BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitain Terdahulu - BAB II AN NAZZAM AL BAQILANI TS'19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitain Terdahulu Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam

  Stabilitas Marshall

  hasil terbaik pada kadar ban bekas 3% dari 6

  Marshall didapatkan

  Hasil uji karakteristik

  Ban diolah hingga leleh. Pencampuran dilakukan pada

  Pengaruh Bahan Ganti Campuran Aspal Menggunakan

  2. Manages Purbo Negoro, 2015

  Marshall Quotient (MQ) 388,13 kg/mm.

  1094,33 kg, nilai rerata Kelelehan (Flow) 2,82 mm, dan nilai rerata

  melakukan penelitian sehingga penulis dapat mengkaji penelitian yang dilakukan. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal ataupun literatur terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  sampel didapatkan hasil terbaik pada kadar ban bekas 3% dengan nilai

  Marshall dari 6 variasi

  Hasil uji karakteristik

  Marshall .

  B. Pengujian menggunakan

  Ban dipotong - potong hingga lolos saringan nomor 30. Pencampuran dilakukan pada LATASIR kelas

  Pengaruh Limbah Karet Ban Sebagai Campuran Aspal Terhadap Karakteristik Marshall Pada Jenis Perkerasan Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) Kelas B

  1. Mahesa Anggi Pinandita, 2017

  No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Yang Diterapkan Hasil Penelitian

  VIM 4,242%, nilai VMA 23,92%, nilai VFA 80,62%, nilai rerata

  Karet Ban Bekas Terhadap Karakteristik Aspal Menggunakan Metode Uji Marshall

  Stabilitas 1576,722 Kg, Flow

  Lembeknya dan semakin kecil nilai Penetrasinya.

  besar nilai Titik

  Daktilitasnya , semakin

  Semakin besar kadar karet ban bekas maka semakin kecil nilai

  Ban diolah hingga leleh. Pengujian karakteristik aspal.

  Pengaruh Penambahan Karet Ban Bekas Terhadap Karakteristik Aspal Penetrasi 80/100

  4. Fernanda Wisnu Hanggara, 2018

  4,067 mm, rongga udara 3,056%, rongga terisi aspal 80,746 % dan hasil bagi Marshall 3,801 KN/mm.

  bekas dengan nilai 3,5% dapat menghasilkan

  Lapis Pondasi Pasir Aspal (LPPA).

  Marshall, serbuk ban

  Kadar aspal optimal (6,5%) pada campuran HRS berdasarkan

  Ban diolah menjadi serbuk dengan cara diparut. Pencampuran dilakukan pada HRS.

  Pengaruh Penambahan Serbuk Ban Bekas Terhadap Kinerja Campuran Aspal Panas Jenis Hot Rolled Sheet (HRS)

  3. Bagus Subaganata, S.T.,M.T., Vol 2 edisi Mei 2012

  kg, Kelelehan (Flow) 3,245 mm, dan nilai rerata Marshall Quotient 321,1 kg/mm

  Stabilitas rerata 1041,33

  Pengujian Marshall . variasi sempel dengan nilai VIM 5,849%, VMA 18,18%, VFA 74,86%,

  Sumber : Hasil Kajian penulis, 2018

B. Perkerasan Jalan

  Perkerasan jalan adalah suatu pencampuran bahan material yang diikat menjadi satu kesatuan konstruksi yang digunakan untuk menerima beban lalu lintas. Agregat yang dipakai anatara lain batu pecah, batu kali, batu belah, pasir, dan filler. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain aspal dan semen.

  Bedarsarkan bahan pengikatnya, berikut macam - macam konstruksi perkerasan jalan, yaitu antara lain:

  1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavements) Mengadopsi model makadam dengan bahan penutup (surfacing) dari campuran aspal dan agregat, perkerasan ini umumnya menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Bahan konstruksi perkerasan lentur terdiri atas agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal keras. Konstruksi perkerasn ini umumnya terdiri atas tiga lapis yaitu lapisan tanah asli (subgrade), lapisan pondasi bawah (subbase), lapisan pondasi atau pondasi atas (base), dan lapisan permukaan atau penutup (surface).

