panjang. Kateter kadang-kadang dapat menjadi tersumbat atau dislokasi, dan merupakan sumber
5
Universitas Sumatera Utara

infeksi, juga mengingatkan pasien akan penyakit mereka, dan pasien tidak diperbolehkan
mengkonsumsi makanan padat secara oral dan berisiko aspirasi. Pemasangan nasogastric tube
digunakan untuk dekompresi lambung tetapi tidak dapat digunakan sebagai pemberian makanan
enternal. Nasojejenum tube yang memiliki 2 katup, memungkinkan dekompresi lambung dan
makanan enteral secara bersamaan, tetapi pemakaian jangka panjang sangat tidak nyaman dan
tidak meningkatkan kualitas hidup pasien. 2,3,4
Penggunaan stent berdiameter besar seperti self-expanding stent dapat mengatasi
obstruksi saluran pencernaan dan membangun kembali asupan oral pada pasien yang kondisi
umumnya buruk. Dengan penyempurnaan teknik dan pengembangan teknologi enteral stent,
prosedur ini menjadi metode pilihan pertama pada gangguan lambung dan obstruksi duodenum
pada pasien dengan penyakit keganasan saluran pencernaan bagian atas.2,3,4
Defenisi

Gastroduodenal stenting adalah prosedur invasif minimal paliatif yang dipandu dengan
pencitraan yang melibatkan penempatan self expanding stent yang berdiameter besar dan
berbahan metal yang dapat membebaskan sumbatan akibat lesi intrinsik atau ekstrinsik saluran
pencernaan sehingga dapat membentukan kembali anatomi normal saluran pencernaan tersebut
dan memungkinkan pasien untuk makan secara oral. Kesuksesan teknik ini didefinisikan apabila
pemasangan stent tersebut dapat membebaskan striktur. Keberhasilan klinis dapat ditinjau dari
menghilangnya gejala dan / atau terjadinya peningkatan asupan oral dan mengurangi perlunya
dilakukan tindakan operasi paliatif. 4,5,6
Indikasi
Indikasi dari penggunaan gastroduodenal stent antara lain4,5,6 :
1. Penyakit keganasan yang mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran pencernaan yang tidak
bisa dioperasi atau diobati.
a. Tumor Intrinsik atau ekstrinsik, yang tidak dapat dioperasi dan diobati yang
mengakibatkan obstruksi saluran pencernaan seperti kanker lambung dan duodenum.
Reseksi kuratif tidak mungkin dilakukan pada 40% kasus kanker lambung

6
Universitas Sumatera Utara

b. Obstruksi ekstrinsik gastroduodenal akibat keganasan pankreas, cholangiocarcinoma,

limfadenopati malignan, metastasis ataupun limfoma intraperitoneal lokal. Reseksi
kuratif tidak mungkin pada 80-95% kasus kanker pancreas.
2. Anastomosis yang berulang dalam loop aferen atau eferen dari gastrojejunostomy setelah
dilakukan operasi definitif atau paliatif pada keganasan saluran pencernaan bagian atas.
3. Pada pasien yang memiliki keganasan residual atau pada kondisi dimana gagalnya dilatasi
yang berulang-ulang untuk mengatasi obstruksi pyloric yang disebabkan disfungsi setelah
operasi gaster penarikan gaster karena karsinoma esophagus.
4. Covered stent untuk terapi fistula ganas pada gaster dan duodenum ke organ yang
berdekatan.
5. Striktur jinak sekunder yang disebabkan kelainan ulkus yang kronis di mana operasi tidak
layak dan penggunaan balon dilatasi berulang telah gagal.

Kontraindikasi
Adapun kontraindikasi dari penggunaan gastroduodenal stent ialah4,5,6 :
1. Absolut
-

Adanya tanda-tanda perforasi gastrointestinal yang bebas dengan peritonitis secara klinis
dan radiologis


-

Terjadinya obstruksi dari usus kecil bagian distal, yang tidak dapat diakses oleh insersi
dari stent.

2. Relative
-

Adanya peritoneal carcinomatosis

-

Profil koagulasi yang abnormal. Stenting dapat dilakukan bersamaan dengan penyediaan
fresh frozen plasma dan trombosit.

