BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Tanaman Padi - SUROSO BAB II

     

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Tanaman Padi Menurut AAK (1990), tanaman padi termasuk genus Oriza L yang meliputi

  lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan di daerah sub tropika seperti Asia, Afrika, Amerika, dan Austaralia. Padi berasal dari dua benua: Oriza fatua

  

Koneigh dan Oriza sativa L, berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainnya

  yaitu Oriza stappti Roschev dan Oriza gluberrima Steud berasal dari Afrika Barat (Benua Afrika). Oriza fatua koneigh dan Orizaminuta preest berasal dari India (Himalaya).

  Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oriza officinalis dan

  

Oriza satifa f. spontane. Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan di

  daerah kering dengan sistem ladang, tanpa pengairan. Hal ini dilakukan pula di negara-negara lain. Dewasa ini tanaman padi banyak diusahakan didaerah dataran rendah, sehingga akhirnya orang berusaha memantapkan hasil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis ialah Icica, sedangkan japonica banyak diusahakan di daerah subtropika (AAK,1990).

B. Budidaya Padi Semi Organik

  Untuk mendapatkan hasil padi yang sesuai dengan harapan diperlukan teknik bercocok tanam yang baik. Hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

     

1. Persemaian

  Dalam bertanam padi semi organik, persemaian merupakan langkah awal yang perlu dilakukan. Persemaian memerlukan persiapan yang matang, karena benih di persemaian dapat menentukan kualitas dan pertumbuhan padi di sawah. Hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan dalam melakukan persemaian : 1)

  Penggunaan Benih Benih yang dipakai dalam bercocok tanam padi semi organik hendaknya adalah benih yang unggul, dan bersertifikat. Karena dengan adanya sertifikat ini dapat menjamin kualitas dari benih itu. 2)

  Persiapan lahan dan persemaian a.

  Tanah yang subur Tanah yang subur mengandung bunga tanah atau humus dalam lapisan yang dalam dan gembur. Tanah yang berstruktur gembur akan mempermudah penyediaan air. Untuk mendapatkan tanah yang berstruktur gembur dan subur maka diperlukan pencangkulan dan penambahan bahan-bahan organik.

  b.

  Cahaya Matahari.

  Cahaya matahari sangat diperlukan dalam proses fisiologi tanaman untuk membentuk bagian bagian generatif dan vegetatif. Dalam proses fisiologi cahaya matahari berfungsi sebagai sumber energi untuk asimilasi, semakin banyak energi matahari yang diserap maupun

     

  ditangkap oleh tanaman, maka akan semakin besar pula pengaruhnya terhadap hasil tanaman yang dapat dipanen.

  c.

  Pengairan Air sangat diperlukan dalam persemaian terutama untuk perkembangan bibit.

  3) Pengolahan tanah calon persemaian

  Persiapan lahan persemaian dilakukan 25 hari sebelum penanaman, bedeng semai harus sudah siap pada waktu itu. Bibit memerlukan pemeliharaan, agar selama dalam persemaian atau sebelum bibit itu ditanam dilahan pertanian, tetap dalam keadaan sehat (AAK,1990).

  Pada waktu pengolahan tanah persawahan, air dibutuhkan untuk penjenuhan atau pelumpuran, penggenangan atau serta kehilangan air pada saat pengolahan tanah (Pitojo, 2000). Disaat pengolahan tanah bakal persemaian inilah kita dapat menambahkan pupuk organik padat, adapun dosisnya dapat kita tentukan sendiri sesuai kebutuhan. 4)

  Penaburan Benih Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam persiapan benih adalah perendaman benih di dalam air. Ini dilakukan unttuk mengetahui benih yang baik dan yang kurang baik, benih yang terapung inilah benih yang kurang baik dan harus dibuang. Setelah perendaman perlakuan selanjutnya adalah penyimpanan benih selama 2 hari sampai benih itu mengeluarkan akar yang cukup panjang. Setelah dilakukan penyimpanan benih, tahap selanjutnya adalah penaburan benih. Pada saat penaburan benih pun perlu

     

  diperhatikan, jangan sampai dalam penaburan benih nantinya terlalu rapat, sehingga nantinya akan mengakibatkan benih tersebut akan kecil dan pertumbuhannya tidak maksimal. 5)

  Pemeliharaan persemaian Untuk memelihara persemaian dapat dilakukan dengan cara: a.

