BAB I PENDHAULUAN Perkembangan 1

BAB I
PENDHAULUAN
Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota
yang pesat dan cukup tinggi. Hal ini terlihat dari beberapa gejala yang secara tidak langsung
muncul seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri. Seiring
dengan perkembangan tersebut, kasus dan insiden yang terjadi di kota juga ikut bertambah.
Meningkatnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan meningkatnya kasus kecelakaan
Insiden kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan dasar selain gizi dan
konsumsi, sanitasi lingkungan, penyakit, gigi dan mulut, serta aspek moralitas dan perilaku di
Indonesia. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar di Indonesia.
Namun selain kematian, kecelakaan juga mampu menimbulkan dampak lain yaitu kecacatan
akibat timbulnya fraktur.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, atau karenakondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/ osteoporosis. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan dengan umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan dan kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut (usila) prevalensi cenderung lebih
banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormon.
Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian atau insidensi fraktur

tinggi, dan salah satu fraktur yang paling sering terjadi adalah pada bagian paha (tulang
paha). Fraktur pada tulang paha termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang
disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi (kuat) seperti kecelakaan sepeda
motor atau mobil. WHO (Badan Kesehatan Dunia) mencatat, terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal karena insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.
Chandra (2011) menyebutkan bahwa kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3 juta
tahun setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta. Angka tersebut merupakan yang
terbesar di Asia Tenggara. Fraktur ekstremitas bawah memilik prevalensi sekitar 46,2% dari
insiden kecelakan. Menurut Depkes RI didapatakn 25 % penderita fraktur mengalami

1

kematian, 45 % mengalami cacat fisik, 15 % mengalami stress psikologis dan bahkan depresi,
serta 10 % mengalami kesembuhan dengan baik.
Menurut Depkes RI (2007), kebanyakan kasus fraktur yang terjadi disebabkan oleh
cedera. Cedera tersebut berdasarkan berbagai hal yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas
dan trauma tajam/ tumpul. Pada 45.987 peristiwa terjatuh, terjadi fraktur sebanyak 1.775
orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, terjadi fraktur sebanyak 1.770 orang
(8,5 %). Sedangkan pada 14.127 kasus trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7 %).


2

BAB II
LANDASAN TEORI
a. Definisi
Tulang merupakan tempat penyimpanan kalsium dan fosfat yaitu 99% dari kalsium
tubuh dan 90% dari fosfat tubuh. Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit
mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas
berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun
atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan
terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti
banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia yang terbagi dalam empat kategori: tulang
panjang (misal os femur), tulang pendek (misal os tarsalia), tulang pipih (os sternum) dan
tulang tak teratur (misal vertebra).
Lima fungsi utama tulang yaitu:
a. Membentuk rangka badan

b. Sebagai pengumpil dan tempat melekatnya otot
c. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat dalam
seperti otak, sum-sum, tulang belakang dan paru-paru
d. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam
e. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemapoetik untuk memproduksi
sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit.
Berdasarkan bentuknya, tulang rangka dibagi dalam tiga bentuk utama, yaitu tulang
pipa, tulang pendek, dan tulang pipih. Setiap tulang tersebut memiliki fungsi yang berbeda.
Tulang femur adalah alah satu tulang berbentuk pipa yang berguna sebagai salah satu otot
ekstremitas.
Kata "femur" merupakan bahasa Latin untuk paha. Ostium Femur bisa diartikan
sebagai tulang paha. Femur merupakan tulang terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka
tubuh manusia. Tulang femur terdiri dari beberapa bagian, yaitu: a. kaput dan collum pada
bagian proksimal, b. dua condylus pada bagian distal. Kaput femoris akan membentuk sendi
3

pada pinggul. Bagian proksimal lainnya yaitu trochanter major dan trochanter minor menjadi
tempat perlekatan otot. Pada bagian proksimal posterior terdapat tuberositas glutea yakni
permukaan kasar tempat melekatnya otot gluteus maximus. Di dekatnya terdapat bagian linea
aspera, tempat melekatnya otot biceps femoris. Salah satu fungsi penting kaput femoris

adalah tempat produksi sel darah merah pada sumsum tulangnya.
Pada ujung distal tulang paha terdapat condylus yang akan membuat sendi condylar
bersama lutut. Terdapat dua condylus yakni condylus medialis dan condylus lateralis. Di
antara kedua condylus terdapat jeda yang disebut fossa intercondylaris.
Persendian panggul (Faiz & Moffat, 2003), merupakan bola dan mangkok sendi
dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil,
trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur
masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai
darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur
bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh
darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher
femur.
Fraktur atau patah tulang (Grace & Borey, 2007) adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Patah tulang
atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas dari tulang,
termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di sekitarnya.
Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/ osteoporosis. Tulang bersifat rapuh namun
cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang

yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang.