Persiapan pre procedural
Tindakan ini harus mendapatkan persetujuan dari pasien atau (jika perlu) keluarganya,
setelah menjelaskan prosedur, manfaat tindakan dan kemungkinan terjadinya komplikasi
7
Universitas Sumatera Utara


tindakan yang dilakukan. Hitung darah lengkap dan skrining koagulasi harus dilakukan.
Nasogastrik tube besar (16G) harus dimasukkan dan dibiarkan untuk drainase selama 12-24 jam
sebelum prosedur untuk dekompresi lambung . Perut yang kosong bentuknya akan menjadi
seperti silinder dan memungkinkan manipulasi kateter dan pemasangan stent menjadi lebih
mudah. Jika perut dalam kondisi distensi, risiko untuk terjadi aspirasi akan semakin tinggi.
Selain itu, pada perut yang distensi alat akan melewati kurva yang akan meningkatkan jarak yang
harus dilalui sebelumnya mencapai striktur. Hal ini mengakibatkan introducer sampai lebih
pendek dari striktur pada beberapa pasien.6,7,8

Teknik Pemasangan
Insersi dari stent gastrointestinal dilakukan melalui jalur peroral. Apabila jalur peroral
gagal, jalur gastrostomy dapat dicoba. Prosedur ini dapat dipandu oleh fluoroskopi saja atau
fluoroskopi dikombinasikan dengan endoskopi. Namun, fluoroskopi sangat penting untuk
memposisikan stent. Prosedur ini dilakukan dengan sedatif dan analgesia ringan (misalnya
fentanil atau midazola). Faring dibius dengan semprotan lidokain 1%. Pasien dalam posisi
dekubitus lateral, idealnya di atas meja dengan kepala miring dan diangkat untuk mengurangi
risiko aspirasi selama prosedur, akses dapat diperoleh dengan menggunakan 100 cm 5F atau 6F
angled tip catheter. Dengan kateter dalam lambung, media kontras disuntikkan untuk
mengidentifikasi ujung proksimal dari striktur. Dengan fluoroscopy, kawat kateter (Bentson’s

guide wire atau Terumo guide wire) dimanipulasi untuk membuka/membebaskan striktur.
Setelah

kateter

telah

melampaui

striktur,

media

kontras

disuntikkan

untuk

menggambarkan ujung distal. Injeksi udara meningkat penggambaran penyempitan. Ketika
kateter sudah masuk ke jejunum proksimal, guidewire diganti dengan kawat Amplatz super stiff
260cm. Predilatasi striktur tidak dianjurkan, karena akan meningkatkan risiko perforasi. Namun,
dalam stenosis sangat ketat, predilatasi lembut dengan balon 10mm bisa dilakukan untuk
memudahkan perjalanan stent. Sebuah stent yang diameter (minimal 18mm) dan panjang yang
memadai dipilih. Stent ini ditempatkan dengan tuntunan fluoroscopy dan harus 2-4 cm lebih
panjang dari striktur untuk mengurangi risiko pertumbuhan tumor.

8
Universitas Sumatera Utara

Terlepas dari panjang striktur, stent yang terlalu panjang lebih dipilih karena stent yang
terlalu pendek lebih mudah tergeser dan kurang dapat menyesuaikan diri dengan kelengkungan
duodenum sehingga strent dapat terputar. Apabila stent diperlukan lebih dari satu buah, stent
pada bagian distal harus diposisikan pertama. Harus ada minimal 2 cm bagian yang tumpang
tindih antara kedua stent untuk mengurangi risiko pemisahan akibat gerak peristaltic. Hal ini
penting untuk memastikan bahwa ujung distal dari stent berada dalam lumen segmen lurus di
duodenum. Karena jika berbatasan dengan dinding dapat menyebabkan obstruksi dari stent dan
kemudian dapat mengikis dinding usus. Karena pertimbangan ini, akan sangat membantu apabila
menggunakan stent panjang atau menyisipkan stent tambahan pada jarak bagian kedua dan
bagian ketiga bahkan jika tidak terlibat dengan tumor. Setelah stent dikembangkan, tidak perlu
dilakukan dilatasi setelahnya, karena stent akan berkembang/membuka secara bertahap hingga
mencapai diameter penuh. Dilatasi membawa risiko bahwa stent tidak duduk pada tempatnya
(dislodgment stent) selama manipulasi kateter balon akibat dari perluasan sebagian alat. Injeksi
lokal dari media kontras digunakan untuk menilai patensi dan posisi dan menyingkirkan
perforasi.
Pada sebagian kecil pasien tidak mungkin untuk mengatasi striktur melalui jalur peroral.
Dalam kasus ini, jalur langsung menuju striktur melalui gastrostomy mungkin berguna. Striktur
dimasuki menggunakan kawat kateter pemandu yang tekniknya seperti yang dijelaskan pada
jalur peroral dan pembukaan stent dilakukan melalui akses ini. Setelah prosedur, selubung
introduser digantikan oleh kateter 9-12f, yang ditinggalkan di tempat selama 10-15 hari untuk
memungkinkan pematangan saluran dan menghindari kebocoran isi lambung ke peritoneal.6,7,8