  Pengairan Pada teknik budidaya padi organik, untuk pemeliharaan persemaian memerlukan perlakuan khusus. Perlakuan tersebut adalah pengairan dengan ketinggian air yang jangan sampai terlampau menggenang (macak–macak), dengan perlakuan pengairan yang tak terlampau menggenang maka diharapkan pertumbuhan bibit padi akan maksimal dan peluang terjadinya penyakit busuk batang akan berkurang.

  b.

  Melakukan pemupukan di persemaian Perlakuan pemupukan di persemaian merupakan hal yang sangat dianjurkan, hal itu dikarenakan nantinya diharapkan pertumbuhan bibit padi akan maksimal, setelah diadakannya pemupukan. Adapun pupuk yang digunakan dalam pemupukan ini ialah menggunakan pupuk organik cair.

  c.

  Pemberantasan hama dan penyakit dipersemaian.

  Salah satu kendala yang sering dihadapi petani padi organik, adalah serangan hama penyakit. Hal itu berpeluang juga terjadi pada saat bibit padi masih dipersemaian, hal inilah yang akhirnya sering menjadi penentu keberhasilan budidaya padi semi organik. Untuk mengatasi serangan hama dan penyakit, maka para petani menggunakan pestisida nabati yang mereka

     

  produksi sendiri. Pestisida hayati yang mereka buat sendiri itu, berbahan baku tanaman – tanaman yang ada di sekitar rumah mereka sendiri. Tapi terkadang juga menggunakan pestisida nabati buatan pabrik yang banyak beredar di pasaran.

2. Persiapan dan Pengolahan tanah sawah Dalam usaha merubah keadaan lahan sawah, maka diperlukan pengolahan.

  Tahap - tahap yang harus dilakukan dalam pengolahan lahan sawah adalah:

  a) Pembersihan

  Agar air yang mengalir kesawah lancar maka saluran air yang menuju kesawah perlu dibersihkan dari jerami, rumput dan kotoran yang mengganggu kelancaran aliran air. Kotoran ini dapat kita kumpulkan dan bisa dirubah menjadi kompos. Untuk menghindari persaingan antara bibit padi dengan rumput – rumputan liar dilahan setelah penanaman, maka rumput yang tumbuh harus dibersihkan. Untuk membersihkan rumput itu bisa langsung dicabut dan langsung kita masukan ke dalam tanah, dengan harapan rumput itu akan mati dan akhirnya menjadi bahan – bahan organik setelah terurai.

  b) Pencangkulan

  Tahap pencangkulan ini harus mendapat perhatian khusus, karena bila proses ini tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

     

  c) Membajak

  Sebelum dilakukan proses pembajakan ini, para petani padi semi organik biasanya menaburkan pupuk organik atau kompos. Dengan adanya pemberian pupuk pada saat pembajakan, diharapkan nantinya pupuk itu akan tercampur dengan merata dan pupuk itu nantinya sudah terdekomposisi dengan sempurna.

  d) Menggaru

  Keuntungan yang dihasilkan dari penggaruan dilakukan berulang kali: 1)

  Akan diperoleh permukaan tanah yang rata 2)

  Air yang merembes ke bawah berkurang 3)

  Penanaman yang mudah dilakukan

4) Pupuk yang terbenam menjadi rata (AAK,1990).

  e) Perataan tanah (ngangler)

  Perataan tanah merupakan hal yang penting dalam budidaya padi semi organik, karena dengan adanya perataan akan mengurangi resiko dari serangan hama penggerek batang. Selain itu pada saat dilakukan perataan tanah (ngangler) keadaan air macak-macak harus dipertahankan (pintu pemasukan dan pengeluaran air ditutup) agar tanah dan unsur hara tidak terbawa hanyut.

  f) Pembuatan saluran

  Setelah selesai perataan tanah harus dibuat saluran air tengah dan saluran air pinggir di sekeliling pematang. Hal ini penting dilakukan, karena dengan adanya saluran air akan memudahkan kita dalam mengontrol keadan air.