4

Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas.
Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma
bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan
pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
- Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata

secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
-

kerusakan pada kulit diatasnya.
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,

misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
- Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
- Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
-

dan progresif.
Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat

-

timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau

oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas
dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di
sekitarnya. Fraktur ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk
lokasi ekstrimitas atas (radius, ulna, carpal) dan ekstrimitas bawah (pelvis, femur, tibia,
fibula, metatarsal, dan lain-lain). Gustilo et al mengklasifikasikan fraktur terbuka menjadi
tiga tipe yaitu:

5

-

Tipe I: Luka lebih kecil dari 1 cm, bersih dan disebabkan oleh fragmen tulang


-

yang menembus kulit.
Tipe II: Ukuran luka antara 1 – 10 cm, tidak terkontaminasi dan tanpa cedera

-

jaringan lunak yang major
Tipe III: Luka lebih besar dari 10 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang
signifikan. Tipe III juga dibagi menjadi beberapa sub tipe:
a. Luka memiliki jaringan yang cukup untuk menutupi tulang tanpa memerlukan
flap coverage.
b. Kerusakan jaringan yang luas membuat diperlukannya local atau distant flap
coverage.
c. Fraktur apapun yang menyebabkan cedera arterial yang membutuhkan
perbaikan segera.

Tanda dan gejala fraktur berupa defomitas, bengkak, bruissing (ekimosis), spasme
otot, nyeri, kehilangan fungsi, mobilitas abnormal (krepitus), dan perubahan neurovaskuler
(Black & Hawks, 2009) Tingkat dan keparahan manifestasi klinis tergantung jenis fraktur dan

area terjadinya fraktur. Manifestasi klinis fraktur femur berupa edema pada paha, deformitas,
nyeri sekali dan tidak dapat menggerakan pinggul dan lutut, serta seringkali mengalami syok
akibat perdarahan.
Klasifikasi Fraktur Femur
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
a. Fraktur collum femur:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,
dibagi dalam :
o Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
o Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
Fraktur kolum femur yang terletak intraartikular sangat sukar sembuh karena
bagian proksimal perdarahannya sangat terbatas sehingga memerlukan fiksasi
kokoh untuk waktu yang cukup lama. Menurut Faiz & Moffat (2004), fraktur
jenis ini sering terjadi pada manula dengan osteoporosis.
b. Fraktur subtrochanter femur
6


Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor,
dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami
adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
c. Fraktur batang femur (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah
ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita
jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan
adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
- tertutup
- terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara
tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu:
Derajat I: Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan
dari luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak

banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
Pada fraktur diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan besar
sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan
saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai
bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal
sebagai akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh
dengan penanganan secara tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu
atau lebih.
7

Fraktur yang dapat diatasi dengan traksi adalah fraktur intertrokanter dan
subtrokanter, fraktur diafisis oblik, segmental, dan kominutif, serta fraktur
suprakondiler tanpa dislokasi berat, dan fraktur kondilus femur. Yang tidak dapat
ditangani dengan traksi adalah dislokasi tertentu berat.
Pada fraktur femur tertutup, dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi
buck, tujuan traksi kulit untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan
jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.
Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non operatif,
karena akan menyambung dengan baik, pemendekan kurang dari 2 cm masih dapat
diterima karena di kemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai normal. Hal
ini kemungkinan karena daya proses remodeling pada anak-anak.
d.

Fraktur supracondyler femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke

posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung
karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan
disertai gaya rotasi.
Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang femur. Seperti
halnya fraktur batang femur, fraktur suprakondiler dapat dikelola secara konservatif
dengan traksi skeletal dengan lutut dalam posisi fleksi 90 O. Traksi ini juga
memerlukan waktu istirahat di tempat tidur yang lama sehingga lebih disukai reposisi
terbuka dan pemasangan fiksasi interna dengan pelat suprakondiler yang kokoh, yang
memungkinkan mobilisasi segera dan menggerakkan sendi lutut. Hal yang terakhir ini
penting karena gerakan sendi lutut yang segera dapat mencegah sendi kejur akibat
perlekatan otot dan atau perlekatan jaringan lunak di sekitar sendi lutut.
e.

