Sintesis dan Karakterisasi Serbuk BaFe12O19 dengan Penambahan FeMo Melalui Metode Mechanical Alloying

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemagnetan Bahan
Berdasarkan perilaku molekulnya di dalam magnet luar, bahan magnet
terdiri atas tiga kategori, yaitu: feromagnetik, paramagnetik, dan diamagnetik.
Sebagian besar mineral di alam bersifat paramagnetik dan diamagnetik, namun
ada juga material yang bersifat feromagnetik. Dari segi kuantitas, keberadaan
mineral-mineral ini sangat kecil. Meskipun demikian, keberadaan mineral-mineral
tersebut pada tanah atau batuan, fasa, ukuran dan bentuk butiran erat kaitannya
dengan perubahan lingkungan yang dialami oleh tanah atau batuan tersebut
[Anwar, 2011].

2.1.1 Diamagnetik
Material diamagnetik mempunyai susceptibility magnetik yang kecil dan
bernilai negatif. Diamagnetik mempunyai sifat magnet yang paling lemah, yaitu
tidak permanen dan hanya muncul selama berada dalam medan magnet luar.
Besarnya momen magnet yang diinduksikan sangat kecil, dan dengan arah yang
berlawanan dengan arah medan luar. Suseptibilitas volume (

m)


untuk bahan

5

padat diamagnetik sekitar -10 [Hadi, 2010]. Jika disimpan di dalam kutub-kutub
sebuah magnet listrik yang kuat, material diamagnetik akan ditarik kearah daerah
yang medannya lemah, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Susunan momen dipol material diamagnetic, (a). Tanpa medan
magnet dan (b). Dengan medan magnet [Hadi, 2010].

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Paramagnetik
Material paramagnetik mempunyai nilai suseptibilitas magnet yang kecil
tapi bernilai positif. Adanya medan magnet luar pada bahan paramagnetic,
dwikutub atom yang bebas berotasi akan mensejajarkan arahnya dengan arah
medan. Permeabilitas relatif (lebih besar dari pada satu) dan suseptibilitas
magnetik akan sedikit naik. Magnetisasi bahan ini akan muncul jika ada medan
magnet luar, seperti terlihat pada Gambar 2.2.


Gambar 2.2. Susunan momen dipol material paramagnetic, (a). Tanpa magnet dan
(b). Dengan medan magnet [Hadi, 2010].
2.1.3 Feromagnetik
Bahan logam tertentu memiliki momen magnetik permanen tanpa adanya
medan magnetik dari luar, dan mempunyai magnetisasi yang besar. Sifat dari
feromagnetik, antara lain terdapat pada logam-logam transisi Fe, Co, Ni, dan
beberapa logam tanah jarang, seperti: Nd, Gd. Suseptibilitas magnetiknya
mencapai 106.
Magnetisasi maksimum atau magnetisasi jenuh (saturation magnetization)
Ms dari bahan feromagnetik adalah besarnya magnetisasi dwikutub magnetik
dalam bahan padat tersebut seluruhnya sejajar dengan medan dari luar (Gambar
2.3), besarnya kerapatan fluks adalah Bs.

Gambar 2.3 Susunan momen dipol untuk material feromagnetik tanpa ataupun
dengan adanya medan magnet dari luar [Hadi, 2010].

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Anti-feromagnetik

Gabungan momen magnetik antara atom-atom atau ion-ion yang
berdekatan dalam suatu golongan bahan tertentu menghasilkan persejajaran
antiparalel. Gejala ini disebut anti-feromagnetik, sifat tersebut antara lain terdapat
pada MnO. Bahan keramik yang bersifat ionik yang memiliki ion-ion Mn2+ dan
O2-. Momen magnetik netto tidak ada yang dihasilkan oleh ion O2-, hal ini
disebabkan karena adanya aksi saling menghilangkan pada kedua momen spin
orbital. Ion Mn2+ memiliki momen magnetik netto, terutama berasal dari gerak
spin. Ion-ion Mn2+ ini tersusun dalam struktur kristal sedemikian rupa sehingga
momen dari ion yang berdekatan adalah antiparallel [Hadi, 2010].