  2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavements) Konstruksi perkerasan yang umumnya menggunakan semen

  (portland cement) sebagai bahan pengikat pelat beton dengan atau tanpa

  tulangan, diletakan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis fondasi bawah. Bagian perkerasan kaku terdiri dari tanah asli (subgrade), lapisan pondasi bawah (subbase), lapisan beton B-0 (blinding concrete), lapisan pelat beton (concrete slab), dan lapisan aspal agregat atau aspal pasir yang bisa ada atau bisa tidak. (Purwadi, 2008)

  3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavements) Merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat juga berupa perkerasan kaku diatas perkerasan lentur ataupun sebaliknya.

C. Lapisan Aspal Beton (LASTON)

  Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded) dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Jenis agregat yang digunakan terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler, sedangkan aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat untuk lapis aspal beton harus terdiri dari salah satu aspal keras penetrasi 40/50, 60/70 dan 80/100 yang seragam, tidak mengandung air bila dipanaskan sampai suhu 175°C tidak berbusa dan memenuhi persyaratan sesuai dengan yang ditetapkan. Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara (binder) pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya (Bina Marga, 1987).

Tabel 2.2 Ketentuam Sifat - Sifat Campuran Lapisan Aspal Beton (LASTON)

  Lapisan Aspal Beton (LASTON) Lapisan Sifat - Sifat Campuran Spesifikasi Satuan Lapisan Aus Pondasi Antara Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar

  Kadar Aspal Efektif Min 5,1 4,3 4,3

  4 4 3,5 %

Penyerapan Aspal Max 1,2 %

  • Jumlah Tumbukan Perbidang 75 112 - Min

  3 Rongga Dalam Campuran % (VIM)

  Max

  5 Rongga Dalam Agregat Min

  

15

  14 13 % (VMA) Rongga Terisi Aspal (VFA) Min

  

65

  63 60 %

Stabilitas Marshall Min 800 1800 Kg

Pelelehan Min 2 4,5 mm

Marshall Quotient Min 250 300 Kg/mm

Stabilitas Marshall Sisa Setelah Perendaman Selama Min

  90 C

  24 Jam Rongga Dalam Campuran Min 2 % Pada Kepadatan Membel

  Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Spesifikasi Khusus, Divisi 6 Seksi 6.3 Revisi 3, 2010

Ada tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh aspal beton

sebagai berikut :

  1. Tahan terhadap tekanan (Stability) Tahan tehadap tekanan adalah kemampuan dari suatu perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Jalan yang melayani volume lalu lintas yang tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan suatu perkerasan jalan dengan stabilitas yang tinggi. Faktor yang dapat mempengaruhi nilai stabilitas aspal beton adalah gesekan internal dan kohesi.

  2. Keawetan (Durability) Keawetan adalah kemampuan beton aspal untuk menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air atau perubahan temperatur. Durabilitas beton aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kemampatan dan kedap airnya campuran. Semakin tebal film aspal akan mengakibatkan mudah terjadi bleeding yang akan menyebabkan jalan semakin licin.

  3. Kelenturan (Flexibility) Kelenturan adalah kemapuan dari beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi atau settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat repetisi beban lalu lintas, ataupun penurunan akibat berat sendiri tanah timbunan yang dibuat diatas tanah asli. Flexibilitas dapat ditingkatkan dengan mempergunakan agregat yang bergradasi terbuka dengan kadar aspal yang tinggi.

  4. Ketahanan terhadap kelelehan (Fatigue Resistance) Ketahanan terhadap kelelehan adalah suatu kemampuan dari beton aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelehan berupa alur dan retak.

  5. Kekesatan atau tahanan geser (Skid Resistance) Kekesatan atau tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga roda kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Selain itu agregat yang digunakan tidak saja harus mempunyai permukaan yang kasar, tetapi juga harus mempunyai daya tahan untuk permukaannya tidak mudah menjadi licin akibat repetisi kendaraan.

  6. Kedar air (Impermeable) Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki oleh air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan film atau selimut aspal dari permukaan agregat. Tingkat Impermebilitas beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat Durabilitas nya.

7. Mudah dilaksanakan (Workability)

  Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan dipampatkan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas aspal, kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur gradasi serta kondisi agregat.