9
Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Diagram pemasangan gastroduodenal stent

Perawatan post prosedural
Pasien harus berpuasa semalam dan dimonitor untuk tanda-tanda perforasi dan
peritonitis. Keesokan harinya follow-up saluran pencernaan bagian atas dengan menggunakan
media water-soluable contrast yang dilakukan untuk menilai posisi stent, ekspansi dan
kecukupan cakupan lesi. Pasien ini kemudian diperbolehkan untuk makan, secara bertahap dari
cairan menjadi diet padat. Pasien disarankan untuk mengunyah makanan dengan baik dan
menghindari makanan serat tinggi untuk mengurangi resiko obstruksi bolus makanan. Asupan
minuman berkarbonasi sewaktu makan akan membantu mempertahankan patensi stent.6,7,8

10
Universitas Sumatera Utara

Pemilihan Stent Metal pada lambung dan duodenum
Stent enteral harus fleksibel, harus memiliki kekuatan yang cukup untuk memperluas
radial fibrosis & tumor dan panjang yang tepat untuk mencegah strangulasi, dan melawan
migrasi dan mencegah pertumbuhan tumor. Banyak jenis stent telah digunakan dalam saluran
pencernaan bagian atas, tapi hanya Wallstent enteral (Boston Scientific) yang disetujui oleh
Administrasi Makanan dan Obat untuk digunakan pada GOO dan obstruksi duodenal. Uncovered
stent ini bersifat fleksibel, sederhana untuk dibuka, membuka dengan segera dan memiliki gaya
radial yang baik. Stent tersebut memiliki lebar (18-22 mm) dan tersedia dengan panjang 60mm
dan 90mm. Ini dilengkapi dengan sistem delivery 10F yang cocok untuk membuka kebanyakan
striktur. Panjang perangkat introducernya adalah 160cm, yang cukup untuk mencapai stenosis
sampai ke lengkung duodeno-jejenal. Kerugian dari Enteral Wallstent adalah belum tersedianya
versi tertutup (covered version) dan karena itu tidak dapat menahan obstruksi oleh pertumbuhan
tumor dan hyperplasia jaringan. Selain itu, ujung stent yang tidak terlapisi dapat menyebabkan
ulserasi dan perforasi dari dinding usus.6,7,8
Uncovered stent lain yang digunakan dalam saluran pencernaan bagian atas adalah
Gianturco Z stent, the esofageal Wallstent, the vascular Wallstent, the Ultraflex oesophageal
stent, the Esophacoil, the Memotherm stent dan the Choo stent. Uncovered stent lebih fleksibel
dan mampu mencegah migrasi. Namun, ketika digunakan untuk perawatan paliatif dalam jangka
panjang, mereka dapat menjadi tempat pertumbuhan tumor. Covered stent (misalnya Choo stent,
Niti-S stent, Song stent) memiliki keunggulan dalam melawan pertumbuhan tumor, tetapi lebih
kaku, sulit untuk membuka/mengaplikasikannya di lokasi yang jauh dan bila melalui jalur
berliku-liku, membutuhkan sistem pengiriman yang lebih besar dan lebih mungkin untuk
bermigrasi. Jika ditempatkan di bagian kedua duodenum pada ampula Vateri, mereka dapat
menyebabkan obstruksi bilier. Untuk mengatasi masalah migrasi pada covered stent, Jun dkk.,
memperkenalkan pemasangan uncovered dan covered stent expandable nitinol stent. Metode ini
belum diterima secara luas. 6,7,8
Ada sedikit publikasi pada penggunaan stent dan kemanjuran covered stent. Seri kecil
telah menunjukkan bahwa mereka memiliki tingkat yang lebih tinggi migrasi (26%)
dibandingkan uncovered stent.