Fraktur intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga

umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur. Fraktur ini juga relatif jarang dan
biasanya terjadi sebagai akibat jatuh dengan lutut dalam keadaaan fleksi dari
ketinggian. Permukaan belakang patella yang berbentuk baji , melesak ke dalam sendi
8

lutut dan mengganjal di antara kedua kondilus dan salah satu atau keduanya retak.
Pada bagian proksimal kemungkinan terdapat komponen melintang sehingga didapati
fraktur dengan garis fraktur berbentuk seperti huruf T atau Y.
Secara klinis, sendi lutut bengkak akibat hemartrosis dan biasanya disertai
goresan atau memar pada bagian depan lutut yang menunjukkan adanya trauma. Di
sini patella juga dapat mengalami fraktur.
f. Fraktur condyler femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi
disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
g. Fraktur leher
Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering
pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan
dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur dapat berupa fraktur subkapital,
transervikal, dan basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau
interkapsuler, fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler. Fraktur
intrakapsuler umumnya sulit untuk mengalami pertautan dan cenderung terjadi
nekrosis avaskuler kaput femur. Pendarahan kolum yang terletak intraartikular dan
pendarahan kaput femur berasal dari proksimal a. sirkumfleksa femoris lateralis
melalui simpai sendi. Sumber perdarahan ini putus pada fraktur intraartikular.
Pendarahan oleh arteri di dalam ligamentum teres sangat terbatas dan sering tidak
berarti. Pada luksasi arteri ini robek. Epifisis dan daerah trokanter cukup kaya
vaskularisasinya, karena mendapat darah dari simpai sendi, periosteum, dan a. nutrisia
diafisis femur. Semua fraktur di daerah ini umumnya tidak stabil sehingga tidak ada
cara reposisi tertutup terhadap fraktur ini kecuali jenis fraktur yang impaksi, baik
yang subservikal maupun yang basal.
Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan kanan.
Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek karena
trokanter terletak lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke kranial. Penderita
umumnya datang dengan keluhan tidak bisa jalan setelah jatuh dan terasa nyeri.
Umumnya penderita tidur dengan tungkai bawah dalam keadaan sedikit fleksi dan

9

eksorotasi serta memendek. Gambaran radiologis menunjukkan fraktur leher femur
dengan dislokasi pergeseran ke kranial atau impaksi ke dalam kaput.
Fraktur ini disebabkan kontraksi dan tonus otot besar dan kuat antara tungkai
dan tubuh yang menjembatani fraktur, yaitu m. iliopsoas, kelompok otot gluteus,
quadriceps femur, flexor femur, dan adductor femur. Inilah yang menggangu
keseimbangan pada garis fraktur. Adanya osteoporosis tulang mengakibatkan tidak
tercapainya fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi interna. Ditambah lagi, periosteum
fragmen intrakapsuler leher femur tipis sehingga kemampuannya terbatas dalam
penyembuhan tulang. Oleh karena itu, pertautan fragmen fraktur hanya bergantung
pada pembentukan kalus endosteal. Yang penting sekali ialah aliran darah ke kolum
dan kaput femur yang robek pada saat terjadinya fraktur.

BAB III
PEMBAHASAN
III.I DIAGNOSIS
a. ANANMNESIS

10

Untuk mendiagnosis fraktur, pertama dapat dilakukan anamnesis baik dari
pasien maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme cedera,
apakah pasien mengalami cedera atau fraktur sebelumnya. Riwayat penyakit
terdahulu juga perlu digali dalam menentukan diagnosis. Pasien biasanya datang
dengan keluhan utama berupa nyeri yang hebat.
Trauma harus diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, beratringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan
(mekanisme trauma). Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam, bila lebih
dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Bila tidak ada riwayat trauma, berarti
fraktur patologis. Lakukan amnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan
lengkap.
b. PEMERIKSAAN FISIK
Pada keadaan kecelakaan, fraktur femur biasa saja disertai oleh fraktur
dilokasi lain ataupun kelainan lain yang berujung pada trauma. Untuk itu sangat
penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses
pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulating), apakah terjadi syok atau tidak.
Sangat penting untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari
kepala, muka, leher, dada, dan perut.
Tujuan pemeriksaan fisik adalah mencari kemungkinan komplikasi umum
seperti syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis
pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi. Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk
fraktur adalah:
-

Look (inspeksi): bengkak, functio laesa (hilangnya fungsi), deformitas (terdiri dari
penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, dan pemendekan), ukuran panjang

-

tulang (bandingkan kiri dan kanan).
Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.
Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG

11

Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah “pencitraan”
menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi yaitu
antero posterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena
adanya superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan
kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung
persendian). Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
Pada pemeriksaan yang lainnya yaitu pemeriksaan darah lengkap, Hematokrit
mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauhpada trauma multipel). Peningkatan Sel darah putih adalah
respon stres normal setelah trauma. Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal sehingga ditemukan kadar kreatinin berlebih pada pemeriksaan urin.

