Pengaruh Pt Riau Sakti United Plantations Terhadap Perkembangan Wilayah Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir-Riau (1985-2001)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kelapa telah dikenal lama sejak zaman peradaban umat manusia dan diketahui dapat
tumbuh di daerah tropis. Kelapa (Cocos nucifera) adalah anggota tunggal dalam marga Cocos
dari suku aren-arenan atau Arecaceae. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya
oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna, terutama bagi masyarakat pesisir.
Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini. Ada tiga teori yang
menyatakan tentang daerah asal tanaman kelapa. Teori yang pertama memperkirakan tanaman
kelapa adalah tanaman yang tumbuh di Amerika, teori yang kedua beranggapan bahwa tanaman
kelapa berasal dari daerah pantai kawasan Amerika Tengah, dan teori yang ketiga beranggapan
bahwa tanaman kelapa tumbuh dan berasal dari suatu kawasan di Asia Selatan atau Malaysia,
atau mungkin daerah Pasifik Barat1.
Kelapa adalah tanaman serbaguna. Seluruh bagian tanaman kelapa bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Itulah sebabnya tanaman ini telah ratusan tahun dikenal di seluruh
kepulauan nusantara. Kelapa dapat tumbuh di semua jenis tanah. Hal ini terbukti dengan adanya
tanaman kelapa rakyat yang tumbuh di tanah pekarangan, pertamanan, tempat rekreasi, di
pematang sawah dan di kebun bercampur baur dengan macam tanaman lain serta kelapa dapat
juga tumbuh di sungai dan lain-lain2. Bagi perkebunan atau perusahaan yang akan mendirikan
perkebunan kelapa, memerlukan pertimbangan dan syarat tanah tertentu agar pertumbuhan
1

2

Setyamidjaja, Djoehana, Bertanam Kelapa. Yogyakarta: Kanisius, 1982, hal. 7.
Suhardiman, P., 1999, Bertanam Kelapa Hibrida. Jakarta: Penebar Swadaya, hal. 27.

14

Universitas Sumatera Utara

tanaman kelapa cukup baik dan menguntungkan serta dapat menghasilkan buah dengan kualitas
yang baik.
Perkebunan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu perkebunan inti rakyat (PIR) yang
dikelola oleh perusahaan inti, perkebunan rakyat dan perkebunan besar (plantation). Perkebunan
inti rakyat merupakan bentuk usaha pertanian dengan skala kecil, tidak padat modal, tenaga kerja
dikelola oleh sekelompok keluarga, serta penggunaan lahan pertanian yang terbatas, sementara
perkebunan besar (plantation) merupakan bentuk usaha pertanian dengan skala besar dan
kompleks, modal yang besar, areal pertanian luas, memiliki manajemen organisasi yang baik,
jumlah tenaga kerja besar, dan sudah menggunakan teknologi yang modern seperti PT Riau Sakti
United Plantations yang berada di Pulau Burung.
Pulau Burung merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Pulau Burung,

Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau. Memiliki struktur topografi berupa dataran rendah dan
pesisir pantai dengan tekstur tanah gambut dan endapan sungai serta rawa-rawa serta berada
pada ketinggian sekitar 1 sampai 4 meter di atas permukaan air laut. Sebagian besar daerah ini
sebelum menjadi perkebunan kelapa hibrida pada tahun 1985 merupakan wilayah hutan dan
rawa-rawa yang mana di tepian sungai dan muara parit-parit banyak terdapat tumbuhan seperti
pohon nipah dan pohon bakau dengan jumlah penduduk yang masih sedikit. Adapun mayoritas
penduduk yang mendiami wilayah ini adalah suku Melayu yang merupakan suku asli di Propinsi
Riau dan juga terdapat beberapa suku pendatang yang merantau dari luar daerah yang kemudian
bermukim dan akhirnya menetap di Wilayah Pulau Burung. Di antara beberapa suku perantau
tersebut adalah suku Jawa, Minang, Batak, Bugis, Banjar Kalimantan, dan beberapa suku lainnya
yang kemudian berasimilasi dengan kebudayaan setempat3. Penduduk Melayu yang merupakan
suku asli Pulau Burung menyambut baik kedatangan para pendatang tersebut, karena mereka
3