D. Aspal

  Aspal ialah bahan hidro karbon yang bersifat melekat (adhesive), berwarna hitam kecoklatan, tahan terhadap air dan visoelastis. Aspal sering juga disebut butimen merupakan bahan pengikat pada campuran beraspal yang dimanfaatkan sebagai lapisan permukaan lapis perkerasan lentur. Aspal berasal dari alam (aspal buton) atau dari minyak bumi (aspal yang berasal dari minyak bumi), aspal diklasifikasikan menjadi aspal padat dan aspal cair.

  (https://id.m.wikipedia.org) Aspal adalah materaial yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama agregat aspal merupakan material pembentuk lapisan perkerasan jalan. (Sukirman, 2003)

  Dalam perkerasan beraspal, pembagian jenis aspal keras berdasarkan nilai penetrasi (Penetration Grade), nilai viskositas (Viscosity Grade) atau temperatur maksimum dan minimum perkerasan rencana (Performance

  

Grade). Berdasarkan nilai penetrasinya aspal dibagi menjadi beberapa macam

  penetrasi untuk keperluan perkerasan jalan, antara lain :

  1. Aspal dengan penetrasi antara 40/50

  2. Aspal dengan penetrasi antara 60/70

  3. Aspal dengan penetrasi antara 80/100

  4. Aspal dengan penetrasi antara 120/150

  5. Aspal dengan penetrasi antara 200/300 Aspal dengan penetrasi rendah pada umumnya digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume yang tinggi. Sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi pada umumnya digunakan di daerah yang bercuaca dingin atau dengan volume lalu lintas yang rendah. Indonesia pada umumnya menggunakan aspal dengan penetrasi (60/70 dan 80/100) karena Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis, lembab, curah hujan yang tinggi tiap tahun, dan kepadatan volume lalu lintas yang sangat tinggi.

E. Agregat

  Agregat adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran agregat aspal yang berupa berbagai jenis butiran - butiran atau pecahan yang termasuk dalamnya adalah pasir, kerikil, batu pecah atau kombinasi material lain yang digunakan dalam campuran aspal buatan. Proporsi agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler) didasarkan kepada spesifikasi dan gradasi yang tersedia. Jumlah agregat dalam campuran aspal biasanya 90% sampai 95% dari berat, atau 75% sampai 85% dari volume.

Tabel 2.3 Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal

  % Berat yang lolos terhadap total agregat dalam campuran Ukuran LATASIR (SS) LATASTON (HRS) LASTON (AC) Ayakan (mm) 3 Gradasi semi Gradasi senjang 2 senjang kelas A Kelas B wc Base WC Base WC BC Base

  37,5 100

  25 100 90 - 100 19 100 100 100 100 100 100 100 90 - 100 76 - 90

  12,5 90 - 100 90 - 100 87 - 100 90 - 100 90 - 100 75 - 90 60 - 78 9,5 90 - 100 75 - 85 65 - 90 55 - 88 55 - 70 77 - 90 66 - 82 52 - 71 4,75 3 3 53 - 69 46 - 64 35 - 54 2,36 75 - 100 50 - 72 35 - 55 50 - 62 32 - 44 33 - 53 30 - 49 23 - 41

  1,18 21 - 40 18 - 38 13 - 30

0,600 35 - 60 15 - 35 20 - 45 15 - 35 14 - 30 12 - 28 10 - 22

  

0,300 15 - 35 5 - 35 9 - 22 7 - 20 6 - 15

0,150 6 - 15 5 - 13 4 - 10

0,075 10 - 15 8 - 13 6 - 10 2 - 9 6 - 10 4 - 8 4 - 9 4 - 8 3 - 7

  Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. Spesifikasi Khusus, Divisi 6 Seksi 6.3 Revisi 3, 2010

  Agregat dapat diperoleh secara alami atau buatan. Agregat yang terjadi secara alami adalah pasir, kerikil, dan batuan. Kebanyakan agregat memerlukan beberapa proses seperti dipecah dan dicuci sebelum agregat tersebut bisa digunakan dalam campuran aspal, karena dapat menentukan mutu dari perkerasan yang akan dihasilkan. Agregat dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Agregat Halus