Parsial covered stent memiliki tingkat lebih rendah untuk

bermigrasi daripada fully covered stent. Seperti kebanyakan pasien yang menerima enteric stent
11
Universitas Sumatera Utara

memiliki harapan hidup pendek. Obstruksi uncovered stent oleh pertumbuhan tumor atau
pertumbuhan tumor yang berlebih jarang ditemukan.6,7,8
Komplikasi
1. Perforasi
Ini merupakan komplikasi yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan bedah
segera. Perforasi yang terjadi awal (24 jam dari prosedur) mungkin disebabkan oleh manipulasi
guidewire dan dilatasi balon. Perforasi oleh guide-wire ini biasanya tidak mengakibatkan
sequele. Perforasi yang disebabkan dilatasi balon lebih serius sehingga memerlukan tindakan
pembedahan dalam kebanyakan kasus. Perforasi yang lambat disebabkan oleh erosi pada dinding
usus oleh ujung stent yang tidak dilapisi.6,7,8
2. Perdarahan
Perdarahan ringan hanya membutuhkan pengobatan konservatif. Pada pasien dengan
tumor exophytic yang besar pada pembuluh darah, pemasangan stent dapat menyebabkan
ulserasi disebabkan oleh tekanan nekrosis dan dapat mengancam nyawa. Pada kasus ini,
diperlukan embolisasi pembuluh darah.6,7,8
3. Obstruksi pada Stent
Obstruksi dapat disebabkan oleh bolus dari makanan, tumor yang tumbuh. Penyebabnya
dapat dilihat dengan pemeriksaan endoskopi. Pada obstruksi bolus makanan, makanan yang
terkena harus dibuang dengan endoskopi. Pertumbuhan tumor dapat dilakukan dengan
penempatan stent koaksial.6,7,8
4. Migrasi dari Stent
Migrasi stent dapat bersifat parsial atau komplit, proksimal atau distal. Hal ini dapat
diatasi dengan penyisipan stent lain. Stent yang bermigrasi ke proksimal dapat diambil dari
lambung menggunakan nitinol snare. Stent yang bermigrasi ke distal jika non obstruksi dapat
dibiarkan dan kadang-kadang dapat keluar melalui rektum tanpa komplikasi. Jika stent tersebut
menyebabkan obstruksi, operasi untuk pengangkatan diperlukan.6,7,8

12
Universitas Sumatera Utara

5 Nyeri
Nyeri perut biasanya sembuh secara spontan. Nyeri ini bisa bersifat ringan sampai
sedang, yang berlangsung 24-72 jam setelah implantasi stent dan dapat diobati dengan
analgesik.6,7,8

Tabel 1. Komplikasi pemasangan gastroduodenal stent
Manfaat Gastroduodenal Stent dibandingkan Operasi pada Gastric Outlet Obstruction
Modalitas yang paling optimal untuk terapi paliatif GOO akibat malignansi masih jadi
perdebatan. Pada sebuah sistematik review didapatkan pasien dengan pemasangan enteral stent
lebih dapat menerima asupan oral dan lebih cepat prosesnya dibandingkan dengan
gastrojejunostomy dan juga memiliki hari rawat yang lebih singkat dan tidak mempunyai
perbedaan signifikan dalam hal angka komplikasi, mortalitas dan survival rate juga lebih cost
effective. Namun, dalam sebuah studi retrospektif mengatakan bahwa SEMS memiliki waktu
yang lebih cepat dalam hal munculnya rekurensi, seperti kambuhnya gejala obstruksi dan
perlunya reintervensi dalam 3 bulan follow up, yang menyimpulkan bahwa gastrojejunostomy
lebih tahan lama dan menjadi pilihan pada pasien dengan harapan hidup yang lebih lama. Oleh
karena itu, walaupun tindakan bedah paliatif lebih bertahan lama, penggunaan SEMS lebih
sesuai sebagai pihan pada pasien yang kondisi buruk dan harapan hidup yang pendek