Wawancara, H. Muhawam S.E., Pulau Burung, pada 26 Nopember 2013.
15

Universitas Sumatera Utara

beranggapan bahwa para pendatang tersebut akan membawa perubahan pada kehidupan di

wilayah mereka. Keberagaman suku dan budaya di Pulau Burung berlangsung dengan damai dan
jarang terjadi pertentangan antara satu suku dengan suku yang lainnya.
Secara historis, masuknya perusahaan perkebunan kelapa hibrida di Wilayah Pulau
Burung berawal sekitar tahun 1985, yang diprakarsai oleh sebuah perusahaan swasta yaitu PT
Riau Sakti United Plantations yang berada di bawah naungan PT PULAU SAMBU. Perusahaan
ini bergerak dibidang pengelolaan perkebunan dan pengembangan produksi hasil-hasil
perkebunan seperti tanaman kelapa hibrida, nanas, dan kelapa sawit yang menggunakan media
lahan gambut dengan kondisi lahan basah berpori. Dengan melihat kondisi alam yang
mendukung untuk perkebunan kelapa hibrida yang memerlukan banyak persediaan air, pihak
perkebunan kemudian melihat efisiensi dan kompetensi lahan di daerah Pulau Burung untuk
dikembangankan sebagai lahan perkebunan kelapa hibrida yang produktif.
Kelapa hibrida memiliki perbedaan dengan kelapa yang tumbuh dengan sendirinya atau
sering disebut kelapa kampung ataupun kelapa dalam. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari
bentuk fisik kelapa itu sendiri, seperti batang, daun, buah, sampai pada pola perawatannya.
Secara singkat kelapa hibrida merupakan kelapa hasil persilangan antara kelapa dalam (tall)
dengan kelapa genjah (dwarf). Sederhananya, kelapa hibrida memerlukan perawatan yang lebih
intens daripada tanaman kelapa dalam. Tanaman kelapa sendiri termasuk dalam jenis tanaman
perdagangan (commercial crops), karena hasil dari olahan kelapa seperti minyak kelapa, santan
kelapa, hingga arang dapat diekspor hingga ke mancanegara.
Pada awalnya bibit-bibit kelapa hibrida yang pertama kali ditanam dan diusahakan oleh

PT Riau Sakti United Plantations pada tahun 1986 didatangkan langsung dari PTPN X

16

Universitas Sumatera Utara

Lampung4. Bibit-bibit kelapa hibrida tersebut dibeli oleh PT Riau Sakti United Plantations untuk
kemudian diusahakan dan dikembangkan sendiri oleh mereka. Perusahaan perkebunan kelapa
hibrida ini pada awalnya hanya memproduksi buah kelapa hibrida saja yang kemudian
dipasarkan ke luar daerah di antaranya ke daerah Kalimantan dan Sulawesi dan juga ke luar
negeri seperti Malaysia, Singapura, Inggris, Jerman, hingga Amerika Serikat, dan dalam
perkembangannya kemudian menghasilkan kopra, santan kelapa, minyak goreng, nanas kaleng,
dan beberapa produk lainnya yang dikelola sendiri oleh pabrik yang juga berada di bawah
naungan perusahaan yang sama.
Dengan dibukanya perkebunan ini pada tahun 1985, Wilayah Pulau Burung yang pada
awalnya hanya dihuni oleh penduduk dalam jumlah yang sedikit perlahan berkembang dengan
ditandai oleh semakin ramai para perantau dari berbagai suku dan daerah yang datang ke Pulau
Burung untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak sehingga kondisi demografi di
Pulau Burung semakin padat dan ramai. Dengan semakin berkembangnya perusahaan
perkebunan tersebut, tentu saja memerlukan lahan tanam yang cukup luas untuk produksi yang

semakin besar, demikian pula halnya dengan kuantitas serta kualitas tenaga kerja yang
diperlukan untuk mengolah lahan tersebut semakin bertambah pula. Sebagian besar atau hampir
keseluruhan wilayah dari Pulau Burung saat ini merupakan daerah perkebunan kelapa hibrida,
nanas, dan kelapa sawit. Di mana perkebunan tersebut ada yang milik perusahaan dan ada yang
diusahakan oleh masyarakat (plasma).
Sebelum masuknya perkebunan kelapa hibrida PT Riau Sakti United Plantations tahun
1985, Wilayah Pulau Burung merupakan daerah yang ditutupi hutan, rawa-rawa dan lahan
gambut dan berpenduduk sedikit. Dengan kondisi alam yang demikian pihak perkebunan pada

4

Data Departemen Research and Advisory PT Riau Sakti United Plantations-Perkebunan tahun 2000, hal.