  Agregat halus merupakan suatu bahan yang digunakan untuk campuran aspal, agregat halus dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alam dari batu - batuan atau berupa pasir yang dihasilkan dari alat - alat pemecah batu (stone crusser). Agregat halus adalah material yang pada prinsipnya lewat saringan #8 dan tertahan #200, agregat halus juga harus bersih dari lumpur dan bukan bahan organik. Fungsi utama agregat halus adalah sebagai berikut :

  a. Mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan (interlicking) dan gesekan antar partikel.

  b. Menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling mengunci dari agregat kasar dan juga untuk mengurangi rongga udara agregat kasar.

  c. Semakin kasar tektur permukaan agregat halus akan menambah stabilitas campuran dan menambah kekasaran permukaan.

Tabel 2.4 Spesifikasi Gradasi Agregat Halus

  Ukuran Saringan Syarat SNI Agregat Halus Zona 2 ASTM mm 3/8" 9,5 100 No. 4 4,75 90 - 100

  No. 8 2,36 75 - 100 No. 16 1,18 55 - 90 No. 30 0,59 35 - 59 No. 50

  0,279 8 - 30 No. 100 0,149 0 - 10

  Sumber : Praktikum Pemeriksaan Bahan 2.

   Agregat Kasar

  Agregat kasar merupakan suatu bahan yang digunakan untuk campuran aspal, agregat kasar dapat berupa kerikil atau splite sebagai hasil disintegrasi alam dari batu - batuan atau berupa batuan yang dihasilkan dari alat - alat pemecah batu (stone crusser). Agregat kasar bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirannya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butirnya dan fraksi yang tertahan pasa saringan #8. Fungsi agregat kasar adalah sebagai berikut :

  a. Memberikan stabilitas dalam campuran panas aspal, sebagai pengisi volume mortal sehingga campuran menjadi ekonomis dan meningkatkan ketahanan terhadap kelelehan.

  b. Untuk mengunci masing - masing agregat kasar dari tahanan gesek terhadap suatu aksi perpindahan.

Tabel 2.5 Spesifikasi Gradasi Agregat Kasar

  Ukuran Saringan Syarat SNI Agregat Kasar Ukuran 1/2 ASTM mm 3/4" 19 100 1/2" 12,5 90 - 100 3/8" 9,5 40 - 70 No. 4 4,75 0 - 15

  No. 8 2,36 0 - 5

  Sumber : Praktikum Pemeriksaan Bahan 3.

   Bahan Pengisi (Filler) Filler adalah material yang lolos saringan #200 dan termasuk kapur

  hidrat, abu terbang, abu batu, dan portland semen. Filler dapat berfungsi untuk mengurangi kepekaan terhadap temperatur serta mengurangi jumlah rongga udara dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu pada suatu batas yang menguntungkan.

  Terlampau tinggi kasar filler maka cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas. Pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi. jumlah filler ideal antara 0,6 sampai 1,2. Fungsi filler dalam campuran aspal adalah Sebagai modifikasi dari gradasi pasir yang menimbulkan kepadatan campuran dengan lebih banyak titik kontak antara butiran partikel, hal ini akan mengurangi jumlah aspal yang akan mengisi rongga - rongga yang tersisa dalam campuran.

Tabel 2.6 Persyaratan Pemeriksaan Agregat dan Filler

  3 Berat jenis semu SNI 03-1970-1990 ≤ 3 %

  Ban adalah bagian penting dari kendaraan darat, dan digunakan untuk mengurangi getaran yang disebabkan oleh tidak teraturnya permukaan jalan, melindungi roda dari aus dan kerusakan, serta memberikan kestabilan antara kendaraan dan tanah untuk meningkatkan percepatan dan mempermudah pergerakan.

  Pada tahun 1845 Thompson dan Dunlop menciptakan ban atau pada waktu itu disebut ban hidup alias ban berongga udara. Sehingga Thompson dan Dunlop disebut bapak ban. Dengan perkembangan teknologi Charles Kingston Welch menemukan ban dalam, sementara William Erskine Bartlett menemukan ban luar.

   Karet Ban

  Spesifikasi Khusus, Divisi 6 Seksi 6.3 Revisi 3, 2010 F.