     

3. Penanaman

  Hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan dalam penanaman bibit padi organik yaitu: a.

  Persiapan lahan Persiapan lahan untuk tanaman padi semi organik tidak berbeda jauh dengan tanaman padi pada umumnya (konvensional), yang membedakan hanyalah adanya pemberian pupuk organik pada saat pengolahan tanah.

  b.

  Umur bibit Bibit padi organik sudah dapat dipindahkan dari tempat persemaian ke tempat penanaman (lahan) saat umur bibit padi sudah mencapai umur 15 –

  20 HSS.

  c.

  Tahap penanaman Tahap ini dapat di bagi manjadi tiga, yaitu:  Memindahkan bibit

  Pada saat pemindahan bibit ke lahan, hal yang perlu diperhatikan adalah waktu pemindahan dari tempat persemaian ke lahan diharapkan tidak lebih dari 12 jam, karena dikhawatirkan bila melampaui waktu tersebut bibit padi akan menjadi stres dan layu.

   Penanam bibit Didalam proses penanaman benih padi semi organik, jumlah benih padi perlubang tanam sangat perlu diperhatikan. Karena dengan jumlah bibit

     

  perlubang tanam yang tidak lebih dari 1 batang, akan membuat pertumbuhan, jumlah anakan, dan hasil produksi padi dapat maksimal.

   Jarak Tanam Jarak tanam disesuaikan dengan kebutuhan setempat (20 cm x 20 cm, 22,5 cm x 22,5 cm, 25 cm x 25 cm), dengan jarak tanam seperti ini diharapkan akan mampu meningkatkan hasil produksi dari tanaman padi. Untuk memudahkan dalam pemeliharaan, menekan persaingan unsur hara dan cahaya, dianjurkan menggunakan tanam sistem legowo 2 : 1, 3 : 1 atau 4 : 1 4.

   Pemeliharaan

  Dalam usaha pemeliharaan tanaman padi semi organik, memerlukan teknik pemeliharaan yang berbeda dengan tanaman padi pada umumnya.

  Adapun tindakan yang perlu diperhatikan dalam proses pemeliharaan padi semi organik adalah sebagai berikut : 1)

  Penyulaman Penyulaman dapat dilakukan apabila terdapat tanaman yang mati atau terkserang OPT yang bersifat sistemik (virus) dengan menggunakan varietas dan umur yang sama (tanaman cadangan). Hal yang perlu diperhatikan dalam perlakuan penyulaman adalah bibit yang akan digunakan untuk menyulam adalah bibit yang sejenis dan diharapkan mempunyai umur yang sama dengan bibit yang sudah ditanam. Perlakuan penyulaman sebaiknya dilakukan hingga umur tanaman padi mencapai 14 hari setelah pindah

     

  tanam. Karena dikhawatirkan bila penyulaman lebih dari 14 hari maka pertumbuhan tanaman tidak akan maksimal.

  2) Penyiangan

  Penyiangan dilakukan sesuai kebutuhan agar tidak terjadi kompetisi antara gulma dengan tanaman. Dalam perlakuan penyiangan pada tanaman padi semi organik sebenarnya tidak berbeda jauh dengan padi pada umumnya yang membedakan hanya pada tidak adanya penggunaan herbisida. 3)

  Pengairan padi Pemberian air harus diatur dengan menggunakan saluran pengairan keliling pematang dan saluran bedengan sehingga keadaan tanah tidak tergenang, tapi hanya lembab dengan tujuan menghemat air, memberikan kesempatan pada akar untuk mendapatkan udara (O2) sehingga dapat berkembang lebih dalam, mencegah terjadinya keracunan besi (Fe), dan mencegah penimbunan asam organik dan H2S yang dapat menghambat perkembangan akar. 4)

  Pemupukan Pupuk yang digunakan pada pertanian organik adalah pupuk organik murni. Adapun aplikasinya adalah :

  • lahan.