1.
17

Universitas Sumatera Utara

awalnya mengalami kesulitan untuk melakukan pembukaan lahan tanam. Tahun 1985
merupakan awal dari pendirian perkebunan kelapa hibrida di daerah ini. Proses awal dari

pembukaan lahan ini dimulai dengan mendatangkan ahli-ahli topografi untuk membantu
memetakan daerah tanam bibit-bibit kelapa hibrida. Penggarapan lahan dilakukan oleh para
kontraktor yang diberikan wewenang oleh pihak perkebunan, adapun pada proses penggarapan
lahan ini dikerjakan dengan menggunakan bantuan alat berat seperti excavator dan bulldozzer.
Lahan yang berupa hutan tersebut ditebang dan dilakukan land clearing serta sisa-sisa
penebangan kemudian dibakar hingga lahan benar-benar bersih dan siap untuk proses
selanjutnya. Karena merupakan daerah rawa-rawa, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah
proses kanalisasi atau pembuatan kanal5. Hal ini bertujuan untuk mengeringkan genangan air
pada lahan yang akan ditanam bibit kelapa, selain itu, fungsi kanal di sini merupakan jalur
transportasi yang kemudian digunakan untuk mengangkut hasil produksi kelapa hibrida tersebut.
Pada tahun 1986 mulai dilakukan penanaman bibit-bibit kelapa hibrida setelah semua lahan
selesai dan masuk pada tahap siap tanam. Adapun luas daerah tanam yang pertama kali berhasil
ditanami bibit kelapa hibrida adalah 112 ha dan jumlah pohon kelapa hibrida yang berhasil
ditanam sekitar 18.243 batang pohon (1986)6. Keberhasilan pertama tersebut kemudian
berdampak pada masuknya para transmigran dari Pulau Jawa pada tahun 19877. Transmigran ini
didatangkan langsung oleh pihak perkebunan. Mereka kemudian bermukim di tempat yang
disebut sebagai Kampung Produksi8. Para transmigran ini kemudian dipekerjakan menjadi
buruh perkebunan.

5

Kanal merupakan sungai buatan yang berfungsi sebagai jalur transportasi pengangkutan hasil produksi
kelapa hibrida di Wilayah Pulau Burung.
6
Data Departemen Plantation Administration PT Riau Sakti United Plantations-Perkebunan tahun 2000,
hal 1.
7
Wawancara, Bu Rum, Pulau Burung, tanggal 19 Nopember 2013.
8
Kampung Produksi merupakan wilayah perkebunan yang dihuni oleh penduduk yang bekerja sebagai
karyawan atau tenaga kerja PT Riau Sakti United Plantations.

18

Universitas Sumatera Utara

Perubahan demi perubahan mulai tampak di Desa Pulau Burung setelah berdirinya
perkebunan kelapa hibrida (PT Riau Sakti United Plantations). Perkembangan perkebunan yang
semakin pesat mendorong bertambahnya kepadatan penduduk Desa Pulau Burung, yang semula
hanya dihuni oleh penduduk lokal, namun sejak berdirinya perkebunan di wilayah ini mendorong
penduduk baik dari daerah sekitar Pulau Burung maupun dari luar daerah untuk bermigrasi ke