III.II TATA LAKSANA
A. Pertolongan Pertama
Perdarahan dari fraktur femur terbuka, adalah antara 2 sampai 4 unit (1-2 liter). Jalur
intravena perlu dipasang dari darah dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan hemoglobin
dan reaksi silang. Jika tidak terjadi fraktur lainnya, kemungkinan transfusi dapat dihindari,
tetapi bila timbul trauma lainnya, 2 unit darah perlu diberikan segera setelah tersedia. Fraktur
terbuka biasanya terbuka dan dalam/luar dengan luka di sisi lateral atau depan paha.
Debridemen luka perlu dilakukan dengan cermat dalam ruang operasi dan semua benda asing
diangkat. Jika luka telah dibersihkan secara menyeluruh, setelah debridemen luka dapat
ditutup; tetapi bila terkontaminasi, luka lebih baik dibalut dan dirawat dengan jahitan primer
yang ditunda (delayed primary suture). Antibiotika dan antitetanus sebaiknya diberikan,
seperti pada setiap fraktur terbuka.
B. Penatalaksanaan Fraktur
Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang
supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar tulang tetap menempel
12

sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi
pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang
biasanya kuat dan kembali berfungsi (Corwin, 2010).
Menurut Halstead (2004), manajemen fraktur terdiri dari rekognisi, reposisi, reduksi,
retaning, serta rehabilitasi. Manajemen fraktur memiliki tujuan reduksi, imobilisasi, dan
pemulihan fungsi normal. Rekognisi bertujuan menentukan tindakan reposisi, reduksi dan
retaining yang tepat sehingga rehabilitasi optimal. Reposisi, reduksi dan retaining merupakan
suatu rangkaian tindakan yang tidak bisa dipisahkan. Pemasangan gips, traksi kulit dan
skeletal merupakan tindakan non bedah. Tindakan operasi dilakukan untuk reduksi dan
stabilisasi dengan eksternal fiksasi, serta memperbaiki kerusakan pada vaskuler, jaringan
lunak, saraf, otot dan tendon.
Menurut (Carter, 2003) jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak di sekitarnya juga
rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat dan bekuan
darah akan terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan membentuk jaringan granulasi
didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) dan berdiferensiasi
menjadi krodoblas dan osteoblas. Krodoblas akan mensekresi fosfat, yang merangsang
deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus
menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen tulang dan menyatu.
Penyatuan dari kedua fragmen terus berlanjut sehingga terbentuk trebekula oleh osteoblas,
yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.
Bila keadaan luka telah diatasi, fraktur dapat dimobilisasi dengan salah satu cara
dibawah ini:
a. Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk
menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk
menahan anggota gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan.
Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme
otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk
mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang
dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar.
13

b. Fiksasi Interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan
atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna merupakan
pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.
c. Pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem
muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang
mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang
ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
d. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan ORIF
Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara
keras daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips bertujuan untuk
menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak sehingga dapat
menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah
tersebut.
e. Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang ,
sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih
awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana: reduksi,
mempertahankan dan lakukan latihan.
ORIF merupakan metode penatalaksanaan bedah patah tulang yang paling banyak
keunggulannya (Price & Wilson, 2006). Keuntungan perawatan patah tulang metode ini
adalah ketelitian reposisi fragmen-fragmen tulang yang patah, kesempatan untuk memeriksa
pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya, dapat mencapai stabilitas fiksasi yang
memadai, dan tidak perlu berulang kali memasang gips atau alat-alat stabilisasi lainnya, serta
perawatan rumah sakit dapat ditekan seminimal mungkin.
Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia
baru lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi. Sedangkan usia 2-5 tahun
dilakukan pemasangan thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica. Pada
anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica gips.
Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary nails atau
plate dan screw.
Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah reduksi dulu
dislokasi panggul. Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down weight-bearing 4-6
14