  Yang pertama pada saat pengolahan tanah terutama pada saat pembajakan

  Yang kedua setelah tanaman padi berumur 10 hari setelah tanam

  • Yang ketiga pada saat tanaman berumur 20 dan 30 hari setelah tanam.

     

C. Pupuk Organik Dan Pestisida Hayati 1.

  Pupuk Organik Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan organik, seperti hijauan (jerami, batang pisang, dan hijauan lainnya) dan kotoran hewan

  (kotoran kambing, sapi, ayam, kelinci, kerbau, dan sebagainya). Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut terlebih dahulu difermentasikan. Pupuk kandang atau kornpos biasanya dicampur dengan bahan-bahan alami lainnya yang berada di lahan pertanian atau di sekitarnya (Andoko, 2002).

  Sampai saat ini sudah banyak dikembangkan pupuk organik yang berkualitas dari hasil inovasi teknologi dengan memanfaatkan limbah menjadi pupuk organik lengkap dengan unsur makro dan mikro yang langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Hasil penelitian mengemukakan bahwa bahan atau pupuk organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, sehingga tanah dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang. Beberapa jenis pupuk organik yang dapat digunakan adalah fine compost (hasil fermentasi dari limbah ternak dan bahan tambahan lain dengan stardek) dan kastcing (hasil eksresi atau proses pencernaan cacing tanah dari limbah organik). Bahkan pupuk organik yang mengandung kotoran kelelawar dan zat alami lainnya dapat mengatasi keracunan air dan keasaman tambak. Pupuk organik juga memiliki keunggulan sebagai berikut: 1.

  Mempercepat dekomposisi bahan-bahan organik secara fermentasi; 2. Melarutkan P yang tidak tersedia menjadi bentuk P yang tersedia bagi tanaman;

     

  3. Mengikat N dari udara; 4.

  Menghasilkan berbagai enzim dan hormon sebagai senyawa bioaktif untuk pertumbuhan tanaman;

  5. Menurunkan kadar BOD dan COD; 6.

  Menekan bau busuk.

  Penggunaan pupuk organik akan sangat bervariasi untuk setiap daerah, Young dalam Reijntjes et al. (1992), menyatakan bahwa diperlukan 8,5 ton residu (sisa-sisa tanaman atau hewan) diatas permukaan tanah per hektar untuk daerah lembab, 4 ton/ha untuk daerah sub lembab, dan 2 ton/ha untuk daerah semi kering. Oleh karena residu diatas permukaan dari tanaman tunggal biasanya kurang dari 3 ton/ha, jelas bahwa di daerah tropis yang lembab, dibutuhkan sumber biomassa ekstra (misalnya pohon-pohon, tananam naungan) untuk memenuhi target itu. Untuk meningkatkan unsur hara tanah, petani dapat memanfaatkan pohon leguminosae, belukar, dan tanaman pelindung yang bersimbiosis dengan mikroorganisme mikro. Begitu juga tanaman pakis Azolla atau rerumputan, atau dengan Azotobacter.

  Menurut Reijntjes et al. (1992), ada lima cara dasar penanganan bahan organik, yaitu:

  1. Memberikan langsung ke tanah, baik itu sebagai mulsa pada permukaan tanah maupun dipendam dalam tanah;

  2. Membakarnya (mengakibatkan mineralisasi); 3.

  Mengomposnya; 4. Menjadikannya sebagai pakan ternak; dan 5. Memfermentasikannya dalam instalasi biogas.

  Secara praktis, Royan (2005), mengemukakan bahwa dalam SRI, pupuk organik yang digunakan berupa pupuk kandang, kompos, dan pupuk organik cair (MOL). Pupuk kandang dibuat dari kotoran ayam dan kotoran

     

  domba/kambing. MOL juga digunakan sebagai bibit pupuk organik cair yang mengandung unsur cair yang dibuat dari hijauan seperti kalikiria, daun kirinyuh. Zat tumbuh adalah zat zyberelin yang terkandung dalam rebung dan pucuk labu. Keong (terutama keong mas) dan ikan sapu untuk kandungan protein dan buah-buahan untuk kandungan vitamin. Bahan-bahan tersebut dihaluskan dan dicampurkan dengan air gula atau air kelapa, dan difermentasikan selama 15 hari. Satu liter air bibit (larutan) dapat dicampur dengan 15 air untuk kemudian disemprotkan pada tanaman padi.