2.2 Magnet Keramik
Magnet keramik adalah bahan yang tersusun dari senyawa anorganik
bukan logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi.
Kegunaannya ialah dalam bidang kelistrikan, elektronika, mekanik dengan
memanfaatkan magnet keramik sebagai magnet permanen, dimana material ini
dapat menghasilkan medan magnet tanpa adanya arus listrik yang mengalir dalam
kumparan. Disamping itu, magnet permanen juga dapat memberikan medan yang
konstan tanpa mengeluarkan daya kontinyu.
Pada umumnya dibagi menjadi tiga jenis:
1. Ferit lunak, mempunyai formula MFe2O4, dimana M = Cu, Zn, Ni,

Co, Fe, Mn, dan Mg, dengan struktur kristal seperti mineral spinel.
Sifat bahan ini mempunyai permeabilitas, hambatan jenis tinggi dan
koersivitasnya rendah.
2. Ferit keras, adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang dapat
ditulis sebagai MFe12O19, dimana M = Ba, Sr, Pb. Bahan ini
mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai
struktur kristal haksagonal dengan momen–momen magnetik yang
sejajar dengan sumbu c.
3. Ferrit berstruktur Garnet, mempunyai magnetisasi spontan yang
bergantung pada temperatur. Strukturnya sangat rumit, berbentuk
kubik dengan sel satuan tidak kurang dari 6 atom.

Universitas Sumatera Utara

Magnet keramik yang nerupakan magnet permanen mempunyai struktur
hexagonal close-packed (HCP). Dalam hal ini bahan yang sering digunakan

adalah Barium Ferrite (BaO.6Fe2O3), dapat juga barium digantikan bahan yang
menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti Strontium [Allan, 2014].
Remanensi (Br) menentukan fluks densitas yang tersisa setelah pergeseran

medan magnet dan hal itu merupakan besaran dari kekuatan magnet. Koersivitas
(HCB) adalah besaran dari resistansi magnet terhadap medan demagnetisasi.
Kinerja magnet biasanya ditentukan oleh energi produknya (BHmax), diartikan
sebagai hasil kali dari fluks densitas (B) dan koersivitas (H). Jika loop histeresis
untuk bahan magnetik tertentu yang telah dibuat diukur, maka energi produk dari
magnet tersebut dapat diperoleh dengan mudah [Buschow, 2004].

2.3 Sampel Penelitian
Pada penelitian ini digunakan bahan baku: Barium heksaferit (BaFe12O19),
Besi Fe dan Molibdenum (Mo). Ke-tiga bahan baku tersebut akan diulas

karakteristik dan fungsinya di bawah ini.

2.3.1 Barium Heksaferit
Barium ferit termasuk ke dalam kelompok ferrite, yaitu: oksida Fe dan
logam

lainnya.

Ferrite


merupakan

kelompok

terpenting

dari

material

ferimagnetik. Sifat ferimagnetik hampir sama dengan feromagnetik, hanya saja
tingkat magnetisasi saturasinya lebih rendah dari feromagnetik. Material
ferimagnetik mengalami magnetisasi spontan pada temperatur kamar. Magnetisasi
spontan ini akan hilang pada temperatur di atas temperatur Curie, dan sifatnya
berubah menjadi paramagnetik.
Magnet keras ferit yang banyak digunakan biasanya mamiliki komposisi
dari Barium atau Stronsium dengan oksida besi yang telah dikembangkan sejak
1960 [Cullity, 1972 dan Mukhlisin, 2013]. Bahan magnet ferit memiliki sifat
mekanik dengan kekerasan dan sifat magnetik yang cukup tinggi. Magnet ferit

sifat magnetiknya lebih rendah dibandingkan dengan magnet keras lainnya,
seperti: NdFeB, SmCo, dan Alnico. Barium ferit biasanya sering digunakan dalam
pembuatan keramik magnet keras, dikarenakan pada Barium ferit mempunyai

Universitas Sumatera Utara

medan saturasi yang lebar, serta kestabilan kimianya yang tinggi [Cullity, 1972
dan Mukhlisin, 2013].
Barium heksaferit (BaFe12O19), memiliki struktur heksagonal, dan
memiliki nilai a = b ≠ c. Nilai sudut α =

= 90o dan

= 120o. Setiap satu kristal

Barium heksaferit (BaFe12O19) terdapat dua molekul barium heksaferit. Jadi setiap
satu kristal Barium heksaferit (BaFe12O19) terdapat 2 atom Ba, 24 atom Fe, dan 38
atom O [Panjaitan, 2015].
Barium haksaferit banyak diaplikasikan pada alat elektronik, seperti: radio,
video recorder, disk driver, dan microwave. Dalam bidang militer Barium