13
Universitas Sumatera Utara

PANCREATIC STENT
Saat dilakukan ERCP (Endoscopic retrograde cholangiopancreatography), stent pancreas
sering digunakan dalam penatalaksanaan terhadap obstruksi dan kerusakan dari duktus
pankreatikus, yang disebabkan oleh berbagai kondisi. Stent pancreas juga digunakan untuk
pencegahan dari pancreatitis post ERCP. Keputusan dalam penggunaan stent pancreas beserta
jenisnya harus mempertimbangkan efikasi, keamanan dan sisi ekonomi. 9,10,11,12
Stent yang digunakan untuk duktus pankreatikus ialah stent plastic. Stent pancreas
memiliki variasi didalam design untuk meminimalisasi cedera pada duktus pankreatikus (caliber
yang lebih kecil, fleksibilitas yang lebih tinggi), memfasilitasi drainage dari cabang samping dari
duktus pankreatikus (stent yang memiliki lubang pada sepanjang sisinya dan berbentuk bintang),
dan memfasilitasi jalur yang spontan tanpa migrasi yang inward, dengan tidak adanya flap
internal, dan adanya single pigtail pada akhir duodenal. Itu terdiri dari 3F sampai 7F pada
diameter dan dari 2 sampai 15 cm pada panjangnya. 9,10,11,12
Stent pancreas yang didesign untuk menghindari oklusi dari cabang samping dari duktus
pankreatikus sudah ada sekarang ini, yaitu : viaduct Pancreatic Stent. Stent itu berbeda dengan
stent yang biasanya dimana ada lubang disepanjang sisi stent untuk aliran dari cairan pancreas
dari sepanjang permukaannya. Lumen central yang kecil mengakomodasi 0,018 inch (5F stent)
atau 0,025 inch (7F stent) guidewire, dan perannya untuk drainase ialah sekunder. Stent pancreas
ditempatkan dengan menggunakan tube pendorong melalui guidewire. 9,10,11,12
Indikasi
1. Obstruksi malignant dari duktus pankreatikus
Pada 2 studi, total 14 dari 18 pasien dengan nyeri yang berat akibat obstruksi malignan
dari duktus respon dengan pengurangan nyeri setelah dekompresi dari duktus dengan stent
plastik atau metal. 9,10,11,12
2. Kelainan pancreas yang jinak
Beberapa studi yang tidak terkontrol telah menggambarkan keuntungan secara symptom
dengan pemasangan stenting pada duktus pankreatikus untuk kasus chronic pancreatitis yang
14
Universitas Sumatera Utara

nyeri. Dekompresi dari duktus dengan menggunakan stenting melalui endoscopy dan modalitas
lain (sphincterrotomy, dilatasi, litotripsi dan pengangkatan batu) menghasilkan pengurangan
nyeri pada dua dari tiga pasien, akan tetapi tindakan bedah sepertinya menghasilkan
penghilangan rasa nyeri yang lebih lama. Sebuah studi single randomized tentang pemasangan
stent untuk pancreatitis akut pada setting kasus pancreas divisum menunjukkan penurunan angka
dari kekambuhan serangan pada pancreatitis terhadap pasien yang menjalani pemasangan stent
pada minor papilla. Beberapa seri study melaporkan kegunaan dari stenting untuk terapi pada
kebocoran duktus pankreatikus dan komplikasinya. 9,10,11,12
3. Pencegahan dari pancreatitis post ERCP
Literature yang sudah diterbitkan mengenai keuntungan dari stenting pada duktus
pankreatikus untuk pencegahan dari pancreatitis post ERCP masih diperdebatkan. Empat study
merupakan studi randomized contol dan satu study menggunakan control historical. Tiga dari
studi menunjukkan stenting memberikan keuntungan dimana dua studi menunjukkan tidak ada
keuntungan yang signifikan secara statistic.