  1 Berat jenis SNI 15-2531-1991 ≥ 1 gr/cc

Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga.

  4 Berat jenis effektif SNI 03-1970-1990 -

Filler

  2 Berat jenis bulk SNI 03-1970-1990 ≥ 2.5 gr/cc

  

No Pengujian Metode Syarat Satuan

Agregat Kasar

  1 Penyerapan air SNI 03-1970-1990 ≤ 3 %

  

Agregat Halus

  5 Keausan / Los angeles abration test SNI 03-2417-1991 ≤ 30 %

  

4 Berat jenis effektif SNI 03-1969-1990 - -

  

3 Berat Jenis semu SNI 03-1969-1990 - -

  2 Berat jenis bulk SNI 03-1969-1990 ≥ 2.5 gr/cc

  1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 ≤ 3 %

  Kini para produsen ban semakin berlomba untuk memproduksi ban yang memiliki kualitas baik dan berteknologi tinggi agar dapat beradaptasi dengan kondisi jalan seganas apapun. Disamping itu konstruksi ban didesain untuk menahan beban secara seimbang sehingga ketika kendaraan dipacu dengan cepat di jalan yang licin, kendaraan tetap nyaman dan tidak slip, namun para produsen tidak memikirkan limbah ban bekas, sehingga sampai saat ini hanya dimanfaatkan sebagai kerajinan sandal, tempat sampah dan sebagainya.

  Bagian - bagian yang ada pada ban :

  1. Tread adalah bagian telapak ban yang berfungsi untuk melindungi ban dari benturan, tusukan objek dari luar yang dapat merusak ban.

  2. Breaker dan Belt adalah bagian lapisan benang (pada ban biasa terbuat dari tektil, ban radial terbuat dari kawat) yang diletakan antara Tread dan

  Casing. Berfungsi untuk melindungi dan meredam benturan pada Tread agar tidak lansung diserap oleh Casing.

  3. Casing adalah lapisan benang pembentuk ban dan merupakan rangka dari ban yang menampung udara bertekanan tinggi agar dapat menyangga ban.

  4. Bead adalah bundelan kawat yang disatukan oleh karet yang keras dan berfungsi seperti angkur yang melekat pada Velg.

  Karet ban dalam merupakan karet ban yang berbentuk lembaran karet yang lunak sehingga mudah untuk dibentuk. Karet ban dalam tidak begituh mendapatkan banyak perhatian dari orang. Karet pada bahan ban ini mempuyai sifat elastisitas yang dapat digunakan sebagai bahan campuran aspal, karena sifatnya sama seperti karet alam. Karet lapisan ini masih dalam berbentuk padat maka dalam percobaan laboratorium karet dilelehkan dengan cara dipanaskan dengan suhu tertentu.

G. Marshall Test

  Rencana campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T 245-90.

  Prinsip ini didasari oleh metode Marshall untuk memeriksa stabilitas dan kelelehan (Flow), serta analisi kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter.

  Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau Flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991.

  Secara garis besar pengujian Marshall meliputi persiapan benda uji, penentuan berat jenis Bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan kelelehan (Flow), dan perhitungan sifat Volumetric benda uji. Pada persiapan benda uji, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :

  1. Jumlah benda uji yang disiapkan.

  2. Persiapan agregat yang akan digunakan.

  3. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan.

  4. Persiapan pencampuran aspal beton.

  5. Pemadatan benda uji.

  6. Pengujian Marshall.

  Dua parameter penting yang ditentukan pengujian ini adalah beban maksimum yang dapat dipikul briket sampel sebelum hancur disebut Marshall

  Stability dan jumlah akumulasi deformasi briket sampel sebelum hancur yang

  disebut Marshall Flow. Dan juga turunan dari keduanya yang merupakan perbandingan antara Marshall Stability dan Marshall Flow disebut sebagai

  Marshall Quotient, yang merupakan nilai kekakuan berkembang (Pseudo yang menunjukan ketahan campuran terhadap deformasi permanen. Stiffness),

  Parameter lainnya yang penting dalam metode Marshall adalah analisi Void yang terdiri dari Density, Void In The Mix (VIM), Void In Minerak Aggregate (VMA), Void Filled With Asphalt (VFA) yang dilakukan pada kondisi standar (2x75) tumbukan.