heksaferit digunakan sebagai bahan pembuat material Radar [Ambarwati, 2014].
Keuntungan dari Barium heksaferit ialah harganya yang relatif murah, memiliki
anisotropi yang cukup besar, nilai koersivitas yang tinggi (6700 Oe), temperatur
Curie 450oC, magnetisasi saturasi yang besar (78 emu/g), dan tahan korosi
[Ambarwati.2014]. Untuk menghasilkan bahan Barium heksaferit, dapat
dilakukan proses sintesis diantaranya kristalisasi dari kaca, mekano-kimia,
metalurgi serbuk (mechanical alloying), high ball milling , mekanik paduan solgel, dan kopresipitasi [Ambarwati, 2014].
Barium heksaferit memilki saturasi magnetisasi dan koersivitas intrinsic
yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan sifat anisotropik material meningkat
dan sifar absorbsinya menjadi lemah. Sifat magnetik, terutama koersivitas pada
ukuran butir, dan nilai koersivitas yang rendah dibutuhkan pada pembentukan
material absorber. Barium M-Heksaferit merupakan material yang memiliki
kemampuan untuk menyerap gelombang mikro, akan tetapi medan koersivitas
(Hc) terlalu tinggi. Tingginya nilai medan koersivitas menyebabkan sifat
anisotropik material semakin meningkat sehingga sifat absorbsinya menjadi
semakin lemah. Dengan menurunkan nilai medan koersivitas bahan magnetik ini
berarti menurunkan medan anisotropi magnetokrsitalinnya [Ambarwati, 2014].

2.3.2 Besi (Fe)

Logam Ferro adalah suatu logam paduan yang terdiri dari campuran unsur
karbon dengan besi. Untuk menghasilkan suatu logam paduan yang mempunyai
sifat yang berbeda dengan besi dan karbon maka dicampur dengan bermacam

Universitas Sumatera Utara

logam lainnya. Logam Ferro terdiri dari komposisi kimia yang sederhana antara
besi dan karbon [Indiyanto, 2010].
Karakter endapan besi merupakan endapan yang berdiri sendiri namun
sering ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Terkadang besi
dijadikan sebagai kandungan logam tanah (residual), namun jarang memiliki nilai
ekonomis yang tinggi. Pada umumnya besi terdiri dari berbagai senyawa oksida,
endapan besi yang ekonomis umumnya berupa magnetite, hematite, limonite, dan
siderite. Dari mineral-mineral bijih besi magnetik adalah mineral dengan
kandungan Fe paling tinggi, tetapi hanya dalam jumlah yang kecil. Sementara
hematite merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industry besi
[Anwar, 2011].

2.3.3 Molibdenum (Mo)
Molibdenum merupakan suatu elemen logam yang sering digunakan

sebagai tambahan dalam paduan dan stainless steel. Paduan yang fleksibilitas ini
tidak tertandingi karena meningkatkan kekuatan, kemampuan pengerasan, mampu
las, ketangguhan, kekuatan suhu tinggi dan ketahanan korosi. Meskipun
molibdenum biasanya digunakan dalam paduan baja, sifatnya yang unik dan
kompleks telah terbukti sangat baik dalam perkembangan yang konstan pada
sistem paduan dan kimia. Salah satu sifat unik dari molibdenum yang berbeda dari
logam berat lainnya ialah dari tes laboratorium yang menunjukkan bahwa
senyawa ini memiliki toksisitas yang rendah.
Adapun karakteristik dari Molibdenum yaitu memiliki berat atom 95,95
g/atom; densitas = 10,22 g/cc; titik lebur = 2610oC; dan konduktivitas termal 142
W/mK pada suhu 20oC. Molibdenum hanya dikenal sebagai unsur kimia alami
yang dicampurkan dengan unsur lain. Meskipun beberapa unsur molibdenum
telah diidentifikasi, hanya satu elemen komersial yang didapat yaitu Molibdenit
(MoS2) yang merupakan sebuah Moliubdenum-sulfida alami. Pada umunya,
kandungan Molibdenum berkisar antara 0,01-0,5% dan sering dikaitkan dengan
sulfida mineral logam lainnya, terutama tembaga [Wimbledon, 1988].
Ferromolibdenum (FeMo) dihasilkan oleh pengurangan termit dari
teknologi-oksida pada besi. Dengan analisis kandungan Mo sebanyakn 60-70%

Universitas Sumatera Utara


(dan sisanya merupakan kandungan besi) yang digunakan sebagai tambahan pada
molibdenum

dalam

proses

peleburan,

dan

tidak

mengurangi

oksidasi.