Studi meta analisis terbaru dari 5 studi ini

mengumpulkan data dari 481 pasien dan menyimpulkan bahwa pemasangan stent pada duktus
pankreatikus saat ERCP mengurangi insidensi dari Pancreatitis post ERCP sebanyak duapertiga
(15,5% vs 5,8%) pada pasien dengan risiko tinggi dengan sangkaan disfungsi dari sphincter oddi,
kanulasi yang sulit, precut spinchterotomi dan dilatasi ballon dari papilla. Ada pengurangan yang
significant pada risiko ringan sampai moderate pancreatitis akut dan kecenderungan ke arah
pengurangan risiko pada pancreatitis yang parah. Pemasangan stent berhasil pada 93% pasien.
Stent yang digunakan adalah 5F atau 7F pada diameter dan 2 sampai 5 cm pada
panjangnya.9,10,11,12

Teknik Pemasangan Stent Pankreas
Teknik yang digunakan untuk penempatan stent pankreas mirip dengan teknik yang
digunakan untuk menempatkan stent pada saluran empedu. Setelah duktus aksesori dari pankreas
telah dikanulasi, sebuah guidewire hidrofilik 0,035"(untuk 5F, 7F, 10F stent) atau 0,018"(untuk
stent 3F atau ketika papilla minor sudah dikanulasi) diintroduksi

ke dalam saluran dan

dimanuver jika mungkin di luar striktur. Stent ini kemudian diintroduce melalui guidewire. Stent
15
Universitas Sumatera Utara

dapat ditempatkan dengan atau tanpa dilakukan sfingterotomi pankreas, sfingter pankreas dapat
ablasi dengan menggunakan sphincterome standar (single step prosedur) atau setelah
sfingterotomi bilier. Prosedur multiple step lebih memakan waktu tetapi memungkinkan untuk
lebih mengontrol bagian dari sfingter sehingga umumnya merupakan pendekatan pilihan. 9,10,11,12
Stent Pankreas umumnya terbuat dari polietilen dan mirip dengan stent pada saluran
bilier kecuali pada lubang sepanjang dari sisi stent untuk memungkinkan aliran dari cabangcabang samping duktus pankreatikus. Untuk mencegah migrasi ke duktus pankreatikus, stent
berdiameter kecil memiliki bentuk J atau "pig tailed". Untuk pemasangan stent pada
transpapillary dari pseudokista, stent dengan bentuk “pig tailed” yang ganda harus digunakan
untuk mencegah perpindahan diluar dari rongga kista. Baru-baru ini, sebuah stent berbentuk S
dengan lubang yang banyak pada sisinya telah diusulkan untuk stenting di duktus pankreatikus
utama pada kasus pankreatitis kronis, stent ini terbuat dari bahan etilen vinil asetat, yang lebih
fleksibel daripada polietilen. Bentuk S memungkinkan stent untuk beradaptasi lebih baik dengan
duktus pankreatikus utama dan dilaporkan memberi hasil yang lebih baik pada pasien dengan
pankreatitis kronis dan dilatasi pada awal duktus dibandingkan pada pasien yang diobati dengan
stent polietilen yang lurus. 9,10,11,12
Diameter stent tidak boleh melebihi ukuran saluran normal dari duktus pankreas,
sehingga stent dengan 5F dan 7F harus digunakan dalam kasus-kasus dengan duktus yang nondilatasi, sementara yang 11.5F 10F dan kadang-kadang dapat digunakan untuk duktus yang
dilatasi, seperti dalam kasus pankreatitis kronis. Terkadang dalam kasus yang sudah kronis
strikturnya terlalu sempit untuk dipasang stent, dalam kasus ini striktur harus dilebarkan dengan
balon atau bouginage agar dapat dilakukan insersi stent. Dalam beberapa kasus stent Soehendra
retriever (5F atau 8F) dapat digunakan untuk melebarkan penyempitan dan memungkinkan
insersi stent. Berapa lama waktu yang terbaik untuk stent tinggal belum diketahui. Stent pankreas
telah ditinggalkan di tempat selama enam bulan dan terapi jangka panjang memerlukan
penggantian stent. Namun, durasi penempatan stent yang tunggal tergantung pada diameter stent:
semakin besar diameter, semakin lama stent dapat dibiarkan di tempat. 9,10,11,12