2. Pestisida Hayati

  Pestisida hayati secara umum diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan dan hewan serta dari mikroorganisme hidup lainnya. Pestisida ini relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari mikroorganisme hidup atau bahan alami maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam. sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan, karena residunya mudah hilang.

  Pestisida hayati bersifat "pukul dan lari (hit and run)", artinya apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah hamanya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang di alam (Kardinan, 1999).

  Pestisida hayati (biopesticide) adalah semua mikroorganisme hidup yang mampu dijadikan pestisida, karena semua mikroorganisme mengandung suatu toksin dan berkembangnya daya bunuh terhadap serangan hama (target). Penggunaan pestisida hayati merupakan jaminan keamanan pangan, sehingga

     

  nilai jual komoditas akan menjadi lebih kompetitif dalam dunia agribisnis. Penggunaan pupuk sintetis di Indonesia sudah begitu tinggi, tentu dengan biaya yang sangat tinggi dan memberatkan petani. Pestisida hayati berasal dari bahan-bahan yang terdapat di alam tersebut diekstraksi, diproses, atau dibuat menjadi konsentrat dengan tidak mengubah struktur kimianya (Kardinan, 1999).

D. Biaya Produksi Usahatani Padi

  Biaya produksi adalah nilai dari faktor produksi yang digunakan, baik yang dalam bentuk benda maupun jasa selama produksi berlangsung (Soekartawi, 2001) Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Biaya usahatani biasanya diklarifikasi menjadi dua, yaitu : (a) Biaya tetap (fixed cost); dan (b) Biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relativ tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sedangkan biaya tidak tetap atau variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

  TC = TFC + TVC Keterangan TC : Total Cost atau biaya total TFC : Total Fixed Cost atau biaya tetap total TVC : Total Variabel Cost atau biaya variabel total

      E. dan Pendapatan Usahatani Penerimaan

  Pada analisis usahatani, maka data tentang penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani perlu diketahui. Cara analisis terhadap tiga variabel ini sering disebut dengan analisis anggaran arus uang tunai (Soekartawi, 1995).

1. Penerimaan usahatani

  (Soekartawi, 1995) mengemukakan bahwa penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jual, pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut : TRi = Yi . PYi Yaitu : TR = Total Revenue (Rp) Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (kg) PYi = Harga Per satuan Y (Rp) 2. Pendapatan Usahatani

  Soekartawi (1995), mengemukakan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya usahatani, pernyataan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Pd = TR – TC Yaitu : Pd = Pendapatan Usahatani (Rp) TR = Total Revenue (Rp) TC = Total Cost (Rp)

     

F. Pengaruh Penggunan Faktor- faktor Produksi Padi Semi Organik

  Hubungan fisik antara faktor-faktor produksi (input) dengan produk (output) yang disebut dengan fungsi produksi mestinya harus dipahami oleh setiap petani.

  Karena dengan memahami fungsi produksi petani dapat menggunakan sejumlah variabel input yang berbeda untuk memperoleh output. Soekartawi (1994) mengemukakan bahwa dengan fungsi produksi tersebut dapat dijelaskan bahwa tambahan dari salah satu atau beberapa input yang digunakan, maka petani dapat melakukan tindakan yang mampu meningkatkan output. Selanjutnya dijelaskan bahwa fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

  , , … … … ,

  Y f  Dimana : Y = Produk

  X = Faktor Produksi f = Fungsi dari faktor produksi n = 1,2,3, .......... Rumus diatas dapat dikatakan bahwa input atau disebut dengan variabel bebas atau independen (X) dapat mempengaruhi terhadap output atau disebut variabel tidak bebas atau dependen (Y).