Molibdenum merupakan salah satu unsur pentng pada beberapa superalloy, nikel,
dan beberapa paduan berbasis titanium, dimana unsur tersebut merupakan larutan
penguat padat pada suhu tinggi; meningkatkan ketahanan klorida; meningkatkan
ketahanan korosi dalam pengurangan larutan.
Telah ditemukan bahwa Molibdenum dan paduannya dapat memuai pada
suhu tinggi sampai 2000oC, koefisien ekspansi yang rendah dikombinasi dengan
konduktivitas termal dan listrik yang baik; resistensi yang tinggi terhadap korosi
oleh kaca cair, garam dan logam; dan ketahanan aus yang baik pada lapisan tipis.
Molibdenum juga merupakan unsur paduan baja yang sangat baik dan tidak hanya
memberikan karakteristik yang unik dan berguna untuk baja, tetapi juga mudah
utuk ditambahkan pada molten-metal. Peleburan yang hilang hanya sedikit
walaupun Mo ditambahkan pada oksidasi, Molibdenum atau Mo mengandung
scrap-baja [Wimbledon, 1988].

2.4. Sifat-Sifat Magnet Permanen
Sifat-sifat magnet permanen (hard ferrite) dipengaruhi oleh kemurnian
bahan,ukuran bulir (grain size), dan orientasi kristal. Parameter kemagnetan juga
dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remanensi akan berkurang apabila
temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan kehilangan sifat
kemagnetannya [Allan, 2014].

2.4.1 Koersivitas
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard dan soft magnet. Semakin
besar gaya koersivitasnya maka semakin tinggi sifat magnetnya. Bahan dengan
koersivitas tinggi tidak berarti mudah hilang kemagnetnnya.untuk menghilangkan
kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Tidak seperti bahan
soft magnet yang mempunyai medan magnet B sebesar

oM

[Allan, 2014], dalam

magnet permanen. Magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang sederhana
dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan dalam magnet
permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft magnet.

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Remanen atau Keterhambatan
Remanen atau keterhambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses
magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada
saat intensitas medan magnetik H berharga nol. Ketika arus dialirkan pada sebuah
kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi pada partikel–partikel
yang ada di dalam besi. Orientasi itu mengarahkan pada kutub utara dan selatan.

2.4.3 Saturasi Magnetisasi
Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai
medan magnet B akan selalu konstan. walaupun medan eksternal H dinaikkan
terus. Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet permanen
(hard magnet), nilai saturasi magnetisasinya lebih besar dari pada soft magnet.
Kerapatan dari bahan ferit lebih rendah dibandingkan logam-logam lain dengan
ukuran yang sama. Oleh karenanya nilai saturasi dari bahan ferit relatif rendah,
hal ini menguntungkan untuk dapat dihilangkan. Nilai kerapatan ferit dapat dilihat
pada Table 2.1.
Tabel 2.1. Nilai kerapatan dari beberapa jenis Ferrite [Allan, 2014].
No

Ferrite

Kerapatan, ρ
(x10-3 kg/m3)

1

Zinc Ferrite

5,4

2

Cadmium

5,76

3

Ferrous

5,24

Hexagonal
4

Barium

5,3

5

Stronsium

5,12

6

MnZn (high permeability)

4,29

7

MnZn (recording head)

4,7 – 4,75

Universitas Sumatera Utara

2.4.4 Medan Anisotropi
Medan anisotropi merupakan nilai instrinsik yang sangat penting dari
magnet permanen. Nilai ini dapat didefinisikan sebagai koersivitas maksimum
yang menunjukkan besar medan magnet luar yang diberikan dengan arah
berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anisotropi salah satu
metode dalam pembuatan magnet, dimana hal ini dilakukan untuk menyerahkan
domain daripada magnet tersebut. Dalam proses pembentukan magnet dengan
anisotropi dilakukan dalam medan magnet sehingga partikel-partikel pada magnet
terorientasi dan umunya dilakukan dengan cara basah [Allan, 2014].

2.5. Kurva Histerisis
Karakteristik suatu material feromagnetik dapat dilihat dari bentuk kurva
histerisis yang menggambarkan hubungan antara medan magnet luar, induksi
magnet, dan magnetisasi dengan persamaan:
B = µ o (H + M)

(2.1)

Dimana B adalah induksi magnet (Tesla), medan magnet luar H (A/m),
magnetisasi M (Wb.m/kg), dan µ o permeabilitas ruang hampa. Polaritas magnet J
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
J = µ oM

(2.2)

Dengan J merupakan polaritas dalam satuan Tesla, maka persamaan (2.1) dapat
ditulis menjadi:
B = µ oH + J

(2.3)