16
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. Diagram pemasangan pancreatic stent
Komplikasi
Komplikasi dari pemasangan stent pada duktus pankreatikus cukup banyak dan termasuk
perkembangan dari eksaserbasi dari pancreatitis, infeksi pancreas, gangguan pada duktus
pankreatikus, migrasi keluar atau kedalam dari stent, oklusi dari stent, dan cedera pada duktus
pankreatikus dan pancreatitis kronis yang seperti striktur. Angka Oklusi dari stent pancreas
mencapai 50% pada 6 minggu dan 100% pada 9 minggu. Angka perubahan duktus dan parenkim
dari pancreas terjadi setelah beberapa minggu mencapai 80 % pada pasien yang menjalani
stenting, dan pada satu dari tiga pasien, perubahan itu menjadi menetap. Migrasi stent pancreas
keluar dapat terjadi pada 7,5 % pasien dan migrasi stent kedalam dapat terjadi pada 5,2%
pasien.9,10,11,12

17
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN
Stent adalah alat yang digunakan untuk melebarkan atau memperbaiki lumen dari organorgan yang berongga, pembuluh darah dan saluran. Pemasangan stent juga biasanya digunakan
sebagai terapi defenitif, sebelum menuju ke tindakan operatif, dan dapat sebagai tindakan paliatif
untuk mengurangi symptom yang diakibatkan obstruksi tersebut. Jenis stent terdiri dari stent
plastic dan stent metal atau self expanding metal stent. Stent plastic biasanya digunakan pada
kasus-kasus obstruksi di pancreas maupun bilier sedangkan stent metal digunakan pada kasuskasus obstruksi di gastroduodenal. Gastroduodenal stenting adalah prosedur invasif minimal
paliatif yang dipandu dengan pencitraan yang melibatkan penempatan self expanding stent yang
berdiameter besar dan berbahan metal yang dapat membebaskan sumbatan akibat lesi intrinsik
atau ekstrinsik saluran pencernaan sehingga dapat membentukan kembali anatomi normal
saluran pencernaan tersebut dan memungkinkan pasien untuk makan secara oral. Stent pancreas
adalah stent yang digunakan dalam penatalaksanaan terhadap obstruksi dan kerusakan dari
duktus pankreatikus yang disebabkan oleh berbagai kondisi.

18
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR RUJUKAN
1. American Society For Gastrointestinal Endoscopy, Enteral Stents, download from
www.giejournal.org Volume 63, No. 7 : 2006.

2. Pavlides Michael, Gorard A David, Stents in Gastrointestinal Endoscopy, download from
http://www.google.co.id/search?q=gastroduodenal+stenting&hl=id&noj=1&prmd=imvns
&ei=VI3DTpi4EobyrQfMpqnpCw&start=50&sa=N&biw=1152&bih=534

3. American Society For Gastrointestinal Endoscopy, The role of endoscopy in
gastroduodenal obstruction and gastroparesis, download from www.giejournal.org
Volume 74, No. 1 : 2011

4. T Sabharwal et al, Quality assurance guidelines for placement of gastroduodenal stents,
download from www.cirse.org

5. Lopera E. Jorge et al, Gastroduodenal Stent Placement : Current Status, Radiographics
2004; 24 : 1561-1573

6. Tsai La m Yvette, et al, A review of Gastrointestinal Stenting, Gastroenterology and
endoscopy news 2011

7. Mauro A. Matthew, et al, Advances in Gastrointestinal Intervention : The treatment of
gastroduodenal and colorectal obstruction with metallic stents

8. Jung Sik Gyoo, et al, Malignant Gastroduodenal Obstruction : Treatment by means of a
covered Expandable Metalic Stent Initial Experience, Radiology 2000; 216 : 758-763
9. American Society For Gastrointestinal Endoscopy, Biliary and Pancreatic Stent,
download from www.giejournal.org Volume 63, No. 7 : 2006.
10. Gulliver J. David, Stent Placement for benign Pancreatic Diseases : Corelation between
ERCP Findings and Clinical Response, AJR 159 : 751-755, October 1992
11. Testoni A. Pier, Endoscopic pancreatic duct stent placement for inflammatory pancreatic
diseases, World J Gastroenterol 2007 December 7; 13 (45): 5971-5978
12. John Hopkins Medicines Gastroenterology and hepatology; Chronic Pancreatitis:
Therapy,downloadfromhttp://www.hopkinsgi.org/GDL_Disease.aspx

19
Universitas Sumatera Utara