H. Analisis Perhitungan 1. Void In The Mix (VIM)

  Void In The Mix (VIM) adalah persentase rongga udara terhadap

  volume total campuran setelah dipadatkan. Nilai VIM dihitung dengan menggunakan rumus :

  −

  VIM = (100 ) % ........................................................... 3.1 2.

   Void In Mineral Aggregate (VMA) Void In Mineral Aggregate (VMA) adalah banyaknya pori diantara

  butir - butir agregat di dalam beton aspal padat, dinyatakan dalam prosentase. VMA dihitung dengan menggunakan rumus :

  VMA = (100 ) % ............................................................. 3.2

3. Void Filled With Asphalt (VFA)

  (VFA) adalah volume pori aspal padat yang

  Void Filled With Asphalt

  terisi oleh aspal volume film atau selimut beton. VFA adalah bagian dari

  VMA yang terisi oleh aspal, tidak termasuk di dalam aspal yang terabsorbsi oleh masing- masing butir agregat. Jadi aspal yang mengisi

  VFA adalah aspal yang berfungsi untuk menyelimuti butir - butir agregat di dalam aspal padat, atau VFA merupakan presentase volume aspal padat yang menjadi film atau selimut beton.

  Nilai ini menunjukan persentase rongga campuran yang berisi aspal, nilainya akan naik berdasarkan naiknya kadar aspal sampai batas tertentu, yaitu pada saat rongga telah penuh. Artinya rongga dalam campuran telah terisi penuh oleh aspal, maka persen kadar aspal yang mengisi rongga adalah persen kadar aspal maksimum.VFA dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

  100 ( − )

  VFA = ( ) % ................................................................ 3.3

  Keterangan :

  VIM = Volume pori dalam aspal padat, % dari volume bulk aspal padat

  VMA = Volume pori antara agregat di dalam aspal padat, % dari volume bulk aspal padat

  VFA = Volume pori antara butir agregat yang terisi aspal = % dari

  VMA G mm = Berat jenis maksimum dari aspal yang belum dipadatkan G mb = Berat jenis bulk dari aspal padat G sb = Berat jenis bulk dari agregat pembentuk aspal padat P s = Kadar agregat, % terhadap berat aspal 4.

   Marshall Quotient (MQ) MQ = ............................................................................................ 3.4

  Keterangan : MS = Stabilitas Marshall MF = Marshall Flow (Kelelehan) 5.

  ba ) Kadar Aspal Yang Terabsorpsi Kedalam Pori Agregat (P

  Banyaknya aspal yang terabsorpsi kedalam pori butir - butir agregat yang dinyatakan sebagai presentase dari berat campuran agregat.

  −

  P ba = 100 .......................................................................... 3.5

  −

  Keterangan :

  ba

  P = penyerapan aspal G se = berat jenis efektik agregat G sb = berat jenis curah agregat atau berat jenis bulk dari agregat

  b

  G = berat jenis aspal 6.

  be ) Kadar Aspal Efektif Yang Menyelimuti Agregat (P

  Jumlah aspal yang dimasukan ke dalam campuran aspal padat dikurangi bagian yang terabsorpsi kedalam pori setiap butir agregat, dinyatakan sebagai presentase terhadap berat aspal padat. P be = P b s ........................................................................ 3.6

  − P

  100 Keterangan : P be = Kadar aspal efaktif yang menyelimuti butir - butir agregat, persen terhadap berat total campuran

  b

  P = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran P s = persen agregat terhadap total campuran P ba = penyerapan aspal, % terhadap berat agregat

  se 7.

  ) Berat Jenis Efektif Agregat Campuran (G 100 −

  G se = ...................................................................................... 3.7

  100 −

  Keterangan : G se = Berat jenis efektif dari agregat pembentuk aspal padat G mm = Berat maksimum dari aspal yang belum dipadatkan P a = Kadar aspal terhadap berat aspal padat

  a

  G = Berat jenis aspal Nilai G se umumnya konstan untuk agregat campuran, karena dipengaruhi oleh kemampuan aspal terabsorpsi ke dalam pori dari masing- masing butir agregat.