Perlu diperhatikan bahwa polaritas magnet (J) dari bahan feromagnetik tidak
selalu berbanding lurus terhadap pengaruh medan magnet luar. Material mulamula belum termagnetisasi, sehingga dimulai dari titik asal dan kemudian
bertambah kekuatan medan magnet setelah dimagnetisasi.
Dari keadaan saturasi, saat medan magnet luar, H direduksi menjadi nol,
ternyata kurva tidak kembali seperti semula, tetapi memiliki fluks magnet sisa.
Fluks magnet yang tersisa saat H = 0 ini disebut remanen. Pada keadaan ini,
sebagian momen-momen magnet tidak kembali keorientasi sebelum diberi medan
magnet luar H, sehingga material termagnetisasi sebagian. Proses dilanjutkan
dengan membalik arah medan magnet luar, dan terus ditambah sehingga dicapai

Universitas Sumatera Utara

nilai fluks magnet B menjadi nol. Nilai medan magnet arah balik, H pada saat B =
0 disebut koersivitas. Pada keadaan ini, orientasi seluruh momen magnet kembali
acak.
Medan arah balik kemudian direduksi menuju nol dan dicapai nilai
remanen arah balik -Hr. Proses dilanjutkan dengan medan luar positif sehingga
dicapai nilai koersivitas positif Hc dan terus menuju titik magnetisasi saturasi.
Kurva histerisis antara B dan H biasanya disebut kurva histerisis normal (Gambar
2.4), sedangkan kurva histerisis antara M dan H atau antara J (=µ oM) dan H
disebut dengan kurva histerisis intrinsik.

Gambar 2.4 Kurva Histerisis [Ismail, 2013]
Nilai M tidaklah berbanding lurus dengan intensitas magnet H, hal ini
tampak dari kenyataan bahwa harga suseptibilitas magnet

m

bergantung dari

harga intensitas magnet H. Dari kurva dapat dilihat bahwa hubungan B dan H
tidak linier. Pada gambar (2.4) tampak bahwa setelah mencapai nol harga
intensitas magnet H dibuat negatif, kurva (B-H) akan memotong sumbu pada
harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B =0
atau menghilangkan fluks dalam bahan. Selanjutnya bila harga fluks diperbesar
pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan terus diperbesar pada harga H
positif hingga saturasi kembali, maka kurva (B-H) atau histerisis akan membentuk
satu lintasan tertutup [Ismail, 2013].

2.6. Metode Metalurgi Serbuk
Secara prinsip ada dua metode utama yang digunakan untuk membuat
magnet. Pertama menggunakan teknologi pengecoran atau pelelehan, dan ke-dua
adalah menggunakan teknologi metalurgi serbuk. Produksi magnet dengan

Universitas Sumatera Utara

teknologi pengecoran biasanya menghasilkan bahan magnet yang lebih baik,
tetapi dalam beberapa prosesnya memerlukan energi panas yang sangat besar
sehingga dipandang tidak efisien. Sedangkan produksi dengan teknologi metalurgi
serbuk, meski sifat kemagnetan yang diperoleh bukan yang tertinggi, tetapi dalam
pengerjaannya lebih mudah dan efisien [Billah, 2006].
Dalam prakteknya, pembuatan magnet dengan cara kedua ini memerlukan
bahan dasar berupa serbuk yang berukuran sangat kecil, yaitu dalam orde
mikrometer (10-6 m). Ukuran serbuk sekecil ini diperlukan agar komponenkomponen pembentuk bahan magnet dapat saling berdeposisi (bereaksi) ketika
bahan mengalami pemanasan (kalsinasi). Teknologi metalurgi serbuk adalah
teknik pembuatan logam dengan bahan dasar berupa serbuk halus, dipress dalam
suatu cetakan dan kemudian disinterring di bawah titik cairnya. Di atas kelebihan
metode metalurgi serbuk adalah dapat menangani bahan yang tidak dapat atau
sukar diproses dengan jalan mencairkannya [Billah, 2006].
Metalurgi serbuk merupakan proses pembuatan serbuk dan benda jadi dari
serbuk logam atau paduan logam dengan ukuran serbuk tertentu tanpa melalui
proses peleburan. Energi yang digunakan dalam proses ini relatif rendah
sedangkan keuntungan lainnya antara lain hasil akhirnya dapat langsung
disesuaikan dengan dimensi yang diinginkan yang berarti akan mengurangi biaya
permesinan dan bahan baku yang terbuang. Sementara itu powder metallurgy juga
memiliki beberapa kekurangan, diantaranya: serbuk logam mahal apabila
diproduksi pada skala kecil dan sulit menyimpannya, tidak dapat digunakan untuk
bentuk produk yang rumit. Logam dengan titik lebur rendah sulit disinter dan
oksida logam tidak dapat direduksi, serta sulit mendapatkan kepadatan yang
merata [Dinata, 2014].