Pulau Burung demi mencari penghidupan yang layak. Dengan berdirinya perkebunan kelapa
hibrida di Pulau Burung, kondisi demografi di Pulau Burung menjadi ramai padat dan mulai
tumbuh menjadi salah satu daerah produsen kelapa hibrida yang memiliki tingkat pertumbuhan
penduduk cukup tinggi di Kabupaten Indragiri Hilir yang sebelumnya daerah ini hanya daerah
pelosok dengan jumlah penduduk yang sedikit dan sangat terisolir dari daerah-daerah di
sekitarnya. Keberadaan perkebunan ini pada intinya menjadi penopang kehidupan sebagian besar
penduduk yang tinggal di Pulau Burung dan daerah di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari
pertumbuhan perekonomian di Pulau Burung yang semakin membaik, ditandai dengan
munculnya pertokoan sebagai sarana distribusi kebutuhan masyarakat yang tinggal di Pulau
Burung. Keberadaan pertokoan ini juga sebagai pengganti peran dari pasar seperti pada
umumnya yang menyediakan kebutuhan hidup masyarakat. Adapun kegiatan pasar seperti pada
umumnya di Pulau Burung dapat dijumpai pada saat penerimaan upah atau gajian para
karyawan. Selain itu, keberadaan perkebunan kelapa hibrida di Pulau Burung juga mendorong
perubahan fungsi admnistratif pemerintahan di Pulau Burung. Perkembangan penduduk serta
semakin padatnya pemukiman penduduk mendorong perubahan sistem administrasi yang pada
awalnya Desa Pulau Burung merupakan sebuah desa yang cukup luas dan merupakan bagian dari
Kecamatan Kateman menjadi sebuah kecamatan yang berdiri sendiri dan menjadi Kecamatan
Pulau Burung pada 26 Mei 20019.
9


Wawancara, Zaini, Pulau Burung, tanggal 31 Nopember 2013.
19

Universitas Sumatera Utara

Secara teoritis, pertumbuhan ekonomi yang semakin baik di suatu wilayah, daerah,
maupun kawasan tertentu akan diikuti oleh perubahan-perubahan yang mendasar pada aspekaspek kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah atapun kawasan tersebut. Kebutuhan
penduduk dalam beberapa aspek secara perlahan mulai terpenuhi dengan dibangunnya sekolahsekolah baik sekolah negeri maupun swasta yang diperuntukkan bagi anak-anak karyawan
perkebunan maupun untuk umum, puskesmas dan balai-balai pengobatan, tempat-tempat ibadah
dan beberapa sarana prasarana penunjang kebutuhan masyarakat lainnya seperti pasar, sarana
transportasi, dan jaringan komunikasi dibangun dan diperuntukkan untuk masyarakat yang
bermukim di Pulau Burung.
Berdasarkan pemikiran di atas, penulis mengkaji mengenai peranan perusahaan
perkebunan kelapa hibrida yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan
wilayah di Pulau Burung. Adapun alasan pemilihan judul tersebut adalah ingin memaparkan
perkembangan serta pengaruh perkebunan kelapa hibrida PT Riau Sakti United Plantations
terhadap perkembangan wilayah Pulau Burung. Pulau Burung pada awalnya adalah wilayah yang
dihuni oleh masyarakat melayu yang bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Pola
kehidupan mereka masih sangat sederhana dan bersifat tradisional. Mereka masih bercocok
tanam dengan sistem berladang. Adapun pada sistem ini penduduk yang akan bercocok tanam

maupun berladang akan merambah atau membuka lahan yang baru yang kemudian digunakan
sebagai lahan perkebunan dan perladangan mereka. Makanan utama dari penduduk pada saat itu
adalah sagu. Setelah berdirinya perkebunan kelapa hibrida PT Riau Sakti United Plantations di
Desa Pulau Burung telah membawa banyak perubahan pada kehidupan masyarakat yang
merupakan penduduk asli maupun penduduk yang bermigrasi dari luar Pulau Burung yang
kemudian menetap dan menjadi pekerja di perkebunan tersebut. Keberadaan perkebunan kelapa

20

Universitas Sumatera Utara

hibrida ini mengakibatkan petumbuhan penduduk di Desa Pulau burung semakin meningkat.
Masuknya perkebunan kelapa yang ada di Desa Pulau Burung merupakan penopang
perekonomian dan kehidupan masyarakat. Naik turunnya harga kelapa hibrida di pasaran serta
melambungnya nilai jual harga kelapa sawit tidak terlalu membawa dampak yang cukup
signifikan dalam perkembangan perkebunan kelapa hibrida di Wilayah Pulau Burung.
Tahun 1985 merupakan tahun berdirinya perkebunan kelapa hibrida