  Soekartawi (1994) juga mengemukakan bahwa, jika suatu fungsi yang melibatkan dua atau lebih variabel maka penjelasan hubungan antara variabel Y dengan X secara matematik dapat diselesaikan menggunakan fungsi Cobb Douglas yaitu :

  3 u , ............ X

         X    X       

  3

     

  Dimana : Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a,b = Besaran yang akan diduga u = Kesalahan (disturbance term) e = Logaritma Natural, e = 2,178.

  Untuk mempermudah pendugaan maka persamaan tersebut dapat diubah menjadi persamaan bentuk linear berganda dengan cara mengalogaritma naturalkan persamaan tersebut, sehingga diperoleh bentuk persamaan sebagai berikut:

       

   

         

  3    

  3 + ...

         +     Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b adalah tetap walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritma naturalkan. Hal ini karena b pada fungsi Cobb

  Douglas sekalipun menunjukan elastisitas X terhadap Y.

  Selanjutnya Soekartawi (1989), mengemukakan persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi Cobb Douglas antara lain: a.

  Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinitife) b. Dalam fungsi produksi perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. Artinya. Kalau fungsi Cobb Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang merupakan lebih dari satu model, maka perbedaan model

     

  tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.

  c.

  Tiap variabel X adalah perfect competition.

  d.

  Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan (u).

  Ada tiga alasan mengapa fungsi Cobb Douglas lebih banyak dipaki oleh para peneliti yaitu: a.

  Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain.

  b.

  Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghsiolkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukan besaran elastisitas.

  c.

  Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukan tingkat besaran return to scale.

G. Efisiensi Ekonomi dalam Usahatani

  Produksi dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan faktor produksi lahan, pupuk, bibit, dan tenaga kerja dengan efisien. Dalam kajian tentang ekonomi produksi, diasumsikan bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh seorang manajer adalah efisiensi ekonomi yang yang bisa didekatkan dengan ukuran maksimilisasi keuntungan. Ada dua macam pengertian efisiensi dalam usahatani.

  1) Efisiensi produksi, yaitu banyaknya hasil produksi yang diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi.

     

  2) Efisiensi ekonomi, yaitu penilaian efisiensi fisik dengan uang, dalam hal ini kita membandingkan nilai hasil dengan biaya produksi. Apabila perbandingan antara pendapatan kotor dengan biaya ini besar, maka hal ini mencerminkan efisiensi ekonomi yang baik dari suatu usahatani, dan mencerminkan keberhasilan proses produksi usahatani (Mubyarto, 1994)

  Gabungan faktor produksi yang optimal, pada hakikatnya adalah identik dengan pengertian mengenai efisiensi ekonomi (Kartasaputra, 1987). Dalam hal ini ada dua syarat yang harus dipenuhi :

  1) Syarat keharusan: diketahui adanya hubungan antara faktor produksi dan produksi

  2) Syarat kecukupan: diketahui harga faktor produksi yang diperlukan dan produksinya atau perbandingan harga faktor produksi yang bergabung dengan modal yang tersedia agar produksi dapat berlangsung dalam serba kecukupan.

  Sedangkan untuk mengetahui apakah penggunaan suatu faktor produksi dalam usahatani sudah efisien atau belum maka digunakan model sebagai berikut (Mubyarto, 1994) :

    ⋯  

  Yaitu : NPM = Nilai Produk Marginal BKM = Biaya Korbanan Marginal ¡ = 1,2,3,4,…………..n NPM dan BKM dapat dihitung dengan rumus :

     

  NPM

  ( pasar dalam keadaan perfect competition dan dalam jangka

  pendek harga tidak berubah) Yaitu :

     Harga pokok produk   Harga faktor produksi

  y    Penambahan produk akibat penambahan faktor produksi

    Penambahan faktor produksi ke – i Untuk mencapai efisiensi harga harus dipenuhi syarat :

     

  1 Dalam banyak kenyataan perbandingan tidak sama dengan satu, yang

  sering terjadi adalah sebagai berikut : 1) , Penggunaan faktor produksi tidak efisien, untuk

  1

  mencapai efisien maka faktor produksi perlu dikurangi 2) Penggunaan faktor produksi belum efisien, untuk

  1 ,

  mencapai efisien maka faktor produksi X perlu ditambah. (Soekartawi,2001)