2.7. Mechanical Alloying
Salah satu proses sintesis yang tidak melibatkan suhu tinggi adalah proses
mechanical alloying. Mechanical alloying adalah proses sintesis bubuk dalam

keadaan padat. Partikel bubuk mengalami energi tumbukan yang sangat tinggi
dari bola-bola dalam sebuah wadah proses sehingga terjadi penghalusan ukuran
kristal. Penghalusan ukuran kristal dengan metode ini terjadi karena peghancuran

Universitas Sumatera Utara

yang terjadi berulang-ulang dan cold welding dari partikel bubuk. Terminologi
mechanical alloying merupakan terminologi yang umunya mengacu pada

pemrosesan material dalam sistem ball mill berenergi tinggi atau high energy ball
mill) [Bambang, 2009].

Dalam referensi lain [Anwar, 2011], mechanical alloying adalah sebuah
metode reaksi padatan (solid state reaction) dan pencampuran beberapa logam
dengan memanfaatkan deformasi untuk membentuk suatu padatan. Proses
pencampuran serbuk berupa penghancuran partikel serbuk pada energi tinggi ball
mill yang dihasilkan oleh tumbukan bola-bola. Proses sebenarnya dari mechanical
alloying adalah mencampurkan serbuk dan medium gerinda (biasanya

bola

besi/baja). Campuran ini kemudian dimilling beberapa lama sehingga keadaan
tetap dari serbuk tercapai dimana komposisi serbuk semuanya sama seperti ukuran
elemen-elemen pada awal pencampuran serbuk. Bagian-bagian terpenting dari
proses mechanical alloying (M.A) adalah bahan baku, tipe milling dan variabel
proses milling [Anwar, 2011].

2.8. Kalsinasi
Kalsinasi adalah proses pemanasan tanpa fusi, untuk mengubah konstitusi
fisik atau kimia zat. Proses kalsinasi terdiri dari tiga tujuan utama. Tujuan pertama
adalah untuk menghilangkan air yang diserap sebagai kristal atau konstitusi.
Tujuan kedua adalah untuk menghilangkan CO2, SO2 dan zat volatile lainnya.
Tujuan ketiga adalah oksidasi zat sepenuhnya atau sebagian. Kalsinasi juga
dilakukan dalam proses pembakaran dan pemanggangan. Secara kimiawi,
kalsinasi dapat didefinisikan sebagai proses dekomposisi termal yang diterapkan
pada zat dan bijih untuk membawa transisi fasa, menghilangkan fraksi yang
mudah menguap dan dekomposisi termal.
Kalsinasi dilakukan pada suhu tinggi yang suhunya tergantung pada jenis
bahannya. Kalsinasi merupakan tahapan perlakuan panas terhadap campuran
serbuk pada suhu tertentu, tergantung pada jenis bahan. Kalsinasi diperlukan
sebagai penyiapan serbuk keramik untuk diproses lebih lanjut dan juga untuk
mendapatkan ukuran partikel yang optimum serta menguraikan senyawa-senyawa
dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, dan membentuk fasa kristal.

Universitas Sumatera Utara

Peristiwa yang terjadi selama proses kalsinasi antara lain:
a. Pelepasan air bebas (H2O) dan terikat (O-H) berlangsung sekitar suhu
100 hingga 300oC.
b. Pelepasan gas-gas, seperti: CO2 berlangsung sekitar suhu 600oC dan
pada tahap ini disertai terjadinya pengurangan berat yang cukup berarti.
c. Pada suhu lebih tinggi, sekitar 800oC struktur kristalnya sudah
terbentuk, dimana pada kondisi ini ikatan diantara partikel serbuk
belum kuat dan mudah lepas [Dewi, 2015].
Sebagai contoh proses kalsinasi pada pembentukan magnet permanen
Barium ferit, BaFe12O19 ditandai dengan terjadinya kristalisasi yang dipengaruhi
oleh suhu pada proses kalsinasi. Barium ferit nano partikel akan membentuk
struktur kristal heksagonal pada suhu minimal 600oC. Dari hasil penelitian
tersebut didapatkan bahwa pembentukan magnet permanen Barium ferit semakin
baik dengan meningkatnya suhu kalsinasi 1000oC. Karakteristik magnet terbaik
yang didapat ialah nilai Br = 1,19 kG, Hc = 5,54 kOe, BHmax = 0,33MGOe pada
suhu kalsinasi 1000ºC [Sudrajat, 2007].