PT Riau Sakti


United Plantations di Wilayah Pulau Burung. Pendirian PT Riau Sakti United Plantations ini
pada akhirnya menjadi tonggak penggerak kehidupan ekonomi masyarakat di Pulau Burung, hal
ini ditandai dengan masuknya modal dan tenaga kerja dari luar daerah ke wilayah ini. Penulisan
ini diakhiri pada tahun 2001 karena pada periode tahun 2001 perubahan-perubahan yang positif
dari keberadaan perusahaan perkebunan kelapa hibrida tersebut dapat dilihat dampaknya
terhadap kehidupan masyarakat di Desa Pulau Burung yang sebagian besar menggantungkan
hidupnya pada perkebunan kelapa tersebut. Hal ini ditandai dengan kemajuan infrastruktur
dibidang kesehatan, pendidikan, sosial-ekonomi, dan transportasi. Selain itu, pertumbuhan
jumlah penduduk yang tidak sehat sebagai akibat dari migrasi di Desa Pulau Burung mendorong
perubahan fungsi administratif dari yang sebelumnya Pulau Burung merupakan sebuah desa
beralih menjadi sebuah kecamatan pada tahun 2001.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan awal dari setiap proses kerja ilmiah. Tanpa adanya masalah
tidak akan ada suatu proses penelitian ilmiah. Oleh karena itu, berdasarkan argumentasi yang
dijelaskan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini memfokuskan kepada beberapa hal,
yaitu:

21

Universitas Sumatera Utara

1. Apa latar belakang berdirinya perusahaan PT Riau Sakti United Plantations di Desa Pulau
Burung?
2. Bagaimana perkembangan perusahaan PT Riau Sakti United Plantations di Desa Pulau
Burung sejak berdiri pada tahun 1985?
3. Bagaimanakah pengaruh perusahaan PT Riau Sakti United Plantations terhadap
kehidupan masyarakat di Desa Pulau Burung (1985-2001)?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan maka tujuan dari penulisan
ini adalah:
1. Mengetahui latar belakang berdirinya perusahaan perkebunan kelapa hibrida di Desa
Pulau Burung.
2. Mengetahui perkembangan perusahaan perkebunan kelapa hibrida yang ada di Desa
Pulau Burung sejak 1985.
3. Mengetahui pengaruh perusahaan perkebunan kelapa hibrida terhadap kehidupan
masyarakat di Desa Pulau Burung (1985-2001).
Adapun manfaat dari penulisan yang dilakukan adalah:
1. Diharapkan dengan adanya tulisan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
pembaca mengenai sejarah lokal.
2. Dapat dijadikan sumber untuk mendeskripsikan kondisi dan perkembangan sebuah
perusahaan di sebuah daerah.
3. Dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan.

22

Universitas Sumatera Utara

1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam suatu penelitian tinjauan pustaka sangatlah penting dan diperlukan sebagai bahan
referensi penulis dalam melakukan penulisan tersebut dan dapat berfungsi sebagai pendukung
penelitian sehingga hasil akhir dari penulisan tersebut tidak keluar dari rumusan-rumusan
masalah yang telah dibuat. Oleh sebab itu, relevansi ataupun hubungan antara literatur yang akan
digunakan haruslah menjadi tuntutan dalam sebuah penelitian.
Adapun buku-buku yang dipakai peneliti sebagai bahan acuan pendukung penelitian
kajian ini adalah, Djoehana Setyamidjaja dalam bukunya “Bertanam Kelapa” (1991), buku ini
menjelaskan tentang budidaya tanaman kelapa yang di dalamnya dijelaskan mengenai sejarah
perkembangan tanaman kelapa di Indonesia, sifat-sifat botani dan jenis-jenis varietas dari
tanaman kelapa, syarat tumbuh yang baik untuk tanaman kelapa sampai pada perawatan tanaman
kelapa yang baik. Tanaman kelapa merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di
daerah yang terbuka dengan tekstur tanah yang baik dan kandungan pH asam yang cukup.
Setyamidjaja dalam tulisannya tersebut menjelaskan tentang budidaya tanaman kelapa hibrida
yang baik dengan sistem perawatan yang memenuhi syarat untuk pertumbuhan tanaman kelapa
hibrida. Dengan memperhatikan sistem pengelolaan dan perawatan yang benar, diharapkan
pertumbuhan dan produksi buah kelapa akan semakin baik. Jadi, jelas buku ini dapat menjadi
acuan penulis yang mengkaji tentang perkembangan perkebunan kelapa hibrida di Pulau Burung.
L. Suhardiyono dalam bukunya “Tanaman Kelapa” (1988), buku ini menerangkan secara
rinci tentang tanaman kelapa hibrida mulai dari asal-usul masuknya kelapa hibrida ke Indonesia
yang kemudian menjadi salah satu komoditas ekspor andalan pada tahun 198410, ekologi
tanaman kelapa hibrida, fungsi dan bentuk organ dari tanaman kelapa hibrida, pembukaan lahan