minggu. Pipkin I, II dengan peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa
muda dengan ORIF, sedangkan pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi
dengan cara yang sama pada fraktur acetabulum.
Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa
pemasangan skin traksi selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan
pin, plate dan screw atau arthroplasti (pada pasien usia >55 tahun), berupa eksisi arthroplasti,
hemiarthroplasti dan arthtroplasti total.
Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif dan yang
bergeser dilakukan ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada supracondylar dan
intercondylar, femur atau proksimal tibia. Beban traksi 9 kg dan posisi lutut turns selama 12
minggu. Sedangkan untuk intercondylar, untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg, selama
12-14 minggu.
Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif. Terapi konsevatif
hanya bersifat untuk mengurangi spasme, reposisi dan immobilisasi. Indikasi pada anak dan
remaja, level fraktur terlalu distal atau proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada anak,
Cast bracing dilakukan bila terjadi clinical union.
Terapi Medis Penunjang
Fraktur kolum femur pada pasien lanjut usia disebabkan oleh osteoporosis yang
mendasarinya. Oleh karena itu, disamping stabilisasi fraktur dengan fiksasi interna atau
artroplasti, osteoporosisnya juga harus diobati. Rekomendasi pengobatannya adalah obat
antiresorptif (bifosfonat, calcitonin) atau anabolik (estrogen), sebagai tambahan dari obat
utama berupa kalsium dan vitamin D.

15

BAB IV
KESIMPULAN
Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan
integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang
ada di sekitarnya. Untuk mendiagnosis fraktur, pertama lakukan anamnesis baik dari pasien
maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme cedera, apakah pasien
mengalami cedera atau fraktur sebelumnya. Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel, move. Apakah terlihat deformitas dari
ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-lain. Palpasi dilakukan untuk menilai
area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Penilaian move dilakukan untuk mengetahui ROM
16

(Range of Motion). Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi vaskularitas dari
ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi, capillary return (normalnya
< 3 detik) dan pulse oximetry. Sebagai pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis
digunakan pemeriksaan radiologi/ X Ray.
Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan
kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi
ekstrimitas seperti semula. Manajemen fraktur terdiri dari rekognisi, reposisi, reduksi,
retaning, serta rehabilitasi. Manajemen fraktur memiliki tujuan reduksi, imobilisasi, dan
pemulihan fungsi normal. Rekognisi bertujuan menentukan tindakan reposisi, reduksi dan
retaining yang tepat sehingga rehabilitasi optimal. Reposisi, reduksi dan retaining merupakan
suatu rangkaian tindakan yang tidak bisa dipisahkan.

DAFTAR PUSTAKA
Bagus, C.R. 2011. Analisis Faktor-Faktor ang Berhubungan dengan Status Fungsional Pasien
Pasca Open Reduction Internal Fixation (ORIF) Fraktur Ekstremitas Bawah di RS.
Ortopedi Prof. Soeharso Surakarta. Jakarta: KEPK UI.
Black, J.M., & Hawks, J.H. 2009. Medical Surgical Nursing. Clinical management for
posittive outcome, 8th Ed. Jakarta: EGC
Carter, K.F., & Kulbok, P.A. 2003. Motivation for Health Behaviours: A Systematic review of
the nursing literature. Journal of Advance Nursing. Blackwell Science Ltd.
Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
17

Depkes

R.I.

2007.

Riset

Kesehatan

Dasar.

Diunduh

12

November

2014.

http://www.depkes.co.id
Faiz, O. & Moffat, D. 2004. At a Glance Series ANATOMI. Jakarta: Erlangga.
Halstead J.A. 2004. Orthopaedic Nursing: Caring for patients with musculoskeletal disorders.
Brockton : Westren Schools.
Pierce, A.G., & Borley, N. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Ed.3. Jakarta: Erlangga.
Price, S.A., & Wilson, M.L. 2006. Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Ed.6. Jakarta: EGC.
.

PICO
Patient/ person

: Subtrochantericfemoral fractures

Intervention

: fixation with dynamic condylar screw (DCS)

Control

: Conservative treatment (open reduction and internal fixation)

Outcome

: DCS is a Sturdy, Stable &Strong implant especially when there is a
lateral Trochanteric cortex blow out & postero-medial subtrocanteric
Communition & where Intra-medullary Coxa- femoral Implants are
likely to fail.

Aplikasi dalam dunia klinis
18

Patah tulang subtrochanteric membutuhkan reduksi terbuka, pengurangan anatomi,
fiksasi internal kaku untuk menghindari komplikasi seperti kegagalan implan, non-union,
infeksi dan mal-union. DCS adalah implan Kokoh, Stabil & Kuat. Pengaplikasian
metode ini dapat dilakukan di dunia klinis dan akan membarikan efek yang baik kepada
pasien terutama ketika ada korteks trokanterika lateral yang meniup & postero-medial
subtrocanteric Communition & mana Intra-medula Implants femoralis Coxa- cenderung
gagal.

19