2.9. Karakterisasi Sifat Fisis
Karakterisasi sifat fisis pada bahan serbuk yang dilakukan meliputi:
pengukuran true density dan differential thermal analysis (DTA).

2.9.1. True Density
True density merupakan ukuran kepadatan dari suatu material berbentuk

serbuk (powder). Pengukuran densitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah
true density. True density merupakan densitas nyata dari partikel atau kepadatan

sebenarnya dari partikel padat atau serbuk (powder). Pada pengujian true density
menggunakan piknometer dan nilai true density dapat diperoleh dengan
persamaan [Silitonga, 2016]:

Universitas Sumatera Utara

=

x

(2.4)

dimana:
ρs

= densitas serbuk dari bahan sampel yang diukur (kg/m3)

m1

= massa piknometer kosong (kg)

m2

= massa piknometer berisi aquades (kg)

m3

= massa piknometer berisi serbuk sampel (kg)

m4

= massa piknometer berisi serbuk dan aquades (kg)

ρair

= massa jenis air, bergantung pada suhu air (kg/m3)
Secara teoritis, nilai true density merupakan gabungan dari densitas bahan

baku yang digunakan dan dapat dihitung menggunakan persamaan (2.5):
ρteori= (ρt-a)(%wta) + (ρt-b)(%wtb) + (ρt-c)(%wtc)/100

(2.5)

dimana:
ρt-a

=

massa jenis teoritis bahan A (kg/m3)

%wta =

persen berat bahan A (% berat)

ρt-b

massa jenis teoritis bahan B (kg/m3)

=

%wtb =

persen berat bahan B (% berat)

2.8.2. DTA/TGA
Differential Thermal Analysis (DTA), prinsipnya adalah mengukur
perbedaan temperatur antara sampel dan materi pembanding inert (acuan) sebagai
fungsi temperatur, jika kedua temperaturnya dinaikkan dengan kecepatan sama
dan konstan. Proses yang terjadi dalam sampel adalah eksoterm dan endoterm,
yang ditampilkan dalam bentuk termogram differensial. Sedangkan pada analisis
termogravimetri, perubahan berat sampel diamati sebagai fungsi temperatur.
Informasi yang diperoleh dari metode termografimetri terbatas pada dekomposisi,
reaksi oksidasi dan beberapa proses fisik seperti penguapan, sublimasi dan
desorbsi [Safarina, 2011]
Prinsip dasar DTA adalah apabila dua buah krusibel dimasukkan ke dalam
tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang berisi sampel ditempatkan disebelah
kiri dan krusibel sampel acuan (pembanding) disebelah kanan. Kemudian kedua
krusibel tersebut dipanaskan dengan aliran panas yang sama besar dan akan terjadi
penyerapan panas yang berbeda oleh kedua sampel tersebut. Besarnya perbedaan

Universitas Sumatera Utara

penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh perbedaan temperatur yang
menyebabkan terjadinya suatu reaksi perubahan fisika atau kimia. Perubahan
temperatur tersebut dicirikan oleh pembentukan puncak eksotermik atau
endotermik. Sedangkan prinsip dasar TG adalah perubahan temperatur yang
menyebabkan terjadinya perubahan berat. Apabila temperatur sampel (Ts) lebih
besar dari temperatur pembanding (Tr) yang terjadi adalah reaksi pertambahan
berat (+TG). Apabila temperatur sample (Ts) lebih kecil dari pada temperatur
pembanding (Tr) maka yang terjadi adalah reaksi pengurangan berat (-TG)
[Sariyanto, 2010].
Salah satu contoh hasil pengujian DTA/TGA untuk sintesis barium
heksaferit pada temperatur 20 - 125ºC mengalami penurunan massa (mass loss)
sebesar 6,42%. Hal ini disebabkan terjadinya evaporasi yang mengakibatkan
hilangnya kandungan air dan pelarut yang terjebak dalam prekursor. Pada
temperatur 125 - 225ºC tejadi penurunan massa sebesar 18,14%. Pada temperatur
150ºC, masih mengalami penurunan massa dan mulai terdapat kenaikan energi
pada sampel. Kemudian pada temperatur 255 - 375ºC terjadi penurunan massa
sebesar 20,72%. Puncak eksotermis muncul pada temperatur 280ºC yang disertai
dengan penurunan massa. Hal ini menunjukkan terjadinya dekomposisi fasa dan
transformasi fasa Barium Haksaferit. Pada temperatur 560 – 1100ºC terjadi
perubahan fasa yang stabil dengan disertai puncak eksotermis yang tinggi yaitu
pada temperatur 825ºC dan puncak eksotermis yang kecil pada temperatur
1040ºC. Puncak endotermis yang kecil dapat dijumpai pada temperatur 975ºC.
Berdasarkan penelitian juga didapatkan hasil pada material Barium MHeksaferit yang didoping ion Zn dengan variasi temperatur rendah telah
mengindikasikan terjadinya transformasi fase Barium M-Heksaferit (BaFe12ZnxO19) pada temperatur kalsinasi 150ºC selama 4 jam. Melalui hasil