10

Suhardiyono, L. 1988, Tanaman Kelapa. Yogyakarta: Kanisius, hal. 12.
23

Universitas Sumatera Utara

yang baik untuk persiapan tanam, sampai pada masa panen dan hasil produksi yang bisa
dimanfaatkan dari tanaman kelapa. Secara spesifik, pembukaan lahan tanaman kelapa hibrida
dapat dilakukan 1 tahun sebelum masa tanam atau paling lambat 6 bulan sebelum masa tanam 11.
Diperlukan perencanaan yang matang sebelum melaksanakan pembukaan lahan. Tahapan
selanjutnya adalah pembibitan yang bertujuan untuk menghasilkan hasil produksi yang baik.
Tanaman kelapa hibrida yang telah siap tanam sebaiknya ditanam di areal terbuka yang
mendapat penyinaran matahari yang cukup, hal ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan
tanaman kelapa hibrida. Adapun hasil-hasil produksi dari tanaman kelapa yang lazim dikenal
oleh masyarakat seperti kopra, minyak kelapa, kelapa parut kering, santan, sabut kelapa,
tempurung kelapa, nira kelapa, hingga air kelapa dapat dimanfaatkan dengan baik oleh
masyarakat. Beberapa penjelasan di atas menunjukkan bahwa buku ini dapat digunakan oleh
peneliti untuk mendukung penelitian dari kajian yang dibahas dan dapat digunakan sebagai
acuan maupun refrensi dalam penulisan selanjutnya tentang perkembangan dan pengaruh
perkebunan kelapa hibrida di Pulau Burung.
P. Suhardiman dalam bukunya “Bertanam Kelapa” (1999), buku ini menjelaskan tentang
seluk-beluk kelapa hibrida, mulai dari definisi hibrida, morfologi kelapa secara umum, jenisjenis persilangan kelapa, cara mengawin-silangkan kelapa hibrida yang baik, cara membibitkan,
menanam, merawat serta mengendalikan hama penyakit yang sering menyerang kelapa hibrida,
sampai kepada cara mengolah hasilnya. Buku ini berisi tentang gambaran umum kelapa hibrida
yang dibutuhkan oleh penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan mengenai
perkembangan perkebunan kelapa hibrida di Pulau Burung.
Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo dalam bukunya “Sejarah Perkebunan di Indonesia:
Kajian Sosial Ekonomi” (1991), buku ini mengkaji tentang sejarah dan perkembangan
11

Ibid, hal. 29.
24

Universitas Sumatera Utara

perkebunan di Indonesia sejak tahun 1200 M hingga masa kolonial dan setelah masa
kemerdekaan Indonesia. Keberadaan perkebunan pada suatu wilayah tentu saja akan
menimbulkan lingkungan yang baru. Keberadaan komunitas perkebunan melahirkan lingkungan
yang berbeda dari aspek lokasi, tata ruang, ekologi, maupun organisasi sosial dan ekonomi.
Keberadaan perkebunan pada wilayah tersebut tentu saja membawa perubahan yang baru dalam
kehidupan masyarakat sebelumnya. Jadi, buku ini akan membantu dalam rencana penelitian
mengenai Perkembangan dan Pengaruh Perkebunan Kelapa di Desa Pulau Burung. Keberadaan
perkebunan kelapa di Desa Pulau Burung membawa perubahan yang signifikan pada kehidupan
masyarakat yang tinggal dan berdiam di wilayah perkebunan tersebut.
1.5 Metode Penelitian
Metode sejarah merupakan sebuah cara yang bertujuan untuk memastikan dan
menganalisis serta mengungkapkan fakta-fakta mengenai masa lampau. Sistematika dalam
sebuah penulisan mengenai penelitian yang akan dilaksanakan terangkum di dalam sebuah
metode penelitian sejarah yang membantu setiap penelitian dalam tujuan untuk merekonstruksi
ataupun melakukan reka ulang terhadap kejadian-kejadian ataupun peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa lampau.
Seorang peneliti, dalam melakukan penelitian di lapangan terlebih dahulu mengadakan
sejumlah pengamatan untuk membuktikan akan anggapan-anggapan dasar yang berdasarkan
pada kenyataan yang ada di lokasi penelitian. Di dalam metode penelitian sejarah, ada beberapa
teknik ataupun langkah-langkah yang akan terlebih dahulu dilakukan oleh penulis sebelum
merampungkan tulisan yang akan dibuat. Adapun langkah-langkah yang dimaksudkan adalah
sebagai berikut:

25

Universitas Sumatera Utara

1. Heuristik, yaitu metode pengumpulan data atau sumber melalui studi kepustakaan (library
research) yaitu mengumpulkan sumber-sumber tertulis yang akan berkaitan dengan
penelitian (pengumpulan buku, majalah, artikel, majalah, maupun surat kabar), melakukan
pengamatan lapangan (field research), ataupun studi wawancara kepada narasumber yang
dapat membantu penelitian dan berkaitan dengan judul penelitian yang akan diteliti. Dalam
peneitian mengenai kajian yang dibahas, peneliti mengumpulkan sumber-sumber pendukung
penelitian dari buku-buku yang terkait dengan judul penelitian baik yang ada di Perpustakaan
Daerah Pulau Burung, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan dari Kantor PT Riau
Sakti United Plantations-Perkebunan serta dari PT Riau Sakti United Plantations-Industry.
Selain buku, data-data yang diperoleh juga berupa dokumen dan laporan-laporan dari Kantor
Camat Pulau Burung dan dari Kantor Desa Pulau Burung maupun dokumen-dokumen yang
diperoleh dari beberapa departemen di PT Riau Sakti United Plantations. Dalam metode
wawancara peneliti menggunakan interview guide sebagai pedoman dalam melakukan
wawancara kepada narasumber yang merupakan informan dalam memberikan sumbersumber penelitian yang dikaji. Penyebaran kuesioner dilakukan selain melakukan wawancara
langsung dengan narasumber.
2. Kritik sumber, merupakan sebuah usaha yang akan dilakukan peneliti untuk menyeleksi
sumber atau bahan-bahan yang akan dikumpulkan. Setelah sumber-sumber dikumpulkan
kemudian diverifikasi melalui kritik, baik kritik ekstern maupun kritik intern. Kritik ekstern
digunakan untuk mengetahui tentang kebenaran sumber yang diperoleh, sedangkan kritik
intern digunakan untuk menilai kelayakan sumber yang akan digunakan dalam penulisan.
3. Interpretasi, pada tahapan ini peneliti akan mencoba menafsirkan sumber-sumber maupun
laporan yang telah terkumpul dan telah diverifikasi agar menjadi sebuah fakta yang teruji

26

Universitas Sumatera Utara

kebenarannya. Dalam menganalisa sumber yang diperoleh diperlukan analisa yang lebih
bersifat objektif dan ilmiah terhadap objek yang akan diteliti. Di sini peneliti telah memiliki
konsep, ide dan gambaran kerangka acuan untuk menulis, yang selanjutnya akan dituliskan
dalam tulisan sejarah yakni pada tahap keempat.
4. Historiografi, setelah semua sumber-sumber yang diperoleh selesai diuji kebenaran dan
kelayakannya, tahap selanjutnya yang akan dilakukan oleh peneliti adalah merampungkan
dari hasil laporan yang telah diperoleh menjadi sebuah tulisan untuk dituangkan secara
sistematis dan kronologis. Dalam melakukan penulisan sejarah aspek kronologis memang
perlu diperhatikan agar menghasilkan sebuah tulisan yang bernilai sejarah yang ilmiah dan
objektif. Dengan demikian diharapkan penulisan mengenai PT Riau Sakti United Plantations
Dalam Perkembangannya dan Pengaruhnya Terhadap perkembangan wilayah di Pulau
Burung yang mencakup beberapa aspek kehidupan masyarakat yang tinggal di dalamnya
dapat dipaparkan secara jelas, rinci, logis, objektif, dan mudah dipahami.

27

Universitas Sumatera Utara