x

penelitiannya, presentase fase BaM sebanyak 74,54% telah berhasil dilakukan
dengan metode kopresipitasi. Berdasarkan hasil DSC/TGA mengindikasikan pada
temperatur 150ºC terjadi penurunan massa yang tajam pada kurva TGA dengan
puncak eksotermis yang rendah. Hal ini disebabkan terjadi peristiwa transformasi
fasa dan dekomposisi fasa pada suhu tersebut [Rahmawatus, 2012].

Universitas Sumatera Utara

2.10. Karakterisasi Mikrostruktur
Karakterisasi mikrostruktur yang dilakukan meliputi, antara lain: optical
microscope (OM) dan XRD.

2.10.1. Optical Microscope (OM)
Karakterisasi mikrostrutur dilakukan menggunakan Optical Microscope
(OM) yang memiliki fungsi hampir sama dengan SEM (Scanning Electron
Microscope) yaitu untuk mengetahui bentuk dan ukuran butiran partikel serta

distribusi partikel pada sampel. Pengamatan dengan OM, dapat diamati seberapa
jauh ikatan butiran yang satu dengan yang lainnya dan apakah terbentuk lapisan
diantara butiran atau disebut grain boundary.Adapun perbedaan antara SEM dan
OM adalah terletak pada perbesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi daripada
mikroskop optik. Sebenarnya dalam fungsi perbesaran obyek, SEM juga
menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada
mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bisa mengontrol
dan mempengaruhi electron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi
menggantikan sifat lensa pada mikroskop optic [Sianipar, 2015].

2.9.2 X-Ray Diffraction (XRD)
X-Ray Diffraction merupakan salah satu alat yang memanfaatkan prinsip

sinar-X untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara
menentukan parameter kisi dan dapat mengetahui ukuran partikel. Sinar-X
merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang mempunyai energi
antara 200 eV - 1MeV dengan panjang gelombang 0,5 - 2,6 . Fenomena interaksi
dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Pengujian ini meruapakan aplikasi
langsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak
atom dalam kristal [Silitonga, 2016].
Mekanisme kerja dari analisa XRD adalah kristal katalis memantulan sinar
X yang dikirimkan dari sumber dan diterima oleh detector. Dengan melalui sudut
kedatangan sinar X maka spektrum pantulan adalah spesifik yang berhubungan
langsung dengan lattice spacing dari kristal yang dianalisis. Pola difraksi

Universitas Sumatera Utara

diplotkan berdasarkan intensitas peak yang menyatakan parameter kisi kristal atau
indeks Miller (hkl) sebagai fungsi 2 [Nauva, 2015].

2.11 Karakterisasi Sifat Magnet dengan Vibrating Sample Magnetometer
(VSM)
Untuk

mengetahui

sifat

magnetik

dilakukan

pengujian

dengan

menggunakan alat pengujian VSM. Pengujian VSM ini akan menghasilkan
sebuah kurva histerisis. Kurva histerisis ini akan menggambarkan bagaimana sifat
magnetik yang terjadi. Nilai sifat magnetik yang dapat diketahui dari pengujian
VSM ini diantaranya, nilai dari koersivitas (Hc), saturasi magnetic (Ms), dan
remanensinya (σr). Kurva histeresis dari suatu magnet permanen memperlihatkan
perbedaan yang sangat mencolok. Ketika medan magnetik dihilangkan, sebagian
besar induksi dipertahankan agar menghasilkan induksi remanen, Br. Medan
dengan arah yang berbeda (negatif), disebut medan koersif (-Hc), diperlukan
sebelum induksi turun menjadi nol. Sama dengan kurva lengkap dari suatu magnet
lunak, kurva lengkap suatu magnet permanen mempunyai simetri 180o
[Kristiputra, 2015].

Universitas Sumatera Utara